Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUTORIAL BLOK VII

SKENARIO D

KELOMPOK 6
Dosen Pembimbing: dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes
Anggota:
Imam Sandi Pratama 702018048
Maharani Bella Safitri 702021008
Sinta Nabila 702021015
Rafila Puspa Adelia 702021042
Muhammad Umar Abdussalam 702021057
M. Putra Yanza Nugraha 702021079
Zahra Maharani 702021082
Suci Okta Miranda 702021084
Adharia Yogustri 702021090
Nurhannisa Putri 702021114

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario D blok VII ini.
Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mengucapkan terima kasih atas
berkat pengarahan, bantuan maupun bimbingan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak sehingga terselesaikannya laporan kegiatan ini dengan baik. Kami ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT. Sebagai Tuhan yang tiada henti memberi ridha-Nya untuk
menyelesaikan kegiatan ini dengan berjalan baik dan lancar.
2. Yth dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes, selaku tutor kelompok 6 blok VII .
3. Semua anggota kelompok 6 blok VII dan pihak yang turut serta membantu
dalam pembuatan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka
dari itu, semua bentuk kritik dan saran sangat diharapkan untuk membantu kami
agar kedepannya laporan tutorial ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Palembang, 30 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2.Maksud dan Tujuan ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1.Data Tutorial ......................................................................................... 2

2.2.Skenario Kasus ...................................................................................... 2

2.3.Klarifikasi Istilah ................................................................................... 3

2.4.Identifikasi masalah ............................................................................... 4

2.5.Prioritas Masalah ................................................................................... 5

2.6. Analisis Masalah .................................................................................. 6

2.7.NNI ...................................................................................................... 49

2.8. Kesimpulan......................................................................................... 50

2.9.Kerangka Konsep ................................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Blok Sistem Pertahanan Tubuh dan Infeksi adalah blok ketujuh pada semester
2 dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi
pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem
Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode
Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen
sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus pada skenario D yang
memaparkan kasus dengan judul “Badan Dingin Seperti Es”

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis e-learning di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Data Tutorial
Tutor : dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes
Moderator : Muhammad Putra Yanza Nugraha
Sekertaris meja : Suci Okta Miranda
Sekertaris papan : Sinta Nabila
Waktu : 1. Selasa, 28 Juni 2022
2. Kamis, 30 Juni 2022
Pukul : 1. 08.00 – 10.30 WIB
2. 08.00 – 10.30 WIB
Peraturan Tutorial:
1. Dilaksanakan melalui zoom cloud meeting.
2. Duduk tegap dengan posisi gawai/laptop berada diatas meja.
3. Mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan zoom saat tutorial
berlangsung.
4. Mengacungkan jari dan menyebut nama sebelum menjawab
pertanyaan atau mengajukan pendapat.

2.2.Skenario Kasus
“Badan Dingin Seperti Es”
An. Sinta, Perempuan usia 10 tahun dibawa ayahnya ke IGD RSMP karena
tiba-tiba tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu, badan terasa dingin seperti es.
Empat hari yang lalu pasien mengalami demam tinggi mendadak yang terus
menerus, namun sekarang sudah turun. Keluhan juga disertai dengan bintik-bintik
merah di kulit tangan dan kaki. Tiga hari yang lalu pasien juga mengeluh sakit perut,
mual namun tidak muntah, sakit kepala, nyeri disekitar bola mata dan nyeri sendi
serta badan terasa lemas. BAB hitam ada namun tidak mencret. Pasien tidak BAK
sejak tadi malam. Sekitar rumah sudah dilakukan fogging oleh ketua RT karena ada
warga yang terjangkit DBD. Ayahnya mengatakan bahwa saat ini Sinta sedang
mengalami menstruasi.

2
Riwayat persalinan : normal
Riwayat imunisasi : lengkap
Riwayat makan : normal
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Obesitas

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit berat, kesadaran : koma, BB: 40 kg, TB: 120 cm.
Tanda vital : TD tidak terukur, denyut nadi tidak teraba, RR 30x/menit, T 35,70C
Keadaan khusus :
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), regio nasal : epistaksis (-)
Leher : dalam batas normal
Thoraks : retraksi tidak ada
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium tidak dapat dinilai, hepar dan lien
tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral dingin, CRT >3 detik.
Kulit : petekie (+), hematom (-), purpura (-)

Pemeriksaan laboratorium: Hb 19 g/dl, HT: 57 g/dl, leukosit 1500, trombosit 17000,


eritrosit 4,6 x 1012, diff count 0/0/45/0/50/5.

2.3.Klarifikasi Istilah
1. Demam : Peningkatan temperatur tubuh diatas normal 36,5-37,5
derajat (Dorland, ed 30)
2. Purpura : Perdarahan kecil didalam kulit mukosa atau permukaan
serosa (Dorland, ed 30)
3. Petekie : Sebuah bintik kecil merah keunguan yang bulat tidak
menonjol disebabkan oleh pendarahan dalam kulit atau submukosa
(Dorland, ed 30)
4. Diff count : Hitung jumlah jenis leukosit dalam darah

3
5. Epistaksis : Perdarahan dari hidung, biasanya akibat pecahnya
pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal
kartilaginosa (Dorland, ed 30)
6. Retraksi : Tindakan menarik kembali atau keadaan tertarik kembali
(Dorland, ed 30)
7. Gallop : Kelainan irama jantung (Dorland, ed 30)
8. Wheezing : Jenis berbunyi kontinu seperti bersiul (Dorland, ed 30)
9. Fogging : Metode penyemprotan udara berbentuk asap
(Pengasapan/fogging) yang dilakukan untuk mencegah/mengendalikan
DBD (Archiarafa, 2016).
10. Murmur : Bunyi auskultasi terutama bunyi periodik berdurasi singkat
berasal dari jantung dan pembuluh darah
11. CRT : (Capillary refill time) suatu metode yang digunakan pada
kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
(Dorland, ed 30)
12. Hematom : Pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya
membeku, didalam organ, ruam atau jaringan (Dorland, ed 30)
13. Ronki : Suara pernafasan yang kasar serta terus-menerus dari
tenggorokan atau saluran bronkus, karena auskultasi parsial (Dorland, ed 30
14. Akral : Berkenaan dengan atau mempengaruhi tungkai atau
ekstremitas lain (Dorland, ed 30)

