Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL BLOK 7

SKENARIO B

Kelompok 5
Dosen Pembimbing: dr. Putri Zalika, M.Pd.Ked
Muhammad Rizko Junior K 702020050
Nabila Risky Ramadhanti 702022009
Alanna Syira Alandia 702022025
Fakhri Rizqulloh 702022032
Erlangga Yoga Pratama Wijaya 702022038
Rifa Aulianisa Syafitri 702022054
Assayyidah Aisyah Madina Darul 2 702022074
Muhammad Faiz Ridha 702022089
Fasya Aulia Azzahra 702022094
Nabila Hartina 702022112
Aryaditha Insani Bintari 702022121

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-
Nya juga kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Kasus Blok VII Skenario B
Sholawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Putri Zalika, M.Pd.Ked atas
bimbingan beliau dan bantuan teman-teman kelompok 5 akhirnya kami dapat
menyelesaikan Laporan Tutorial Kasus Blok VII Skenario B ini dengan baik. Kami
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan laporan ini, apabila tanpa bantuan dan kerjasama yang
baik maka laporan ini tidak dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Kami menyadari Laporan Tutorial Kasus Blok VII Skenario B ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga kita semua selalu
dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Akhir kata, semoga laporan ini berguna dan bermanfaat sebagai bahan
pembelajaran untuk orang yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palembang, Juni 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Data Tutorial ............................................................................................. 3

2.2 Skenario Kasus ......................................................................................... 3

2.3 Klarifikasi Istilah ...................................................................................... 4

2.4 Identifikasi Masalah ................................................................................. 5

2.5 Prioritas Masalah ...................................................................................... 6

2.6 Analisis Masalah ...................................................................................... 6

2.7 Kesimpulan................................................................................................32

2.8 Kerangka Konsep ................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Pertahan Tubuh Dan Infeksi adalah blok ke- VII pada
semester II dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Dalam proses
pembelajaran ini diterapkan strategi pembelajaran berupa Problem Based
Learning (PBL). Artinya mahasiswa melakukan proses pembelajaran
menggunakan kasus atau skenario masalah sebagai media pembelajarannya.
Penerapan dalam metode Problem Based Learning (PBL) ini
diimplementasikan dalam proses pembelajaran tutorial. Dalam kegiatan
tutorial ini, mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap
kelompok akan dibimbing oleh seorang dosen/tutor sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang diberikan.
Pada kesempatan ini dilaksanakan pembelajaran tutorial dengan kasus
scenario B yang berjudul “Sakit Setelah Berkemah” yang memaparkan tentang
Tn. U berusia 42 Tahun, alamat Palembang, datang ke rumah sakit karena
demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Di pagi hari, pasien merasa
sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari timbul demam. Sebelum demam,
pasien mengalami menggigil, setelah demam diikuti berkeringat banyak dan
suhu tubuh Kembali normal. Keluhan lainnya terdapat sakit kepala, mual, dan
lemas. Empat minggu yang lalu, Tn. U menjalani perkemahan tim SAR di desa
X, kabupaten Lahat, Sumsel. Tiga minggu yanglalu, Tn. U mengalami sakit
yang sama seperti ini, berobat ke poliklinik dan diberi obat klorokuin, kemudia
ada perbaikan. Tn. U menunjukan hasil pemeriksaan rapid diagnosis test
(RDT) saat berobat ke poli klinik tersebut, yaitu;

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang , kesadaran compos mentis, BB: 70 kg .

1
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, nadi100x/menit (isi dan tegangan cukup), RR
: 20x/menit, T axilla; 39℃.
Kepala : konjungtiva palpebra tampak pucat,sklera tidak ikterik.Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks : pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.
Abdomen : hepatomegaly ringan. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Ekstremitas : Tidak ada ruam kulit.

Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin : Hb8,9gr%, leukosit 7.800/mm3, trombosit 196,000/mm3
Urinalisi dan feses rutin normal.

1.2 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan latar belakang, adapun maksud dan tujuan laporan tutorial


kasus skenario B ini, yaitu:
1. Sebagai laporan Tutorial Kasus Blok VII Skenario B yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran Tutorial.
3. Dapat mengidentifikasi kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
4. Mendapatkan ilmu dan keterampilan sebanyak mungkin.
5. Mengasah kemampuan dalam kerja sama kelompok, komunikasi dan
mengasah etika dalam berhubungan sesama mahasiswa dalam satu
kelompok dan individu di luar kelompok.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

1. Tutor : dr. Putri Zalika, M.Pd.Ked


2. Moderator : Muhammad Faiz Ridha
3. Sekretaris meja : Fakhri Rizqulloh
4. Sekretaris papan : Aryaditha Insani Bintari
5. Waktu : 1. Selasa, 20 Juni 2023
Pukul 08.00-10.00 WIB
2. Kamis, 22 Juni2023
Pukul 08.00-10.00 WIB
Peraturan:

1. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses tutorial berlangsung


2. Saling menghormati anggota kelompok tutorial dan tutor
3. Tidak membahas hal yang di luar skenario.
4. Menggunakan komunikasi yang baik.
5. Mengacungkan tangan saat ingin mengajukan pendapat.
6. Izin saat akan keluar ruangan.
7. Tepat waktu

2.2 Skenario Kasus


“Sakit Setelah Berkemah”
Tn. U berusia 42 Tahun, alamat Palembang, datang ke rumah sakit
karena demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Di pagi hari, pasien
merasa sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari timbul demam.Sebelum
demam, pasien mengalami menggigil, setelah demam diikuti berkeringat
banyak dan suhu tubuh Kembali normal. Keluhan lainnya terdapat sakit
kepala, mual, dan lemas. Empat minggu yang lalu, Tn. U menjalani
perkemahan tim SAR di desa X, kabupaten Lahat, Sumsel. Tiga minggu
yang lalu, Tn. U mengalami sakit yang sama seperti ini, berobat ke
poliklinik dan diberi obat klorokuin, kemudia ada perbaikan. Tn. U
3
menunjukan hasil pemeriksaan rapid diagnosis test (RDT) saat berobat ke
poli klinik tersebut, yaitu;

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang , kesadaran compos mentis, BB: 70
kg .
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, nadi100x/menit (isi dan tegangan cukup),
RR : 20x/menit, T axilla; 39 derajat .
Kepala : konjungtiva palpebra tampak pucat,sklera tidak ikterik.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks : pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.
Abdomen : hepatomegaly ringan. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Ekstremitas : Tidak ada ruam kulit.

Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin : Hb8,9gr%, leukosit 7.800/mm3, trombosit 196,000/mm3
Urinalisi dan feses rutin normal.

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Klorokuin : Obat penyakit malaria(Kbbi, 2022)

2. Hepatomegali : Perbesaran Hati ( Dorland, 29)


Ringan

3. Rapid : Alat test diagnosis suatu penyakit (BS)


Diagnosis
Test (RDT)

4. Sklera : Lapisan luar bola mata liat berwarna putih yang


menutupi kurang lebih 5/6 bagian permukaan

4
belakang bola mata bersambungan dengan kornea
dan selubungan luar saraf optic (Dorland, 30)

5. Ruam : Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil


darah (Dorland, 25)

2.4 Identifikasi Masalah


1. Tn. U berusia 42 Tahun, alamat Palembang, datang ke rumah sakit
karena demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Di pagi hari,
pasien merasa sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari timbul demam.
Sebelum demam, pasien mengalami menggigil, setelah demam diikuti
berkeringat banyak dan suhu tubuh Kembali normal. Keluhan lainnya
terdapat sakit kepala, mual, dan lemas.
2. Empat minggu yang lalu, Tn. U menjalani perkemahan tim SAR di desa
X, kabupaten Lahat, Sumsel. Tiga minggu yang lalu, Tn. U mengalami
sakit yang sama seperti ini, berobat ke poliklinik dan diberi obat
klorokuin, kemudia ada perbaikan. Tn. U menunjukan hasil
pemeriksaan rapid diagnosis test (RDT).
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang , kesadaran compos mentis, BB:
70 kg .
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, nadi100x/menit (isi dan tegangan
cukup), RR : 20x/menit, T axilla; 39 derajat .
Kepala : konjungtiva palpebra tampak pucat,sklera tidak ikterik.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks : pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen
: hepatomegaly ringan. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Ekstremitas : Tidak ada ruam kulit.
4. Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin : Hb8,9gr%, leukosit 7.800/mm3, trombosit 196,000/mm3

5
Urinalisi dan feses rutin normal.

2.5 Prioritas Masalah


1. Tn. U berusia 42 Tahun, alamat Palembang, datang ke rumah sakit
karena demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Di pagi hari,
pasien merasa sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari timbul demam.
Sebelum demam, pasien mengalami menggigil, setelah demam diikuti
berkeringat banyak dan suhu tubuh Kembali normal. Keluhan lainnya
terdapat sakit kepala, mual, dan lemas.

Alasan: karena jika tidak tatalaksana dgn cepat dan sigap dapat
menimbulkan komplikasi pada pasien.

2.6 Analisis Masalah


1. Tn. U berusia 42 Tahun,alamat Palembang, dating ke rmh sakit
karena demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu. Di pagi hari,
pasien merasa sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari timbul
demam. Sebelum demam, pasien mengalami menggigil, setelah
demam diikuti berkeringat banyak dan suhu tubuh Kembali
normal. Keluhan lainnya terdapat sakit kepala,mual,lemas.
a. Apa makna “Tn. U berusia 42 Tahun, alamat Palembang, datang ke
rumah sakit karena demam hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu.
Di pagi hari, pasien merasa sehat dan suhu tubuh normal, di sore hari
timbul demam.”?
Jawab:
maknanya Tn. U mengalami demam intermiten. Pada tipe demam
intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Demam yang hilang timbul sejak 1
minggu yang lalu menunjukkan hubungan waktu bahwa demam
tersebut terjadi selam seminggu, yang berarti demam ini tidak terjadi
akibat infeksi virus karena demam akibat infeksi virus biasanya
terjadi secara tiba-tiba dan terjadi hanya selama 2-3 hari. Demam
yang dialami Tn. U merupakan demam intermiten karena demam
6
yang terjadi secara hilang timbul dan suhu tubuh turun hingga ke
suhu normal. Kondisi Tn. U diperberat pada saat sore hari, dan
merasa lebih baik saat pagi hari. .(Nelwan, 2017).

b. Apa klasifikasi dari demam & termasuk apa pada kasus?


Jawab:
Jawab:
1. Demam septic
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun
ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula (Nuraif, 2015).
Demam yang berkaitan pada kasus adalah demam intermiten dimana Tn. U
mengalami demam hilang timbul sejak 8 hari yang lalu.
- Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas,
diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis,
dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
7
- Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat
ditegakkan dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri
dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.
- Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom
virus (Ismoedijanto, 2016).

c. Bagaimana patofisiologi dari demam?


Jawab:
Demam terjadi saat tubuh mengalami infeksi baik oleh bakteri,
jamur, virus maupun parasite atau disebut pirogen. Saat peradangan
terjadi, maka sel darah putih seperti makrofag akan melakukan
perlawanan dan memfagosit pyrogen. Dikeluarkannya pyrogen
endogen seperti IL-1, IL-6, Tnf-α, dan INF yang kemudian menuju
endotel hypothalamus. Bersama asam arakidonat merangsang
pembentukan PGE2 atau prostaglandin yang meningkat. Kemudian
Bersama jalur siklik AMP menaikkan set point dalam tubuh hingga
terjadi kenaikan suhu dan terjadilah demam. (sherwood, 2016)
Pada kasus patofisiologi demam terjadi saat Pirogen eksogen
(parasit Plasmodium falciparum ) → masuk ke dalam tubuh →
menginvasi sel hepatosit → melepaskan merozoit ke pembuluh
darah → menginfeksi RBC menjadi Skizon → sel darah merah yang
terinfeksi mengalami ruptur (hemolisis) → pelepasan mediator
inflamasi (IL 1, IL 6, TNF- α, INF-g ) → menginduksi hipotalamus
melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) → peningkatan set point
hipotalamus → suhu tubuh meningkat → demam. (Oakley, 2011)

d. Apa makna “Sebelum demam, pasien mengalami menggigil, setelah


demam diikuti berkeringat banyak dan suhu tubuh Kembali
normal”?
Jawab:
Maknanya adalah Tn.U mengalami gejala klasik pada malaria yang
biasa disebut “trias malaria” yang dimana ada periode panas dimana
suhu badan penderita tetap tinggi selama beberapa jam diikuti
dengan berkeringat, kemudian terjadilah periode berkeringat dimana
8
penderita berkeringat banyak dan temperature turun dan penderita
merasa sehat.

e. Bagaimana patofisiologi dari menggigil?


