Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak merah dan gatal
terutama bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
beruntusan dan kulit yang menebal dan berwarna gelap. Kelainan ini hilang tibul selama 6
bulan, hilang apabila diobati dan timbulsaat menstruasi atau menggunakan celana berlapis.
Riwata keputihan disangkal. Kelainan ini dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis: dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis : regioner
bilteral pada kedua sisi medial paha atas tampak lesi multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan,
ukuran bervariasi dari diameter 0,03cm – 0,1 cm, kering, permukaan halus dengan efloresensi
berupa plaque eritem, sebagian likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak
central healing dengan ditutupi skuama halus. Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta
kontrol rutin dan menjaga serta memelihara kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran islam.
KATA SULIT
PERTANYAAN
1
18. Bagaimana komplikasi dari kelainan ini?
JAWABAN
1. Karena masa penyembuhan sehingga stratum korneum menjai tebal daan menumpuk
2. Pada saat mentruasi vagina dan sekitarnya menjadi lembab sehingga menambahkan
peluang pertumbuhan mikroorganisme.
3. 14. Kenaikan BB akan meningkatkan metabolisme, meningkatkan pembakaran,
sehingga keringat meningkat menjadi lembab pada daerah lipatan, tumbuh
mikroorganisme menjadi proses inflamasi dan gatal (histamin)
4. 7. Central healing adalah khas dari infeksi jamur. Faktor resiko : Aktivitas fisik, jenis
pakaian, bentuk pakaian, hipersensitivitas, low hygiene.
5. Dermatofitosis
6. Inspeksi, kultur, swab
8. Bisa, dengan menggunakan handuk yang bersamaan dan melalui hubungan seksual.
9. Karena letaknya secara anatomis yang berdekatan sehingga dapat bermigrasi ke
sebelahnya.
10. Obat anti jamur(topikal), apabila sudah sistemik diberikan oral. Anti histamin dan
antiinflamasi.
11. Jaga kebersihan, ganti pembalut minimal 3jam sekali, jangan menggunkan bahan
pakaian yang ketat dan berlapis, pakaian yang digunakan harus bersih dan baik.
12. Karena pengobatan yang tidak adekuat dan kurang menjaga keberihan.
13. Mandi, wudhu, menutup aurat, memakai pakaian yang tidak ketat
15 Jika diobati secara adekuat prognosisnya baik.
16 St. Basalis, St. Spinosum, St. Granulosum, St. Lucidum, St. Korneum.
17 Sebagai proteksi. Stratum korneum berdegenerasi selama 30 hari sekali.
18 Menjadi ulcer masuk ke pembuluh darah. Infeksi ke urinaria, dan atau ke rektum
SASARAN BELAJAR
1.1 Mikroskopis
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
2
3.6 Manifestasi Klinis
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 Pencegahan
3
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit
LO 1.1 Mikroskopis
Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan
paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.
1) Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:
keterangan:
A = Melanocyt
4
B = Langerhans cell
C = Merkels cell
D = Nervända
1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran
b. Stratum Lusidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti
protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
Tidak tampak pada kulit tipis
5
Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
e. Stratum basale
Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
Lapisan terbawah dari epidermis
Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk
melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang
basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
6
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin),
matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.
Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit
7
- Kelenjar Apokrin
Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut
K. seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)
2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang
rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
Turunan Kulit
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus
pili, yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan
ikat yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan
hidup folikel rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut
dibentuk oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks.
Sel-sel folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit.
Pada permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah
folikel terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan
menghasilkan berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen
melanin ditemukan terjepit diantara dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M.
arector pili melekat ke sarung folikel dan berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis.
Kontraksi ini menyebabkan rambut menegak dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya
pada papila sehingga terjadi keadaan yang tampak pada kulit yang merinding. Muskulus
arektor pili dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan penegakan rambut terjadi apabila
kedinginan atau ketakutan.
Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif
bermitosis menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit.
Bagian pangkal kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula.
Lempeng kuku tumbuh dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku
merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua
atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang berbentuk
bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas kuku disebut
hiponikium.Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai indikator
kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada infeksi
kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya penyakit
8
seperti anemia kronik, sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering dan rapuh menunjukan
defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.
Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak.
Permeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai
peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi tersebut dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
Eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme berupa NaCl. Urea, asam urat,
dan ammonia. Sebum yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi kulit karena selain
meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi
kering.
Persepsi
Rangsang panas : badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Rangsang dingin : badan-badan Krause yang terletak di dermis.
Rangsang rabaan : badan taktil Meissner di papilla dermis dan badan Merkel Ranvier di
epidermis.
Rangsang tekan : badan Paccini di epidermis.
Pembentukan pigmen
9
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta
besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan
dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag. Warna kulit juga dipengaruhi oleh
tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas makin gepeng
dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilangdan keratinosit ini
menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan
member perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
RESEPTOR
Jenis-jenis reseptor berdasarkan stimulus adekuatnya :
♥ Fotoreseptor : peka terhadap gelombang cahaya
♥ Mekanoreseptor : peka terhadap energy mekanis
♥ Termoreseptor : peka terhadap panas dan dingin
♥ Osmoreseptor : mendeteksi perubahan konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh
♥ Kemoreseptor : peka terhadap bahan kimia spesifik yang termasuk untuk reseptor
penciuman dan pengecapan
♥ Nosiseptor : peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar
Setiap reseptor mempunyai sifat khusus untuk merespon untuk satu jenis rangsangan
contohnya pada mata ada reseptor yang peka terhadap cahaya, pada telinga ada reseptor
yang peka terhdap gelombang suara, dan pada kulit ada reseptor yang peka terhadap
energy panas. Semua ini terjadi karena adanya perbedaan sensitifitas reseptor.
10
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Dermatofitosis
LO 3.1 Definisi
Faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik,
penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali.
CARA PENULARAN
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung melalui 3 cara
anthropofilik (penyebaran dari manusia ke manusia), zoofilik (penyebaran dari hewan ke
manusia) dan geofilik (penyebaran dari tanah, air dan udara ke manusia). Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas,
untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor:
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik
atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula satu dengan yang
lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh Misalnya :
Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatophyton floccosum paling sering
menyerang lipat pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih sulit untuk terserang jamur.
11
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari dibanding pria
dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada
faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu dan sebagainya), serta
pemakaian pakaian yang serba nilon, dapat mempermudah penyakit jamur ini.
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga
genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari 41 spesies
dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan
satu spesies Epidermofiton. Selain sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai
afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan
kadangkadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton
verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum.
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan
geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah
Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum.
12
2) T. rubrum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas.
Warna depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah. Mikroskopis :
Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang hifa.
Kultur Trichophyton verrucosum Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada. Ditemukan branching hifa.
13
5) T. tonsuran Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/
berbenjolbenjol. Bentuk bubuk sampai beledru. Warna bervariasi cream, abu-abu, kuning, dan
merah coklat dengan dasar kuning sampai merah. Mikroskopis : Mikrokonidia banyak
sepanjang sisi hifa dan makrokonidia jarang.
14
1) M. canis Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai
bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah coklat. Mikroskopis :
Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan
ada tonjolan-tonjolan kecil. Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai
racquet hifa, pectine bodies dan nodular bodies.
15
c. Epidermophyton : Hanya ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk
gada.
LO 3.3 Epidemioliogi
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat ditemukan
hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi di
berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka
ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Di
Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa sepanjang sel kulit
dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang terinfeksi, membuat infeksi
berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat
16
terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan
habitat mereka antara lain sebagai berikut :
c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui
paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu.
LO 3.4 Klasifikasi
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala
klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan kardiovaskular.
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari
jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
dengan yang lain, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
17
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)
MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :
Pembengkakan
Abses
18
Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian
dikeluarkan melalui eksudat
Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan
sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk
fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat mengalir ke
luar dari jaringan.
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun
bila disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi
pula penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –
kadang perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan
streptomisin dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik,
tetapi pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas
benar. Obat – obat baru antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk
misetoma maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak
begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak
dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup
tinggi pada daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani.
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit
atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain bentuk kulit
yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi
infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium
yodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau
itrakonazol dapat diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit
jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini
ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya
19
membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak,
biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya
pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di
Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi
pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan
penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu
kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.
Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin
graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas
di JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir
ini memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah
Cladosporium carrionii.
20
dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis
subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan.
Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:
- Pitriasis versikolor
- Piedra hitam
- Piedra putih
- Otomikosis
- Keratomikosis
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea
diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
21
2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topical kuat.
LO 3.5 Patofisiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah golonga
n jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernaka
n keratin.
Derrmatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microspo
rum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epid
ermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagro
phytes, dan Trichophyton verrucosum.
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada k
eratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai d
ari stratum korneum sampai dengan stratum basalis. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat
yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat m
akanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium
dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu
kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jam
ur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya terutama menyera
ng hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan me
nimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya
suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan de
bris keratin yang mengandung hifa jamur.
22
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh
serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat
menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum korneum.
Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine
proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme
protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari
kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya
proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit
karena tergantung pada jenis strainnya.
23
RESPONS IMUN PEJAMU
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan
imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun
yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami dermatofitosis yang berat atau
menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid membawa dapat
meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik. 3
ANTIGEN DERMATOFIT
Dermatofit memiliki banyak antigen yang tidak spesifik menunjukkan spesies tertentu.
Dua kelas utama antigen dermatofit adalah: glikopeptida dan keratinase, di mana bagian
protein dari glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian polisakarida dari glikopeptida
menstimulasi imunitas humoral. Antibodi menghambat stimulasi aktivitas proteolitik yang
disebabkan oleh keratinase, yang dapat memberikan respons DTH yang kuat.
24
Infeksi dermatofit dimungkinkan karena depresi imunitas seluler.3,5 Kemampuan
spesies dermatofit tertentu untuk memproduksi penicillin-like antibiotics memungkinkan
jamur ini memanfaatkan flora normal, Staphylococcus aureus dapat betindak sebagai ko-
patogen yang meningkatkan derajat keradangan infeksi dermatofit. Gambaran klinis yang
bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil dari kombinasi kerusakan jaringan keratin
secara langsung oleh karena dermatofit, dan proses keradangan akibat respon pejamu Pada
bentuk klasik tinea yang annular, tepi lingkaran lesi ditandai oleh adanya infiltrat limfosit
perivaskular, karena proses pembersihan jamur dari stratum korneum akibat surveilans sistem
imun, dan pertumbuhan jamur yang sentrifugal. Kecepatan epidermal turn over berjalan
normal di dalam area cincin, namun pada daerah infeksi bisa menjadi lebih dari 4 kali lipat.
Pada tinea imbrikata karena T. concentricum, terjadi semacam gelombang pertumbuhan jamur
pada kulit dengan perluasan infeksi yang sentrifugal.
LO 3.6 Manifestasi Klinis
Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa
dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor
sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan
Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak
menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain,
biasanya di kulit.
25
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam
bentuk yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan
bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan bentuk
klinis tersering di Indonesia.
Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum
menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T
mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum,
menyebabkan suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih
cenderung untuk menjadi kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi oleh T
mentagrophytes sering dihubungkan dengan suatu presentasi klinis merah, menyebabkan
peradangan akut.
Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T.
interdigitale dan E. floccosum.
Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan
kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk
tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul
merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang
menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi
abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga
mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat
sebagai gray patch, yang pada klinik tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti.
Pada pemeriksaan lampu wood terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang
sakit, melampaui batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh
microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk
kerion.
2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi
berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Gambaran klinis berupa
terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi
tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik
hitam. Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik
dan psoriasis.
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique)
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
26
1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas
terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah
tengah biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada
umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat
sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan
pada sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea
kruris et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-
sama dengan tinea unguium.
3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat,
yang perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya
dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.
Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau
favus. Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai
ukuran. Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat
terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila
tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak.
Berlainan dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada
usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga
spesies dermatofita yang menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton
violaceum, dan microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat
kebersihan, umur, dan ketahanan penderita penderita.
LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke
sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen
bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien
sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang
beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif
berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan
penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
Pemeriksaan Fisik dan Lab.
