Anggota Kelompok:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya lah, kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial Skenario B Blok 13 Tahun 2018 ini dengan baik dan tepat
waktu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada;
Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan dalam
penyusunan laporan ini
Pembimbing kami, dr. Rukiah Chodilawati,SpPD, yang telah membimbing kami
dalam proses tutorial
Teman-teman yang telah menyediakan waktu,tenaga, dan pikirannya untuk
menyelesaikan tugas tutorial in dengan baik.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan
di masa mendatang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................... 2
Daftar Isi ....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 5
2.1 Skenario ............................................................................................................... 5
2.2 Klarifikasi Istilah ................................................................................................ 3
2.3 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 3
2.4 Analisis Masalah ................................................................................................. 3
2.5 Learning Issue ..................................................................................................... 3
a. Anatomi dan Fisiologi Jantung ............................................................... 2
b. Hipertensi ............................................................................................... 4
c. Gagal Jantung ......................................................................................... 4
d. Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 2
e. Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................... 4
f. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 4
2.6 Kerangka Konsep ................................................................................................ 3
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 3
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ e
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Mr. GFR, a-48-year-old manager, comes to Palembang Bari hospital because of
shortness of breath since 3 hours ago while he was on exercise. In the last 2 weeks he
became easily tired in daily activities. He also complain about having night cough,
nausea, and lost of appetite. Seven months ago he was hospitalized due to chest
discomfort.
Past medical history: untreated hypertension, heavy smoker, rarely exercised, DM (-)
Family history: no history of premature coronary disease
Physical Exam:
General Consideration:
Conscious, compos mentis, Orthopneu, BP 180/110 mmHg, HR 122 x/min irregular,
PR 102x/min, irregular, unequal, RR 32 x/min, height 167 cm, body weight 79 kg.
Specific Consideration
Pallor, Cyanosis (-), Struma (-), JVP (5+1) cmH2O, Barrel Chest (-), Basal Rales (+),
wheezing (+), liver: palpable 2 cm below the costal arch, spleen: not palpable, minimal
ankle edema and Clubbing finger (-)
Laboratory results:
Hemoglobin: 12,8 g/dl, WBC: 8.500/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20 mm/jam,
Platelet: 225.000/mm3.
Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Triglyceride 210 mg/dl,
blood glucose 110 mg/dl. Ureum 38 mg/dl, Creatinie 1,1 mg/dl. Sodium 135 mmol/L,
Potassium 3,6 mmol/L
SGOT 35 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1 ng/ml.
Urinalysis: normal findings
5
Additional examinations:
ECG: atrial fibrillation, LAD, HR120 x/min, irregular, normal P-wave, QRS complex
0,08 second, normal T-wave, QS pattern at lead V1-V4, LV strain (+)
Chest X-ray: CTR>50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s B line (+), signs of
cephalization (+)
Questions
1. What is the main problem of this patient?
2. What is the working diagnosis?
3. How is the pathogenesis of those problems?
4. How to manage those problems?
5. Atrial fibrillation Aritmea atrium yang ditandai oleh kontraksi acak dan
cepat pada daerah kecil myocardium atrium,
menimbulkan laju ventrikel yang tidak teratur sama
sekali dan sering kali cepat (Dorland)
6
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan
penurunan aliran darah ke jantung. (Medical dictionary)
7. Kerley’s B line These are thin lines 1-2 cm in length in the periphery of
the lung(s). They are perpendicular to the pleural
surface and extend out to it. They represent thickened
subpleural interlobular septa and are usually seen at the
lung bases (radiopaedia.org)
11. Basal rales Nafas abnormal yang terdengar pada basis paru-paru,
mengindikasikan peradangan, cairan, atau infeksi pada
katung paru-paru (medical dictionary)
15. Clubbing finger Proliferasi jaringan lunak di ujung jari tangan atau jari
kaki tanpa perubahan pada tulang (Dorland)
7
2.3 Identifikasi Masalah
8
SGOT 35 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14
U/L, Troponin I 0,1 ng/ml.
Urinalysis: normal findings
7. Additional examinations: *
ECG: atrial fibrillation, LAD, HR 120 x/min, irregular,
normal P-wave, QRS complex 0,08 second, normal T-wave,
QS pattern at lead V1-V4, LV strain (+)
Chest X-ray: CTR>50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s B
line (+), signs of cephalization (+)
9
Karena jantungnya sudah tidak berfungsi (gagal jantung), ……..
2. In the last 2 weeks he became easily tired in daily activities. He also complain
about having night cough, nausea, and lost of appetite.
a. Mengapa pasien mudah mengalami lelah saat melakukan aktivitas sehari-
hari?
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.
Heavy Smoker
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki
sedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H.,
Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Menurut Aditama (2000), zat-zat yang berbahaya bagi tubuh manusia
yang terkandung dalam rokok antara lain: Tar yaitu dapat
meningkatkan kekentalan darah (terdapat pula substansi hidrokarbon
yang bersifat lengket menempel keparu–paru). Sehingga memaksa
jantung memompa darah lebih kuat lagi. Nikotin dapat mempengaruhi
11
syaraf dan peredaran darah yang bersifat karsingen dan yang mampu
memicu kanker paru-paru yang mematikan. Nikotin juga dapat
memacu pengeluaran zat cathecolamin tubuh seperti hormon adrenalin.
