Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KULIT

SKENARIO 1

KELOMPOK IX (A9)

GIRAS REFINDASASTI G0016


GRADHIKA DESKARA G0016
M. RIJALULLAH G0016
REYNALDI G0016
RALITSA RATNA G0016
RATU NURUL FADHILAH G0016
RISKA PRADIPTAKIRANA G0016
RIZKIKA ALBANJAR G0016
SASHA GEGANARESI LIARDI G0016
SHA LISA INDRIYANI G0016
SHINTA FATIMAH G0016
SITI MARYAM G0016
ZAHRAZULFA D.A G0016

TUTOR :

Dra. Cr. Siti Utari, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 1
Benjolan di tungkai yang nyeri

Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun dating ke puskesmas dengan keluhan kulitnya muncul
benjolan-benjolan di tungkai bawah yang terasa nyeri. Keluhan muncul sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan disertai demam, badan tidak enak, nyeri sendi dan nyeri otot. Pasien juga
mengeluhkan muncul benjolan di kedua cuping teling sejak 3 bulan yang lalu. Tidak ada
keluhan apapun di benjolan telinga tersebut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ujud kelainan
kulit pada kedua tungkai bawah terdapat nodul eritem, multiple, diskrit, bilateral, dan
nyeri tekan (+). Pada cuping telinga didapatkan papul, nodul, multiple, bilateral. Pada dahi
didapatkan kerutan. Terdapat penipisan rambut pada kedua alis. Selanjutnya dokter akan
melakukan pemeriksaan penunjang dan akan memberikan terapi setelah pemeriksaan
penunjang.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
1. Papul : Benjolan di atas kulit terdiri dari non filtrate yang berbatas tegas, diameter <0,5 cm
2. UKK (Ujud Kelainan Kulit) : Kelainan kulit yang bisa terlihat dengan mata (Fluorosence)
3. Nodul eritem : Nodul adalah benjolan>0,5 cm eritem adalah kemerahan karena inflamasi
subkutan
4. Diskrit : Lesi tersebar dimana-mana/terpisah
5. Bilateral : Mengenai dua sisi tubuh
6. Multiple : Banyak>1

B. Langkah II : Menentukan masalah


1. Mengapa benjolan di cuping 3 bulan,di tungkai 5 hari yang lalu?
2. Mengaa benjolan muncul di cuping dan tungkai?
3. Mengapa pasien merasakan demam dan nyeri sendi?
4. Mengapa cuping tidak nyeri tapi di tungkai nyeri?
5. Bagaimana mekanisme nodul dan papul?
6. Mengapa rambut alis menipis?
7. Mengapa morfologi benjolan di cuping dan ditungkai berbeda?
8. Mengapa bisa terjadi kerutan?
9. Bagaimana terapi dan penatalaksanaan yang tepat?
10. Bagaimana hubungan jenis kelamin dengan penyakit?
11. Bagaimana anatomi dan histologi kulit?
12. Apa saja diagnosis bandingnya?
13. Apakah keluhan saling berhubungan?
14. Apa saja wujud kelainan kulit?
15. Bagaimana prognosis pasien?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara


mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Dibahas di nomor 10
2. Karena ada factor pemberat seperti suplai oksigen kurang,banyak terdapat jaringan
limfatik,dan pengaruh gravitasi. Bisa karena infeksi Mikrobakterium leprae sehingga
dapat menebalkan saraf tepi. Salah satu lokasi sasaran M.leprae adalah cuping dan kaki.
Bisa karena kenaikan sistem imun yang tinggi pada penderita lepra.
3. Karena kemungkinan penyebabnya adalah infeksi bakteri/virus. Jadi penyakit sistemik
yang dapat menyerang kepala dan membuat demam.
4. Karena pada cuping tidak banyak didapatkan saraf tepi dibandingkan dengan di tungkai
kaki. Bisa karena ada infeksi bakteri misalnya M. leprae yang dapat merusak kulit
padahal tulang butuh vitamin D dari kulit
5. Nodul : Terbentuk karena terkena paparan sinar matahari, iritasi, penumpukan zat
tertentu, infeksi, karsinogen
Nyeri: Kareta iritasi atau peradangan sehingga kulit jadi gatal dan kering menyebabkan
bakteri masuk yang berakhir dengan adanya infeksi
6. Karena salah satu manifestasi klinis terkena infeksi M.lepare adalah allopesia,karena
bakteri tersebut merusak folikel rambut sehingga pertumbuhan rambut terhambat
7. Dibahas di nomor 10
8. Karena pengurangan produksi kolagen
9. Dijelaskan pada JUMP 7
10. Dijelaskan pada JUMP 7
11. Anatomi
 Epidermis Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :
a. Stratum basal
b. Stratum spinosum
c. Stratum granulosum
d. Stratum lusidum
e. Stratum korneum
 Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan
bagian bawah pars retikularis (stratum retikularis).
 Subkutis Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan
serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan inti yang terdesak
kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut penikulus
adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat. Fungsi penikulus adiposus adalah
sebagai shock braker atau pegas bila terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator
panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh. Dibawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
Vaskularisasi kulit diatur oleh dua pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas
dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus
yang terdapat pada dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
sedangkan pleksus yang di subkutis dan di pars retikular juga mengadakan anastomosis,
dibagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh
darah terdapat saluran getah bening