2.4.Identifikasi masalah
1. An. Sinta, Perempuan usia 10 tahun dibawa ayahnya ke IGD RSMP karena
tiba-tiba tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu, badan terasa dingin
seperti es. Empat hari yang lalu pasien mengalami demam tinggi mendadak
yang terus menerus, namun sekarang sudah turun. Keluhan juga disertai
dengan bintik-bintik merah di kulit tangan dan kaki.
2. Tiga hari yang lalu pasien juga mengeluh sakit perut, mual namun tidak
muntah, sakit kepala, nyeri disekitar bola mata dan nyeri sendi serta badan
terasa lemas. BAB hitam ada namun tidak mencret. Pasien tidak BAK sejak
tadi malam. Sekitar rumah sudah dilakukan fogging oleh ketua RT karena

4
ada warga yang terjangkit DBD. Ayahnya mengatakan bahwa saat ini Sinta
sedang mengalami menstruasi.
3. Riwayat persalinan : normal
Riwayat imunisasi : lengkap
Riwayat makan : normal
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Obesitas
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit berat, kesadaran : koma, BB: 40 kg, TB: 120 cm.
Tanda vital : TD tidak terukur, denyut nadi tidak teraba, RR 30x/menit, T
35,70C
Keadaan khusus :
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), regio nasal : epistaksis (-)
Leher : dalam batas normal
Thoraks : retraksi tidak ada
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium tidak dapat dinilai, hepar
dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral dingin, CRT >3 detik.
Kulit : petekie (+), hematom (-), purpura (-)
5. Pemeriksaan laboratorium: Hb 19 g/dl, HT: 57 g/dl, leukosit 1500,
trombosit 17000, eritrosit 4,6 x 1012, diff count 0/0/45/0/50/5.

2.5.Prioritas Masalah
An. Sinta, Perempuan usia 10 tahun dibawa ayahnya ke IGD RSMP karena
tiba-tiba tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu, badan terasa dingin seperti es.
Empat hari yang lalu pasien mengalami demam tinggi mendadak yang terus
menerus, namun sekarang sudah turun. Keluhan juga disertai dengan bintik-bintik
merah di kulit tangan dan kaki.
Alasan : Karena kesadarannya tidak sadarkan diri, badan terasa dingin seperti es
yang merupakan gejala shock yang sangat berisiko untuk menyebabkan kematian.

5
2.6. Analisis Masalah
1. An. Sinta, Perempuan usia 10 tahun dibawa ayahnya ke IGD RSMP karena
tiba-tiba tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu, badan terasa dingin
seperti es. Empat hari yang lalu pasien mengalami demam tinggi mendadak
yang terus menerus, namun sekarang sudah turun. Keluhan juga disertai
dengan bintik-bintik merah di kulit tangan dan kaki.
a. Apa makna An. Sinta, Perempuan usia 10 tahun dibawa ayahnya ke
IGD RSMP karena tiba-tiba tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang
lalu, badan terasa dingin seperti es?
Jawaban:
Maknanya An. Sinta sudah mengalami syok yang dialami
dikarenakan infeksi dari DBD, badan terasa dingin dikarenakan
kebocoran plasma karena naiknya permeabilitas pembuluh darah
yang menyebabkan syok sehingga terjadi hipotensi yang membuat
tubuh berkompensasi yang membuat akral menjadi dingin karena
darah di tangan dan kaki diperfusi ke organ utama lainnya
(Suhendro, 2014).

b. Apa saja jenis-jenis syok?


Jawaban:
Ada empat kategori utama syok: distributif, hipovolemik,
kardiogenik, dan obstruktif. (Vincent, 2014)
1. Syok Distributif
Ditandai dengan vasodilatasi perifer.
Jenis syok distributif meliputi:
a) Syok Septik
Syok septik adalah bagian dari sepsis dengan kelainan
peredaran darah, seluler, dan metabolisme yang parah yang
mengakibatkan hipoperfusi jaringan yang bermanifestasi
sebagai hipotensi yang memerlukan terapi vasopresor dan
peningkatan kadar laktat (lebih dari 2 mmol/L)

6
b) Syok anafilaksis
Syok anafilaksis adalah sindrom klinis reaksi
hipersensitivitas berat yang dimediasi oleh imunoglobulin E
(Ig-E), yang mengakibatkan kolaps kardiovaskular dan
gangguan pernapasan akibat bronkospasme.
c) Syok neurogenik
Syok neurogenik dapat terjadi dalam pengaturan trauma
pada sumsum tulang belakang atau otak. Mekanisme yang
mendasarinya adalah gangguan jalur otonom yang
mengakibatkan penurunan resistensi vaskular dan
perubahan tonus vagal.
d) Syok Endokrin
Karena etiologi endokrin yang mendasari seperti kegagalan
adrenal
2. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik ditandai dengan penurunan volume intravaskular
dan peningkatan bantuan vena sistemik (mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan perfusi pada tahap awal syok). Syok
hipovolemik dibagi menjadi dua subtipe besar: hemoragik dan non-
hemoragik.
3. SyokKardiogenik
Karena penyebab intrakardiak yang menyebabkan penurunan curah
jantung dan hipoperfusi sistemik.
4. Syok Obstruktif
Sebagian besar karena penyebab ekstrakardiak yang menyebabkan
penurunan curah jantung ventrikel kiri

c. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait kasus?


Jawaban:
Anatomi fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DBD yang
pertama adalah sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana
untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus digestivus dan

7
dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi
merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-
sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi
sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup
jantung, pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak di
dalam thorax, di antara paru-paru, agak lebih ke arah kiri.