Hormon adrernalin memacu kerja jantung untuk berdetak 10–20
kali/menit dan meningkatkan tekanan darah 10–20 skala. Hal
mengakibatkan volume darah meningkat dan jantung menjadi lebih
cepat lelah. Zat cathecolamin juga menimbulkan rasa ketagihan untuk
terus merokok.
Rarely Exercised
Manfaat utama kegiatan fisik adalah untuk mengurangi kebutuhan
oksigen miokardium untuk suatu beban kerja sub maksimal yang
berarti meningkatkan kapasitas fungsional jantung. (Agri,2012)
Aktivitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian bahkan menari yang
dilakukan secara rutin bermanfaat untuk mencegah aterosklerosis
(timbunan lemak di dinding pembuluh darah). Hal itu terbukti dari
autopsy juara maraton Boston tujuh kali, Clarence deMar, yang
menunjukkan ukuran pembuluh darah koronernya dua sampai tiga kali
ukuran normal serta tak ditemukan adanya stenosis (penyempitan
pembuluh darah) yang signifikan meski meninggal dalam usia 69 tahun
(Eko,2012).
Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan
resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari
gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan
bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi
ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs
C.R., Beevers D.G., 2000).
12
4. Physical Exam:
General Consideration:
Conscious, compos mentis, Orthopneu, BP 180/110 mmHg, HR 122 x/min irregular,
PR 102x/min, irregular, unequal, RR 32 x/min, height 167 cm, body weight 79 kg.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan general considerations?
13
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan general
considerations?
1. Orthopneu
Saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat posisi
tegak) redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke
sirkulasi utama menambah aliran balik pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan kapiler paru-paru sesak (orthopnoe).
2. Hipertensi
Stroke volume yang tidak mencukupi → penurunan tekanan dinding arteri.
Penurunan ini dideteksi oleh baroreseptor → memicu saraf simpatis untuk
meningkatkan tekanan arteri dengan melakukan vasokontriksi → memicu
system RAA. Angiotensin II yang dihasilkan menyebabkan vasokontriksi
juga dan sekaligus mengaktifkan aldosteron sehingga terjadi retensi cairan
di ginjal. Peristiwa inilah yang menyebabkan BP yang terukur adalah
180/110 mmHg.
4. Obesitas
Peningkatan berat badan diakibatkan adanya penumpukkan lemak didalam
tubuh. Lemak dalam tubuh berbentuk adiposit apabila bertambah banyak →
memicu pengeluaran faktor inflamasi TNF alpa dan IL-1 → meningkatnya
resiko terjadinya atherosclerosis.
c. Apa yang menyebabkan Heart Rate dan Pulse Rate nya tidak selaras?
Bagaimana mekanismenya?
5. Physical Exam:
14
Specific Consideration
Pallor, Cyanosis (-), Struma (-), JVP (5+1) cmH2O, Barrel Chest (-), basal rales (+),
wheezing (+), liver: palpable 2 cm below the costal arch, spleen: not palpable,
minimal ankle edema and Clubbing finger (-)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil specific considerations?
Pallor ABNORMAL
JVP (Normal : {5-2}-{5+0}) JVP Mr. GFR (5+1)cmH2O
ABNORMAL
Rales (+) ABNORMAL
Wheezing (+) ABNORMAL
Liver : palpable 2 fingers below the costal arch ABNORMAL
Minimal ankle edema → ABNORMAL
15
v.cava inferior, dan seluruh system vena bendungan di v. jugularis dan
v. hepatica (hepatomegali)
o Ankle Edema
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial
Berhubungan dengan edema paru yang dapat menyebabkan ortophneu,
rales dan wheezing.
No Langkah/Tugas
Tahapan:
Probandus berbaring dalam posisi supinasi, dengan sudut leher 45o terhadap
bidang horizontal. disarankan untuk relaks agar vena jugularis jelas terlihat.
Pemeriksa berdiri di sisi kanan probandus
Identifikasi vena jugularis interna kanan dengan pedoman pulsasi darah yang
mengisi vena jugularis interna. vena jugularis interna terletak di bawah
muskulus sternokleidomastoideus.
Tentukan titik acuan bidang horizontal dengan identifikasi angulus sterni.
tentukan titik nol setinggi pertengahan atrium kanan, lalu tentukan konstanta
jarak titik acuan dengan titik nol ( 5 cm )..
Melakukan bendungan pada daerah proksimal di atas klavikula dan distal di
bawah mandibula akan terlihat pengisian atau pulsasi vena. gunakan mistar
untuk Mengukur tinggi isi vena dari titik acuan, misal tinggi isi vena 2 cm di
atas titik acuan maka nilai tekanan vena jugularis adalah 5+2 cm h2o
4 Menyimpulkan nilai tekanan vena jugularis
16
6. Laboratory results:
Hemoglobin: 12,8 g/dl, WBC: 8.500/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20
mm/hours, Platelet: 225.000/mm3.
Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Triglyceride 210 mg/dl,
blood glucose 110 mg/dl. Ureum 38 mg/dl, Creatinie 1,1 mg/dl. Sodium 135
mmol/L, Potassium 3,6 mmol/L
SGOT 35 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1
ng/ml.
Urinalysis: normal findings
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium? (Leo, Chandra)
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium?
7. Additional examinations:
ECG: atrial fibrillation, LAD, HR 120 x/min, irregular, normal P-wave, QRS
complex 0,08 second, normal T-wave, QS pattern at lead V1-V4, LV strain (+)
Chest X-ray: CTR>50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s B line (+), signs of
cephalization (+)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil additional examinations?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil additional examinations?
8. Questions
a. What is the main problem of this patient?
Mr.GFR menderita Congestive Heart Failure
17
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann,
2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi
ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap
normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac
output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus
karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral
di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon
(ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme
kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan
struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang
lebih lanjut (Mann, 2008).
18
Sumber: Mann, D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Harrison’s
Cardiovascular Medicine Ed. 17th
19
diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang
akan memperparah fungsi ventrikel kiri (2) peningkatan stress oksidatif dan radikal
bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel (Mann, 2010)
Perubahan struktur jantung akibat remodelling ini yang berperan dalam
penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri, dan overload hemodinamik.
Ketiga hal di atas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung (Mann,
2010)
Gambar: Grafik penurunan kompensasi tubuh pada pasien gagal jantung
kongestif
Sumber: Mann, D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Harrison’s
Cardiovascular Medicine Ed. 17th
20
Class I Adanya bukti/kesepakatan umum
bahwa tindakan bermanfaat dan
efektif
TERAPI FARMAKOLOGI
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom,
mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. (I, A)
21
Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila
disertai dengan retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. (I, B)
Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera
sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka
reinfark serta kekerapan rawat inap.
Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti
klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.
Diuretik
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang
stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan
standar seperti diureti atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan
syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi terhadap penyekat beta.
Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi
fungsi. (I, A)
Pada disfungsi jantung sistolik sesudah sesuatu infark miokard baik
simtomatik atau asimtomatik, penambah penyekat beta jangka panjang pada
pemakaian penyekat enzim konversi enzim angiotensin terbukti menurunkan
mortalitas. (I, B)
Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu
bisoprololo, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nevibolol. (I, A)
22
Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan
penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes,
menurunkan morbiditas dan mortalitas. (I, B)
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung,
terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. (I, B)
Kombinasi dengan digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan
dengan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi.
Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka
kekerapan rawat inap. (IIa, A)
Vasodilator
Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik. (III, A)
Hidralazin-isosorbid Dinitrat
Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran
thdp penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II (I,
B). Dosis besar hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat
160mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat
menurunkan mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian
23
isosorbid dinitrat 20mg dan hidralazin 37.5mg, tiga kali sehari dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.
Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak (IIa, C), jangka panjang
tidak terbukti memperbaiki sindrom gagal jantung. Dengan pemakaian dosis
yang sering, dapat terjadi toleran(takipilaksis), oleh karena itu dianjurkan
interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi
angiotensin.
Nesiritid
Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini.
Inotropik Positif
24
Namun disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel, dan
vasodilatasi berebihan dapat menimbulkan hipotensi.
Levosimendan, merupakan sensitisasi kalsium yang baru, mempunyai efek
vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiesterase, tidak
menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik
dibandingkan dobutamine.
Anti Trombotik
Anti Aritmia
Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik,
kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi.
Obat aritmia klas I tidak dianjurkan
Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukati menurunkan kejadian mati
mendadak. (I, A) dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan
amiodaron. (IIa, C)
Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel
aritmia (I, A) amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.
Pemakaian obat ggal jantung kronik masih blm max di Eropa, demikian pula dengan
di Indonesa. Sebagai acuan praktis dari ESC Guidelinse 2005, strategi pemilihan
kombinasi obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis adalah sbgai
berikut:
25
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
26
Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat
tertenu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem,
dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid
Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke
seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung, dan
pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat
dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui
pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru,
memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida (Tortora, 2012).
Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama, tetapi
memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang
12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada
pria dewasa (Tortora, 2012).
27
1. Sirkulasi koroner
Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kanan,
menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi
menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal kanan. Arteri koronaria
kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan diantara trunkus
pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal
kiri, dan descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan
dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini
tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner
tersumbat.
28
Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan
vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut terletak
paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak
pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung,
termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu
membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik , misalnya
oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria
kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN
dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar orang,
penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade
AV (Aaronson, 2010).
29
relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot
polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam
arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang.
Lapisan tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh
suatu selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang sebagian
besar tersusun atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot polos yang
terbenam dalam matriks ekstraselular yang terutama tersusun atas kolagen, elastin,
dan proteoglikan. Sel-sel tersebut berbentuk seperti silinder yang memanjang dan
irregular dengan ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem
arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah,
sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel
cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.
Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini merupakan
area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal besar yang disebut
konekson menghubungkan kedua membrane sel, memungkinkan otot polos
membentuk sinsitium, dimana depolarisasi menyebar dari satu sel ke sel di
sebelahnya.
Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari lapisan bagian
luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang yang
menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar, adventitia mengandung
vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang juga menembus ke dalam bagian
luar media dan menyuplai dinding vascular dengan oksigen dan nutrisi.
Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin tersusun
menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul (seperti pegas) ini
memungkinkan arteri melebar selama sistol dan kemudian kembali mengecil selama
diastol agar menjaga darah tetap mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk
aorta dan arteri elastik besar lainnya, dimana media mengandung lapisan elastin
berfenetrasi yang memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik multipel
(Lamela).
Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding vascular, dan
berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada tempatnya. Pada
tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat kaku, dan membatasi
pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang memiliki
kandungan kolagen lebih banyak dari arteri (Aaronson, 2010).
30
B. Fisiologi Jantung
Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang disalurkan
oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah melintasi pembuluh
darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup. Jantung berfungsi untuk
menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi dalam tubuh. Pada dasarnya sistem
sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar yaitu :
Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama satu
denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga jantung
berelaksasi. Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV: kanan, trikuspid ;
kiri, mitral), karena tekanan atrium tetap sedikit lebih besar daripada tekanan
ventrikel sampai ventrikel benar-benar mengembang. Katup aliran keluar pulmonal
dan aorta (semilunar) menutup, saat arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar
daripada tekanan ventrikel. Siklus dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi
denyut jantung.
31
kurang dari 10mmHg, dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel karena
lebih muskular dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku. EDV (end
diastolic volume) merupakan suatu penentu penting dalam kekuatan kontraksi
selanjutnya.depolarisasi atrium menyebabkan gelombang P pada EKG.
Sistol ventrikel
Ejeksi
32
Diastol-relaksasi dan pengisian kembali
Nadi
2.5.2 HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
33
Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan
tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.
B. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi. Data
dari National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta atau
bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi. Angka kejadian
hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta
kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al,
2004).
Dalam suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita dengan risiko
hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria dari pada wanita
saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi hipertensi menjadi
lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada penderita wanita prevalensi
hipertensi akan meningkat seiring denganmeningkatnya usia, hanya sekitar 3% sampai
4 % wanita pada umur 35 tahunyang menderita hipertensi, sementara >75% wanita
menderita hipertensi padaumur ≥ 75 tahun.
C. Etiologi Hipertensi
- Stres atau perasaan tertekan.
- Kegemukan (Obesitas).
- Kebiasaan merokok.
- Kurang berolahraga.
34
- Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
- Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak
tinggi.
- Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
D. Klasifikasi Hipertensi
1. Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk
klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko
penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan
darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai
penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang
masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit
jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat
mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi
yang lebih parah.
Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan
untuk melakukan modifikasi hidup sehatyang penting mencegah peningkatan
tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan,
diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi
minum alcohol.
Tekanan darah (mmHg)
Klasifikasi
Hipertensi Sistole Diastole
Hipertensi
2. Berdasarkan Etiologinya
35
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
Ras
Orang –orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi
secara merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini
36
kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara
berbeda.
Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre – menopause
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia
yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak
setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif
terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen
menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal
penyakit jantung
Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari
pada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi
oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang
mempengaruhi faktor psikis kuat
Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi.
Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan
menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan
hidrokortison kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian
di AS menemukan enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK,
kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari
37
tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot
total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan.
Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah
bertambahdan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga
memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata
bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak
garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang yang
memakan hanya sedikit garam.
Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat.
Hal ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam
paru – paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan
waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap
nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk
melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung
untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi
tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras
memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari pada yang meminum
dengan jumlah yang sedikit.
b. Hipertensi Sekunder
38
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini
sudahdiketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang
dinamakan hipertensi sekunder. Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat
disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari
pengobatan seumur hidup yang sering kali tidak nyaman dan membutuhkan
biaya yang mahal.
3. Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan
targetorgan.
The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2
golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi urgensi
(mendesak).
Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi yaitu ≥ 180
mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi.
Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya tekanan
darah, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan tekanan darah yang sangat
pada seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi
kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan
ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
39
a. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan
berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. Tekanan darah harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu
sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan Intensive Care Unit atau
(ICU).
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi parenteral.
Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah ≤ 140/90
mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam
kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil tekanan darah
dapat diturunkan sampai 160 mmHg atau 100-110 mmHg dalam waktu 2 – 6
jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan
darah sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada penderita diabetes dan gagal
ginjal kronik) setelah 24 – 48 jam.
40
menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada
penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan
auto regulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan
yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan
tekanan darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular
accident, infark miokard dan gagal ginjal akut.
E. Patofisiologi Hipertensi
Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan
pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin
aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur
keseimbangan cairan,natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada
aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi
tekanan darah.