Adneksa Kulit Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan
kuku.Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar
palit.Terdapat 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil,
terletak dangkal pada bagian dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang
lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental
Histologi

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya
sel dan jaringan lemak . Histologis pada bagian epidermis dimulai dari stratum korneum,
stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan
sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi
keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan
kaki. Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
Pada bagian selanjutnya adalah stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbedabeda karena adanya proses mitosis. Diantara
sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas
protoplasma dan tonofibril atau keratin dan diantara sel-sel spinosum terdapat pula sel
langerhans. Sel-sel ini makin dekat kepermukaan makin gepeng bentuknya dengan inti
terletak ditengah-tengah. Protoplasma sel berwarna jenrih pada stratum spinosum karena
mengandung banyak glikogen. Stratum germinativum atau basal terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti
pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel
basal ini mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatan antar sel, dan sel pembentuk melanin
atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,dengan sitoplasma basofilik dan
inti gelap, dan mengandung butir pigmen.Pada bagian dermis, baik pars papilaris maupun
pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut yaitu
serabut kolagen, serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut elastin biasanya
bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Lapisan
subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang
lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan dan dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan kelenjar getah bening

12.
a) Etitema Nodusum (Respon)
Gejala : Demam, arthralgia, nyeri tekan, nodul di tungkai bawah, benjolan di
telinga → reaksi eritema nodusum (Respon delay), tersebar bilateral dan tidak
simetris.
Reaksi terhadap Lepra (Ada I dan II : Tergantung seberapa banyak bakteri lepra
dibunuh → Rx Imunitas → Rx Sistemik)
1) Rx I : Keadaan Umum baik, Demam ringan/tanpa demam, Setelah
diberi obat → Rx Timbul, Timbul bercak baru
2) Rx II : Keadaan Umum buruk, Demam tinggo, terjadi pada mata KGB,
testis, Setelah diberi obat → Rx timbul nanti
b) Lepra
1) PB : Bercak keputihan , mati rasa, bercak kering dan kasar, tidak berkeringan,
tidak ada rambut, kerusakan saraf tepi, pemeriksaan bakteri (-), tidak menular
2) MB : Bercak putih kemerahan, tersebar merata, penebalan pembengkakan di
bercak, kerusakan saraf tepi banyak, pemeriksaan bakteri (+), menular

Rx I bisa terjadi pada PB atau MB, Rx II bisa terjadi karena MB

Tipe Lepromatous : Pada orang daya tahan tubuh rencah → Bakteri


berkembang lebih banyak

Borderline : Daya tahan tubuh sedang → Bisa melawan bakteri tetapi tidak
semua dieliminasi
Tuberkuloid : Daya tahan tubuh kuat → Menyisakan sedikit bakteri
Pemeriksaan Penunjang : Pmx Bakterioskopik, Histopatologis dan Serologis

13. Ya kalau dari manifestasi klinis infeksi M.leprae


14. UKK

Makula
I. Makula Adalah lesi datar berbatas tegas berbeda warna dengan kulit sekitarnya. Terjadi
oleh karena :

 Hiperpigmentasi (A)
 Hipopigmentasi
 Pigmentasi dermal (B)
 Dilatasi kapiler (C)
 Purpura (D)
 Abnormalitas vaskuler
II. Makula eritem multipel batas tegas akibat dilatasi kapiler pada erupsi obat

Papula
Papula Adalah lesi padat yang menonjol pada permukaan kulit berukuran kecil ( < 1 cm)
Terjadi oleh karena :

 Deposit metabolik (A)


 Infiltrat terbatas pada dermis (B)
 Hiperplasi lokalisata elemen seluler epidermis dan dermis (C)
I. Papul pada nevus melanositik

II. Papul multipel pada liken planus

Plakat

Lesi berupa peninggian pada kulit menyerupai permukaan bidang yang relatif luas
dibanding ketebalankulitnya. Terjadi oleh karena :

 Beberapa papul bergabung menjadi satu. Cth. Psoriasis (B)


 Garukan berulang → likenifikasi. Cth. Dermatitis kronis (C)

Nodul
bulat atau lonjong padat dan dapat diraba. Terdapat 4 tipe:

 Epidermal. Cth. Veruka vulgaris (B)


 Epidermal-dermal. Cth. Nevus compound
 Dermal. Cth. Dermatofibroma
 Dermal-subepidermal. Cth. Eritema nodosum (A)
 Subcutaneus. Cth. Lipoma

II. Nodul soliter dengan ulkus pada karsinoma sel basal

III. Nodul multipel pada melanomametastase

Urtika
A. Papul/plakat dengan bentuk dan ukuran bervariasi yang menghilang (reversiebel)
setelah beberapa jam.

