Anda di halaman 1dari 23

TB anak

1. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
 TB pada anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun dengan prevelensi
tersering pada usia 1-4 tahun.
 Gejala TB pada anak seringkali tidak khas.
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan bakteri TB pada pemeriksaan
mikrobiologis.
 Pada anak, sulit untuk mendapatkan spesimen diagnostik yang representatif dan
berkualitas baik. Seringkali, walaupun spesimen berhasil diperoleh, M. tuberculosis
jarang ditemukan pada sediaan langsung maupun biakan.

2. Etiologi
Disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb.
Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium
Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan
pengobatan TB.

Cara penularan
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh bakteri. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan bakteri TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3. Epidemiologi
 Di negara-negara berkembang, jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah
seluruh populasi umum, dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap
tahunnya.
 Proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada tahun:
o 2010  9,4%
o 2011  8,5%
o 2012  8,2%
o 2013  7,9%
o 2014  7,16%
o 2015  9%

4. Faktor risiko
Tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh.
 Pasien TB dengan BTA (+) memberi kemungkinan risiko penularan lebih besar dari yang
BTA (-)  tingkat penularan pasien TB BTA (+) adalah 65%
 Pasien TB dengan BTA (-) masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB 
tingkat penularan pasien TB BTA (-) dengan hasil kultur positif adalah 26%
 Pasien TB dengan hasil kultur (-) dan foto toraks (+) adalah 17%

Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:


 Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
 Lamanya waktu sejak terinfeksi
 Usia seseorang yang terinfeksi
 Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
 Infeksi HIV.

Faktor risiko kematian karena TB:


 Akibat dari keterlambatan diagnosis
 Pengobatan tidak adekuat.
 Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
 Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal dan risiko ini
meningkat pada pasien dengan HIV positif.

5. Klasifikasi
Berdasarkan pasien TB anak:
a. Pasien TB anak terkonfirmasi bakteriologis
Hasil pemeriksaan bakteriologisnya positif.
b. Pasien TB anak terdiagnosis secara klinis
Tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tapi didiagnosis TB oleh dokter,
dan diputuskan diberi pengobatan TB.

Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:


a. Tuberculosis paru
TB yang terjadi pada parenkim paru.
b. Tuberculosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru (pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak, dan tulang).
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Pasien baru TB
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya/sudah pernah menelan
OAT namun <1 bulan (<28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB
Pasien yang sebelumnya sudah pernah menelan OAT selama ≥1 bulan (≥28 dosis). Pasien ini
diklasifikasikan lagi berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
 Pasien kambuh  pernah dinyatakan sembuh/pengobatan lengkap dan saat ini
didiagnosis TB berdasarkan pemeriksaan bakteriologis/klinis.
 Pasien yang diobati kembali setelah gagal  pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat  pasien yang pernah diobati dan
dinyatakan lost to follow up.
 Lain-lain  pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
Adalah pasien TB yang tidak termasuk ke dalam 2 kelompok sebelumnya.
Klasifikasi ini menjawab pertanyaan mengenai apakah TB dapat kambuh? Jawabannya
adalah ya, bisa, jika anak yang pernah sembuh datang lagi dengan gejala TB lalu dievaluasi
dengan memeriksa sputum/sistem skoring. Jika menunjukkan hasil positif, maka anak
dinyatakan kambuh.

Berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan obat (terhadap OAT):


a. Mono resistant (TB MR)
Resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poly resistant (TB PR)
Resisten terhadap >1 jenis OAT lini pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara
bersamaan.
c. Multi drug resistant (TB MDR)
Resisten terhadap Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan.
d. Extensive drug resistant (TB XDR)
TB MDR yang sekaligus resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan min.
salah satu OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
e. Resistant rifampisin (TB RR)
Resisten terhadap rifampisin dengan/tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip/fenotip.

Berdasarkan status HIV:


a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART
 Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV negatif sebelumnya
 Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

6. Pathogenesis
 Jika kuman masih hidup, selanjutnya kuman TB akan membentuk lesi di tempat tersebut,
yang dinamakan focus primer Ghon.
 Dari focus primer, akan menyebar melalu saluran limfe ke kelenjar limfe regional, di
mana penyebarannya menyebabkan inflamasi saluran limfe (limfangitis), dan di kelenjar
limfe (limfadenitis).
 Penyebaran hematogen juga seringnya terjadi secara sporadic yang berpotensi mengalami
reaktivasi di kemudian hari
 Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan limfadenitis ini dinamakan kompleks
primer
 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
disebut sebagai masa inkubasi yang bervariasi selama 2-12 minggu, selama masa
inkubasi, kuman berkembang biak hingga cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler
 Terbentuknya imunitas seluler ini dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberculin yang (+)
 Lalu bercabang menjadi yang menimbulkan gejala sakit TB, dan yang hanya terinfeksi,
kenapa bisa hanya terinfeksi tanpa menimbulkan gejala? Dikarenakan kuman TB dapat
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar limfe regional yang mengalami
fibrosis dan enkapsulasi