Gambar 2.1. Jantung


Sumber: Vigna, 2016

2. Pembuluh Darah
Sel endotel memiliki tekstur lunak, dan tersusun satu lapis
membentuk lapisan tipis, sehingga dapat menyebabkan ukuran
sel menjadi lebih luas dan fleksibel mengikuti peregangan ke
berbagai arah. Glikokaliks endotel berfungsi untuk mengatur
permeabilitas pembuluh darah dan keseimbangan cairan karena
ukuran yang besar dan muatan negatif dari glikosaminoglikan.
Glikokaliks endotel berfungsi untuk mengatur permeabilitas.
pembuluh darah dan keseimbangan cairan karena ukuran yang
besar dan muatan negatif dari glikosaminoglikan (Darwin,
2018).
a. Arteri (Pembuluh nadi) Arteri meninggalkan jantung pada
ventrikel kiri dan kanan. Beberapa pembuluh darah arteri
yang penting:
1) Arteri koronaria

8
Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding
jantung
2) Arteri sub klavikula
Arteri sub klavikula adalah bawah selangka yang
bercabang kanan kiri leher dan melewati aksila.
3) Arteri Brachialis
Arteri brachialis adalah arteri yang terdapat pada lengan
atas
4) Arteri radialis
Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu
jari
5) Arteri karotis
Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan
otak
6) Arteri temporalis
Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di
depan telinga
7) Arteri facialis
Teraba facialis adalah arteri yang denyutan di sudut kanan
bawah.
8) Arteri femoralis
Arteri femoralis adalah arteri yang berjalan ke bawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut
9) Arteri Tibia
Arteri tibia adalah arteri yang terdapat pada kaki
10) Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang menuju ke paru-
paru.
b. Kapiler-Kapiler
Adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali
dari bawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di

9
seluruh jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu
dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar yang
disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa
vena yang penting:
1) Vena Cava Superior
Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa
darah kotor dari daerah kepala, thorax, dan
ekstremitas atas.
2) Vena Cava Inferior
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung
dari semua organ tubuh bagian bawah
3) Vena jugularis
Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke
jantung
4) Vena pulmonalis Vena yang mengembalikan darah
kotor ke jantung dari paru-paru.
3. Darah
Adalah jaringan cair yang terdapat dalam pembuluh darah yang
berwarna merah yang cair disebut plasma dan yang padat disebut sel
darah yang berfungsi sebagai transfer makanan bagi sel.
Fungsi darah secara umum terdiri dari :
a. Sebagai Alat
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit
penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan
perantara leukosit, antibodi atau zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
4. Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada
tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di
bawah diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra

10
dan duktus hepatikus sinistra, keduanya bertemu membentuk ductus
hepaticus communis. Ductus hepaticus communis menyatu dengan
ductus sistikus membentuk ductus coledakus.
5. Limpa
Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen, limpa terbentuk setengah
bulan berwarna kemerahan, limpa adalah organ berkapsula dengan
18 berat normal 100 – 150 gram. Limfa mempunyai 2 fungsi sebagai
organ limfoid dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi
darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang
rusak (Darwin, 2018).

d. Apa saja macam-macam demam dan demam apa yang terkait kasus?
Jawaban:
Adapun tipe demam yang tergantung pada penyebabnya.
1. Demam Continue
Pada demam tipe ini suhu tubuh tetap diatas normal sepanjang hari
dan tidak ada fluktuasi suhu lebih dari 10°C dalam 24 jam. Tipe
demam ini dapat disebabkan oleh infeksi saluran kemih, demam
tifoid, brucellosis, infective endocarditis, pneumonia lobaris,
demam tifus, dan lain-lain.
2. Demam Intermiten
Pada demam tipe ini kenaikan suhu tubuh hanya beberapa jam dalam
sehari dan kembali ke normal dalam beberapa jam. Puncak kenaikan
suhu tubuh dan kembali ke normal bisa beragam. Bila puncak
kenaikan suhu dan kembali normal terjadi setiap hari, disebut
quotidian, jika berkelang sehari disebut tertian dan jika terjadi setiap
3 hari disebut quartan intermittent fever. Tipe demam seperti ini
acap ditemukan pada penyakit malaria, kala azar, pyemia, sepsis dan
lain-lain.
3. Demam Remiten
Pada demam remiten, suhu tubuh naik diatas normal sepanjang hari
dengan fluktuasinya lebih dari 1°C. Jenis demam ini banyak

11
ditemukan di klinik, seperti pada tifoid, endokarditis, dan
sebagainya.
4. Demam Septik
Pada tipe ini fluktuasi suhu tubuh antara puncak dan nadir sangat
tinggi dan biasanya lebih dari 50°C. Keadaan ini dapat dijumpai
pada keadaan sepsis.
5. Demam Pel Ebstein
Pada demam Pel Ebstein terjadi demam dengan periode bebas
demam selama 3-4 hari, untuk kemudian suhu tubuh kembali
meningkat selama 7 – 10 hari. Demam tipe ini ditemukan pada
infeksi mononucleosis.
6. Low grade fever
Low grade fever dikatakan bila suhu tubuh tidak melebihi 37,8°C
sepanjang hari dan meningkat pada malam hari. Tipe demam seperti
ini dijumpai pada pasien tuberkulosis. Tipe ini disebut juga constant
atau continuous karena suhu tubuh tidak terlalu tinggi (low grade)
dan tidak banyak berubah selama lebih dari 24 jam.
7. Prolonged fever
Demam yang berlangsung lebih dari 14 hari
8. Chronic Fever
Demam yang berlangsung lebih dari satu bulan sampai setahun.
9. Demam Bifasik
Demam bifasik yaitu demam dengan 2 episode yang berbeda (pelana
kuda / saddleback fever), demam pertama dengan durasi 2-3 hari,
kemudian turun sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi
bahkan kenaikan suhu bisa lebih tinggi. Contoh klasik dari pola
demam ini yaitu Demam Dengue (Demam berdarah), dengan tanda-
tanda perdarahan di gusi, hidung (mimisan), dan ruam kulit) (Setiati,
S., 2017)

12
Pada kasus termasuk demam bifasik → karena dilihat dari tanda-

tandanya ada ruam kulit ataupun bintik merah, dan terjadi demam
dengan kenaikan subuh yang lebih tinggi.

e. Bagaimana patofisiologi demam pada kasus? (Reaksi imun)


