Anda di halaman 1dari 38

LI 1 MM Anatomi Telinga Tengah

LO 1.1 Makroskopis

Telinga Luar
Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan
berfungsi mengumpilkan getaran udara.
Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan
elastic tipis yang ditutupi kulit. Auricular
mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik,
keduanya disarafi oleh n. facialis.

Meatus acusticus externus


Adalah tabung berkelok yang menghubungkan
auricular dengan membrane timpani. Tabung ini
berfungsi menghantarkan gelombang suara dari
auricular ke membrane timpani. Pada orang
dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah
cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.
Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan
glandula ceruminosa.

Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan
ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis, mastoidei
dan cervicales superfisialis.

1
Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane
mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran
membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap, lantai,
dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan dinding medial.

Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan
bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
bulbus superior vena jugularis interna.

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum
timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua
buah saluran. Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini
dibetuk tendo muskulus stapedius.

Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial dibentuk
oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat
(promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya.

Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-
posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-
rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak
tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran
sagital dan horizontal. Membrana timpani
merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari
kerucut menonjol kearah kavum timpani,
puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya none of ligt).

Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan
terdiri dari caput, collum dan
processus longum/ manubrium, sebuah
processus anterior dan processus
lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2
crus yaitu crus longum, yang berjalan
ke bawah di belakang dan sejajar
dengan manubrium mallei; dan crus

2
breve, menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh
sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii
yang memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.

Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage. Tuba
berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor
pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani
dngan nasopharing.

Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus.
 Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
 Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
 Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
 Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
 Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan lobus
temporalis cerebri.
 Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastodeae.

Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang
diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh membrane
mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabang-
cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M.
stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada
permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus
(mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

Telinga Dalam
Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah
terdiri dari dua bagian:
Labirin tulang (ossea)
Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan
serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi
tiga bagian:
1. Vestibula
a. Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang
berhubungan dengan telinga tengah.

3
b. Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

2. Saluran Semisirkularis
a. Menonjol dari bagian posterior vestibula.
b. Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap
sudut kanannya.
c. Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di
atas.
d. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.
e. Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
f. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan
skala media adalah membran basalis.
g. Pada membran basalis terdapat organ corti.
h. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.
i. Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang
membentuk organ corti.

3. Koklea
a. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
b. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
c. Koklea mengandung reseptor pendengaran.

Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha.
Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus;
3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus
cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
a. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak
langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
b. Sacculus

4
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah
bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil
yaitu saccus endolymphaticus.
c. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan
lainnya.
d. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui
ductus reunions.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri
dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus
internus, arteri ini bercabang 3 yaitu:
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus
dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
endolimfatikus dan masuk ke sinus

LO 1.2 Mikroskopis
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat
sedikit dan jaringan lemak pada lobules
auricular.

b. Meatus Acusticus Externus

5
- Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
- Kulit mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar
keringat yang dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret kelenjar sebacea
bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen penyusun serumen.
Serumen merupakan materi bewarna coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan
berfungsi sebagai pelindung.

c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan
lamina propia yang tipis.

d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi
mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis
cuboid/ silindris dengan silia.
-
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan
silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit

f. Telinga Dalam/ Labyrinth


Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa)
yang di dalamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan
perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum,
dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan
endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang
terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.

6
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan
dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai tingkap oval
(fenestra ovale). Ke dalam vestibulum bermuara 3 buah kanalis semisirkularis
yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing
saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau
ampula. Walaupun ada 3 saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam,
karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak berampula dan bermuara ke dalam bagian
medial vestibulum oleh krus kommune.Ke arah anterior rongga vestibulum
berhubungan dengan koklea tulang dan tingkap bulat (fenestra rotundum).
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk
keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea
tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk
rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina
spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan
bagian koklear nervus akustikus.

LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin
ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf.
Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
1. Kanalis semisirkularis membranasea
2. Ultrikulus
3. Sakulus
4. Duktus endolimfatikus merupakan saluran penghubung duktus ultrikularis
dan duktus sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus
koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ
pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula kanalis semisirkularis
pada bangunan yang dikenal sebagai krista ampularis). Pada ultrikulus dan
sakulus juga terdapat badan-badan akhir saraf yang terdapat pada bangunan yang
dikenal sebagai makula sakuli dan ultrikuli yang berfungsi sebagai indera statik
dan kinetik

SAKULUS DAN ULTRIKULUS


Dinding sakulus dan ultrikulus dibentuk oleh lapisan jaringan ikat tebal yang
mengandung pembuluh darah, sedangkan lapisan dalamnya dilapisi epitel selapis
gepeng sampai selapis kuboid rendah. Pada sakulus dan ultrikulus terdapat
reseptor sensorik yang disebut makula sakuli dan makula ultrikuli. Makula
sakuli terletak paling banyak pada dinding sehingga berfungsi untuk mendeteksi
percepatan vertikal lurus sementara makula ultrikuli terletak kebanyakan di
lantai /dasar sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan horizontal lurus.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I
dan II serta yang duduk di lamina basal. Serat-serat saraf dari bagian vestibular

7
nervus vestibulo-akustikus (N.VIII) akan menerima impuls saraf dari sel-sel
neuroepitel ini.
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat
berisi inti dan leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan
akhir saraf dengan beberapa serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/
inhibitorik. Sel rambut tipe II berbentuk silindris dengan badan akhir saraf aferen
maupun eferen menempel pada bagian bawahnya. Kedua sel ini mengandung
stereosilia pada apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia terdapat kinosilia.
Sel penyokong (sustentakular) merupakan sel berbentuk silindris tinggi, terletak
pada lamina basal dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan
beberapa granul sekretoris.
Pada permukaan makula terdapat suatu lapisan gelatin dengan ketebalan 22
mikrometer yang dikenal sebagai membran otolitik. Membran ini mengandung
banyak badan-badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau otolit yang
mengandung kalsium karbonat dan suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong
dan stereosilia serta kinosilia sel rambut terbenam dalam membran otolitik.
Perubahan posisi kepala mengakibatkan perubahan dalam tekanan atau
tegangan dalam membran otolitik dengan akibat terjadi rangsangan pada sel
rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan akhir saraf yang terletak di
antara sel-sel rambut.

KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval.
Pada permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh
trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis,
yaitu badan akhir saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang
melebar) dari kanalis semisirkularis. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel
penyokong dan dua tipe sel rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula.
Mikrovili, stereosilia dan kinosilianya terbenam dalam suatu massa gelatinosa
yang disebut kupula serupa dengan membran otolitik tetapi tanpa otokonia.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan
endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan
tergeraknya stereosilia dan kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga
terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu
peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh membran otolitik.

8
KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke
dinding luar koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran
basilaris ke dinding luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal
sebagai ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis
(Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke dinding
luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang menjadi tiga
bagian yaitu
1. Ruangan atas (skala vestibuli)
2. Ruangan tengah (duktus koklearis)
3. Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran
vestibularis (Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan
oleh membran basilaris. Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf
dan di dindingnya terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng
yaitu sel mesenkim, yang menyatu dengan periosteum disebelah luarnya. Skala
vestibularis berhubungan dengan ruang perilimf vestibularis dan akan mencapai
permukaan dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke lateral fenestra
rotundum yang memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala

9
vestibuli dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens
tetapi berakhir buntu dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat
ganglion spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-
berkas serat saraf yang menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ
Corti. Periosteum di atas lamina spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus
koklearis sebagai limbus spiralis. Pada bagian bawahnya menyatu dengan
membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh
serat-serat kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi
oleh jaringan ikat fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang
diliputi oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.

DUKTUS KOKLEARIS (SKALA MEDIA)


Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada
lokasinya, diatas membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin
mengandung pigmen, di atas limbus epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di
lateral epitelnya selapis silindris rendah dan di bawahnya mengandung jaringan
ikat yang banyak mengandung kapiler. Daerah ini disebut stria vaskularis dan
diduga tempat sekresi endolimf.

ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang
terdapat di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian
basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian
leher yang sempit dan agak melebar di bagian apeks.

