Anda di halaman 1dari 28

1

Case Report

DENGUE SHOCK SYNDROME

Oleh:
KEVIN AUDRINO BUDIMAN
14084655560

Pembimbing :
Ririe Fachrina Malisie, S.Ked., dr., Sp.A(K)., DR.Ked.

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2015
2

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit tersering


pada anak-anak.1 Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi dari dengue fever , dengue with warning sign,
severe dengue. 2
Tanda patognomonik antara demam dengue dan demam berdarah dengue
adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya
kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang
parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda
circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue
mempunyai mortality rate 5% , tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok
dengue mortality rate akan meningkat menjadi 40%. 1
Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah
kecenderungan pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada
keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom syok dengue . Berbagai faktor ikut
menggiring terjadi sindrom syok dengue yaitu faktor genetik, ketahanan host,
virulensi virus dengue, intensitas infeksi, vektor Stegomyia, tatanan lingkungan
yang masih ramah terhadap vektor serta penatalaksanaan yang masih perlu
dioptimalkan. 2
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara
parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan
cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus
diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila
resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah
masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1 Definisi
Dengue Shock Syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue adalah syok
hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang diakibatkan peningkatan permeabilitas
kapiler yang disertai perembesan plasma. DSS pada umumnya terjadi di sekitar
penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada hari ke 4-5, dan sering kali
didahului dengan warning sign. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan
volume intravaskuler dan hipoksemia yang ditandai nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, dan pasien tampak gelisah.4

2.2 Klasifikasi
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor
yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan
keadaan yang bermacam-macam.
Perubahan epidemiologi infeksi virus dengue sering kali membuat klinisi
sulit menggunakan klasifikasi WHO 1997. Dalam Klasifikasi terdahulu infeksi
virus dengue dibagi dalam tiga kategori: undifferentiated fever, dengue fever atau
demam dengue (DD) dan dengue haemorrhagic fever atau Demam Berdarah
Dengue (DBD). Selanjutnya DBD diklasifikasikan kedalam empat derajat dimana
derajat III dan derajat IV sebagai dengue shock syndrome (DSS).4
Berdasarkan kesulitan tersebut maka disusunlah klasifikasi berdasarkan
tingkat keparahan klinis yang memudahkan klinisi memutuskan tentang dimana
dan bagaimana pasien harus diobservasi dan mendapatkan terapi. Hal ini juga
memudahkan pelaporan pada tingkat nasional dan internasional.3
4

Gambar. 1. Klasifikasi kasus dengue berdasarkan keparahan.


Sumber : Handbook for clinical management of dengue. 3

2.3 Etiologi
Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride,
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.5
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi 3-4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun di Indonesia.
5

Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak


menimbulkan manifestasi klinis yang berat.1,5

2.4 Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Stegomyia aegypti dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai
demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang
mendapat infeksi yang berulang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk.
Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection
atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks
antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi.5
6

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antbodi dependent enchancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemik dan syok. 2,5
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi
juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi
yang kaan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler.
Pada pasien yang syok berat volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan
pada rongga serosa (efusi pleura,ascites). Syok yang tidak ditangani secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia. 5
Selain mengaktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel
pembuluh darah. Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh
RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan
7

pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID),


ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga ada
penurunan faktor pembekuan. 2,5
Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan pada DBD akibat
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi
trombosit, kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat
syok yang terjadi. 5
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi
hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP.
Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species
(ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas
otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung
terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi
DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos
vaskuler, kelumpuhan miokard.6

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini
memiliki spektrum klinis yang. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase
yaitu fase demam, kritis dan resolusi/pemulihan.
8

Gambar. 2. Tahapan fase infeksi dengue.