Jawab:
Menggigil yang timbul karena kompensasi tubuh terhadap demam
terjadi dengan ciri suhu tubuh relatif lebih tinggi dibandingkan suhu
lingkungan sehingga penderita merasa kedinginan hebat. Menggigil
terjadi setelah skizon dalam eritrosit pecah dan keluar zat-zat
antigenik yang menimbulkan menggigil. Gejala ini merupakan
stadium awal penyakit malaria yang ditandai dengan perasaan
kedinginan sehingga penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung yang berlangsung sekitar 15 menit sampai 1 jam.

f. bagaiman patofisiologi dari sakit kepala, mual, dan lemas pada


kasus?

Jawab:

1) Sakit Kepala: Infeksi patogen → patogen sebagai pirogen


eksogen → reaksi inflamasi → aktivasi berbagai sitokin→ terbentuk
pirogen endogen→ pirogen eksogen dan pirogen endogen dialiran
darah membentuk Prostaglandin E2 (PGE2)→ terbentuk asam
arakidonat→ diterima di reseptor nociceptor→ nyeri otot, nyeri
kepala (Price & wilson, 2015).

2) Mual: Infeksi pathogen → terjadi reaksi inflamasi → PGE2


menstimulasi ujung saraf host septif → stimulus dari nociceptor ke
saraf afferent → menuju ke pusat nyeri di thalamus → mual

3) Lemas: Infeksi patogen → patogen menyerang eritrosit (sel darah


merah) → aliran darah sedikit → lemas (Price & wilson, 2015).

9
g. Apa hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan pada
kasus?

Jawab:

Hubungan berupa demam hilang timbul dari 1 minggu yang lalu


dengan keluhan tambahan seperti menggigil, berkeringat banyak,
sakit kepala, mual dan lemas adalah bahwa hal tersebut merupakan
infestasi parasit malaria yang dapat menimbulkan beberapa gejala
klinis. Gejala klinis tersebut timbul setelah masa inkubasi selesai
dengan keluhan prodormal sebelum terjadinya demam seperti
kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa dingin di punggung, nyeri
sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut terasa tidak enak
dan diare ringan. Selain gejala klinis yang dijelaskan sebelumnya,
malaria juga memiliki gejala khas yang dapat diidentifikasi secara
cepat, yaitu ‘trias malaria’. Trias malaria merupakan tiga gejala
klinis yang sering bahkan hampir dialami semua penderita malaria.
Gejala yang termasuk dalam trias malaria adalah demam periodik,
anemia dan splenomegali. Demam periodik yang terjadi terbagi
menjadi tiga periode, yaitu:

1. Periode dingin: penderita menggigil, menutup diri dengan selimut


atau bahan lainnya, saat menggigil seluruh badan akan bergetar dan
gigi akan saling terkantuk, setelah itu diikuti dengan kenaikan
temperatur.

2. Periode panas: pada periode ini penderita akan merasakan nadi


yang cepat dan temperatur tubuh yang tetap tinggi dalam beberapa
jam.

3. Periode berkeringat: saat periode ini, penderita merasakan sehat


karena sudah mulai banyak keringat yang keluar dari tubuh dan
temperatur tubuh mulai menurun (Triajayanti, 2017)

2. Empat minggu yang lalu, Tn. U menjalani perkemahan tim SAR di


desa X, kabupaten Lahat, Sumsel. Tiga minggu yang lalu, Tn. U
mengalami sakit yang sama seperti ini, berobat ke poliklinik dan

10
diberi obat klorokuin, kemudia ada perbaikan. Tn. U menunjukan
hasil pemeriksaan rapid diagnosis test (RDT).
a. Apa hubungan riwayat berkemah empat minggu lalu di kabupaten
Lahat, Sumsel dengan penyakit pada kasus?
Jawab:
Di Provinsi Sumatera Selatan, terdapat 34.052 kasus malaria yang
tersebar di 15 kabupaten dan kota, dengan jumlah kasus terbanyak
di tiga daerah endemis, yaitu Kabupaten Ogan Komering Ulu
dengan Angka Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 27,07,
Kabupaten Lahat dengan AMI sebesar 22,08, dan Kabupaten Muara
Enim dengan AMI sebesar 17,53. Di Kabupaten Lahat, malaria
termasuk dalam sepuluh kasus terbanyak beberapa tahun berturut-
turut, dengan prevalensi pada tahun 2010 adalah sekitar 16,4%.
Berdasarkan data triwulan tahun 2011, dari 30 Puskesmas yang
terdapat di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, empat
Puskesmas meliputi Bandar Jaya, Selawi, Pagar Agung, dan Pseksu
adalah Puskesmas yang rata-rata mempunyai jumlah penderita
malaria klinis terbanyak.

Dari data di atas bisa diambil kesimpulan jika lokasi kemah yang
dilakukan oleh Tn. U merupakan wilayah endemis malaria yang
menjadikan ini termasuk dari penyebab mengapa Tn. U bisa
mengalami malaria.

b. Apa yang harus dilakukan Tn.U sebelum datang ke wilayah


endemis?
Jawab:
Kemoprofilaksis malaria bagi yang bepergian ke daerah risiko tinggi
malaria (Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT) dapat
diberikan kapsul doksisiklin 1 x 100 mg/hari. Obat doksisiklin mulai
diminum 1 hari sebelum bepergian, selama tinggal di daerah risiko
sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut.
Kemoprofilaksis untuk anak <8 tahun tidak ada sehingga sebaiknya
dilakukan tindakan pencegahan secara personal seperti penggunaan
11
pakaian lengan panjang, lotion anti nyamuk, kelambu dan lain-lain.

c. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?