10
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya
lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam
(Terowongan Corti)
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada
membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang
bagaian basal sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan
eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk
menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat
dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan
terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel
falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak
antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel
Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana
tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan
hidup membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

11
GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin
dan berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin
berjalan dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan
mielinnya dan berakhir dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di
antara sel rambut. Bagian vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain
labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang temporal dan
aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis.
Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula
sakuli dan ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi
getaran-getaran oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan
oleh rangkaian tulang –tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam
vestibulum, menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan
cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani. Membran timpani kedua pada
tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup pengaman
dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis
dengan membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga
penggunting terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria,
sehingga terjadi stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada
basis koklea peka terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi
berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain duktus koklearis.

LI 2 MM Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi
(pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan
cairan yang lebih besar.

12
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran ,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi
dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka te

Fisiologi Pendengaran

Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi
(pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan
cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran , semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara
dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap
frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan
tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran,
semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam
(terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-. Karena hubungan yang
bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi
suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini
dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus
(saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang
rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran
telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang

13
mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang
membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yangterletak lebih jauh,
krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan
gelombang suara.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-
partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-
partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk
atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.

Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi
dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut
menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga terpajan
ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang
telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer
melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba
eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan
menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di
dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua
sisi membran setara.

Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat
lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena
tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka
tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani
seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga kembali ke
posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui
tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja
menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga


dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat
beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah.
Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke
jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar
sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak
dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana
timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan

14
menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang
sama dengan frekuensi gelombang suara semula.

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan dikoklea.
Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan
jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang
pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-
sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang
suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulang-
tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini
menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi
perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan,
bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah
posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara,
tetapi hanay menghamburkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan
pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibular
yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke
luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang
tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke
bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti
menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu
membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam
membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana
tektorial.

15
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan
ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis). Depolarisasi
sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan
pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta
aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana
basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 11. Transmisi gelombang suara

Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan


berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-
rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan
pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,


diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara
yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan
kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik
tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum
pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang membrana
basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

16
Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang
otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan
memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua
telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan secara parsial
di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran di
kedua telinga.

LI 3 MM Otitis Media Akut

LO 3.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut ialah peradangan
telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam
waktu kurang dari 3 minggu.

LO 3.2 Etiologi

Bakteri Virus Lain-lain

 Streptococcus pneumoniae (hingga  Respiratory  Chlamydia


40 %) syncytial virus  Mycoplasma
 Haemophillus influenza (25-30%)  (RSV)
terutama pada anak dibawah 5 tahun  Mononucleosis
 Streptococcus haemolyticus  Campak
 Staphylococcus aureus
 Streptococcus anhemolyticus
 Moraxellla cararrhalis (10-20%)
 Eschericia coli
 Proteus vulgaris
 Pseudomonas aeruginosa

LO 3.3 Epidemiologi

Otitis Media adalah diagnosis yang paling umum pada anak-anak yang sakit di Amerika.Diperkirakan
bahwa 75% dari semua anak-anak mengalami paling sedikit satu episode sebelum berumur 3 tahun.
Otitis media akut paling sering diderita oleh anak usia 3 bulan- 3 tahun. Tetapi tidak jarang juga
mengenai orang dewasa. Anak-anak lebih sering terkena OMA dikarenakan beberapa hal,
diantaranya:

1. Sistem kekebalan tubuh anak yang belum sempurna


2. Tuba eusthacius anak lebih pendek, lebar dan terletak horizontal

17
Adenoid anak relative lebih besar dan terletak berdekatan dengan muara saluran tuba eusthachii
sehingga mengganggu pembukaan tuba eusthachii. Adenoid yang mudah terinfeksi menjadi jalur
penyebaran bakteri dan virus ke telinga tengah

LO 3.4 Klasifikasi

Stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu :

a. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative
telinga tengah, akibat absorpsi udara.Membrane timpani kadang tampak normal atau
berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membrane
timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai edem.Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Ditandai dengan adanya edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulent di cavum timpani sehingga membrane timpani
tampak menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat.Apabila tekanan