Sumber : Handbook for clinical management of dengue. 3

1. Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari.
Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat terjadi kejang demam.
Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia, arthralgia, dan
sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri
tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah
sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi
dengue dengan demam non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi
dengan positifnya uji torniket meningkatkan kemungkinan demam
dengue.5,6
2. Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis , anak terlihat seakan
sehat, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok.
Hari ke 3-7 adalah fase kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi
kurang dari 24-48 jam.
9

Progresif leukopenia diikuti penurunan jumlah trombosit


mendahului terjadinya kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang
tidak mengalami kebocoran plasma akan membaik keadaannya,
sedangkan yang mengalami kebocoran plasma sebaliknya karena
kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura bisa terdeteksi
tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi
cairan.
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus,
memicu terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu
tubuh mulai menurun hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7.
Pada tahap awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan
tekanan darah normal sistolik juga menyebabkan takikardi dan
vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi pada kulit
menyababkan akral menjadi dingin dan lambatnya cappilary reffill.
Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit.
Perubahan ini menandakan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat
dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba.
Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. 6
Syok ditandai dengan :5,6,7
- Denyut nadi cepat dan lemah
- Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini
disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
- Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap
sirkulasi.
- Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)
10

- Hipotensi  Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80


mmHg atau kurang
- Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki,
tangan dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan
oleh sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan peninggian
aktivitas simpatikus secara refleks.
- Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
meliputi arteri renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal

dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian

cairan yang memadai. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat

sebelum syok timbul. Nyeri abdomen seringkali menonjol pada anak besar

yang menderita sindrom syok dengue. Gejala ini patut diwaspadai oleh

karena kemungkinan besar terjadi perdarahan gastrointestinal. Syok yang

terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi

(masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat

ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). 5

- Fase I : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan
melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek
simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi
distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap
normal sedangkan tekanan darah diastolik meningkat akibat
peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi
secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung.
Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin –
11

angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk


menahan natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah,
kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling)
yang melambat > 2 detik.
- Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal
mempertahankan curah jantung yang adekuat dan system sirkulasi
menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak
lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme
berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic
menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang
berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan
sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan
respons terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan
menyebabkan terganggunya mekanisme energy dependent NaK-
pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel
terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang
dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan
kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit
dan pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain
histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor
dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen
radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator
oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress
atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat
memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume
intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin
berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
12

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang


bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk
(kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama),
oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan
depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran). 7
- Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok
terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan
disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi
tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP
yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan
energi. Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan
maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak
efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa.
Pada metabolism aerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup
dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP.
Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan
asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi
menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis
seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk
ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi
kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel.
Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh
atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.
Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan
kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi
tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma),
anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversible


13

Blood loss ( %) Sampai 25 25 – 40 > 40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan Tekanan sistolik Hipotensi Tidak terukur


Darah normal , tetapi
tekanan diastolik
meningkat, tekanan
nadi menyempit ≤
20 mmHg
Nadi/volume Normal/menurun Menurun, lemah dan Lemah atau menghilang
halus
Capillary refill Normal/meningkat Meningkat > 5 detik Sangat memanjang
3-5 detik

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration

Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi -/ hanya terhadap


nyeri
Tabel .1. Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak 5

3. Fase resolusi
Bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis,
keadaan umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik
stabil.Semua nilai laboratorium kembali normal secara perlahan.
14