Terjadi sebagai akibat edema dermis bagian atas oleh ekstravasasi cairan intravaskuler.
B. Urtikaria kolinergik berupa papul-papul kecil ukuran 3-4 mm
C. Giant urtika pada reaksi hipersensitivitas

Vesikel dan Bula


 Adalah lesi menonjol berbatas tegas dan berisi cairan.

 Vesikel dengan diameter > 0,5 cm disebut bula.Terjadi oleh karena adanya celah dalam
epidermis/ taut dermoepidermal.
 Ada 3 macam :
1. Sub Korneal
2. Intraepidermal
3. Subdermal

Vesikel subkorneal
Khas : dinding tipis, kendur, rapuh. Cth. Impetigo bulosa
Vesikel Intraepidermal/Spongiosis
Khas : dinding agak tegang, seperti tetesan air.
Cth. Varisela/herpes

Vesikel subepidermal

 Timbulnya celah akibat lisisnya protein taut dermoepidermal pada autoimun diseases.
 Khas : dinding sangat tegang, berisi cairan serous atau hemorhagi sering disertai gatal.
Cth. Epidermolisis bulosa.
Erosi

 Adalah lesi basah dengan batas tegas akibat hilangnya sebagian/seluruh epidermis akibat
atap bula/vesikel yang terkelupas.
 Proses penyembuhan tidak terjadi jaringan parut.

Pustula Adalah lesi menonjol, batas tegas, mengandung eksudat purulen (leukosit,
debrisseluler, mengandung bakteri)

Kista

1. Adalah kantong mengandung cairan atau material semisolid

2. Kista dibatasi oleh epitel skuamosa yang memproduksi material keratin.


3. Hidroadenoma kista isi material mukus
Atropi Kulit
A. Adalah penipisan kulit pada epidermis, dermis atau Atropi epidermis. Khas : Epidermis
tipis dan transparan Garis kulit tampak/tidak.
B. Atropi dermis Khas :Kulit tampak terdesak ke dalam akibat berkurangnya papila dan
jaringan ikat konektif dermis.
C. Atropi epidermis dan dermis

Ulkus
Defek menetap terjadi setelah kerusakan /hilangnya lapisan epidermis/dermis. Pada
penyembuhan terjadi

Jaringan parut
Terjadi pada proses penyembuhan luka/ulkus

A. Jaringan parut hipertropi

B. Jaringan parut atropi

Deskuamasi
 Adalah penumpukkan stratum korneum pada kelainan dengan abnormalitas pembelahan
sel di stratum basalis.
 Skuama parakeratotik (sel stratum korneum masih mengandung inti).
 Skuama tebal yang melekat pada lapisan dibawahnya, teraba seperti pasir pada kelainan
keratosis aktinik.
 Psoriasis, skuama berlapis warna seperti perak.
Krusta
Massa yang mengeras pada permukaan kulit akibat serum (kuning), darah (coklat) atau
eksudat purulen (kuning kehijauan) yang mengering, khas pada infeksi piogenik.

15. Dibahas di JUMP 7


D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah III

Benjolan

Di Tungkai (5 hari) Di cuping( 3bulan)

Anamnesis Gejala Faktor Risiko Patofisiologi

Diferential
Diagnosis

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis

Tata Laksanadan
Prognosis

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran


Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario pertama ini adalah :
1. Mengetahui patofisiologi dan patologi keluhan
2. Mengetahui DD : a. Eritem nodusum
b. Leprae
c. Folikulitis
*Beserta pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik,serta tatalaksana dan prognosis

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber ilmiah dari
beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini
secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh

1. Mengetahui patogenesis dan patofisiologis keluhan

Benjolan di cuping telinga : diawali dengan kuman m.leprae yang masuk kedalam tubuh manusia
lewat pernafasan. Kuman ini akan berpindah dari paru-paru ke pembuluh darah dengan
menembus kapiler di alveolus. Ketika sudah sampai diperedaran darah, kuman ini akan
menyebar terutama ke kulit dan sel saraf. Di kulit, kuman ini akan memicu kaskade imunitas
tubuh yang akan membuat jaringan kulit membesar (benjol) karena kumpulan dari sel radang. Di
saraf, kuman ini akan menyerang myelin sheath dan akan terjadi penebalan mielin yang
mengakibatkan berkurangnya impuls saraf terhadap rasa nyeri. Keluhan ini dikategorikan kronis
karena sudah mencapai 5 bulan

Benjolan di tungkai bawah : Kuman m.leprae ini akan menyebar ke seluruh tubuh, tetapi paling
sering akan mengenai bagian akral atau ekstremitas bawah karena di daerah itulah terdapat gaya
gravitas terbesar dibanding anggota tubuh lain. Karena reaksi ini tergolong akut (baru 3 hari),
maka masih terlihat tanda inflamasi seperti tumor, kemerahan, panas, dan nyeri.