F. Diagnosa Hipertensi
41
Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi
mempunyai beberapa tujuan :
Anamnesis
42
- Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang,
sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami
ketegangan.
- Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau
sesak terutama sewaktu melakukan aktivitas isomerik)
- Keluhan sistem serebrovaskular (susah berkonsentrasi, susah
tidur,migrain, mudah tersinggung, dll)
- Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan
- Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang
telahdipakai, hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang
ditimbulkan
- Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat
mempermudahterjadinya atau mempengaruhi pengobatan hipertensi
(kortikosteroid,analgesik, anti inflamasi, obat flu yang mengandung
pseudoefedrinatau kafein, dll), Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik,dll
- Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan keduaovarium
atau menopause
- Riwayat keluarga untuk hipertensi
- Faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan
buruk (merokok, diabetes melitus, berat badan, makanan, stress,
psikososial, makanan asin dan berlemak)
Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tekanan darah pada 2 – 3 kali kunjungan berhubung
variabilitas tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiridilengan
kanan dan kiri
- Perabaan denyut nadi diarteri karotis dan femoralis
- Adanya pembesaran jantung, irama gallop
- Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal
- Denyut nadi diekstremitas, adanya paresis atau paralisis
Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko
- Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati keith wagner i-v
- Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri,abnormalitas atrium kiri, iskemia atau infark miokard
43
- Foto thoraks, untuk melihat adanya pembesaran jantung
dengankonfigurasi hipertensi bendungan atau edema paru
- Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula
darah, profil lipid K+ dan Na+ serum
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini tidak
disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut:
Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan
transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan
stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi
dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan
(haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat
tinggi. Penderita hipertensi yang berusia lanjut cenderung menderita stroke
dan pada beberapa episode menderita iskemia serebral yang mengakibatkan
hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan dementia. Studi populasi
menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan
resiko terjadinya strok.
44
Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko
terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian
mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan
antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini
menunjukan adanya factor – factor resiko lain yang dapat menyebabkan
penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan klinis yang
melibatkan sejumlah besar subyek penelitian (menggunakan β-Blocer dan
tiazid) menyatakan bahwa terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan
resiko terjadinya infark miokard sebesar 20%.
Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif
menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam
kali lebih besar untuk menderita gagal jantung dari pada penderita tanpa riwayat
hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun
tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat
menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa decade.
Penyakit vaskular
45
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit
vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang
diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi
atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat
seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke.
Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang
disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral
retinalfalmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan
papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-
kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol
– arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti
nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent
karenarusaknya retina.
Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi.
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi
ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri – ginjal
kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis
yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat.
I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan
darah seoptimal mungkin sambil mengontrol factor – factor resiko kardiovaskular
lainnya, memilih obat yang rasional sesuai dengan indikasi dan mempunyai efek
samping yang kecil, untuk ini dianjurkan pemberian obat kombinasi, dan harus
disesuaikan dengan kemampuan penderita. Berdasarkan pertimbangan manfaat dan
kerugian ini maka JNC VII-2004 menggunakan rekomendasi berikut untuk memulai
pengobatan hipertensi pada orang dewasa.
Prinsip penggunaan obat antihipertensi
46
Menurut Shankie (2001) tanpa mempertimbangkan jenis obat antihipertensi yang
digunakan, ada beberapa prinsip yang mendasari penggunaan obat antihipertensi, yaitu:
Mulailah dengan dosis terkecil untuk menghindari reaksi yang
tidak dikehendaki. Bila terdapat respon tekanan darah yang baik dan
obatditoleransi dengan baik, dosis dapat ditingkatkan secara bertahapsampai
tekanan darah sasaran tercapai (<140 mmHg atau <130 mmHg pada penderita
diabetes atau penyakit ginjal kronik)
Gunakan kombinasi obat untuk memaksimalkan respon tekanan darahdan
meminimalkan reaksi yang tidak dikehendaki
Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obattidak
memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek sampingobat
Gunakan formulasi yang minimal memberikan kontrol tekanan darahselama 24
jam. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan pasien danuntuk memastikan
tekanan darah terkontrol pada pagi hari ketika terjadi peningkatan tekanan darah.
Terapi Kombinasi
Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat yang
dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau mengurangi
47
efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan kombinasi dua obat
direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi
yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (≥ 20
mmHg untuk tekanan darah sistolik dan ≥ 10 mmHg untuk tekanan darah
diastolik).
Terapi kombinasi juga merupakan pilihan bagi pasien yang nilai tekanan
darah sasarannya sulit dicapai (penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik)
atau pada pasien dengan banyak indikasi pemaksaan yang membutuhkan
beberapa antihipertensi yang berbeda.
Dalam ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment in Prevent Heart
Attack Trial) disebutkan 60% penderita hipertensi mencapai tekanan darah
terkontrol pada tekanan darah < 140/90 mmHg dengan penggunaan dua atau
lebih antihipertensi, dan hanya 30% yang tekanan darahnya terkontrol dengan
satu obat antihipertensi. JNC-7 merekomendasikan penggunaan tiga atau lebih
obat antihipertensi untuk mencapai target terapi tekanan darah yang diinginkan.