18
nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemi akibat tekanan pada kapiler-
kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa serta
submucosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi
membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane
timpani akan ruotur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang tempat
rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

d. Stadium Perforasi
Akibat seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan
anak dapat tertidur nyenyak.Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering.
Pada stadium ini membrane timpani berangsur normal, perforasi membrane timpani kembali
menutup dan secret purulent tidak ada lagi.Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi
OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang
timbul.OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila secret
menetap di cavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

LO 3.5 Patofisiologi

19
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba
eustachii merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya
fungsi tuba eustachii maka terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). Sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustaschius. Gangguan fungsi tuba eustachius ini
menyebabkan terjadinya tekanan negative di telinga tengah yang menyebabkan transudasi
cairan hingga supurasi. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks
dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah melalui tuba eustaschia.

Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi
proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Efusi ini
menyediakan media yang menguntungkan untuk proliferasi bakteri patogen, mencapai telinga
tengah melalui tuba eustachius, sehingga mengeluarkan nanah. Jika secret bertambah banyak
dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membrane timpani dan
tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang
terlalu banyak akhirnya dapat merobek membrane timpani akibat tekanannya yang meninggi.

Stadium OMA
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih
horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal
dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi
tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami
hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang
sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme
piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan
otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi ganggua n ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal
ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah
menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang

20
purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah
liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.
Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat
disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani,
akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran
timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil,
sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan
berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan
melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar.
Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-
kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium
ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik
dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang,
suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan
dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa
pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.
Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membran timpani.

LO 3.6 Manifestasi Klinis

21
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Sebelum timbulnya
gejala OMA, pasien sering memiliki gejala atau riwayat infeksi saluran pernapasan atas
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar, sedangkan
bayi menjadi mudah marah dan menarik di telinga yang terkena.

Bayi atau Anak Anak yang lebih besar atau Dewasa


a.Suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5° C a.Sakit telinga yang berat dan menetap.
(pada stadium supurasi) b. Terjadi gangguan pendengaran
b. Anak gelisah dan sukar tidur yang bersifat sementara .
c.Tiba-tiba anak menjerit waktu tidur c.Pada anak-anak bisa mengalami muntah,
d. Diare, muntah, anoreksia, diare dan demam sampai 40,5ºC
e.Kejang-kejang d. Gendang telinga mengalami
f. Otalgia peradangan dan menonjol.
g. Pireksia e.Demam
h. Menebal atau menggembung f. Anoreksia, muntah, diare
membran timpani, gangguan pendengaran g. Limfadenopati servikal anterior
i. Otorrhea h. Otorrhea
j. Kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit
k. Bila terjadi rupture membrane
timpani, maka secret mengalir ke liang
telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur
tenang.

Tabel Skor OMA


Kemerahan pada
Suhu Bengkak pada membran
Skor Gelisah Tarik telinga membran
(°C) timpani (bulging)
timpani
0 <38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
38,0-
1 Ringan Ringan Ringan Ringan
38,5
38,6-
2 Sedang Sedang Sedang Sedang
39,0
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat, termasuk otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor:


Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA
berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu
lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak
hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal

LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.


1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. Menggembungnya gendang telinga
22
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Pemeriksaan Fisik
Tes Bisik
a. Syarat:
 Tempat: ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
 Penderita (yang diperiksa)
Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
 Pemeriksa
Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
b.    Teknik Pemeriksaan
 Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi
8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8
dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
 Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu
jarak pendengaran.
c. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif
(jenis ketulian)

Kuantitatif
Kualitatif
Fungsi Pendengaran Suara Bisik
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi tinggi),
Tuli ringan 4m seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
rendah), seperti huruf m – n – w

Tes Garputala
Tes Batas Atas Dan Batas Bawah
Tujuan:

23
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara bila
dibunyikan pada intensitas normal.

Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai dari frekuensi
terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan satu persatu,
dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak
(dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang
untuk mencapai intrensitas bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai ambang normal),
kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada
jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan
dan kiri.