Jawab:
Secara rinci pada daerah:
Di Provinsi Sumatera Selatan, terdapat 34.052 kasus malaria yang
tersebar di 15 kabupaten dan kota, dengan jumlah kasus terbanyak
di tiga daerah endemis, yaitu Kabupaten Ogan Komering Ulu
dengan Angka Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 27,07,
Kabupaten Lahat dengan AMI sebesar 22,08, dan Kabupaten Muara
Enim dengan AMI sebesar 17,53. Di Kabupaten Lahat, malaria
termasuk dalam sepuluh kasus terbanyak beberapa tahun berturut-
turut, dengan prevalensi pada tahun 2010 adalah sekitar 16,4%.

Plasmodium falciparum merupakan spesies plasmodium utama di


sub sahara Afrika dan daratan Hispanik dengan P. malariae dalam
jumlah lebih kecil. P. vivax Bersama P. falciparum di daratan India,
Amerika Tengah dan Merika Selatan, Mexiko, Asia Tenggara, dan
Oceania. P. knowlesi telah dilaporkan hanya ditemukan di Asia
Tenggara. Di Indonesia, jenis plasmodium yang banyak ditemukan
adalah P. falciparum dan P.vivax, sedangkan P. malariae terdapat di
beberapa provinsi antara lain Lampung, NTT, dan Papua. Povale
pernah ditemukan di NTT dan Papua . P. knowlesi yang dapat
menginfeksi manusia dilaporkan ditemukan di Kalimantan.
Morbiditas penyakit malaria di suatu wilayah ditentukan dengan
Annual Parasite Incidence (API) per tahun yaitu jumlah kasus
malaria per 1000 penduduk dalam satu tahun. API tahun 2015 per
provinsi di dapatkan daerah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Bali telah bebas dari malaria. Sementara itu Papua,
Papua Barat, NTT, Bangka Belitung, Kepulauan Maluku, dan
Sulawesi Utara dan Tengah masih di atas API rata-rata secara
normal (>0,850). (Hadinegore, S., dkk. 2018).

d. Apa hubungan ”Tiga minggu yang lalu, Tn. U mengalami sakit yang
12
sama seperti ini” terkait penyakit pada kasus?

Jawab:

sakit maupun manifestasi klinis yang terjadi terulang dalam waktu


yang singkat namun dengan sebab infeksi yang sama menandakan
terjadinya rekrudensi. Pada malaria perjalanan infeksi terjadi dalam
beberapa tahap, yaitu:

Serangan primer: keadaan mulai terjadi gejala dari akhir masa


inkubasi, dimana terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari
dingin atau menggigil; panas berkeringat

Periode latent: periode tanpa gejala selama terjadinya infeksi


malaria.

Rekrudensi: berulangnya gejala klinis dalam masa dibwah 8 minggu


setelah terjadi serangan primer.

Relaps: berulangnya gejala klininik yang lebih lama jarak waktunya


dari masa serangan primer. Misalnya dalam kurun waktu tahunan.
(Setiati S, dkk., 2014)..

e. Apa hubungan Tn. U pernah mengalami penyakit yang sama dan di


beri obat klorokuin, kemudian mengalami perbaikan dengankeluhan
nya timbul lagi?
Jawab:
Klorokuin digunakan sebagai terapi supresi dan pengendalian
serangan klinik malaria, tetapi beberapa P.falciparum resisten
terhadap obat ini, sehingga kemungkinan obat klorokuin yang
dikonsumsi oleh Tn. U resisten terhadap parasit yang menginfeksi.
Selain itu dapat juga diperkirakan bahwa obat klorokuin tidak cukup
adekuat untuk menuntaskan infeksi Plasmodium karena klorokuin
hanya efektif terhadap parasite dalam fase eritrosit, sama sekali tidak
efektif terhadap parasite di jaringan. Dari alasan-alasan tersebut
dapat dihubungkan dengan kondisi Tn. U yang mengalami
perbaikan setelah mengkonsumsi klorokuin namun keluhannya

13
timbul lagi. (Ganiswara, S.G, 1995)

f. Apa factor keefektivitasan dari obat klorokuin?


Jawab:
Menurunnya absorbsi bila diberi bersama antasida, menurunnya
metabolisme dengan simetidin, meningkatnya akut distonia dengan
metronidazole, menurunnya bioavailability dengan ampisilin
praziquantel, menurunnya efek pengobatan dengan tiroksin, efek
antagonis dengan karbamazepin, sodium valproate dan
meningkatkan konsentrasi plasma siklosporin.

g. Bagaiman farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat klorokuin?

Jawab:
Klorokuin bekerja dengan menghambat pertumbuhan parasit plasmodium
penyebab malaria di dalam sel darah merah. Dengan begitu, kerusakan sel
darah merah bisa dicegah. Untuk meningkatkan efektivitasnya, obat ini
dapat dikombinasikan dengan obat antimalaria lain.

Farmakodinamik

Sebagai anti parasit, chloroquine bekerja dengan mencegah biokristalisasi


heme menjadi hemozoin, sehingga menyebabkan toksisitas pada parasit
akibat akumulasi heme bebas yang bersifat toksik. Hal ini menyebabkan
kerusakan pada membran sel parasit melalui proses oksidatif.

Akumulasi chloroquine pada limfosit dan makrofag menyebabkan obat ini


memiliki kemampuan antiinflamasi sehingga digunakan dalam terapi
beberapa penyakit seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus
sistemik, dan sarkoidosis yang ditandai dengan overproduksi tumor
necrosis factor α (TNFα) oleh makrofag alveolar. Chloroquine
mengurangi sekresi berbagai sitokin proinflamatori, khususnya TNFα.
Chloroquine juga mengurangi ekspresi permukaan reseptor TNFα
pada human monocytic cell line dan mengurangi pensinyalan TNFα yang
dimediasi reseptor.

Mekanisme kerja lain dari chloroquine adalah dengan menghambat


14
aktivitas lisosom dan autofagi. Chloroquine meningkatkan pH
kompartemen endosomal sehingga mengganggu maturasi lisosom.
Gangguan terhadap fungsi lisosom ini dapat mengganggu fungsi limfosit
dan memiliki efek imunomodulator bahkan efek anti-inflamasi. Lisosom
terlibat dalam pemrosesan antigen dan presentasi MHC (major
histocompatibility complex) kelas II sehingga secara tidak langsung
membantu aktivasi imun. Chloroquine juga mengganggu presentasi
antigen melalui jalur lisosomal. Chloroquine dapat mengurangi produksi
berbagai tipe sitokin antiinflamasi, seperti IL-1, IFNα, dan TNF.