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis
27
atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama
diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
29
Tanda (+) : ada urtika pada tempat suntikan
Diagnosis Banding
LO 3.8 Tatalaksana
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal pada kulit
dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada
kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis
adalah:
30
Infeksi Rekomendasi Alternatif
Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis) minggu untuk kuku jari mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
tangan, 12 berturut-turut.
minggu untuk kuku jari Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-
kaki 12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)
Tinea capitis Griseofulvin 500mg/day Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) s/d Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
sembuh (6-8 minggu) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg.
dikombinasikan dengan Fluconazole 150-300 mg/mggu selama 4 mgg.
imidazol.
Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100
minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200 mg/hr selama 1
mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100
minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200mg/hr selama 1
mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg selama 4 mgg.
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-
non-responsive 1000 mg/hr sampai sembuh (3-6 bulan).
tinea.
31
I. OBAT ANTI JAMUR TOPIKAL
Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada kulit tubuh yang tidak
berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala
dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal
seperti telapak tangan dan kaki.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih sedikit dibandingkan
obat anti jamur sistemik.
Golongan azol – imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum luas, bersifat
fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur yang mengakibatkan
timbulnya defek pada membran sel jamur. Obat anti jamur golongan azol seperti klotrimazol,
ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, sulkonazol dan mikonazol, mempunyai kemampuan
menggangu kerja enzim sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai
katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.
Klotrimazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream 1%, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu
dan dioleskan 2 kali sehari.
Ekonazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%, dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan
dioleskan 2 kali sehari.
Mikonazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol cream 2%, dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan
dioleskan 2 kali sehari.
Ketokonazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol 1% cream, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu
dan dioleskan sekali sehari.
Sulkonazol
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1% cream Dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis, tinea
kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali
sehari selama 4 minggu.
Oksikonazol
32
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan oksikonazol 1% cream ataau lotion.
Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan
tinea korporis dan tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis
dioleskan 1 tatau 2 kali sehari selama 4 mingggu.
Tiokonazol
Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol 1% cream, dosis dan lamanya pengobatan
tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dioleskan 2 kali
sehari selama 2-4 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk
tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu.
Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu butenafin, bekerja
dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada tahap awal proses metabolisme dan enzim
sitokrom P-450 akan mengambat aktifitas squalene eposidase. Dengan berkurangnya
ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalene pada sel jamur dan akan mengakibatkan
4
kematian sel jamur. Alilamin dan benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit.
Naftifine
Untuk pengobatan digunakan naftifine hydrochloride 1% cream dioleskan 1 kali sehari selama
1 minggu.
Terbinafin
Digunakan terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk pengobatan tinea
korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis selama 2-4 minggu,
untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu.
Butenafin
Butenafin merupkan golongan benzilamin dimana struktur kimia dan aktifitas anti jamurnya
sama dengan golongan alilamin. Butenafine bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan dapat
digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis dan bersifat fungisidal.
Dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.
Amorolfin
Siklopiroks
Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisida, sporosida dan
mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan
33
tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus
dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.
Pemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial dan
sistemik (deep mikosis), obat-obat tersebut yaitu :
1. GRISEOFULVIN
Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada tumbuhan dan
kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959,
diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada
manusia. Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang pertama diberikan secara oral untuk
pengobatan dermatofitosis.
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
Pemberian griseofulvin secara oral dengan dosis 0,5 - 1 gr, akan menghasilkan konsentrasi
puncak plasma sebanyak 1 mikrogram / ml dalam waktu 4 jam dan level dalam darah
bervariasi. Griseofulvin mempunyai waktu paruh di dalam plasma lebih kurang 1 hari, dan ±
50 % dari dosis oral dapat di deteksi di dalam urin dalam waktu 5 hari dan kebanyakan dalam
bentuk metabolit.
34
di jumpai pada urin tanpa perubahan bentuk.
Dosis
Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis
lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg / hari (mikrosize) dosis
tunggal atau terbagi dan 330 – 375 mg / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Anak
- anak ≥ 2 tahun 10 - 15 mg / kg BB / hari (mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 - 7,3
mg / kg BB / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk tinea
korporis dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4 - 6 minggu,
untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3 - 6 bulan.
Efek samping
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah dan sakit pada
abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.
Interaksi obat
Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital tetapi efek tersebut
dapat di kurangi dengan cara mengkonsumsi griseofulvin bersama makanan. Griseofulvin juga
dapat menurunkan efektifitas warfarin yang merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi
telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi.