Interpretasi:
 Normal: mendengar garpu tala pada semua frekuensi
 Tuli konduksi: batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
 Tuli sensori neural: batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
 Kesalahan: garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada
frekuensi mana penderita tidak mendengar

Tes Rinne
Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.

Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan
ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE
disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.

Interpretasi:
 Normal: Rinne positif
 Tuli konduksi: Rinne negatif
 Tuli sendori neural: Rinne positif

Tes Weber
Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.

Cara:
 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di
garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus)
dengan kedua kaki pada garis horisontal.
 Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar lebih
keras.
 Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila kedua
telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada lateralisasi. 

Interpretasi:
 Normal: tidak ada lateralisasi

24
 Tuli konduksi: mendengar lebih keras di telinga yang sakit
 Tuli sensori neural: mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
 Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
 Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
 Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
 Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
 Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

Tes Schwabach
Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa

Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala
dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu
Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu
baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada
mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya garpu tala
dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama
normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach penderita memendek.

Interpretasi:
 Normal: Schwabach normal
 Tuli konduksi: Schwabach memanjang
 Tuli sensori neural: Schwabach memendek

Pemeriksaan Penunjang
 Immunoglobulin: defisiensi IgA dan IgG
 Otoskopi
Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya
memakai cahaya lampu.
Alat:
a. Otoskop (dengan
baterai)
b. Lampu kepala Van
Hasselt (dengan
listrik)
c. Speculum telinga
d. Alat penghisap
e. Hak tajam
f. Pemilin kapas

25
g. Forsep telinga
h. Balon politzer
i. Semprit telinga

 Pneumatik otoscopy biasanya dilakukan untuk melihat efusi telinga tengah dan
imobilitas membran timpani. Penggunaan otoscope pneumatik memungkinkan
pengenalan udara ke dalam liang telinga untuk tujuan menentukan fleksibilitas
membran timpani. Pergerakan membran timpani menurun dalam beberapa kasus AOM
dan tidak ada infeksi telinga tengah kronis.
 Timpanometri atau reflectometry akustik. Sebuah tympanogram diperoleh dengan
menggunakan probe kecil yang ditempatkan pas ke dalam saluran telinga eksternal.
Sebuah generator stimulus suara kemudian mengirimkan energi akustik ke kanal,
sementara pompa vakum memperkenalkan tekanan positif dan negatif ke dalam liang
telinga. Sebuah mikrofon di instrumen mendeteksi kembali energi suara.
Tympanogram menyediakan penentuan tingkat ini tekanan negatif di telinga tengah.
Mendeteksi penyakit ketika hadir tetapi kurang dapat diandalkan ketika penyakit tidak
ada. Reflectometry akustik mendeteksi gelombang suara yang tercermin dari telinga
tengah dan menyediakan informasi mengenai apakah efusi tidak ada atau hadir.
Peningkatan suara yang dipantulkan berkorelasi dengan kemungkinan peningkatan
efusi. Teknik ini sangat berguna pada anak-anak lebih dari 3 bulan.
 Tympanocentesis (tusukan dari membran timpani dengan jarum) dapat dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dari efusi atau untuk mendapatkan spesimen cairan telinga
tengah dan pengujian sensitivitas. Dalam kasus di mana membran timpani telah
perforasi dengan drainase yang dihasilkan ke dalam telinga eksternal, spesimen dapat
diperoleh dan studi mikrobiologis dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme.

Diagnosis Banding
Perbedaan Gejala dan Tanda antara OMA dan OME
Gejala dan Tanda Otitis Media Akut Otitis Media Efusi
(OMA) (OME)
Nyeri telinga (otalgia), menarik
+ -
telinga (tugging)
Inflamasi akut, demam + -

26
Efusi telinga tengah + +
Membran timpani membengkak
+/- -
(bulging), rasa penuh di telinga
Gerakan membrane timpani
+ +
berkurang atau tidak ada
Warna membrane timpani
abnormal seperti menjadi putih, + +
kuning dan biru
Gangguan pendengaran + +
Otore purulent akut + -
Kemerahan membrane timpani,
+ -
erythema

LO 3.8 Tatalaksana

Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :

a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5% dalam larutan fidiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiolofik untuk anak yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani
sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan
ialah penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal
selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4×50-100 mg/kgBB, amoksisilin
4×40 mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membrane timpani masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang
adekuat sampai 3 minggu.
e. Stadium resolusi
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan
antibiotic sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret diduga telah terjadi
mastoiditis.