2.7 Tatalaksana
Tatalaksana DSS adalah sebagai berikut :5,8
- Berikan terapi oksigen 2-4 l/menit
- Periksa nilai hematokrit sebelum memulai terapi cairan
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat
10-20 ml/kgBB/jam secara bolus diberikan dalam waktu 60 menit. Kontrol
secara ketat tanda vital, capillary refill time , hematokrit dan output urin.
- Bila ditemukan perbaikan kondisi, pemberian cairan intravena harus
dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam yang diberikan selama 1-2 jam.
Selanjutnya dikurangi secara bertahap menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kgBB/jam
selama 24-48 jam.
- Pemberian cairan intravena harus dikurangi bila pasien mampu menerima
cairan per oral. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh
melebihi 48 jam
- Apabila tanda vital belum menunjukkan perbaikan, lakukan pemeriksaan
hematokrit kembali, analisa gas darah, kalsium dan gula darah untuk
menilai adanya A-B-C-S ( Asidosis, Bleeding, Calcium dan Sugar)
- Pada pasien dengan peningkatan hematokrit atau tidak terjadi penurunan
dari hematokrit semula, ganti cairan dengan koloid sebanyak 10-
20ml/kgBB dalam 10-20 menit. Setelahnya kurangi cairan menjadi
10ml/kgBB/jam selama 1 jam, dilanjutkan menjadi 7ml/kgBB/jam.Segera
ganti cairan menjadi kristaloid bila pasien mengalami perbaikan tanda vital.
- Pada pasien dengan penurunan hematokrit (bandingkan dengan nilai
hematokrit awal) dan tanda vital pasien masih tidak stabil, maka hal ini
mengindikasikan terjadinya perdarahan. Segera lakukan persiapan tranfusi
whole blood atau fresh packed red cells. Bila tidak ditemukan perdarahan,
lakukan bolus koloid 10-20ml/kgBB selama 1 jam. Selalu lakukan
pemeriksaan klinis
- Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik
- Indikasi pemberian darah:
a. Terdapat perdarahan secara klinis
15

b. Setelah mendapat cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,


hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgBB
c. Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka berikan darah
dalam volume kecil
d. Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminator
(KID) pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
e. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu
disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan),
untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

Pemantauan DSS harus dilakukan secara berkala5,9,10


1. Tanda vital setiap 15-30 menit, selanjutnya setiap jam apabila syok telah
teratasi
2. Analisa gas darah, gula darah, kalsium pada saat masuk rumah sakit
terutama pada pasien syok dekompensasi atau yang mengalami syok yang
berkepanjangan
3. Hematokrit harus diperiksa sebelum pemberian cairan resusitasi pertama
dan kedua, selanjutnya setiap 4-6 jam
4. Produksi urin harus ditampung dan diukur
5. Apabila ditemukan gangguan fungsi organ atau sistim lain seperti ginjal,
hati, gangguan pembekuan dan jantung; periksa fungsi ginjal, fungsi hati,
fungsi koagulasi, dan EKG
6. Perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya edema paru akibat
kelebihan cairan, keadaan respirasi, hepatomegali,asites,efusi pleura.
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FH
16

RM : 8288XX
Umur : 12 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : JL. Merak , Bukit Raya, Pekanbaru
Tgl. Masuk : 6 Juli 2015 pukul 12.00 WIB

SEGITIGA PENILAIAN PEDIATRIK


Penampilan anak
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Normal
Interactiveness Tidak respon dengan sekitar
Consolability Tidak ada gangguan
Look/gaze Tidak ada gangguan
Speech/cry Diam
Kesan: Ada gangguan pada penampilan anak.

Upaya napas
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas Tidak ada kelainan
abnormal
Posisi tubuh abnormal (-)
Retraksi Supraklavikula (-), interkosta (-), epigastrium (-)
Cuping hidung (-)
Kesan: tidak ada peningkatan upaya napas.

Sirkulasi kulit
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit tampak pucat
Mottling (-)
Sianosis (-)
Kesan: Ada gangguan sirkulasi kulit.
Pediatric Assesment Triangle

Apperance N Work of Breathing

Skin perfusion
NN

17

Gambar PAT: Terjadi gangguan penampilan dan perfusi, kesan : syok.

SURVEI PRIMER
Jalan Napas
Bebas, tidak terdapat bunyi napas tambahan.
Kesan : jalan napas paten/airway clear. Jalan napas masih dapat
dipertahankan.