Jawaban:
- Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa
toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih
tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF- α, dan IFN). Pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2019)
- Peningkatan IL-1, TNF-a, IL-6 meningkatkan prostaglandin E2
(PGE2) pada hipotalamus kemudian merangsang pusat
termoregulasi pada hipotalamus sehingga set point hipotalamus
meningkat dan suhu tubuh meningkat sehingga menyebabkan
demam (Muniyappa dan Gubby, 2020)
- Pada kasus:
Muncul pirogen endogen (IL-1, TNF-a, IL-6) + pirogen eksogen
(infeksi virus dengue) -> merangsang pusat termoregulasi pada
hipotalamus -> set point hipotalamus meningkat -> suhu tubuh
meningkat -> terjadi demam

f. Apa makna keluhan yang dialami Sinta disertai bintik-bintik merah


di tangan dan kaki?
Jawaban:
Maknanya, demam yang dialami Sinta juga disertai dengan
perdarahan spontan yang dapat terjadi akibat dari penurunan
trombosit sehingga terjadilah trombositopenia yang menyebabkan
disfungsi pembekuan darah dalam tubuh. Perdarahan spontan ini
dapat berupa bintik bintik merah pada pada kulit atau yang disebut

13
petichae yang merupakan titik-titik perdarahan yang dapat dilihat
pada permukaan kulit atau pada permukaan mukosa atau pada
potongan organ. Bintik bintik merah ini sendiri merupakan
manifestasi khas yang dimiliki pada penderita DBD. Petichae
disebabkan oleh kebocoran plasma (plasma leakage) akibat gigitan
nyamuk AIDS yang terinfeksi virus dengue sehingga merangsang
pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang
ekstravascular, perembesan plasma inilah yang menyebabkan
timbulnya bintik bintik merah pada kulit (Suhendro, 2014).

g. Bagaimana patofisiologi bintik merah di tangan dan kaki pada


kasus?
Jawaban:
Infeksi virus dengue memasuki aliran darah -> virus bereplikasi ->
tubuh melakukan perlawanan -> membentuk antibodi -> terbentuk
kompleks antigen-antibodi -> melepaskan zat-zat yang merusak sel-
sel pembuluh darah -> permeabilitas kapiler meningkat ->
melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler -> plasma leakage
(pecah atau terjadi kebocoran plasma darah) -> agregasi trombosit -
> trombositopenia -> tampak perdarahan bawah kulit (petechiae)
(Dania, 2016)

14
Gambar 2.2.
Sumber: Nasronudin, 2011

Antigen virus Dengue dapat menyerang trombosit secara langsung


tanpa melalui respons imun, ikatan antara antigen virus Dengue dan
antibodi virus Dengue berinteraksi dengan trombosit , serta infeksi
virus Dengue menyebabkan modulasi endotel. Respons imun
individu akibat teraktivasi virus Dengue dapat memberikan dampak
positif berupa penghancuran virus atau sebaliknya justru
memberikan dampak negatif yang berakhir dengan jejas dan
kematian endotel melalui sitokin yang memegang peranan penting
dalam perjalanan penyakit akibat infeksi virus Dengue, yaitu TNF-
a, IL - 1, IL - 6 dan IFN-Y. Berbagai temuan penelitian menunjukkan
bahwa jejas endotel menyebabkan munculnya berbagai molekul
adhesif yang berasal dari sel endotel itu sendiri dan dari bagian sub

15
- endotel yang kemudian memicu agregasi trombosit. Artinya,
proses apoptosis yang terjadi pada sel endotel dengan TNFa sebagai
fasligand menyebabkan sel endotel lepas dari ikatan dengan sub -
endotel di mana didapatkan molekul von Willebrand (vWF) yang
muncul pada permukaan dan bermuara pada agregasi trombosit .
Jejas endotel diikuti oleh peningkatan aktivitas prokoagulan, IL - 6
mempunyai kemampuan untuk menaikkan permeabilitas endotel .
Ini berarti, IL-6 nampaknya juga menyebabkan jejas pada endotel.
Adanya gangguan endotel akibat jejas dapat diperiksa dengan
plasminogen activator inhibition - 1 ( PAI - 1 ) yang meningkat di
dalam sirkulasi (Nasronudin, 2011).

h. Apa etiologi dari demam dan bintik-bintik merah ?


Jawaban:
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh.
Zat pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan
endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen
endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi
interleukin- 1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis factor-
alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah
monosit, limfosit dan neutrofil (Guyton, 2016)
Petecheae adalah bintik merah pada kulit yang disebabkan oleh
trombositopenia akibat plasma leakage dan dapat di uji dengan
teknik pemeriksaan rumple leed menggunakan uji tourniquet.
Kemungkinan terjadinya pendarahan minor dari pembuluh darah
kapiler yang rusak sehingga terjadinya bintik-bintik berwarna merah
atau ungu pada kulit. Gejala ini disebut dengan petichae.
Adanya petechiae yang muncul merupakan gejala klasik ketika
seseorang mengidap penyakit demam berdarah dengue yang terjadi
pada fase demam pada hari ke 4 – 7. Berupa bintik merah kecil yang
muncul di kulit, tidak akan hilang jika kulit ditekan. Petechiae ini

16
muncul disebabkan oleh pembuluh darah kapiler yang pecah atau
dapat disebut dengan plasma leakage (Bian, 2017).

Penyebab terjadinya petekie dapat digolongkan menjadi beberapa


kategori yaitu:
1. Infeksi trauma
a. Virus
b. Bakteri
c. Rikettsial
2. Trauma
a. Trauma karena mengigit benda tajam, benda asing
b. Trauma iatrogenik
c. Peningkatan tekanan, setelah batuk, muntah dan mengejan
3. Gangguan pada darah dan maligna Leukemia, Idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP), anemia, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), Splenomegaly, Haemolytic
Uraemic Syndrome (HUS), Neonatal Alloimmune
Thrombocytopenia
4. Vaskulitis dan kondisi inflamasi, Henoch schonlein purpura
(HSP), Systemic Lupus Erythematous
5. Gangguan pada jaringan konektif, seperti Ehlens Danlos
6. Kongenital,
a. Wiscott Aldrich,
b. Glanzmann Thrombasthenia,
c. Bernard Soulie (Hirawan dkk, 2020)

i. Apa kemungkinan penyakit pada kasus?