Chloroquine juga dapat menghambat replikasi beberapa virus dengan cara


menghambat endosome-mediated viral entry. Beberapa virus memasuki
sel targetnya melalui proses endositosis. Proses ini mengarahkan virus ke
kompartemen lisosomal dimana pH yang rendah pada kompartemen
tersebut dibantu oleh beberapa enzim akan memecah partikel virus dan
membebaskan asam nukleat yang bersifat infeksius. Chloroquine
menghambat fase entri tersebut dengan meningkatkan pH endosomal.

Farmakokinetik

Farmakokinetik chloroquine, atau klorokuin, adalah diabsorpsi secara


cepat di saluran cerna, kemudian didistribusikan berikatan dengan protein
plasma, dan dimetabolisme dalam hepar. Bioavailabilitas mencapai 78-
89%, waktu paruh eliminasi sampai 20-60 hari, sehingga obat ini
diekskresikan melalui urin dalam waktu lama.

Absorbsi

Setelah diberikan secara oral, bioavailabilitas chloroquine mencapai 78-


89%. Chloroquine secara cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan hanya
sebagian kecil dari dosis yang akan ditemukan di feses. Sekitar 55-60%
dari obat di plasma akan berikatan dengan protein plasma.

Distribusi

Chloroquine didistribusikan secara ekstensif, dengan volume distribusi


200-800 L/kg ketika dikalkulasi dari konsentrasi plasma dan 200 L/kg
15
ketika diestimasi dari data darah lengkap (whole blood). Chloroquine di
deposit di jaringan dalam jumlah yang cukup banyak. Pada hewan, sekitar
200-700 kali konsentrasi plasma bisa ditemukan di hati, limpa, ginjal, dan
paru. Leukosit juga dapat mengkonsentrasikan obat. Otak dan korda
spinalis mengandung hanya 10-30 kali konsentrasi obat di plasma.

Metabolisme

Chloroquine mengalami degradasi di dalam tubuh. Chloroquine


dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 menjadi dua metabolit aktif,
yaitu desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin. Konsentrasi
desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin secara berturut-turut mencapai
40% dan 10% dari konsentrasi chloroquine. Obat dan metabolitnya dapat
dideteksi di urin berbulan-bulan setelah pemberian dosis tunggal.
Chloroquine dan desetilklorokuin secara kompetitif menghambat reaksi
yang dimediasi oleh CYP2D1/6. Studi in vitro dan data preliminari dari
penelitian klinik menunjukkan bahwa CYP3A dan CYP2D6 merupakan
dua isoform utama yang terlibat dalam metabolisme chloroquine.

Eliminasi

Ekskresi chloroquine sangat lambat, tapi dapat meningkat dengan


meningkatkan keasaman urin. Pada sukarelawan sehat, konsentrasi
chloroquine dapat dideteksi di darah dan urin secara berturut-turut hingga
52 dan 119 hari setelah pemberian dosis tunggal 300 mg. Setelah
pemberian regimen profilaksis 300 mg/minggu selama 10 minggu,
chloroquine masih didapatkan di serum setelah 70 hari dan di urin hingga
1 tahun setelah pemberian dosis terakhir. Proses distribusi dan redistribusi,
dari berbagai kompartemen tubuh kembali ke ruang intravaskuler,
merupakan faktor yang lebih dominan dibandingkan eliminasi yang lambat
dalam mempengaruhi konsentrasi chloroquine selama berbulan-bulan
setelah pemberian.

h. Obat yang tepat diberikan pada kasus selain klorokuin?

Jawab:

Kuinin/Kina
16
bekerja sebagai skizontosida darah dan gametositosida terhadap P. vivax
dan P. malariae. Karena kina merupakan suatu basa lemah, konsen trasinya
tinggi di vakuola makanan pada P. falciparum. Obat ini bekerja dengan
menghambat hemapolimerase, sehingga mengakibatkan penumpukan zat
sitotoksik yaitu heme. Kuinin mudah diabsorbsi pada pemberian secara
oral atau intra muskular. Kadar puncak dalam plasma dicapai 1-3 jam
setelah pemberian oral dan waktu paruh sekitar 11 jam. Dosis
pemeliharaan harus diturunkan bila pengobatan lebih dari 48 jam. Obat ini
dimetabolisme di hati dan hanya 10% diekskresi secara utuh di urin. Tidak
dijumpai penumpukan efek toksik pada pemberian yang lama.

Primakuin

adalah anti malaria esensial yang dikombinasikan dengan klorokuin dalam


pengobatan malaria. Obat ini efektif terhadap gametosid dari semua
Plasmodium sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit. Juga efektif
terhadap bentuk hipnozoit dari malaria vivax dan m. ovale sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan radikal dan mencegah relaps. Obat ini tidak
mempunyai efek yang nyata terhadap bentuk aseksual parasit di darah
sehingga selalu digunakan bersamaan dengan skizontosida darah dan tidak
pernah digunakan sebagai obat tunggal.

Sulfadoksin-pirimetamin

merupakan obat anti malaria kombinasi sulfonamida/sulfon dan


diaminopirimidin. Obat ini bersifat skizontosid jaringan terhadap
P.falciparum dan skizontosida darah serta sporontosida untuk keempat
jenis Plasmodium. Obat ini digunakan secara selektif untuk pengobatan
radikal malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin

i. Apa etiologi dari malaria?