2. Mengetahui DD

A. ERYTHEMA NODUSUM
Erythema nodusum adalah penyakit akut, bersigat nodul, kemerahan yang biasanya menyerang
tungkai bawah. Erythema nodusum merupakan reaksi hipersensitivitas dan dapat terjadi
bersamaan dengan beberapa penyakit sistemik atau efek dari terapi obat atau bisa jadi idiopatik.
Reaksi inflamasi penyakit ini terjadi pada lapisan lemak kulit.

Etiologi

penyakit ini disebabkan infeksi bakteri Streptococcus. Eritema nodusum dapat pula timbul akibat
manifestasi dari infeksi Mycoplasma pneumoniae, penyakit sekunder erythema nodusum leprae.

Penyebab

1. Streptococcal pharyngitis

2. Mycoplasma

3. Chalmydia

4. M. tuberculosis

Patofisiologi ENL

1. pengeluaran antigen mycobacterial

2. Memicu pembentukan kompleks imun

3. Kompleks antigen antibody mengaktifkan cascade padajaringan

4. Sel mononuclear mengeluarsitokin pro inflamasimigrasiselselinflamasi

5. Aktivasi limfosit T dan makrofag

Deferensial Diagnosis

Infeksi sekunder lepra terbagi menjadi dua berdasarkan atas sistem kekebalan tubuh manusia
yakni tipe 1 & tipe 2. Reaksi tipe 1 atau juga disebut reaksi yang reversibel yang melibatkan
hipersenstivitas tipe IV pada keadaan saat diberikan obat anti lepra, kehamilan, dan stress.
Sitokin seperti interferon γ, TNF-α mengalami peningkatan serta pengaktifan sel CD4+.
Sementara itu rekasi tipe 2 atau disebut juga sebagai eritema nodusum leprosum merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe III yang membuat deposisi pada kompleks sistem imun yang
menyebabkan toksisitas sistemik. Alhasil, adanya peningkatan kadar neutrofil, TNF-α
memunculkan gejala sistemik pada tubuh seperti demam & nyeri sendi.

Biasanya pada reaksi tipe 1 atau reaksi paucibaciller yang bersifat


tuberkuloid yakni adanya lesi berupa makula/papula bersifat single atau sedikit yang terjadi pada
kulit. Terkadang lesi tersebut dapat sembuh secara spontan apabila sistem imun pada pasien baik.
Sementara itu, reaksi multibaciller yang bersifat lepromatous yakni adanya lesi yang multipel
pada tubuh. Kemudian tidak bisa sembuh melalui imunitas diri serta lesi meluas ke organ lain
seperti ginjal, mata, RES & pada sendi anggota gerak.

Farmakologi

Jika benjolan disebabkan oleh infeksi bakteri, maka berikan obat antibiotik. Tetapi jika
disebabkan karena efek dari minum obat, maka hentikan penggunaaanya. Sulfonamid adalah
obat yang harus diperhatikan, biasanya menjadi penyebab utama erythema nodusum.

Prognosis

prognoais eritema nodusum sangat baik. Pada kebanyakan pasien eritema nodusum sembuh
tanpa adanya reaksi tambahan.

Edukasi

 Hindari pemakaian alat makan bersama seperti piring, garpu & sendok
 Hindari pemakaian alat mandi & pakaian secara bersama
 Kepatuhan pasien dalam meminum obat
 Sebaiknya hindari kontak langsung dengan pasien. Untuk itu pasien diharapkan untuk
menetap di rumah sakit dalam beberapa minggu setelah terjangkit penyakit
 Sementara untuk anak kecil dianjurkan untuk melakukan imunisasi BCG untuk mencegah
lepra yang dapat menyebabkan penyakit tuberculosis

B. LEPRAE
*SIS : Sistem Imun Seluler

Definisi Lepra

Lepra (Morbus Hansen, kusta) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh M.
leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat.Lepra merupakan infeksi bakteri granulomatosa kronis, terutama mempengaruhi kulit dan
saraf perifer yang disebabkan oleh M. leprae.
Epidemiologi Lepra