Jawaban:
- Demam Dengue
- Demam Berdarah Dengue
- DSD
Kemungkinan dengue: Pasien tinggal di atau telah melakukan

17
perjalanan ke daerah endemik dengue. Gejalanya meliputi
demam dan dua gejala berikut: mual, muntah, ruam, mialgia,
artralgia, ruam, tes tourniquet positif, atau leukopenia (Schaefer,
T. J. 2022)

2. Tiga hari yang lalu pasien juga mengeluh sakit perut, mual namun tidak
muntah, sakit kepala, nyeri disekitar bola mata dan nyeri sendi serta badan
terasa lemas. BAB hitam ada namun tidak mencret. Pasien tidak BAK sejak
tadi malam. Sekitar rumah sudah dilakukan fogging oleh ketua RT karena
ada warga yang terjangkit DBD. Ayahnya mengatakan bahwa saat ini Sinta
sedang mengalami menstruasi.
a. Apa hubungan keluhan sakit perut, mual namun tidak muntah, sakit
kepala, nyeri disekitar bola mata dan nyeri sendi serta badan terasa
lemas dengan keluhan utama?
Jawaban:
Hubungannya yaitu merupakan manifestasi klinik dari Demam
Berdarah Dengue yang disebabkan oleh virus dengue. Pada saat
virus dengue masuk ke dalam tubuh akan terjadi respon imun yang
menyebabkan terjadinya berbagai gejala diantaranya adalah sakit
perut, mual namun tidak muntah, sakit kepala, nyeri disekitar bola
mata dan nyeri sendi serta badan terasa lemas (Suhendro, 2014)

b. Apa perbedaan Demam berdarah dengue dan demam dengue?


Jawaban:
Demam berdarah terbagi menjadi 2 jenis, yakni demam dengue
(Dengue Fever) dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever). Perbedaan antara kedua jenis demam berdarah tersebut
adalah adanya kebocoran pembuluh darah pada demam berdarah
dengue, sedangkan pada demam dengue tidak. Demam berdarah
umumnya menyerang anak-anak berusia kurang dari 15 tahun, tetapi
juga bisa terjadi pada orang dewasa. Gejala dan Komplikasi Demam
Berdarah, Gejala demam berdarah yang paling umum dijumpai

18
adalah demam yang disertai dengan sakit kepala, hilang nafsu
makan, mual dan muntah. Kondisi ini juga dapat ditandai dengan
ruam kemerahan, nyeri di bagian belakang mata, nyeri otot, dan
pembengkakan pada kelenjar getah bening. Penderita demam
berdarah umumnya sembuh sekitar 1 minggu kemudian. Namun,
pada beberapa kasus, kondisi penderita dapat memburuk dan bisa
berakhir dengan syok. (Wang, 2020)

Gambar 2.3.
Sumber: Nuari, 2020

c. Bagaimana epidemiologi dari DBD di Indonesia?


Jawaban:
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta
dan Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33

19
provinsi, 440 Kab/Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD
cenderung meningkat terus bahkan sejak tahun 2004 kasus
meningkat sangat tajam. Kenaikan kasus DBD berbanding terbalik
dengan angka kematian (CFR) akibat DBD, dimana pada awal
dilaporkan di Surabaya dan Jakarta angka kematian (CFR) DBD
berkisar 41,3% kemudian menunjukan penurunan dan pada tahun
2014 telah mencapai 0,90%. Target Angka Kesakitan/Incidence
Rate (IR) DBD tahun 2014 sebesar ≤ 51 per 100.000 penduduk,
secara nasional hasil capaian tahun 2014 telah melampaui target
dengan IR nasional sebesar 39,76 per 100.000 penduduk, namun
masih ada 8 provinsi yang IR nya berada di atas 51 per 100.000
penduduk, yaitu Provinsi Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan
Utara, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI
Yogyakarta dan Sulawesi Utara (Kemenkes, 2017).

d. Apa saja klasifikasi demam berdarah berdasarkan WHO?


Jawaban:
Derajat demam menurut WHO:
1. DD/ DBD Derajat Gejala Laboratorium
2. DBD II Gejala diatas ditambah Trombositopenia
DD
Demam disertai 2 atau lebih gejala yaitu : sakit kepala, nyeri orbital,
myalgia, arthralgia. Leukopenia, Trombositopenia, dan tidak
ditemukan bukti kebocoran plasma
DBD I
Gejala di atas ditambah uji bendung positif
Trombositopenia (<100.000)
Bukti ada kebocoran plasma

DBD II
Perdarahan spontan
Trombositopenia (<100.000)

20
Bukti ada kebocoran plasma

DBD III
Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
Trombositopenia (<100.000)
Bukti ada kebocoran plasma

DBD IV
Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur
Trombositopenia (<100.000)
Bukti ada kebocoran plasma (WHO, 2011).

WHO membuat proposal baru untuk menyempurnakan definisi


kasus serta klasifikasi dengue dengan membaginya atas :
- Severe dengue:
Pasien tinggal di atau telah melakukan perjalanan ke daerah
endemik dengue. Gejala termasuk demam dan dua dari berikut ini:
mual, muntah, ruam, mialgia, artralgia, ruam, tes tourniquet positif,
atau leukopenia.
- Tanda Peringatan Demam Berdarah
Sakit perut, muntah terus-menerus, akumulasi cairan klinis seperti
asites atau efusi pleura, perdarahan mukosa, lesu, pembesaran hati
lebih dari 2 cm, peningkatan hematokrit, dan trombositopenia.
- Dengue With Warning Signs
Demam berdarah dengan kebocoran plasma yang parah,
perdarahan, disfungsi organ termasuk transaminitis lebih besar dari
1000 unit internasional per liter, gangguan kesadaran, disfungsi
miokard, dan disfungsi paru
- DSD With Warning Signs

21
Gejalanya meliputi peningkatan cepat hematokrit, nyeri perut
hebat, muntah terus-menerus, dan tekanan darah menyempit atau
tidak ada.

e. Apa saja derajat dan fase demam berdarah/ Demam dengue?