Aturan pemberian obat tetes hidung :

27
- Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12
tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun
dan orang dewasa.
- Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga
tekanan negatif dalam telinga tengah akan hilang.

Aturan pemberian obat antibiotik :

a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang
disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)
Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan
eritromisin dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin intramuskuler
(IM) sebagai terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah.Hal ini
untuk mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis pada pasien anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak
terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga
tengah.Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita
berikan antibiotik selama 3 minggu.

Aturan tindakan miringotomi :

a. Stadium hiperemis (pre supurasi) : Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difusi.
b. Stadium supurasi : Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya
yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita
hindari.

Aturan pemberian obat cuci telinga :

- Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.


- Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan
perforasi membran  timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.

FARMAKOLOGI

Chloramphenicol

Indikasi:

28
- Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan
salmonelosis lainnya.
- Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia,   lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.-
- KontraIndikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan,
atau untuk mencegah infeksi ringan.
- Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol
- Cara Kerja: Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S,
yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk
Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis,
Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia
pestis, Brucella dan Shigella.
- Dosis:
Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.
Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :
25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.
Efek Samping:
Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi
hipersensitif dan sindroma kelabu.
Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.

Paracetamol

- Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan
setelah vaksinasi.
- KontraIndikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat
dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
- Jenis: Tablet

29
Amoxicillin

- Indikasi :
Infeksi oleh bakteri penghasil beta laktamase, termasuk infeksi saluran napas,
otitis media, infeksi saluran kemih-genital dan infeksi abdominal, selulitis, gigitan
bintang, infeksi gigi yang berat, osteomielitis oleh Haemophilus influenza dan
profilaksis bedah.
- Kontraindikasi :Hipersensitivitas terhadap penisilin, jaundice, atau gangguan hati
berhubungan dengan riwayat penisilin atau amoxicillin asam klavulanat.
- Dosis :
Dewasa dan anak > 12 tahun : 250 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, digandakan pada
infeksi berat.
Anak < 1 tahun : 20mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak 1-6 tahun : 125 mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
Anak 6-12 tahun : 250mg/kgBB/hari dosis terbagi setiap 8 jam.
- Cara kerja obat :
Amoxicillina merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti
bakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip dengan
ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-
negatif yang pathogen.Bakteri pathogen yang positif terhadap amoxicillin adalah
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumonia, N. gonorrhoeae, H.
infuenzae, E. coli, dan P. mirabilis.Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies
Shigella dan bakteri penghasil beta-laktamase.
- Efek Samping :
Mual & muntah, diare, ruam (hipersensitivitas), urtikaria, angioedema, anafilaksis,
anemia hemolitik.
Interaksi Obat :Probenesid memperlambat ekskresi amoxicillin

LO 3.9 Komplikasi

30
Komplikasi Intra temporal
a. Otitis media supuratif kronik
Dapat terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat,
daya tahantubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2
stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium
nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b. Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan terjadi
nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan terisi sel
peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat melanjut
menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana
didapat retensi pus di dalam selule mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir
dengan gejala utama otore profus.
Klinis: panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah,
sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c. Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik.Walau
demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d. Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi
penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan
kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis: gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi
berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan
sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
e. Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari
petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan
rotundum.Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi
sirkularis. Klinis: mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
f. Ketulian

31
g. Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu.Sekret mukoid yang kental
dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang
pendengaran dengan dinding cavum timpani.

Komplikasi Intrakranial
a. Abses extradural
Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen
timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn celulae
mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada
mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin.Klinis : otalgia,
sakit kepala, tampak lemah.
b. Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.Penyebaran
kuman melalui pembuluh darah. Klinis: sakit kepala, rangsang meningeal, kadang-
kadang hemiplegi.
c. Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena -vena daerah mastoid
dan vena-vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis: sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.

d. Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada.Pada
anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga tengah dan
fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis.
Klinis: gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
e. Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis: sakit
kepala terus -menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil edem.