Lepra dapat terjadi dimanapun seperti di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan subtropis
serta masyarakat dengan sosioekonomi yang rendah. Tingkat endemisitas penyakit lepra terjadi
di 15 negaradengan 83% ditemukan di India, Brazil, danBirmania.Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011 tercatat 226.626 kasus baru lepra dan meningkat pada
tahun 2012 menjadi 232.857 kasus. Tahun 2012 jumlah kasus baru di Indonesia sejumlah 18.994
kasus, sedangkan di Jawa Tengah pada tahun 2012 dilaporkan terdapat kasus baru tipe
Multibasilar (MB) sebanyak 1.308 kasus dan pada lepra tipe Pausibasilar (PB) sebanyak 211
kasus dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 4,57 per 100.000 penduduk.3,4
Indonesia berhasil mencapai eliminasi lepra pada tahun 2000 di 19 provinsi dan sekitar 300
kabupaten/kota. Eliminasi dilakukan dengan menurunkan angka kesakitan lebih kecil dari 1 per
10.000 penduduk dan lebih dari 10 juta penderita telah disembuhkan dan lebih dari 1 juta
penderita telah diselamatkan dari kecacatan. Prevalensi penderita lepra di Indonesia turun
sebesar 81% dari 107.271 pada tahun 1990 menjadi 21.026 pada tahun 2009. Hal itu dicapai
setelah dilakukan program rehabilitasi melalui operasi, rekonstruksi, protesa dan pembentukan
kelompok perawatan diri. Lepra merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh
karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita lepra bukan hanya
menderita penyakitnya tetapi juga pengucilan dari masyarakat sekitar. Hal ini akibat kerusakan
saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan sensorik serta dengan adanya
kerusakan yang berulang pada daerah anestesia yang disertai paralisis dan atrofi otot.

Etiologi Lepra

Kuman penyebab lepra adalah M. leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di
Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial.
Mycobacterium leprae berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi pararel dengan kedua
ujung bulat dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 μm. Basil ini berbentuk gram positif, tidak bergerak dan
tidak berspora dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa
irreguler besar yang disebut globi. Dengan mikroskop elektron, M. leprae terlihat mempunyai
dinding yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan peptidoglikan padat pada bagian dalam dan
lapisan transparan lipopolisakarida dan kompleks protein lipopolisakarida pada bagian luar.
Dinding polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik
dengan ketebalan 2 nm. Peptidoglikan terlihat mempunyai sifat spesifik pada M. lepra, yaitu
adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin. Faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit meliputi bangsa atau ras, sosioekonomi, kebersihan dan
keturunan. Pada ras kulit hitam insiden bentuk tuberkuloid lebih tinggi, sedangkan pada kulit
putih cenderung tipe lepramatosa. Banyak terjadi pada negara negara berkembang dan golongan
sosioekonomi rendah dan lingkungan yang kurang memenuhi kebersihan. Faktor genetik
berperan penting dalam penularan penyakit lepra. Penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang
dikandung ibu lepra

Patogenesis Lepra

Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah karena penderita
yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan
dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan
oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah reaksi granuloma setempat atau menyeluruh
yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai
penyebab imunologik. Kelompok umur terbanyak terkena lepra adalah usia 25-35 tahun. Onset
lepra adalah membahayakan yang dapat mempengaruhi saraf, kulit dan mata. Hal ini juga dapat
mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal, otot-otot halus, sistem
retikuloendotel dan endotelium pembuluh darah. Basil masuk kedalam tubuh biasanya melalui
sistem pernafasan, memiliki patogenisitas rendah dan hanya sebagian kecil orang yang terinfeksi
menimbulkan tanda-tanda penyakit. Masa inkubasi M. leprae biasanya 3-5 tahun. Setelah
memasuki tubuh basil bermigrasi kearah jaringan saraf dan masuk kedalam sel Schwann. Bakteri
juga dapat ditemukan dalam makrofag, sel-sel otot dan sel-sel endotelpembuluh darah. Setelah
memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada perlawanan dari
individu yang terinfeksi. Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar 12-14 hari untuk satu
bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan dari sel-sel hancur dan memasuki sel
terpengaruh lainnya. Basil berkembang biak, peningkatan beban bakteri dalam tubuh dan infeksi
diakui oleh sistem imunologi serta limfosit dan histiosit (makrofag) menyerang jaringan
terinfeksi. Pada tahap ini manifestasi klinis mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf disertai
dengan penurunan sensasi dan atau skin patch. Apabila tidak didiagnosis dan diobati pada tahap
awal, keadaan lebih lanjut akan ditentukan oleh kekuatan respon imun pasien. Sitem Imun
Seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita lepra. Ketika SIS spesifik efektif
dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang secara spontan atau menimbulkan
lepra dengan tipe Pausibasilar (PB). Apabila SIS rendah, infeksi menyebar tidak terkendali dan
menimbulkan lepra dengan tipe Multibasilar (MB). Kadang-kadang respon imun tiba-tiba
berubah baik setelah pengobatan atau karena status imunologi yang menghasilkan peradangan
kulit dan atau saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi lepra (tipe 1 dan 2)