Jawab:

Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria


yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk
anopheles betina. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks,
untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host
17
(tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk,
yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di
dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu :

1. Plasmodium falciparum

2. Plasmodium vivax

3. Plasmodium malariae

4. Plasmodium ovale (Julia Fitriany, 2018)

Masa inkubasi waktu perkembangan gejala, bervariasi berdasarkan


spesies: 8 sampai 11 hari untuk P. falciparum , 8 sampai 17 hari untuk
P. vivax , 10 sampai 17 hari untuk P. ovale , 18 sampai 40 hari untuk
P. malariae (meskipun mungkin hingga beberapa tahun), dan 9 hingga
12 hari untuk P. knowlesi . Periodisitas siklus hidup Plasmodium
menciptakan "malaria paroxysm" klasik yang keras, diikuti oleh
demam selama beberapa jam, diikuti oleh diaforesis, dan penurunan
suhu tubuh ke normal ( infeksi P. vivax membentuk siklus 48 jam),
meskipun ini kurang umum terlihat hari ini karena identifikasi dan
pengobatan yang cepat. (Emily Buck, 2023)

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi


manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan
mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae, ordo
Eucoccidiorida, klas Sporozoasida, dan phyllum Apicomplexa.
Plasmodium in pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah)
dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit.
Pembiakan seksual teriadi pada tubuh nyamuk anopheles betina. Secara
keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang
(82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata)
Sementara itu terdapat empat plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia, yang sering dijumpai ialah plasmodium viva yang
menyebabkan malaria tertiana dan plasmodium falciparum yang
menyebabkan malaria tropika. Plasmodium malaria pernah juga
dijumpai pada kasus di Indonesia tetapi sangat jarang. Plasmodium
ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, dan pulau
18
Owi (utara Irian Jaya). Sejak tahun 2004 telah dilaporkan munculnya
malaria baru dikenal sebagai malaria ke-5 (the fifth malaria) yang
disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sebelumnya hanya
menginfeksi monyet berekor panjang, namun sekarang dapat pula
menginfeksi manusia. (siti setiati, 2014)

j. Apa saja klasifikasi penyakit dan agen pada kasus?


Jawab:

1) Klasifikasi malaria dibagi menjadi 2:

- Malaria ringan atau tanpa komplikasi

Malaria ini umunya disertai gejala dan tanda klinis yang ringan,
terutama sakit kepala, demam, menggigil, dan mual serta tanpa
kelainan fungsi organ. Kadang-kadang dapat disertai sedikit penurunan
trombosit dan sedikit peningkatan bilirubin serum

- Malaria berat atau dengan komplikasi

Malaria berat adalah malaria falsiparum yang cenderung menjadi fatal


atau malaria dengan komplikasi patofisiologi malaria sangat komplek
dan terganting pada sistem organ yang terkena (Pearson, 2020).

2) Klasifikasi plasmodium

Plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falcifarum,


Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae.

- Plasmodium vivax → Malaria tertiana.

- Plasmodium malaria → Malaria kuartana.

- Plasmodium ovale → Malaria ovale.

- Plasmodium falciparum → Malaria tropika.

19
k. Bagaimana proses perjalanan penyakit pada kasus?
Jawab:

Daur Hidup Parasit Malaria

Nyamuk Anopheles yang terinfeksi parasite plasmodium menghisap


darah manusia dan menginjeksikan sporozoite → sporozoite beredar di
darah→Masuk ke hati dan menjadi skizon intrahepatic
(aseksual)→parasit (skizon) menyerang hemoglobin→skizon pecah
dan mengeluarkan merozoite→membentuk gamet Jantan dan betina→
nyamuk anopheles lain menghisap darah manusia yang sakit malaria→
terjadi siklus seksual→di dalam tubuh nyamuk membentuk zigot→
ookinete→ oocyst→ sporozoite→berada dikelenjar ludah nyamuk
(terjadi perputaran berulang). (Setiati S, dkk., 2014).

l. Bagaiman cara pemeriksaan RDT?


Jawab:

20
Pertama jari tengah disetrilkan terlebih dahulu menggunakan kertas
beralkohol, kemudian dengan menggunakan autoklik yang berisi lancet
ditusukkan pada jari tengah. Darah yang pertama keluar diapus dan
darah berikutnya diambil menggunakan pipet kapiler sampai tanda
batas, kemudian diteteskan pada RDT dan teteskan pula buffer. dicatat
waktu dan kode responden pada RDT, tunggu hingga 20 menit (Santi
& Faudzy, 2013).

m. Apa manfaat, kelebihan, dan kekurangan Pemeriksaan RDT?


Jawab:

WHO menjelaskan bahwa RDT merupakan dipstick alternatif utama


berdasarkan manifestasi klinis malaria, terutama pada tempat yang
tidak memiliki teknisi dan sarana mikroskopis berkualitas. Selain itu,
RDT bermanfaat pada unit gawat darurat di pelayanan medis, ketika
kejadian luar biasa malaria, serta di daerah tertinggal yang tidak
tersedia fasilitas laboratorium klinis (WHO, 2011).

Pada awal 2010, World Health Organization merekomendasikan untuk


Semua kasus malaria yang dicurigai harus dikonfirmasi dengan tes
diagnostic berbasis parasit, salah satunya adalah rapid diagnostic test (
RDT ) yang merupakan tes cepat untuk mendeteksi Plasmodium
dengan metode immunochromatographic assay (ICA). Penggunaan
RDT mendukung pengobatan secara universal di daerah dimana
pengujian laboratorium tidak tersedia. Tujuan penggunaan RDT ini
untuk melakukan deteksi kualitatif cepat Histidine-rich protein 2
(HRP2) oleh P. falciparum dan lactate dehydrogenase (pLDH) atau
aldolase malaria oleh P.falciparum, P.ovale, P.vivax, P.malariae
(Harijanto, 2012).

RDT merupakan suatu pemeriksaan laboratorium yang digunakan


untuk mendiagnosis penyakit malaria berdasarkan atas deteksi antigen
parasite malaria di dalam darah dengan menggunakan prinsip
imunokromatografi. Yang paling sering digunakan ialah dipstick (tes
strip) yang dilakukan untuk pengujian antibodi mono- klonal yang
21
secara langsung menye-rang target antigen dari parasit tersebut. Bidang
ilmu ini telah berkembang dengan cepat dan peningkatan teknis secara
terus menerus dapat meningkatkan kemampuan RDT dalam
menegakkan diagnosis malaria.Uji diagnostik malaria cepat ini dapat
membantu dalam diagnosis malaria dengan mendeteksi bukti parasite
malaria (antigen) dalam darah manusia. RDT merupakan deteksi
handal dan cepat untuk mendeteksi infeksi malaria bahkan di daerah
terpencil dengan akses terbatas ke layanan mikroskop berkualitas baik.
RDT dapat mempermudah dan memper- cepat mendiagnosis penyakit
malaria dibandingkan menggunakan mikroskop karena menggunakan
RDT tidak membu- tuhkan tenaga kerja yang banyak atau keahlian
khusus, sedangkan pemeriksaan mikroskopik membutuhkan tenaga
kerja yang memiliki keahlian khusus (Ritung, dkk, 2018).