2. KETOKONAZOL
Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di Amerika Serikat
pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan imidazol yang pertama
diberikan secara oral.
Mekanisme kerja
Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol utama untuk
mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim
sitokrom P-450, C-14-α-demethylase yang bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi
ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi
penghancuran jamur.
Aktifitas spektrum
Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces dermatitidis,
Candida spesies, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur,
Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif
terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.
35
Farmakokinetik
Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas antara 37% -
97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan berlanjut 7-10 jam. Ketokonazol
mempunyai daya larut yang optimal pada pH dibawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi.
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam waktu
2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika
mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3 - 4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih
tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.
Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum, kelenjar keringat
eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (CSF). Namun, ketokonazol 99%
berikatan dengan plasma protein sehingga level pda CSF rendah.
Ketokonazol dimetabolisme di hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dan
diekskresi bersama empedu ke dalam saluran pencernaan.
Dosis
Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis tunggal dan untuk
kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg / hari sedangkan dosis untuk anak-anak
3,3 – 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris
selama 2 - 4 minggu.
Efek samping
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di jumpai. Ketokonazol
juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi kerusakan hepar yang serius
jarang terjadi. Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek
samping yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:10000
dan 1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu.
Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati.
Dosis tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human adrenal dan
testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten.
Interaksi obat
Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang mengkonsumsi obat yang
dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, antikolinergik dan H2-antagonis
sehingga sebaiknya obat ini di berikan setelah 2 jam pemberian ketokonazol. Ketokonazol
dapat memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin, astemizol dan cisaprid sehingga
sebaiknya tidak diberikan bersama dan juga dapat menimbulkan efek samping kardiovaskular
seperti pemanjangan Q-T interval dan torsade de pointes.
Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan triazolam dan dapat
meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari warfarin. Pemberian bersama
ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan efektifitas ke dua obat.
3. ITRAKONAZOL
36
Mekanisme kerja
Aktifitas spektrum
Farmakokinetik
Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal (55%) tetapi absorbsi
tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol dikonsumsi bersama makanan. Pemberian oral
dengan dosis tunggal 100 mg, konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam
waktu 2-4 jam.
Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi 99% sehingga
konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF jumlahnya sedikit. Namun sebaliknya
konsentrasi obat di jaringan seperti paru-paru, hati dan tulang dapat mencapai 2 atau 3 kali
lebih tinggi dibandingkan pada serum. Konsentrasi itrakonazol yang tinggi juga ditemukan
pada stratum korneum akibat adanya sekresi obat pada sebum. Itrakonazol tetap dapat
ditemukan pada kulit selama 2-4 minggu setelah pengobatan dihentikan dengan lama
pengobatan 4 minggu sedangkan pada jari kaki itrakonazol masih dapat ditemukan selama 6
bulan setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan.
Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa mengalami perubahan
tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di
metabolisme di hati oleh sistem enzim hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang
tidak aktif akan di ekskresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu hidroksitrakonazol
yang merupakan suatu bioaktif.
Dosis
Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama pengobatan untuk tinea
korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi untuk tinea manus dan tinea pedis
adalah selama 4 minggu.
Efek samping
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, sakit pada
abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus dan ruam allergi.
Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5% pasien yang ditandai
dengan peninggian serum transaminase, ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang
menggunakan dosis tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien
yang mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.
37
Interaksi obat
Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-obat yang dapat
menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-antagonis, omeprazol dan lansoprazol.
Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari sistem enzim human
hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian itrakonazol bersama dengan obat lain yang
metabolismenya melalui sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat
ataupun ke duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat seperti
terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid, pimozid,
quinidin. Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin,
takrolimus dan warfarin.
4. FLUKONAZOL
Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam bentuk oral dan
parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan di perkenalkan pertama kali di Eropa kemudian di
Amerika Serikat.
Mekanisme kerja
Flukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain yaitu merupakan suatu
inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol, bekerja dengan menghambat sistem enzim
sitokrom P-450 14-α-demethylase dan bersifat fungistatik.