Upaya Napas
Spontan, frekuensi 30 kali permenit, gerakan dinding dada simetris, retraksi
supraklavikula (-), interkosta (-), epigastrium (-).
Kesan : Dalam batas normal.
Tindakan : Pemberian O2 nasal canule 2L/menit

Sirkulasi
Nadi sulit dinilai , pengisian kapiler > 2”, akral dingin, pucat (+), sianosis (-).
Kesan : ada gangguan sirkulasi

Status Neurologis
Kesadaran : verbal
Pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya (+/+).
Tonus otot baik, reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-).
Tanda rangsang meningeal (-)
18

Paparan
Suhu: 33,2oC

SURVEI SEKUNDER
ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 11 jam yang lalu

Riwayat penyakit sekarang


- Demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi terus menerus, tidak
berkeringat, tidak menggigil dan tidak kejang.
- Nyeri kepala dan sendi-sendi sejak 3 hari yang lalu
- Sakit perut sejak 2 hari yang lalu terutama dirasakan di ulu hati
- Muntah sejak 2 hari yang lalu frekwensi 2-3 kali / hari jumlah ± 3 sendok
makan sampai ¼ gelas, berisi sisa makanan dan minuman, muntah tidak
menyemprot.
- Bintik-bintik kemerahan di punggung, paha kiri dan kanan sejak 1 hari
yang lalu
- Tangan dan kaki teraba dingin sejak 11 jam yang lalu
- Sesak nafas ada
- Perdarahan dari mulut, hidung, dan saluran cerna tidak ada
- Buang air kecil pekat, jumlah sedikit terakhir 11 jam yang lalu
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa
- Anak dibawa berobat ke kelinik 3 hari yang lalu karena demam tinggi,
anak diberikan obat paracetamol dan syrup vitamin,.
- Di Poliklinik Anak RSUD Arifin Acmad anak ditemukan dalam keadaan syock TD
80/60 mmHg, nadi lemah.

Riwayat penyakit dahulu


- Tidak ada menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
19

Riwayat penyakit keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat orang tua
- Ayah : swasta
- Ibu : IRT
Riwayat kehamilan
- Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara, Kehamilan cukup bulan,
lahir secara spontan dibantu bidan. Berat badan lahir 3900 gram, PBL 50
cm, langsung menangis
Riwayat makan dan minum
- ASI diberikan sejak lahir sampai 6 bulan
- PASI mulai diberikan sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun
- Makanan biasa mulai diberikan sejak usia 1 tahun sampai sekarang
Riwayat imunisasi
- imunisasi lengkap
Riwayat pertumbuhan
- BBL 3900 gram
- BBM 33 kg, TB 139 cm
Riwayat perkembangan
- Telungkup dan mengangkat kepala usia 6 bulan
- Duduk usia 8 bulan
- Berdiri usia 12 bulan
- Berjalan usia 13 bulan
- Berbicara usia 12 bulan
Keadaan perumahan dan tempat tinggal
- Pasien tinggal di rumah permanen
- Sumber air minum : air sumur bor
- Sumber MCK : air sumur bor

PEMERIKSAAN FISIK
20

6 JULI 2015
- Kesan umum : tampak sakit berat
- Kesadaran : Somnolen
Tanda tanda vital
- Tekanan darah : 80/60 mmHg
- Nadi : sulit dinilai
- Suhu : 33,20 C,
- Napas : 36 x/menit
Gizi
- TB : 139 cm
- BB : 33 kg
- LILA : 21 cm
- LK : 52,5 cm
Status gizi : Normal
Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata :
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : isokor 2mm/2mm
- Refleks cahaya : (+/+) langsung dan tidak langsung
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut :
- Bibir : basah
- Selaput lendir : basah
- Palatum : utuh
- Lidah : kotor (-)
- Gigi : karies (-)
Leher :
- KGB : pembesaran KGB (-)
21

- Kaku kuduk : (-)