Jawaban:
A. Demam Dengue
Gejala:
- Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri retro-orbital
B. Demam berdarah dengue derajat 1
Gejala:
- Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri retro-orbital
- Uji Bendung Positif
C. Demam berdarah dengue derajat 2
Gejala:
- Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri retro-orbital
- Uji Bendung Positif
- Pendarahan spontan
D. Demam berdarah dengue derajat 3
Gejala:
- Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri retro-orbital
- Uji Bendung Positif
- Pendarahan spontan
- Kegagalan sirkulasi (Kulit dingin & gelisah)
E. Demam berdarah dengue derajat 4
Gejala:
- Syok berat
- Tekanan darah dan nadi tidak terukur (Suhendro, 2014)

22
Tiga fase demam berdarah meliputi demam, kritis, dan pemulihan.
1. Selama fase demam, terjadi demam tinggi mendadak sekitar 40
C yang biasanya berlangsung dua sampai tujuh hari. Saddleback
atau demam biphasic terlihat pada sekitar 6% kasus, terutama
pada pasien dengan DBD dan demam berdarah yang parah. Hal
ini digambarkan sebagai demam yang mereda setidaknya selama
satu hari, dan lonjakan demam berikutnya dimulai, yang
berlangsung setidaknya untuk satu hari lagi. Gejala terkait
termasuk kemerahan pada wajah, eritema kulit, mialgia,
artralgia, sakit kepala, sakit tenggorokan, injeksi konjungtiva,
anoreksia, mual, dan muntah. Untuk eritema kulit, ruam makula
memucat umum terjadi pada satu sampai dua hari pertama
demam dan hari terakhir demam. Atau, dalam 24 jam, ruam
makulopapular sekunder dapat berkembang.

2. Defervescence mencirikan fase kritis dengan suhu sekitar 37,5


C hingga 38 C atau kurang pada hari ketiga hingga ketujuh. Hal
ini terkait dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Fase ini
biasanya berlangsung satu hingga dua hari. Permulaan fase kritis
ditandai dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat,
peningkatan hematokrit (pasien mungkin mengalami leukopenia
hingga 24 jam sebelum jumlah trombosit turun), dan adanya
tanda-tanda peringatan. Ini dapat berkembang menjadi syok,
disfungsi organ, koagulasi intravaskular diseminata, atau
perdarahan.

3. Fase pemulihan memerlukan reabsorpsi bertahap cairan


ekstravaskular dalam dua sampai tiga hari. Pasien akan
menunjukkan bradikardia saat ini (Schaefer, 2022)

23
f. Apa etiologi Demam dengue?
Jawaban:
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada
4 serotype virus yaitu :
1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan
type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3
merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang
berat.
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang
lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang
kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 –
10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut
akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (Sukohar,2014)

24
g. Bagaimana siklus hidup dari vektor DBD?
Jawaban:
- Nyamuk Aedes
Nyamuk Aedes aegypti siklus hidupnya mempunyai empat fase
yaitu dari mulai telur, jentik, pupa, sampai menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk jenis ini mempunyai siklus hidup sempurna.
Spesies ini meletakkan telurnya pada kondisi permukaan air yang
bersih secara individual. Telur yang memiliki bentuk elips warnanya
hitam dan juga terpisah satu dengan yang lain. Telurnya dapat
menetas dalam waktu 1-2 hari kemudian akan berubah jentik (larva).
Larva ini berubah menjadi pupa yang dimana jentik tersebut telah
memasuki masa dorman. Pupa dapat bertahan selama 2 hari sebelum
nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan mulai dari telur
hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu selama 8
hingga 10 hari, namun juga bisa lebih lama jika kondisi lingkungan
yang tidak mendukung (Susanti, 2017).

Gambar 2.4. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti


Sumber: Anoopkumar, 2017

25
h. Bagaimana cara penularan dari DBD?
Jawaban:
Penularan virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes,
terutama A. aegypti dan A. albopictus. Nyamuk Aedes betina
biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah dari
seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk
menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita yang
sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif
selama hidupnya Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik
tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan
virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang
lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 – 14 hari
(rata-rata selama 4-7 hari) timbul gejala awal penyakit secara
mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot),
hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya
(Suhendro dkk, 2014).

Dengue juga dapat disebarkan melalui produk darah yang telah


terinfeksi dan melalui donasi organ. Jika seseorang dengan dengue
mendonasikan darah atau organ tubuh, yang kemudian diberikan
kepada orang lain, orang tersebut dapat terkena dengue dari darah
atau organ yang didonasikan tersebut. Di beberapa negara, seperti
Singapura, dengue biasa terjadi. Di negara-negara ini, antara 1,6 dan
6 transfusi darah dari setiap 10.000 menularkan dengue. Virus
dengue juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan
atau ketika anak tersebut dilahirkan. Dengue biasanya tidak
ditularkan dengan cara-cara lain (Siswanto, 2019).

26
i. Bagaimana patofisiologi Demam dengue?
Jawab:
Injeksi dermal virus dengue oleh gigitan nyamuk -> makrofag kulit
dan sel dendritik menjadi target pertama -> sel-sel yang terinfeksi
kemudian pindah ke kelenjar getah bening -> menyebar melalui
sistem limfatik ke organ lain -> viremia mungkin ada selama 24
hingga 48 jam sebelum timbulnya gejala -> interaksi kompleks
antara host dan faktor virus -> menentukan apakah infeksi akan
asimtomatik, tipikal, atau berat.
Demam berdarah yang parah dengan peningkatan permeabilitas
mikrovaskular dan sindrom syok diduga terkait dengan infeksi
karena serotipe virus dengue kedua dan respons imun pasien.
Namun, kasus demam berdarah yang parah memang terjadi dalam
pengaturan infeksi hanya oleh satu serotipen (Schaefer, 2022)

Terdapat dua perubahan patofisiologis utama pada DBD. Pertama


adalah peningkatan permeabilitas vaskular yang meningkatkan
kehilangan plasma dari kompartemen vaskular. Keadaan ini
mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda
syok lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan
kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan
vaskular, trombositopenia, dan koagulopati (Prasetyani, 2015)

- Infeksi virus => aktivasi makrofag => fagositosis => Infeksi


makrofag oleh virus dengue => aktivasi T-Helper & T-Sitotoksik=>
produksi interferon gamma & limfokin => Interferon gamma
merangsang aktivasi monosit => sekresi mediator inflamasi (TNF-
alpha, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin) => disfungsi endotel =>
kebocoran plasma
- Virus makin banyak => terbentuk kompleks ab-ag =>
Aktivasi kompleks komplemen => C3a & C5a meningkat =>
peningkatan permeabilitas endotel pembuluh darah => kebocoran

27
plasma => trombosit mengkompensasi => gagal =>
Trombositopenia (Suhendro, 2014).

j. Bagaimana manifestasi klinis dari demam dengue?