*Perbedaan PB dan MB

PB MB

Lesi 1-5 lesi Lebih dari 5


distribusi tidak simetris distribusi lebih simetris

Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Obat Dapsone 100 mg selama 6 bulan Dapsone 100 mg dan Clofazimine


50 mg selama 12 bulan

Sifat Lepromatosa Lepra Borderline Lepromatosa Mid borderline

Lesi Makula, Papul, nodus Makula, plakat, papul Plakat


Hampir simetris Asimetris
Distribusi simetris
Permukaan agak kasar
Permukaan halus
Permukaan halus berkilat Dapat dihitung, kulit
berkilat
Lesi tidak terhitung, tidak ada sehat jelas ada
Sukar dihitung, masih
kulit sehat ada kulit sehat

BTA Banyak (adaglobus) Banyak Agak banyak

Manifestasi Klinis Lepra


Tanda dan gejala penyakit lepra tergantung pada beberapa hal yaitu multiplikasi dan diseminasi
kuman M. leprae, respon imun penderita terhadap kuman M. leprae serta komplikasi yang
diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer. Karakteristik klinis kerusakan saraf tepi:

1) Pada tipe tuberculoid yaitu awitan dini berkembang dengan cepat, saraf yang terlibat terbatas
(sesuai jumlah lesi), dan terjadi penebalan saraf yang menyebabkan gangguan motorik, sensorik
dan otonom.

2) Pada tipe lepromatosa yaitu terjadi kerusakan saraf tersebar, perlahan tetapi progresif,
beberapa tahun kemudian terjadi hipoestesi (bagian-bagian dingin pada tubuh), simetris pada
tangan dan kaki yang disebut glove dan stocking anaesthesia terjadi penebalan saraf
menyebabkan gangguan motorik, sensorik dan otonom dan ada keadaan akut apabila terjadi
reaksi tipe 2.

3) Tipe borderline merupakan campuran dari kedua tipe (tipe tuberculoid dan tipe lepromatosa)

Reaksi Lepra
Diagnosis Lepra

Diagnosis penyakit lepra didasarkan oleh gambaran klinis, bakterioskopis, histopatologis dan
serologis. Diantara pemeriksaan tersebut, diagnosis secara klinis adalah yangterpenting dan
paling sederhana dilakukan. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit (15-30
menit), sedangkan pemeriksaan histopatologi memerlukan waktu 10-14 hari. Tes lepromin
(Mitsuda)juga dapat dilakukan untuk membantu penentuan tipe yang hasilnya baru dapat
diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe lepra perlu dilakukan supaya dapat menetapkan
terapi yang sesuai.Karena pemeriksaan kerokan jaringan kulit tidak selalu tersedia di lapangan,
pada tahun 1995 WHO lebih menyederhanakan klasifikasi klinis lepra berdasarkan penghitungan
lesi kulit dan saraf yang terkena. Pada tahun 1997, diagnosis klinis lepra berdasarkan tiga tanda
kardinal yang dikeluarkan oleh “WHO’s Committe on Leprosy” yaitu lesi pada kulit berupa
hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa, penebalan saraf tepi, serta pada pemeriksaan skin
smear atau basil pada pengamatan biopsi positif. Seseorang dikatakan sebagai penderita lepra
apabila terdapat satuatau lebih dari tanda-tanda tersebut.

Penunjang Diagnosis Lepra

1) Pemeriksaan bakterioskopik

Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh melalui irisan dan
kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae.
Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan
pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung
yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA) yaitu dengan menggunakan
Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang tersebut tidak
mengandung kuman M. leprae. Pertama harus ditentukan lesi kulit yang diharapkan paling padat
oleh kuman, setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Untuk riset
dapat diperiksa 10 tempat dan untuk pemeriksaan rutin sebaiknya minimal 4-6 tempat, yaitu
kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif yaitu yang paling
eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan kedua cuping telinga tersebut tanpa melihat ada
tidaknya lesi di tempat tersebut, karena pada tempat tersebut mengandung kuman paling banyak.
Mycobacterium leprae tergolong BTA tampak merah pada sediaan. Dibedakan atas batang utuh
(solid), batang terputus (fragmented) dan butiran (granular). Bentuk solid adalah kuman hidup,
sedangkan pada bentuk fragmented dan granular adalah kuman mati. Kuman dalam bentuk hidup
lebih berbahaya karena dapat berkembang biak dandapat menularkan ke orang lain.Kepadatan
BTA tanpa membedakan solid dan non-solid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks
Bakteri (IB) dengan rentang nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. Interpretasi hasil adalah
sebagai berikut:
a) 0 apabila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).