LO 3.10 Prognosis

Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran dan
kesembuhan, khususnya bila dilakukan parasentesis sebelum terjadi perforasi spontan
membran timpani. Sebagian besar dari OMA sembuh tanpa hasil yang merugikan.

Dalam beberapa kasus, nanah terselesaikan (sembuh), tapi efusi telinga tengah harus steril
terus. Jika efusi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka diagnosis OME harus
dilakukan. Dalam kasus yang parah yang tidak diobati, infeksi dapat menyebar, menyebabkan
infeksi pada tulang mastoid (mastoiditis) atau bahkan meningitis, tapi ini jarang terjadi.
Kesulitan mendengar dapat terjadi. Sementara mereka tidak selalu permanen, mereka dapat
mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa anak-anak muda.

LO 3.11 Pencegahan dan Deteksi dini

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mecegah ISPA pada bayi dan
anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI
minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dll

32
 Memberi air susu ibu (ASI) buat anak sekurang-kurangnya 6 bulan untuk membantu
mencegah daripada pembentukan awal infeksi telinga. Jika anak diberi susu dengan
botol, peganglah anak pada satu sudut daripada membiarkan anak minum sambil baring.
 Elakkan paparan pada asap rook, yang dapat meningkatkan frekuensi dan beratnya
infeksi telinga.
 Kurangkan paparan, jika boleh, kepada kelompok besar anak-anak lain, seperti di pusat
penjagaan anak. Karena infeksi saluran pernafasan atas multipel boleh juga membawa
kepada ikfeksi telinga, mengehadkan paparan dapat megurangkan frekuensi pilek awal
dan seterusnya infeksi telinga.
 Kedua orang tua dan anak-anak harus praktek pencucian tangan yang benar. Ini adalah
antara cara terbaik untuk mengurangkan transmisi kuman individu-ke-individu yang
dapat meyebabkan pilek dan seterusnya infeksi telinga

Deteksi Dini OMA


Audiometri Nada Murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat
diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon
kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing
untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada
tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk
nada muri.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran


Kehilangan dalam Desibel Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

Audiometri Tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur

33
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas.

Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-
kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan
dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran
yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi
tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur
atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian,
berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran
pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.

Kriteria orang tuli :


 ü Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
 ü Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
 ü Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
 ü Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan
audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.

Audiometer Skrinning Medan Bebas

34
Keunggulan: harga terjangkau, sederhana, ringkas, mudah, waktu pemeriksaan 15-20 menit,
sensitivitas 90,9% dan spesifisitas 68,4% pada balita.

Cara pemeriksaan: posisi subjek berhadapan dengan pemeriksa dan posisi kursi subjek satu
meter dari speaker kanan dan speaker kiri. Subjek diberikan instruksi untuk mengangkat
tangan kiri apabila mendengar suara dari pengeras suara kiri atau mengangkat tangan kanan
bila mendengar suara dari pengeras suara kanan. Orangtua diminta agar tidak memberikan
reaksi pada saat anak diberikan stimulus suara. Pemeriksa akan menekan tombol pada modul
utama alat tersembunyi yang berada di bawah meja dan juga mengamati serta mencatat reaksi
dari subjek. Stimulus (percakapan, warble, atau bising pita sempit) bernada diberikan, yang
pertama dites adalah frekuensi 500 Hz dan 2.000 Hz. Jika anak masih kooperatif, tes
dilanjutkan dengan frekuensi 1.000 Hz dan 4.000 Hz.

Pada hasil uji diagnostik didapatkan tingkat ketepatan audiometer skrining medan bebas yang
divalidasi dengan hasil pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan angka yang
memenuhi syarat untuk kepentingan skrining. Hasil uji diagnostik dikatakan positif kuat bila
nilai rasio kemungkinan >1 dan negatif kuat bila nilai rasio kemungkinan mendekati 0. Dari
hasil penelitian berdasarkan nilai rasio kemungkinan positif hasil uji diagnostik yang positif
kuat tetapi belum memberikan nilai diagnostik yang baik.