7. Manifestasi klinis
Gejala klinis TB pada anak dapat berupa:
1. Gejala sistemik/umum
2. Sesuai organ terkait
Gejala-gejala umum TB sering dianggap tidak khas karena juga ada pada penyakit lain.
Namun sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun
sudah diberikan terapi yang adekuat (antibiotic/anti malaria untuk demam, antibiotic/obat
asma untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah BB)
1. Gejala sistemik/umum
a. BB turun/tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal tumbuh meskipun
telah diberi gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
b. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas.
c. Demam umumnya tidak tinggi.
d. Batuk lama ≥2 minggu, dan bersifat non-remitting (tidak pernah reda/intensitas
semakin lama semakin parah), dan sebab lain batuk telah disingkirkan.
e. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotic/obat asma.
f. Lesu/malaise, anak kurang aktif bermain
g. Keringat malam dapat terjadi
Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberi terapi yang adekuat.

2. Gejala spesifik terkait organ (TB ekstra paru)


a. TB kelenjar  pembesaran KGB >2x2 cm
b. TB SSP
 Meningitis TB  gejala-gejala meningitis
 Tuberkuloma otak  adanya lesi desak ruang
c. TB sistem skeletal
 Tulang belakang (spondylitis)  penonjolan tulang belakang
 Tulang panggul (koksitis)  pincang, gangguan berjalan
 Tulang lutut (gonitis)  pincang dan atau bengkak pada lutut
 Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis)
d. TB mata
 Konjungtivitis fliktenularis
 Tuberkel koroid
e. TB kulit  ditandai adanya ulkus
f. TB organ-organ lainnya

8. Diagnosis

1. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan yang penting untuk menentukan diagnosis TB, baik pada anak maupun dewasa.
Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia >5 tahun, HIV positif,
dan gambaran kelainan paru luas.

Cara mendapatkan sputum pada anak:


a. Berdahak
Pada anak >5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan sputum secara langsung dengan
berdahak.
b. Bilas lambung
Dilakukan dengan NGT (nasogastric tube) pada anak yang tidak dapat mengeluarkan sputum.
c. Induksi sputum
Relative aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur, dengan hasil yang lebih
baik dari aspirasi lambung.

Beberapa pemeriksaan bakteriologis untuk TB:


a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum/specimen lain (cairan tubuh atau jaringan biopsy)
Sebaiknya dilakukan minimal 2x (sewaktu dan pagi hari).
b. Tes cepat molecular (TCM) TB
Dapat digunakan untuk mendeteksi kuman MTB secara molekuler sekaligus menentukan ada
tidaknya resistensi terhadap rifampicin.
c. Pemeriksaan biakan
Berasal dari sputum, bilas lambung, CSF fluid, cairan pleura, ataupun biopsy jaringan.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Uji tuberculin
o Merupakan deteksi dini yang bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB
anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas.
o Hasil (+) dapat dijumpai pada 3 keadaan berikut:
 Infeksi TB alamiah
 Infeksi TB tanpa sakit*
 Infeksi TB dan sakit TB
 TB yang telah sembuh
 Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
 Infeksi mikrobakterium atipik
o Hasil (-) dapat dijumpai pada 3 keadaan berikut:
 Tidak ada infeksi TB
 Dalam masa inkubasi infeksi TB
 Anergi (keadaan penekanan sist. Imun oleh berbagai keadaan)
*Infeksi TB: uji tuberkulin (+) tanpa kelainan klinis, radiologis, dan laboratorium.
b. Foto toraks
o Merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis TB anak.
o Gambaran foto toraks pada TB tidak khas.
o Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah:
 Pembesaran kelenjar hilus/paratrakeal dengan/tanpa infiltrate
 Konsolidasi segmental/lobar
 Efusi pleura
 Milier
 Atelectasis
 Kavitas
 Kalsifikasi dengan infiltrate
 Tuberkuloma
c. Pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi)
Menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula
ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.
Pemeriksaan serologi TB (IgG TB, PAP TB, ICT TB, MycoDOT, dll.) tidak
direkomendasikan oleh WHO dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes sebagai sarana
penegakan diagnosis TB.
WHO membuat kriteria untuk membuat diagnosis pada TB anak:
9. Alur diagnosis
Secara umum, penegakan diagnosis TB anak didasarkan pada 4 hal, yaitu:
1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala klonis yang khas TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberculin (+) atau kontak erat dengan pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif TB
Indonesia telah menyusun sistem skoring untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak, tapi jika fasilitas pelayanan kesehatannya memiliki fasilitas yang terbatas,
diagnosis TB dapat ditegakkan tanpa menggunakan sistem skoring seperti pada alur
diagnosis berikut:
10. Differential diagnosis
 Bronchiectasis
 Bacterial pneumonia
 Hodgkin lymphoma
 Actinomycosis
 Lung abscess
 Dll.