b) 1+ apabila 1-10 BTA dalam 100 LP

c) 2+ apabila 1-10 BTA dalam 10 LP

d) 3+ apabila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

e) 4+ apabila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

f) 5+ apabila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

g) 6+ apabila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks bakteri seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran
lensa objektif 100 kali. Indeks morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid dibandingkan
dengan jumlah solid dan non-solid yang berguna untuk mengetahui daya penularan kuman dan
untuk menilai hasil pengobatan dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

2) Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi pada penyakit lepra dilakukan untuk memastikan gambaran klinik,
misalnya lepra Indeterminate atau penentuan klasifikasi lepra. Granuloma adalah akumulasi
makrofag dan atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologi tipe tuberculoid adalah tuberkel
dengan kerusakan saraf lebih nyata, tidak terdapat kuman atau hanya sedikit dan non-solid. Pada
tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone) yaitu suatu daerah
langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan
banyak kuman. Terdapat campuran unsur-unsur tersebut pada tipe Borderline.

3) Pemeriksaan serologis

Pada pemeriksaan serologis lepra didasarkan atas terbentuknya antibodi tubuh seseorang yang
terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik dan tidak spesifik.
Antibodi yang spesifik terhadap M. lepraeyaitu antibodi antiphenolic glycolipid-1(PGL 1) dan
antibodi antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain
antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.
Pemeriksaan serologis ini dapat membantu diagnosis lepra yang meragukan karena tanda klinis
dan bakteriologik tidak jelas. Selain itu dapat juga membantu menentukan lepra subklinis, karena
tidak terdapat lesi kulit, misalnya pada narakontak serumah. Macam-macam pemeriksaan
serologik lepra adala huji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA
(Enzym Linked Immuno-sorbent Assay), ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick), dan
ML flow test (Mycobacterium leprae flow test).

Farmakologi :

- Kusta Peusibasilar : Rifampisin 600 mg sekali selama sebulan dalam pengawasan


ditambah dapson 100 mg setiap hari selama sebulan. Lama masa minum obat selama 6
bulan, namun jika tidak teratur, perpanjangan waktu konsumsi obat sampai 9 bulan masih
dapat diterima.
- Kusta Multibasiler : Rifampisin 600 mg dan klofazimin (lempren) 300 mg sekali sebulan
dalam pengawasan, ditambah diapson 100 mg setiap hari dan klofazimin 50 mg setiap
hari selama 12 bulan. Namun, jika obat diminum tidak teratur dosis 12 bulan yang
diselesaikan dalam 18 bulan masih dapat diterima.

C. FOLIKULITIS

Definisi dan Etiologi


Folikulitis adalah radang folikel rambut.Penyebab utama adalah Staphylococcus aureus.
Kelainan kulit ini sering ditemukan pada iklim tropis dengan tempat tinggal yang padat dan
higiene buruk. Dikenal 2 bentuk folikulitis, yaitu folikulitis superfisialis dan profunda. Tempat
predileksi folikulitis superfisialis adalah di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ekstremitas.
Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan
krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus.
Folikulitis profuda berbentuk nodus eritematosa, pada perabaan hangat dan nyeri.
Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab ini memasuki tubuh dan biasanya lewat retakan sawar kulit (serta
tempat luka). Kemudian mikroorganisme tersebut menyebabkan reaksi inflamasi dalam folikel
rambut.

Manifestasi klinis
Gejala klinis folikulitis berbeda beda tergantung jenisi nfeksinya. Pada bentuk kelainan
superfisial, bintik-bintik kecil (papul )berkembang di sekeliling satu atau beberapa folikel. Papul
kadang-kadang mengandung pus ( pustul ), ditengahnya mengandung rambut serta adanya krusta
disekitar daerah inflamasi. Infeksi terasa gatal dan agak sakit, tetapi biasanya tidak terlalu
menyakitkan. Tempat predileksi folikulitis superfisial yaitu di tungkai bawah.

Folikulitis profunda akan merusak seluruh folikel rambut sampai ke subkutan sehingga akan
teraba infiltrat di subkutan dan dapat menimbulkan gejala yang lebih berat yaitu sangat sakit,
adanya pus yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan ikat apabila telah sembuh

Faktor Risiko

Folikulitis bisa menyerang semua orang dari segala usia. Namun demikian, ada beberapa faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya folikulitis, meliputi:

1. Menderita penyakit yang menurunkan kekebalan tubuh, seperti diabetes, HIV/AIDS,


dan kanker.

2. Memiliki jerawat atau radang pada kulit.

3.Berendam dalam bak air panas yang tidak bersih.

4. Menggunakan obat luar (krim) untuk jangka panjang, terutama krim berisi kortikosteroidatau
antibiotik (untuk pengobatan jerawat).