Dada :
- Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai, ictus cordis
teraba di SIK V LMCS
- Perkusi : sonor, jantung DBN
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-). BJ I dan II
reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- Inspeksi : tampak datar, scar (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-) ,organomegali (-)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : BU (+) normal
Alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal
Ekstremitas : akral dingin , CRT > 2 detik, udem (-)
Status neurologis :
- Refleks fisiologis (+/+)
- Refleks patologis (-/-)
- Tanda rangsang meningeal (-/-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (6/7/2015)
- HB : 16,4 g/dl
- HT : 47,6 %
- Leukosit : 12.000 /mm
- Trombosit : 25.000 /mm
GDS (6/7/2015) : 122 mg/dl
Elektrolit (6/7/2015)
- Na+ : 129 mmol/L
- K+ : 3,5 mmol/L
- Ca++ : 0,38mmol/L
22

- Cl - :-

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS


- Demam tinggi mendadak sejak 4 hari SMRS
- Sakit perut dirasakan di ulu hati, muntah berisi makanan dan minuman,
muntah tidak menyemprot.
- Nyeri kepala dan sendi-sendi.

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK


- Kesan Umum : tampak sakit berat
- Kesadaran : somnolen
- Nafas tampak sesak
- Nadi lemah
- Tangan dan kaki teraba dingin
- Tekanan nadi 20mmHg
- Hipotensi
- Tampak bintik-bintik kemerahan di punggung, paha kiri dan kanan.
- Buang air kecil pekat, jumlah sedikit terakhir 11 jam yang lalu

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG


- HB : 16,4 g/dl
- HT : 47,6 %
- Trombosit : 25.000 /mm

DIAGNOSIS KERJA
- Dengue Shock Syndrome
DIAGNOSA GIZI
- Normal

PEMERIKSAAN ANJURAN
- IgM dan IgG Dengue
23

- NS-1 dengue antigen


TERAPI
Medikamentosa :
- IVFD RL 20cc/kg/ 30 menit
- PCT 3 x ¾ tab per oral
- Inj Ranitidin 2x 1 amp
- O2 2 l/menit
Gizi :
RDA x BBI = 100 x 33 = 3300 kkal

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia

Follow up
HARI / TGL SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT TERAPI
6/7/2015 Demam (+), KU: Tampak DSS - IVFD RL 10cc/kg/ jam
(12.30 WIB) Akral hangat sakit berat
(+), nyeri Kesadaran - PCT 3 x ¾ tab per oral
perut dan komposmentis, - Inj Ranitidin 2x 1 amp
kepala TD: 100/80
(+),BAB(-), RR: 24 x/menit, - O2 2 l/menit
BAK (+) T : 38,3 oC,
HR : 139 x/menit

Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2”, udem
(-)
24

6/7/2015 Demam (+), KU: Tampak DSS - IVFD RL 5cc/kg/ jam


(19.00 WIB) Akral dingin sakit sedang
(-), nyeri Kesadaran - PCT 3 x ¾ tab per oral
perut dan composmentis, - Inj Ranitidin 2x 1 amp
kepala RR: 18 x/menit,
(+),BAB(-), T : 37,6 oC, -
BAK (+) HR : 123 x/menit
TD:110/80mmHg
Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2”, udem
(-)
HB: 14,5 g/dl
HT: 43,5 %
Trombosit :
28.000 /mm

7/7/2015 Demam (-), KU: Tampak DSS - IVFD RL 5cc/kg/ jam


Akral dingin sakit sedang
(-), nyeri Kesadaran - PCT 3 x ¾ tab per oral
perut dan composmentis, kp
kepala RR: 23 x/menit,
(+),BAB(+), T : 36,2 oC, - Inj Ranitidin 2x 1 amp
BAK (+) HR : 85 x/menit
TD:110/80mmHg
Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2”, udem
(-)

HB: 14,8 g/dl


HT: 42,3 %
Trombosit :
79.000 /mm

8/7/2015 Demam (-), KU: Tampak DSS - IVFD RL 3cc/kg/ jam


25

Akral dingin sakit sedang - PCT 3 x ¾ tab per oral


(-), nyeri Kesadaran
perut dan composmentis, kp
kepala RR: 30 x/menit, - Inj Ranitidin 2x 1 amp
(+),BAB(-), T : 36,4 oC,
BAK (+) HR : 90 x/menit

Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2”, udem
(-)
HB: 13 g/dl
HT: 39,4 %
Trombosit :
95.000 /mm

9/7/2014 Demam (-), KU: Tampak DSS - PCT 3 x ¾ tab per oral
Akral dingin sakit sedang
(-), nyeri Kesadaran kp
perut dan composmentis, - Inj Ranitidin 2x 1 amp
kepala(-) RR: 48 x/menit,
,BAB(-), T : 36,8 oC,
BAK (+) HR : 105 x/menit

Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak: dalam
batas normal
Abdomen :
dalam batas
normal
Ekstremitas:
akral hangat,
CRT <2”, udem
(-)
HB: 12,3 g/dl
HT: 36,1 %
Trombosit :
256.000 /mm
26

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 12 tahun 6 bulan


dengan diagnosis kerja Dengue Shock Syndrome. Diagnosis kerja ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium rutin.
Data yang diperoleh dari anamnesa yaitu demam sejak 4 hari yang lalu,
demam tinggi mendadak terus menerus, tidak berkeringat, tidak menggigil dan
27

tidak kejang, sakit perut sejak 2 hari yang lalu terutama dirasakan di ulu hati,
muntah sejak 2 hari yang lalu, bintik-bintik kemerahan di punggung, paha kiri dan
kanan, tangan dan kaki teraba dingin sejak 11 jam yang lalu, buang air kecil pekat,
jumlah sedikit terakhir 11 jam yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kulit tampak ptekie pada regio femur
dextra dan sinistra, punggung, lengan kanan dan kiri. Pada abdomen didapatkan
hepar teraba 2 jari bawah arkus costarum konsistensi kenyal permukaaan rata,
pinggiran tumpul. Dari pemeriksaan laboratorium darah juga didapatkan HB :
16,4 g/dl,HT : 47,6 %, Leukosit: 12.000 /mm, Trombosit : 25.000 /mm Dari
pemeriksaan labor menunjukkan adanya penurunan kadar trombosit dan
peningkatan hematokrit..
Di Poliklinik Anak RSUD AA anak ditemukan dalam keadaan syock TD
80/60 mmHg, nadi sulit dinilai, cairan IVFD RL 20 cc/ kgBB dihabiskan dalam
30 menit, syock teratasi TD 100/80 mmHg, nadi 139x/menit , lalu ditatalaksana
dengan IVFD RL 10cc/kgBB/jam dan HES 6% 20cc/kgBB/jam, anak seharusnya
dirawat di ruang HCU namun akibat HCU penuh anak dirawat dibangsal
Flamboyan. Di bangsal Flamboyan pasien dilanjutkan dengan terapi IVFD RL 10
cc/kgBB/jam , Paracetamol 3 x 500 mg (T > 38,5oC), dan banyak minum.
Pasien dipulangkan pada hari ke-3 perawatan dengan kriteria telah bebas
demam 24 jam tanpa obat antipiretik , tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil,
bebas syok > 2 hari, trombosit > 50.0003, dan urin output yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS.


Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI. 2010. Hal.155-181
2. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam
Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Vol. II. E/15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2001. Hal 1134-1135
28

3. WHO. Handbook Of Clinical Management For Dengue. 2012. Hal 1-34


4. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.
2009. Hal 3-147
5. Rezeki, Sri et al. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue
pada Anak . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.2014
6. Sungkar Saleha. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia. 2002.
7. Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :
http://www.unboundmedicine.com/medline/ebm/record/19445771/full_citatio
n/Dengue_haemorrhagic_fever_or_dengue_shock_syndrome_in_children_
diunduh pada tanggal 20 Juli 2015
8. Fluid Solutions in Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200512083532317 diunduh pada
20 Juli 2015
9. Dengue Shock Syndrome. didapat dari :
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=6628 diunduh pada
20 Juli 2015
10. Dengue Fever, Dengue haemorrhagic fever, Dengue shock Syndrome. Didapat
dari : http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm diunduh
pada 20 Juli 2015

Anda mungkin juga menyukai