Jawaban :
Demam Dengue (DD) probable dengue. Merupakan penyakit
demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut :
1. Nyeri kepala.
2. Nyeri retro-orbital.
3. Mialgia
4. Artralgia,
5. Ruam kulit.
6. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
7. Leukopenia.(leuko < 5000)
8. Trombosit <150.000
9. Hematokrit naik 5-10% (Setiati dkk, 2014)

k. Bagaimana respon imun pada infeksi dengue?


Jawaban:
a. Respon Imun Humoral
Respon imun humoral berupa produksi antibodi yang berperan
dalam netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibodi.
b. Respon Cellular
Limfosit T baik T-Helper (CD4) dan T-Sitotoksik(CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue
- TH1: produksi interferon gamma, IL-2, Limfokin
- TH2: IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10
c. Fagositosis

28
Makrofag dan monosit berperan dalam fagositosis. Namun
fagositosis menyebabkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag
d. Komplemen
Selain itu, aktivasi komplemen imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a yang turut berperan dalam terjadinya kebocoran
plasma (Suhendro, 2014)

l. Bagaimana klasifikasi dari warna BAB?


Jawaban:
• Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah menjadi
lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin
warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan
dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning
juga dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin.
• Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang
mengandung klorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh
biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
• Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen
dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja
tersebut disebut akholis.Keadaan tersebut mungkin didapat pada
defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhea yang
menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak
dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah
pemeriksaan radiologic
• Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh
perdarahan yang segar di bagian distal, mungkin pula oleh makanan
seperti bit atau tomat. Tinja yang berwarna merah bercampur lendir
dengan konsistensi cair merupakan pertanda penyakit disentri.
Warna merah segar seperti darah dan menetes merupakan tanda
kelainan usus besar bagian bawah seperti polip, hemoroid, luka di
daerah anus (fisura ani).

29
• Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan di bagian
proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat,
kopi dan lain-lain.
• Warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi,
arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena. Warna tinja
hitam merupakan tanda perdarahan saluran cerna bagian atas seperti
kerongkongan dan lambung (Santhi, 2016).

Ada tujuh tipe kondisi feses yang disebut dengan Bristol Stool Chart
atau Skala Tinja Bristol, yang dijelaskan sebagai berikut (Abubakar,
2018): “Tinja tipe 1 sampai tipe 4 merupakan bentuk tinja penderita
konstipasi (berurutan yaitu dari konstipasi kronis, mendekati
konstipasi kronis, konstipasi ringan, dan gejala awal konstipasi).
Tinja tipe 5 menunjukkan usus yang sehat, tipe 6 adalah tinja
penderita diare, dan tipe 7 adalah tinja penderita diare kronis. Tinja
tipe 1 dan tipe 7 adalah tinja seseorang yang menderita gangguan
pada usus dengan tingkat yang berbahaya dan dapat berakibat fatal.
Ketika kita menemukan 7 tipe tinja ini,s terdapat banyak diagnosis
yang harus dipikirkan, seperti pola diet, keganasan, infeksi, dan
gangguan pergerakan usus, serta perlunya tindak lanjut.”

30
m. Apa makna BAB hitam namun tidak ada mencret ?
Jawaban:
Terjadi pendarahan pada sistem gastrointestinalnya. Dimana kita
ketahui bahwa apabila terjadi pendarahan maka akan termanifestasi
seperti mimisan, efusi pleura, dan syok. pada An. Shinta dan BAB
hitam ada Maknanya adalah terjadi pendarahan di gastrointestinal
dan didiagnosis SSD (sindrom syok dengue) Dimana kita ketahui
bahwa apabila terjadi pendarahan maka akan termanifestasi seperti
mimisan, efusi pleura, dan syok (Guzman, M.dkk.2016)

n. Apa makna Pasien tidak BAK sejak tadi malam?


Jawaban:
Demam dengue dapat menyebabkan komplikasi pada ginjal. Gagal
ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Apabila syok belum
teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi
dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali
dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin (Leovani dkk, 2015).

o. Apa patofisiologi sakit perut, mual namun tidak muntah, sakit


kepala, nyeri disekitar bola mata dan nyeri sendi serta badan terasa
lemas
Jawaban:
- Gigitan nyamuk Betina Aedes -> infeksi dengue virus -> aktivasi
sistema imun -> Aktivasi makrofag dan sel dendritik -> Aktivasi
sitokin proinflamasi IL-1. IL-2. IL-6. IFN-γ, TNF-β dibantu oleh
IL-1 -> Aktivasi T-helper 1 (CD4+) dibantu oleh IL-2 ->