11. Management
Tata laksana medikamentosa TB anak terdiri dari:
 Terapi (pengobatan)  diberikan pada anak yang sakit TB
 Profilaksis (pengobatan pencegahan)  diberikan pada anak sehat yang kontak
dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit
TB (profilaksis sekunder).
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan dewasa, dengan tujuan utama pemberian
OAT sebagai berikut:
1. Menyembuhkan pasien TB
2. Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
5. Menurunkan transmisi TB
6. Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
7. Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan dating

Beberapa hal penting dalam tata laksana TB anak adalah:


1. Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan sebagai monoterapi
2. Pengobatan diberikan setiap hari
3. Pemberian gizi yang adekuat
4. Mencari penyakit penyerta, jika ada di tata laksana secara bersamaan

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


 Tahap awal (intensif)
 bertujuan untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
 Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
A. Obat yang digunakan pada TB anak
a. Obat anti tuberculosis (OAT)
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit sehingga rekomendasi pemberian
4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA (+), TB berat,
dan TB tipe dewasa.
Sedangkan untuk TB pada anak dengan BTA (-) menggunakan panduan INH, rifampisin, dan
pirazinamid pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti rifampisin dan INH pada 4 bulan fase
lanjutan.

B. Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)


Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat,
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat
fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan
dapat dilihat pada tabel berikut:

R: Rifampisin; H: Isozianid; Z: Pirazinamid


Keterangan:
 Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS
 Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
 Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur).
 OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
 Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum, atau
dimasukkan air dalam sendok.
 Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
 Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

1. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi:
 TB Meningitis
 Sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
 Perikarditis TB
 TB milier dengan gangguan napas yang berat
 Efusi pleura
 TB abdomen dengan asites
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2mg/kg/hari ~ 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60mg/hari selama 4
minggu.
Tappering-off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada
TB meningitis pemberian selama 4 minggu sebelum tappering-off.
2. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama pada
anak dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan
antiretroviral therapy (ART).
Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV (+) dan
malnutrisi berat.
C. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB.
Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan.
Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau
pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema/muscle wasting.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan, jika tidak
mungkin, diberi suplementasi nutrisi sampai anak stabil.

Berapa lama pengobatan TB?


 Pengobatan untuk TB pada anak memerlukan waktu yang relative lama yaitu
minimal 6 bulan, yang terbagi menjadi dua fase: (1) fase intensif selama 2 bulan,
(2) fase sterilisasi selama masa sisa terapi, jika terdapat adanya perbaikan klinis,
pengobatan dapat dihentikan.
 Pasien melakukan kontrol setiap bulan untuk menilai perkembangan, sedangkan
untuk menilai hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi.
 Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi
persister M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan dalam tubuh,
dan mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. Pengobatan lebih dari 6 bulan
pada TB paru tanpa komplikasi menunjukkan angka relaps yang tidak berbeda
dengan pengobatan 6 bulan.

Tatalaksana pasien TB anak yang berobat tidak teratur


Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan terapi dan
meningkatkan risiko terjadinya TB resisten obat:
1. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau >2 bulan di fase lanjutan
dan menunjukkan gejala TB, ulangi pengobatan dari awal.
2. Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase lanjutan
dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.

12. Komplikasi
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga dari
studi Wallgren dan peniliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ.
 Pneumothorax
 Effusion pleura
 Complete obstructions bronchus

13. Prognosis

 Diobati, pasien patuh, sampai selesai: ad bonam


 Tidak diobati: ad malam

14. Prevention
1. Imunisasi BCG
Diberikan pada usia <2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10
ml, diberikan secara intrakutan. Berfungsi untuk mencegah TB milier, meningitis TB,
dan spondylitis TB pada anak.
2. Kemoprofilaksis
Ada 2 kemoprofilaksis:
 Kemoprofilaksis primer  mencegah terjadinya infeksi TB.
o Dosis: isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal
 Kemoprofilaksis sekunder  mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
o Diberikan untuk anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk
berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan
imunokompromais. Lama pemberiannya adalah 6-12 bulan

Perbedaan TB anak vs dewasa


Referensi:
1. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak, Kemenkes RI.
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis Kemenkes
2013
3. PEDOMAN NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS KEMENKES 2014
4. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 67 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis.
6. Marais, B.J. and Schaaf, H.S., 2014. Tuberculosis in children. Cold Spring Harbor
perspectives in medicine, 4(9), p.a017855.

Anda mungkin juga menyukai