48
- Memperbaiki toleransi glukosa dan
kadar asam urat
- Mempertahankan kadar kalium
plasma
- Mempercepat regresi LVH
- Meningkatkan kecepatan ACEI
ACE Inhibitor – Beta bloker - Baik untuk hipertensi usia muda
dengan peningkatan system RAA
dan simpatis
- Baik pula untuk hipertensi dan
pasca infark akut dengan tujuan:
Menurunkan resiko takhiaritmia
Mengurangi progresivitas
dilatasi ventrikel
Memperbaiki toleransi latihan
Beta bloker – Diuretik - Menurunkan peningkatan system
RAA karena diuretic
- Beta bloker mempunyai efek anti-
aldosteron ringan
- Baik untuk isolated systolic
hypertension, stroke, dan infark
miokard
Beta bloker – Kalsium antagonis - Menurunkan curah jantung dan
tahanan perifer
- Memperbaiki integritas endotel
- Normalisasi peningkatan system
RAA karena kalsium antagonis
- Sangat baik meregresi LVH
- Normalisasi resistensi insulin dan
gangguan profil lipid karena beta
bloker
- Baik untuk hipertensi dengan
angina pectoris
49
- Baik untuk hipertensi dan
takhiaritmia
50
Amiloride HCl, dan Triamterene
Aldosterone Antagonist
Eplerenone, dan Spironolactone
α-Bloker
Doxazosin, Prazosin, Terazosin, dan Indoramin
β-blocker
β-bloker cardioselektif (selektif reseptor β-1) yaitu atenolol,
acebutolol, metoprolol, bisoprolol, betaxolol, celiprolol dan
β-bloker non-cardioselektif (reseptor β-1 Dan β-2) yaitu carvedilol,
propanolol dan pindolol
ACE inhibitor ( ACEI )
Captopril, Cilazapril, Enalapril maleat, Lisinopril, Perindopril erbumine,
dan Ramipril.
Angiotensin Receptor Bloker (ARB)
Candesartan cilexetil, losartan potassium, irbesartan, olmesartan
medoxomil, valsartan, dan telmisartan.
Antagonis Kalsium
Dihydropyridine: Amlodipine, Nifedipine dan Felodipine
non Dihydropyridine: Diltiazem dan verapamil
J. Pencegahan Hipertensi
51
Menghindari dari konsumsi alkohol.
Mengendalikan kadar kolesterol jahat dalam tubuh dan juga menghindari
kegemukan atau obesitas.
Tidak merokok dan bagi para perokok maka pencegahan hipertensi ini
dengan menghentikan merokok itu sendiri.
Menghindari dan mengendalikan diabetes bila mempunyai penyakit DM
tersebut.
B. Epidemiologi
Menurut data American Heart Association (AHA) tahun 2017, gagal jantung terjadi
pada sekitar 6,5 juta orang amerika usia 20 tahun dan orang tua. Data dari Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) dalam rentang satu decade (2000-2014)
menunjukkan data kematian yang berhubungan dengan gagal jantung menurun dari
52
103,1 kematian per 100.000 populasi di tahun 2000 menjadi 89,5 pada tahun 2009;
kemudian meningkat menjadi 96,9 pada tahun 2014. Tren menunjukkan pergeseran dari
penyakit coroner jantung sebagai penyebab kematian gagal jantung dengan penyebab
kardiovaskular dan non-kardiovaskular lainnya, termasuk keganasa, diabetes, penyakit
respiratori bawah kronis, dan penyakit ginjal.
Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut, kronis
(menahun), dan acute on chronic heart failure.
Gagal jantung akut: timbulnya sesak napas secara cepat (<24 jam) akibat
kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolic atau irama
jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau
kontraktilitas. Keadaan ini mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan tepat.
Gagal jantung kronis (menahun): sindrom klinis yang kompleks akibat
kelainan structural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa
jantung atau mengganggu pengisian jantung.
D. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
meliputi keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban
akhir, atau (3) menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
53
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan
beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.
Hypertension (15-20%)
Tricuspid incompetence
54
Infection (Chagas’ disease)
Sumber: Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In : Clinical Medicine Ed 7th
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada
disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan
kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas
fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi
atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi
diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel
dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung
koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.
Disfungsi sistolik lebih sering terjadi yaitu pada 2/3 pasien gagal jantung. Namun ada
juga yang menunjukkan disfungsi sistolik maupun diastolik.
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung
sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang
cukup. Mekanisme tersebut mencakup:
2. Perubahan neurohormonal
55
natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer,
natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis gagal jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan (forward)
atau ke belakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai titik awal
pandang. Efek ke depan dianggap “hilir” dari miokardium yang melemah. Efek ke
belakang dianggap “hulu” dari miokardium yang melemah.