Ritung, N., Pijoh, V. D., & Bernadus, J. B. (2018). Perbandingan


Efektifitas Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan Pemeriksaan
Mikroskop pada Penderita Malaria Klinis di Puskesmus Mubune
Kecamatan Likupang Barat. e-Biomedik, 6(2).

Pemeriksaan RDT memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan


pemeriksaan mikroskopis adalah :

1) RDT dapat dilakukan dengan cepat serta prosedur diagnosis yang


sederhana dan mudah penyimpulannya. RDT juga dapat dilakukan oleh
individu dengan pelatihan minimal.

2) RDT dapat dilakukan dengan cepat rata-rata waktu yang digunakan


sekitar 3 sampai 8 menit, dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopis yang memerlukan rata-rata waktu sekitar 13 sampai 60
menit

3) Tidak memerlukan analis yang terlatih

4) Prosedur sederhana dan mudah menyimpulkan (Rakhman &


Rompis, 2016).

Pemeriksaan RDT memiliki beberapa kekurangan diantaranya

1) Hasil positif palsu dan negatif palsu pada beberapa studi kasus. Hasil
22
positif palsu terjadi karena reaksi silang dengan faktor rheumatoid di
darah. Hasil negatif palsu yang jarang disebabkan oleh delesi atau
mutasi gen hrp-2.

2) Kelemahan lain dari pemeriksaan RDT terbatas hanya pada


P.falciparum dan P.vivax dan juga tidak dapat digunakan untuk
mengetahui kepadatan parasit dalam darah.

3) Kualitas alat diagnostik RDT sangat dipengaruhi juga oleh


transportasi dan penyimpanan alat diagnostik.

4) Kelembapan dan temperatur yang tinggi dapat dengan cepat merusak


reagen. cepat merusak reagen (Daysema & Rompis, 2016).

3. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum: tampak sakit sedang , kesadaran compos mentis, BB:


70 kg .
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, nadi100x/menit (isi dan tegangan
cukup), RR : 20x/menit, T axilla; 39 derajat

Kepala : konjungtiva palpebra tampak pucat,sklera tidak ikterik.


Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Thoraks : pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen
: hepatomegaly ringan. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Ekstremitas : Tidak ada ruam kulit.

a. Bagaimana interperetasi pemeriksaan fisik?


Jawab:

23
Hasil pemeriksaan Keadaan normal interpretasi

Kesadaran: compos mentis Compos mentis normal

TD : 120/80 Sistolik:100-200mmHg Normal


Diastolik: 60-80mmHg
RR: 20x/menit <16: bradypnea normal
16-24: normal
>24: takipnea
Nadi = 100x/menit <60: bradikardi Normal
60-100: normal
>100: takikardi
Temp :39 <36 c: hipotermi Febris
36,5-37,5 c: normal
37,5-40 c: febris
>40c: hipetermi

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus?


Jawab:

febris

Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan


merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat mempermudah infasi
sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum mungkin
lebih besar daripada parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon
terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum
menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, plasmodium vivax
menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae menginvasi
sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi
parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari 20.000
sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat
mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm.

24
4. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah Rutin : Hb8,9gr%, leukosit 7.800/mm3, trombosit 196,000/mm3
Urinalisi dan feses rutin normal.
a. bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?
Jawab:

25
b. bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium pada
kasus?

Jawab:

Anemia ringan→Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai di


bawah nilai normal pada penyakit malaria disebabkan penghancuran sel darah
merah yang berlebihan oleh parasit malaria(Johanis, dkk, 2020). Anemia ini
terjadi dikarenakan terjadi disfungsi pada sumsum tulang belakang sebagai
bentuk kompensasi pertahanan tubuh terhadap malaria yang menyebabkan
hemolisis. Mekanisme dari terjadinya anemia adalah akibat ruptur eritrosit
→†merozoit dilepas ke sirkulasi. Pelepasan merozoit pada tempat dimana
sirkulasi melambat mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga
parasitemia falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain,
dimana robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan
plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur,
plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae
menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi
parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari 20.000 sel darah
merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai
kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3 (Fitriany, J & Sabiq, A., 2018).
5. Bagaimana interpretasi Dari hasil pemeriksaan hapusan darah tipis
pada kasus?
Jawab:
Malaria plasmodium falciparum stadium gametosit.

6. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab:
1. Anamnesis
Didapatkan keluhan demam hilang timbul sejak 8 hari yang lalu, menggigil,
berkeringat banyak, sakit kepala, mual dan lemas.
Riwayat ke daerah endemis.
2. Pemeriksaan Fisik
26
Tampak sakit sedang, takikardi, febris, konjugtiva anemis dan hepatomegaly.
3. Pemeriksaan penunjang lainnya
Hb rendah (anemia), RDT (+), hapusan darah tipis ditemukan plasmodium
falciparum stase gametosit.

7. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?


Jawab:

1. Malaria

2. Demam dangue

3. Demam Tifoid.

Berdasarkan hasil pemeriksaan maka diagnosis telah tegak, yaitu malaria ad


causa plasmodium falciparum.

8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab:
Diperlukan pemeriksaan mikroskopis untuk dapat memastikan bahwa Tn. U
memang benar menderita penyakit malaria dikarenaka pemeriksaan
mikroskopis dapat menentukan spesies Plasmodium dan menentukan stadium
parasit. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan untuk menghitung persentasi
jumlah limfosit sebagai respon terhadap infeksi Plasmodium yang akan
dijadikan sebagai patokan dalam mempertegas diagnosa spesies Plasmodium.
Hal ini dikarenakan banyak ditemukan peningkatan limfosit pada penderita
terinfeksi Plasmodium karena adanya sel limfosit yang diperankan oleh sel T
helper 1 yang spesifik terhadap antigen Plasmodium yang berprolifersi
berlebihan (Mau and Mulatsih, 2017)

1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria Pemeriksaan mikroskopik darah


tepi untuk menemukan adanya parasit malaria. Pemeriksaan satukali
dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa
malariadapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat

dilakukanmelalui:

A. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untukmenemukan


parasit malaria karena tetesan darah cukup banyakdibandingkan preparat
27
darah tipis. Preparat dinyatakan negative bilasetelah diperiksa 200 lapang
pandangan dengan pembesaran 700- 1000 kali tidak ditemukan parasit.

B. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis


plasmodium, dinyatakan sebgai hitung parasit (parasite count). Bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Bila jumlah parasit >
100.000/ul darah menandakaninfeksi yang berat. Hitung parasit penting
untuk menentukan prognosapenderita malaria. Pengecatan dilakukan
dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga
Romanowsky.

2. Tes antigen

Ada 2 jenis antigen yaitu Histidine Rich Protein II mendeteksi antigen dan
P.falciparum dan antigen terdapat LDH (Laktate Dehydrogenase)
yangterdapat pada plasmodium lainnya. Tes ini sekarang dikenal sebagai
tescepat (Rapid test).

3. Tes Serologi

Untuk mendeteksi adanya antibodi specifik terhadap malaria atau


padakeadaan dimana parasit sangat sedikit jumlahnya.Tes ini
kurangbermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi
setelah2minggu terjadinya infeksi dan menetap 3-6 bulan.

4. Tes diagnosis molecular

Pemeriksaan ini sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu


dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spensifitasnya tinggi.
Termasuk dalam tes ini: PCR, LAMP, dll (Harijanto, PN. 2014).

9. Apa working diagnosis pada kasus?

Jawab:

Malaria plasmodium falciparum

10. Bagaimana tatalaksana pada kasus?

Jawab:

penggunaan ACT (Artemisinin Base Combination Therapy.

28
Artemeter + Lumefantrine

Artesunate + Mefloquine

Artesunate + Amodiaqine

Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine

Dihidroatemisinin + piperkuine

11. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab:
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam
- Quo ad sanationam : Bonam

29
12. Apa komplikasi pada kasus?
Jawab:

1) Anemia berat

2) Hipoglikemia

3) Syok

4) Blackwater fever (malaria haemoglobinuria)

5) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai

kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular.

(Departemen Kesehatan RI, 2008)

13. Apa SKDI pada kasus?


Jawab:
SKDI terkait kasus 4A

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara


mandiri dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

14. Apa saja nilai-nilai islam yang terkandung dalam skenario kasus
tersebut?
• QS. . Ar-Rad (11)

Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Maknanya:
Allah tidak akan mengubah keadaan hambanya tanpa adanya usaha dari hambanya,
Tn. U telah melakukan usaha dalam melawan penyakitnya yang mana telah
membantu dalam penanganan penyakit yang di derita saat ini.

• HR. Muslim (Jangan Mencela Demam)

30
• “Janganlah Engkau mencela demam. Karena demam itu bisa menghilangkan
kesalahan-kesalahan (dosa) manusia, sebagaimana kiir (alat yang dipakai pandai
besi) bisa menghilangkan karat besi.” (HR Muslim)
Maknanya:
Demam dapat menguraikan dosa yang mana tidak sepatutnya dicela ataupun tidak
disyukuri, namun sebaliknya harus dihadapin dengan tabah agar mendapatkan
manfaat seperti meningkatkan kekebalan tubuh ataupun yang lainnya.

2.7 Kesimpulan
Tn. U berusia 42 Tahun. Datang dengan keluhan demam hilang timbul
disertai sakit kepala, mual, dan lemas karena mengalami malaria
Falciparum.

31
2.8 Kerangka Konsep

Riwayat Daerah Endemis

Gigitan dari nyamuk anopheles


betina

Infeksi Plasmodium Falciparum

Sporozoit di aliran darah

Skizon Intrahepatik Hemolisis Darah (Eritrosit)

Hepatomegali Pecah mengeluarkan Anemia


merozoit

Demam Mual Sakit Kepala Lemas

32
DAFTAR PUSTAKA

Alathas, S. A. A. (2014). Pengaruh Pemberian Obat Anti Malaria Terhadap


Lama Riwayat Pasien Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Lahat (Doctoral dissertation, UNIMUS).
Arsin, A. A. (2012). Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik terhadap Diagnosis
Klinis Malaria. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 6.

Azlin, E. (2004). Obat Anti Malaria. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 4

Daysema, S. D., Warouw, S. M., & Rompis, J. (2016). Gambaran prevalensi malaria
pada anak SD YAPIS 2 di Desa Maro Kecamatan Merauke Kabupaten Merauke
Papua. e-CliniC, 4(1).

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fitriany,Sabiq.2018.Malaria. Jurnal Averrous Vol.4 No.2


Ganiswara, S.G ,1995, Farmakologi Dan Terapi edisi IV. Jakarta, UI Press
Hadinegoro, S., Moedjito, I., Hapsari, M., Alam 2018, Buku Ajar Infeksi &
Penyakit Tropis Edisi Keempat,Badan Penerbit IDAI
Hasyim, Hamzah, dkk. 2014. Determinan Kejadian Malaria di Wilayah Endemis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 7, Februari 2014
Hasyim, Hamzah, dkk. 2014. Determinan Kejadian Malaria di Wilayah Endemis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 7, Februari 2014
Ismoedijanto, I., 2016. Demam pada Anak. Sari Pediatri. Vol, 2. No, 2. Hh, 103

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/556/2019 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Malaria Dengan KMK/ Nomor
HK.01.07/MENKES/556/2019.

Kombolangi, Reira Surira. 2015. Manajemen Terapi Malaria Falciparum yang Resisten
Terhadap Klorokuin. Jurnal MAJORITY Volume 4 Nomor 6 2015
McCarty. L. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Nelwan, R. H.H. 2017. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.

33
Jakarta: Interna Publishing, 2767-2768.
Oakley, M.S., Gerald, N., McCutchan, T.F., Aravind, L. dan Kumar, S., 2011. Clinical
and molecular aspects of malaria fever. Trends in parasitology, 27(10), pp.442-
449

Santi & Faudzy. 2013. Gambaran Penggunaan Rapid Diagnostic Test Parasit Malaria
di Desa Pasirmukti Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Aspirator. Vol,
5. No, 2. Hh, 55-60
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing, 2767-2768.

Sherwood, L., 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 9 ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG.

Silnernagl, Florian. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Sudoyo. W.A., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5. Interna
Publishing.

34
35

Anda mungkin juga menyukai