5. Mengenakan pakaian yang ketat, tidak menyerap panas dan keringat, atau sering
menggunakan sarung tangan karet atau sepatu boots.

6. Kerusakan lapisan kulit akibat mencukur atau waxing rambut, serta gesekan dengan pakaian
yang ketat.

Pengobatan

- Pengobatan non-medikamentosa termasuk menjaga kebersihan dan higiene


perorangan serta mengatasi faktor predisposisi.
- Topikal: bergantung pada stadium penyakit dan morfologi kelainan kulit,dapat
diberikan:
- Kompres terbuka:larutan permanganas kalikus 1/5000,larutan rivanol 1 ‰. Diberikan
pada keadaan akut, madidans dan krusta tebal serta lekat.
- Antibiotik topikal: salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan
neomisin, dioles 2x/hr
- Antibiotik sistemik: Penisilin G prokain dan semisintetiknya: amoksisilin, 30-
50 mg/kgBB/hr, 3x/hr; flukloksasilin, 50 mg/kgBB/hr, 4x/hr; atau dikloksasilin,
25 mg/kg BB/hr, 4x/hr, selama 7 hari. Dapat juga diberikan eritromisin, 30-50
mg/kgBB/hr, 3x/hr, selama 7 hari.

Pencegahan

1. Perawatan hiegine perorangan serta keluarga yang baik

2. Untuk menghindari penularan bakteri kepada anggota keluarga lain, beri tahu pasien agar
menggunakan handuk dan lap mukanya sendiri. Beri tahu pula bahwa barang-barang ini harus
direndam dulu dalam air panas sebelum dicuci (atau cuci dengan mesin cuci yang menggunakan
air panas)

3. Pasien harus mengganti pakaian dan perlengkapan tidurnya (seperti sprei, selimut, sarung
bantal, dll) setiap hari dan semua barang ini harus dicuci memakai air panas

4. Anjurkan pasien untuk mengganti perban dengan sering dan segera membuangnya dalam
kantung kertas ke tempat sampat.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut diskusi tutorial scenario 1 blok kulit yang telah berlangsung, pasien mengalami
penyakit ENL (Eritem Nodusum Leprae) yang mana itu adalah penyakit karena reaksi2
lanjutan penyakit Leprae. Diagnosis itu berdasarkanan amnesa, pemeriksaan serta gejala klinis
yang terlihat.

Serta tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter yaitu memberikan Rifampisin 600 mg dan
klofazimin (lempren) 300 mg sekali sebulan dalam pengawasan, ditambah diapson 100 mg setiap
hari dan klofazimin 50 mg setiap hari selama 12 bulan. Namun, jika obat diminum tidak teratur
dosis 12 bulan yang diselesaikan dalam 18 bulan masih dapat diterima.. Serta prognosis dari
penyakit tersebut LALI AKU

BAB IV
SARAN
Untuk jalannya diskusi secara keseluruhan sudah bagus, tetapi ada hal yang perlu diperbaiki
dalam diskusi tersebut, yaitu :
1. Dalam diskusi pertemuan pertama masih kurang aktif dalam melakukan brainstorming
dan menemukan masalah
2. Mahasiswa sebaiknya mencari pokok masalah sebelum diadakan pertemuan pertama
dalam scenario tersebut
3. Mahasiswa seharusnya lebih aktif dalam diskusi tutorial
DAFTAR PUSTAKA

Daili, Emmy S. Sjamsoe, et al. Penyakit kulit yang umum di Indonesia, sebuah panduan
bergambar. Jakarta : PT. Medical Multimedia Indonesia.

Hebel, Jeanette L. Erythema Nodusum. 2018. Medscape : diakses pada tanggal 6 september
2018.

Asisten laboratorium histologi. Inhisto : sistem kulit. Surakarta : Laboratorium Histologi FK


UNS.

Menaldi, S. (2017). IlmuPenyakitKulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, pp.50 – 54

Chowaniec M, Starba A,Wiland P. (2016). Erythema nodosum – review of the literature.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4918048. Diakses pada 5 September 2018

Lastoria JC, Aparecida M. (2014). Leprosy: review of the epidemiological, clinical, and
etiopathogenic aspects. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4008049. Diakses pada
5 September 2018

Bhat RM, Prakash C. (2012). Leprosy: An Overview of Pathophysiology.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3440852. Diakses pada 5 September 2018

Siregar. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Apps.who.int. (2012). Frequently Asked Questions on Leprosy. [online] Available at:


http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/205085/B5044.pdf;jsessionid=F224EB0F7EDB6
DAE87F20F6495AEC611?sequence=1 [Accessed 9 Sep. 2018].

Eichelmann, K et al. (2012). Leprosy. An Update: Definition, Pathogenesis, Classification,


Diagnosis, and Treatment. Mexico. Elsevier España

Anda mungkin juga menyukai