56
- Ekspansi volume plasma
Efek ke belakang gagal jantung kiri
- Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring
- Dispnu (sesak nafas)
- Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
Efek ke depan gagal jantung kanan
- Penurunan aliran darah paru
- Penurunan oksigenasi darah
- Kelelahan
- Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisisan jantung
kiri), dan semua tanda-tanda gagal jantung kiri
Efek ke belakang gagal jantung kanan
- Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki dan
tungkai
- Distensi vena jugularis
- Hepatomegali dan splenomegali
G. Diagnosis Banding
Kerusakan ginjal akut
Edema paru kardiogenik
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Cirrhosis
Emfisema
Infark miokard
Adalah rasa sesak yang terjadi pada posisi telentang, biasanya manifestasi
lanjut dari gagal jantung. Menyebabkan redistribusi cairan dari sirkulasi
sphlancnik dan ekstremitas bawah ke dalam sirkulasi pusat selama telentang,
57
dengan peningkatan resultan tekanan kapiler pulmonal. Orthopnea biasanya
reda dengan duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan. Walaupun
orthopneu adalah gejala yang relatif spesifik, namun dapat terjadi pada pasien
dengan obesitas abdomen atau asites dan pasien dengan penyakit paru.
o Tekanan Darah
58
HR meningkat, maka terjadi takikardi, PR meningkat, namun terdapat selisih
antara HR dan PR, memungkinkan terjadi atrial fibrilasi.
o IMT
2. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium rutin
Darah Tepi Lengkap
Elektrolit
BUN
Kreatinin
Enzim Hepar
Urinalisis
Glukosa
Profil Lipid
Hormon Tiroid
o Elektrokardiografi
Padaa gagal jantung, interpretasi EKG yang perlu dicari ialah ritme,
ada/tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, serta ada/tidaknya infark (riwayat atau
sedang berlangsung).
o Rontgen toraks
Menilai ukuran dan bentuk jantung, serta vaskularisasi paru dan kelainan
non-jantung lainnya (hipertensi pulmonal, edema instertisial, edema paru).
o Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri
Ekokardiogram 2-D/Doppler, untuk menilai ukuran dan fungsi ventrikel
kiri, serta kondisi katup dan gerakan dinding jantung. Indeks fungsi
ventrikel yang paling berguna adalah fraksi ejeksi. Fraksi ejeksi normal 50-
70%.
o Pemeriksaan biomarka jantung
59
Brain natriuretic peptide (BNP) dan pro-BNP sensitif untuk mendeteksi
gagal jantung. Dikatakan gagal jantung bila nilai BNP >= 100 pg/mL atau
NT-proBNP >= 300 pg/mL. BNP bermanfaat untuk meminimalisir
diagnosis negatif palsu (untuk mengeksklusi bila kadarnya lebih rendah),
bila tidak tersedia ekokardiografi.
I. Tata Laksana
PAPDI ttg GJK pg. 1150 “Pengobatan GJK perlu dilakukan identifikasi objektif
jangka pendek dan jangka panjang. Perlu dipahami petujuk atau guideline dari European
Society of Cardiology (ESC) tahun 2001 dan 2005 serta American Heart Association
2001. Tingkat rekomendasi (Class) dan tingkat kepercayaan (evidence) mengikuti
format petunjuk atau guidelines dari ESC 2005, dimana untuk rekomendasi:
60
sedangkan tingkat Data berasal dari uji random
kepercayaan: multipel, atau metaanalisis
TERAPI FARMAKOLOGI
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom,
mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. (I, A)
Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila
disertai dengan retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. (I, B)
Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera
sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka
reinfark serta kekerapan rawat inap.
Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti
klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.
Diuretik
61
Beta-Blocker (Obat penyekat beta)
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang
stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan
standar seperti diureti atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan
syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi terhadap penyekat beta.
Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi
fungsi. (I, A)
Pada disfungsi jantung sistolik sesudah sesuatu infark miokard baik
simtomatik atau asimtomatik, penambah penyekat beta jangka panjang pada
pemakaian penyekat enzim konversi enzim angiotensin terbukti menurunkan
mortalitas. (I, B)
Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu
bisoprololo, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nevibolol. (I, A)
62
Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada
pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang
simtomatik guna menurunkan mortalitas. (Iia, B)
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung,
terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. (I, B)
Kombinasi dengan digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan
dengan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi.
Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka
kekerapan rawat inap. (IIa, A)
Vasodilator
Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik. (III, A)
Hidralazin-isosorbid Dinitrat
Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran
thdp penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II (I,
B). Dosis besar hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat
160mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat
menurunkan mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian
isosorbid dinitrat 20mg dan hidralazin 37.5mg, tiga kali sehari dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.
Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak (IIa, C), jangka panjang
tidak terbukti memperbaiki sindrom gagal jantung. Dengan pemakaian dosis
yang sering, dapat terjadi toleran(takipilaksis), oleh karena itu dianjurkan
interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi
angiotensin.
63
Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk
survival bila digabung dengan obat pnyekat enzim konversi angiotensin dan
diuretik. (III, A) Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap
survival, dapat dipertimbangkan sebagai obat tambahan obat hipertensi bila
kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta.
Nesiritid
Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini.
Inotropik Positif
Anti Trombotik
64
Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan
gagal jantung yang memburuk.