Aktifitas spektrum
Flukonazol paling aktif terhadap Candida spesies, Coccidioides imminitis dan Cryptococcus
neoformans. Mempunyai aktifitas yang terbatas terhadap Blastomyces dermatitidis,
Histoplasma capsulatum dan Sprothrix schenckii. Flukonazol juga efektif terhadap dermatofit
tetapi tidak efektif untuk moulds termasuk Aspergillus spesies dan Zygomycetes. Walaupun
flukonazol efektif terhadap Candida spesies tetapi resisten untuk Candida krusei dan Candida
glabrata.
Farmakokinetik
Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran gastrointestinal. Bioavailabilitas
oral flukonazol melebihi 90 % pada orang dewasa. Konsentrasi puncak plasma dicapai setelah
1 atau 2 jam pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20-50 jam) setelah
pemberian oral. Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung (pH).
Pemberian secara oral dengan dosis tunggal ataupun multiple lebih dari 14 hari maka
flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam cairan dan jaringan tubuh. Flukonazol
bersifat hidrofilik sehingga lebih banyak ditemukan di dalam cairan tubuh dan dijumpai di
dalam keringat dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya rendah
(12%) sehingga sirkulasi obat yang tidak berikatan tinggi.
Metabolisme flukonazol terjadi di hepar dan diekskresi melalui urin dimana 80 % dari dosis
obat akan di ekskresi tanpa perubahan dan 11% di ekskresi sebagai metabolit.
Efek samping
38
Efek samping yang sering di jumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah,
diare, sakit pada abdominal dan juga sakit kepala. Efek samping lain yaitu hipersensitiviti,
agranulositosis, exfoliatif skin disoders seperti Steven Johnson- sindrom, hepatotoksik,
trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat.
Interaksi obat
Flukonazol dapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol, amitriptilin, kafein,
siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin, warfarin dan zidovudin. Pemberian
bersama flukonazol dengan cisapride ataupun terfenadin merupakan kontra indikasi oleh
karena dapat menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointes. Flukonazol
juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan gliburid yang menimbulkan efek
hipoglikemi.
Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid, phenobarbital,
rifabutin dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin dan hidroklorothiazid.
5. TERBINAFIN
Terbinafin merupakan anti jamur golongan alilamin yang dapat diberikan secara oral. Pertama
kali ditemukan pada tahun 1983, di gunakan di Eropa sejak tahun 1991 dan di Amerika Serikat
pada tahun 1996.
Mekanisme Kerja
Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen sterol yang utama
pada membran plasma sel jamur), dengan cara menghambat kerja squalene epoxidase
(merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis untuk mengubah squalene menjadi
squalene-2,3 epoxide). Dengan berkurangnya ergosterol yang berfungsi untuk
mempertahankan pertumbuhan membran sel jamur sehingga pertumbuhan akan berhenti,
disebut dengan efek fungistatik dan dengan adanya penumpukan squalene yang banyak di
dalam sel jamur dalam bentuk endapan lemak sehingga menimbulkan kerusakan pada
membran sel jamur disebut dengan efek fungisidal.
Aktifitas spectrum
Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap dermatofit yang
bersifat fungisidal.
Farmakokinetik
Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu 70% dan akan tercapai
konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5 mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250 mg
dosis tunggal. Pemberian bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi obat.
Terbinafin bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada pada dermis,
epidermis, jaringan lemak dan kuku. Konsentrasi plasma terbinafin terbagi dalam tiga fase
dimana waktu paruh terbinafin yang terdistribusi di dalam plasma yaitu 1,1 jam ; eliminasi
waktu paruh yaitu 16 dan 100 jam setelah pemberian 250 mg dosis tunggal ; setelah 4 minggu
pengobatan dengan dosis 250 mg /hari terminal waktu paruh rata-rata yaitu 22 hari di dalam
plasma. Di dalam dermis- epidermis, rambut dan kuku eliminasi waktu paruh rata-rata yaitu
24-28 hari.
39
Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui sebum kemudian bergabung
dengan basal keratinosit dan selanjutnya berdifusi ke dermis- epidermis tetapi terbinafin di
dalam kelenjar keringat ekrine tidak terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral akan
menetap di dalam kulit dengan konsentrasi di atas MIC untuk dermatofit selama 2-3 minggu
setelah obat di hentikan. Terbinafin dapat terdeteksi pada bagian distal dari nail plate dalam
waktu 1 minggu setelah pengobatan dan level obat yang efektif dicapai setelah 4 minggu
pengobatan. Terbinafin tetap akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka waktu yang lama
setelah pengobatan dihentikan.