35
LI 4 MM Promosi Kesehatan pada Pasien Otitis Media Akut

36
LI 5 MM Menjaga Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sesuai Tuntunan Islam

Menjaga telinga tentunya dari suara-suara buruk dan omong kosong.Orang yg mendengar
pembicaraan adalah sekutu orang yg berbicara.Mendengarkan pembicaraan jelek dan omong
kosong itu bisa menggerakkan hati dan gangguan yg bermacam-macam di dalam hati, yg
kemudian menimbulkan kesibukan pada badan sehingga tidak ada waktu untuk beribadah.

Pembicaraan yg masuk ke dalam hati , sama dengan makanan yg masuk ke dalam perut. Jadi,
sebagian ada yg membahayakan dan sebagian ada yg bermanfaat.Ada yg menjadi penguat
dan ada yg bagaikan racun.

Tetapnya omongan dalam hati itu lebih kuat ketimbang makanan.Makanan bisa hilang
disebabkan sesuatu.Namun omongan, kalau jelek tetap membekas di hati sehingga bisa
memayahkan orangnya.

Dari Nafi’ maula Ibnu Umar radliyallahu’anhuma: “Bahwasanya Ibnu Umar


radliyallahu’anhuma pernah mendengar suara seruling seorang penggembala. Maka beliau
(Ibnu Umar) meletakkan kedua jarinya di telinganya lalu mencari jalan lain. Ibnu Umar
berkata: ‘Wahai Nafi’ !Apakah kamu mendengarkan suara ini?’ Maka aku menjawab: ‘Ya!’
Dan beliau selalu mengatakan demikian, sampai aku mengatakan: ‘Saya tidak mendengar
lagi!’ Lalu Ibnu Umar: ‘Saya pernah melihat Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam
mendengar seruling penggembala lalu beliau melakukan seperti ini’” (Atsar Shohih,
Dikeluarkan Imam Ahmad 4535-4965, dan lain-lain dishohihkan Syaikh Ahmad Syakir dan
Syaikh Al-Albani dalam Tahrimu Alatu Thorbi hlm. 116)

Atsar ini menunjukkan betapa besarnya semangat para sahabat radliyallahu’anhum dalam
menjaga pendengaran, diantaranya tidak mendengarkan alunan musik, serta selalu beruswah
kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Anehnya atsar ini kadang malah dijadikan dalil tentang bolehnya mendengarkan nyanyian.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa 30/212:

Hadits tersebut -jika memang shohih- maka tidak bisa dijadikan dalil dibolehkannya
mendengarkan nyanyian musik, bahkan larangan tersebut lebih utama dikarenakan beberapa
segi:

1. Yang diharamkan adalah “mendengarkan” bukan hanya “sekedar mendengar”.


Seseorang jika mendengar kekufuran, ucapan dusta, ghibah (gunjingan), celaan, serta
musik dan nyanyian tanpa adanya niat/maksud untuk mendengarkan -seperti
seseorang yang hanya sekedar lewat jalan tersebut lalu mendengar suara nyanyian-
maka orang tersebut tidaklah mendapatkan dosa dengan kesepakatan kaum muslimin.
Dan kalau seandainya ada seseorang yang berjalan lalu mendengar bacaan al-Qur’an
tanpa mendengarkannya terhadap bacaan tersebut maka dia tidak mendapatkan
pahala. Dan dia akan mendapatkan pahala jika dia mendengarkan dan memperhatikan
bacaan tersebut yang ia maksudkan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Ibnu Umar

37
itu keduanya hanya sekedar melewati jalan tersebut tanpa ada niatan mendengarkan
nyanyian, begitu juga apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar dan Nafi’.
2. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyumbat kedua telinga karena beliau sangat
menjaga pendengarannya supaya tidak mendengar suara nyanyian sama sekali. Kalau
seandainya suara tersebut boleh didengarkan maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
tidak menyumbat telinga. Hal ini menunjukkan bahwa mendengarkan serta
menikmatinya itu lebih terlarang.

38

Anda mungkin juga menyukai