Anti Aritmia
Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik,
kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi.
Obat aritmia klas I tidak dianjurkan
Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukati menurunkan kejadian mati
mendadak. (I, A) dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan
amiodaron. (IIa, C)
Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel
aritmia (I, A) amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.
Pemakaian obat ggal jantung kronik masih blm max di Eropa, demikian pula dengan
di Indonesa. Sebagai acuan praktis dari ESC Guidelinse 2005, strategi pemilihan
kombinasi obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis adalah sbgai
berikut:
65
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
66
Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat
tertenu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem,
dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid
J. Prognosis
“data dari registry terbaru GJA dan beberapa survey telah dipublikasikan seperti the
Euro-Heart Failure Survey II, the ADHERE registrt di AS dan survey nasional dari Italia,
Perancis dan Finlandia. Pasien dengan usia lanjut dengan faktor-faktor komorbid
kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sangat banyak, memiliki prognose yang
jangka pendek dan jangka panjang yang buruk. Rata-rata perawatan di RS akibat GJA
dari Euro Heart Survey adalh 9 hari. Dari studi registri yang dirawat karena GJA, hampir
seluruh dirawat kembali paling tidak sekali dalam 12 bulan pertama. Estimasi kombinasi
kematian dan perawatan ulang untuk 60 hari sejak perawatan diperkirakan berkisar
antara 30-50%. Indikator prognostik lainnya sama dengan yang dijumpai pada gagal
jantung kronik lainnya.
Sebagaimana diketahui keluhan dan gejala gagal jantung, edema paru dan syok sering
dicetuskan oleh adanya berbagai faktor pencetus. Hal ini penting diidentifikasi terutama
yang bersifat reversibel karena prognosis akan menjadi lebih baik.
K. Pencegahan
Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor resiko jantung koroner
Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan
Pengobatan hipertensi yang agresif
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup
Memerlukan pembahasan khusus
67
Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang
mendasari, selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal
jantung
L. SKDI
Interpretasi
Stage 2 hypertension
menurut Perhimpunan
Hipertensi Indonesia
68
Mekanisme Abnormalitas
1. Orthopneu
Saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat posisi tegak)
redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke sirkulasi utama
menambah aliran balik pembuluh darah dan meningkatkan tekanan kapiler paru-paru
sesak (orthopnoe).
2. Hipertensi
Stroke volume yang tidak mencukupi → penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan
ini dideteksi oleh baroreseptor → memicu saraf simpatis untuk meningkatkan tekanan
arteri dengan melakukan vasokontriksi → memicu system RAA. Angiotensin II yang
dihasilkan menyebabkan vasokontriksi juga dan sekaligus mengaktifkan aldosteron
sehingga terjadi retensi cairan di ginjal. Peristiwa inilah yang menyebabkan BP yang
terukur adalah 180/110 mmHg.
4. Obesitas
Peningkatan berat badan diakibatkan adanya penumpukkan lemak didalam tubuh.
Lemak dalam tubuh berbentuk adiposit apabila bertambah banyak → memicu
pengeluaran faktor inflamasi TNF alpa dan IL-1 → meningkatnya resiko terjadinya
atherosclerosis.
B. Specific Consideration
Pallor, Cyanosis (-), Struma (-), JVP (5+1) cmH2O, Barrel Chest (-), Basal Rales (+),
wheezing (+), liver: palpable 2 cm below the costal arch, spleen: not palpable, minimal
ankle edema and Clubbing finger (-)
Interpretasi
Pallor ABNORMAL
JVP (Normal : {5-2}-{5+0}) JVP Mr. GFR (5+1)cmH2O ABNORMAL
69
Rales (+) ABNORMAL
Wheezing (+) ABNORMAL
Liver : palpable 2 fingers below the costal arch ABNORMAL
Minimal ankle edema → ABNORMAL
Mekanisme Abnormalitas
o Pallor
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia.
o JVP (5+1) cmH2O
Akibat dari gagal jantung kiri tekanan vaskuler paru meningkat darah dari
ventrikel kanan sulit masuk ke paru peningkatan kontraktilitas ventrikel
kanan (agar darah bisa masuk ke dalam paru) peningkatan tekanan pada
vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava superior peningkatan
JVP
o Rales
Kongesti paru tekanan arteri dan vena pulmonal meningkat dimana tekanan
vena yang meningkat keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik
terganggu sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke rongga alveolar hal inilah
yang menyebabkan bunyi ronkhi dan mengi terjadi.
o Palpable Liver
Gagal jantung kanan, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa
darah tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi tekanan di
atrium kanan meninggi bendungan v. cava superior, v.cava inferior, dan
seluruh system vena bendungan di v. jugularis dan v. hepatica
(hepatomegali)
o Ankle Edema
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial
Berhubungan dengan edema paru yang dapat menyebabkan ortophneu, rales
dan wheezing.
70
1. Pemeriksaan Laboratorium 4, 5, 9, 13
2. Pemeriksaan Penunjang 2, 10, 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
71
DAFTAR PUSTAKA
72