Terbinafin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di ekskresi melalui urin
sebanyak 70% dan melalui feces sebanyak 20%.
Dosis
Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet 250 mg tetapi tidak tersedia dalam bentuk parenteral.
Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis terbinafin
oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada pasien dengan ganguan hepar atau fungsi
ginjal (kreatinin clearence < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 μmol/ml)
dosis harus diberikan setengah dari dosis diatas. Pengobatan tinea pedis selama 2-6 minggu,
tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3
bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.
Efek samping
Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dyspepsia, sakit di abdominal sering dijumpai.
Jarang dijumpai pasien yang menderita kerusakan hepar dan meninggal akibat mengkonsumsi
terbinafin untuk pengobatan infeksi kuku. Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan penyakit hepar yang kronik atau aktif.
Interaksi obat
Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang metabolismenya melalui
hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan menurun jika terbinafin di berikan
bersama rifampicin yang merupakan suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik
sitokrom P-450. Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika pemberiannya bersama
cimetidin yang merupakan sitokrom P-450 inhibitor.
LO 3.9 Komplikasi
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida
atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga
menyebabkan penyakit menyebar.
40
LO 3.10 Prognosis
Infeksi jamur pada umumnya berlangsung kronis pada dermatofitosis terutma bila disebabkan
oleh T.rubrum. rekurensi dapat terjadi terutama bila faktor predisposisinya sulit diatasi.
LO 3.11 Pencegahan
Tinea capitis
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan, tidak hanya kebersihan batiniah,
tetapi juga kebersihan lahiriah (fisik). Dalam Al Quran serta hadits Rasulullah saw. bertebaran
perintah, langsung maupun tidak langsung, yang memerintahkan seorang muslim untuk
senantiasa menjaga kebersihan.
Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.
“Bersihkanlah dirimu karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu Hibban).
41
Kebersihan bahkan merupakan salah satu prasyarat dari hadirnya cinta Allah Swt. kepada
seorang hamba, ”Innallâha yuhibbul mutathahirîna; sesungguhnya Allah sangat mencintai
orang-orang yang membersihkan dirinya.”
Bagian tubuh manusia yang sangat diperhatian Islam untuk dibersihkan adalah kulit. Kulit
dapat diibaratkan sebagai kertas pembungkus ajaib yang memiliki kemampuan melindungi
tubuh dari mikroorganisme penyebab penyakit. Jika tubuh dianggap sebagai kastil yang
dikepung musuh, kita bisa menyebut kulit sebagai dinding kastil yang kuat.
Wudu merupakan salah satu mekanisme canggih yang Allah Swt. tetapkan atas orang beriman
untuk menjaga kebersihan kulit ini. Apabila ada najis atau kotoran yang menempel pada kulit,
ibadah shalat yang dilaksanakan bisa menjadi batal. Itulah mengapa Allah dan Rasul-Nya
memerintahkan kita untuk berwudu menjelang shalat. Penemuan-penemuan ilmiah terbaru
semakin menguatkan pandangan bahwa wudu sangat efektif untuk menjaga kesehatan kulit
manusia.
Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan
syahwat. Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal kehormatan
diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlaq yang terpuji. Sikap dan perilaku tidak
terhormat seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah
dan menangkalnya, Islam telah mensyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang
mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk menjulurkan jilbabnya,
yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang dimaksud dengan jilbab atau hijab
itu adalah sejenis baju kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya
dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh
kaum muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang shalihah.
42
Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila sudah menstruasi
(baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau menunjukkan muka dan
telapak tangannya.” (HR Abu Dawud dan Aisyah)
Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian yang benar-benar
menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan
untuk melecehkan akhlaq dan nilai-nilai kemanusiaan.. Dengan kata lain, jilbab dapat
dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya
dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan
43
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi (2007) Farmakologi dan Terapi edisi 5, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI
Mansjoer A., Triyanti K, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius
Sherwood, Lauralee.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC
Snell, Richard.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta. EGC
Sudoyo,Aru W,dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid 2.jakarta: Balai Pustaka FKUI
44