31
Aktivasi T Helper 2 (CD8+) -> Agregasi limfosit, sitokin dan
mediator inflamasi di pembuluh darah -> Kerusakan sel endotel
menyebabkan permeabilitas vascular meningkat -> Plasma
Leakage (cairan plasma keluar ke intestisial) -> Terjadi
perdarahan -> Perdarahan mukosa vagina Menorrhagia (Vaginal
Bleeding) + Petekie (bintik-bintik di kulit)
- Aktivasi sitokin proinflamasi IL-1. IL-2. IL-6. IFN-γ, TNF-β
dibantu oleh IL-1 -> Aktivitas berbagai mediator inflamasi ->
Mensensitasi Nociceptor (ujung saraf bebas) -> nyeri kepala,
atralgia, nyeri retroorbital
- Kerusakan sel endotel menyebabkan permeabilitas vascular
meningkat -> Plasma Leakage (cairan plasma keluar ke
intestisial) -> Asciter (Abbas, 2016)

p. Apa hubungan dilakukannya fogging dengan warga yang terjangkit


DBD?
Jawaban:
Fogging adalah penyemprotan insektisida untuk membunuh nyamuk
(Syamsir, 2018).
Pengendalian Aedes aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk
dewasa atau jentiknya. Salah satu cara yang efektif untuk
menanggulangi penyakit DBD secara tuntas adalah dengan
melibatkan masyarakat dalam membasmi jentik/nyamuk penularnya
yang dikenal dengan istilah pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN DBD) (Departemen Kesehatan RI,2012)
Hubungannya adalah telah dilakukan pengendalian kimia terhadap
vektor nyamuk Aedes aegypti dengan membunuh nyamuk kecil
dengan harapan mengurangi vector dari penyakit (IDAI, 2018).

q. Apa saja dampak dari fogging?


Jawaban:
Fogging tidak hanya memberikan dampak positif dalam

32
pengendalian nyamuk Aedes aegypti namun disisi lain juga
menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan
masyarakat, misalnya pencemaran air, tanah, udara, terbunuhnya
organisme non target, dan resiko bagi orang, hewan dan tumbuhan
(Tairas, 2015).

Terpapar dengan sipermethrin dosis tinggi dapat mengakibatkan


iritasi pada mukosa, kulit dan mata, serta apabila terhirup dapat
mengiritasi saluran pernafasan atas. Kerugian penggunaan
insektisida pada manusia adalah timbulnya penyakit, salah satu
penyakit timbul dikarenakan adanya kerusakan hati. Kerusakan hati
yang timbul dikarenakan paparan zat kimia dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan fungsi hati yaitu pemeriksaan SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan
AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang
dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas (Setiawati, 2021).

r. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit DBD?


Jawaban:
Strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1) Cara pemutusan rantai penularan
Ada lima kemungkinan cara memutuskan rantai penularan DBD:
• Melenyapkan virus dengue dengan cara mengobati
penderita, tetapi sampai saat ini belum ditemukan obat anti
virus tebruste.
• Isolasi penderita agar tidak digigit vektor sehingga tidak
menularkan kepada orang lain.
• Mencegah gigitan nyamuk.
• Memberikan imunisasi dengan vaksinasi.

33
• Memberantas vektor agar virus tidak ditularkan kepada
orang lain.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan beberapa
metode yang tepat, yaitu:
• Lingkungan
Metode lingkungan antara lain Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), dan 3M yaitu Menguras, Menutup,
Mengubur.
• Biologi
Pengendalian biologi antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik dan bakteri.
2) Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan fogging dan abatisasi plus
menabur larvasida, menggunakan kelambu, memasang kasa,
menyemprot insektisida, memasang obat nyamuk, dan memeriksa
jentik berkala (Depkes RI. 2018).

s. Apa hubungan An. Sinta sedang mengalami menstruasi dengan


kemungkinan penyakit yang dialaminya?
Jawaban:
Dengue adalah infeksi virus tropis yang terkenal yang dapat
mengakibatkan kelainan perdarahan karena trombositopenia berat.
Namun, presentasi yang langka terkadang bisa terdeteksi dalam
praktek klinis. Pendarahan ginekologis adalah salah satunya. Pada
wanita yang aktif secara seksual, demam berdarah dapat hadir
bersama dengan menstruasi dan ini dapat menyebabkan dismenore
dan perdarahan menstruasi yang berlebihan (Wiwanitkit, 2013).

3. Riwayat persalinan : normal


Riwayat imunisasi : lengkap
Riwayat makan : normal

34
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Obesitas
a. Bagaimana interpretasi dari Riwayat pada kasus diatas?
Jawaban:
1. Persalinan tidak mengalami BBLR (Berat Badan Lahir Berat)
2. Tidak ada tanda terjadinya KIPI
3. Tidak ada tanda kekurangan gizi
4. Obesitas memiliki hubungan dengan infeksi virus dengue

b. Apa kaitan obesitas pada kasus?


Jawaban:
- Obesitas mungkin berperan dalam perburukan infeksi dengue
karena respon imun tubuh yang lebih kuat. Beberapa penelitian
menemukan bahwa pasien demam berdarah yang obesitas
memiliki presentasi yang lebih parah dengan prognosis yang
lebih buruk.
- Secara hipotesis, obesitas dapat mempengaruhi keparahan
infeksi dengue melalui jalur inflamasi. Peningkatan deposisi
jaringan adiposa putih (WAT) pada individu yang kelebihan
berat badan dan obesitas menyebabkan peningkatan produksi
mediator inflamasi yang diketahui meningkatkan permeabilitas
kapiler dan menyebabkan kebocoran plasma. (Zulkipli, 2018).
Jurnal yang membantah:
Pada tahun 2013, Huy NT dkk. menerbitkan tinjauan sistematis
dan meta-analisis dari 198 penelitian hingga September 2010
tentang faktor-faktor yang terkait dengan sindrom syok dengue.
Dalam sub-analisis dari delapan studi utama, penulis
menemukan bahwa obesitas tidak ada hubungan antara DSS dan
kelebihan berat badan atau obesitas.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya syok yaitu


serotipe virus dengue, umur, jenis kelamin, ras, genetik, daya
tahan tubuh, infeksi primer atau sekunder, penyakit lain yang

35
menyertai, serta status nutrisi. Status nutrisi mempengaruhi
derajat berat ringannya penyakit berdasarkan teori imunologi
yaitu gizi baik meningkatkan respon antibodi. Reaksi antigen
dan antibodi yang berlebihan menyebabkan infeksi dengue lebih
berat. Walaupun demikian, mekanisme peningkatan SSD pada
obesitas masih belum jelas. Sel adiposit jaringan lemak
mensekresikan dan melepaskan sitokin pro-inflamasi yaitu
TNFα (tumour necrosis factor α) dan beberapa interleukin (IL)
yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8. Pada obesitas terjadi peningkatan
ekspresi TNF α dan IL-6. Salah satu efek TNF α adalah
meningkatkan permeabilitas kapiler sedangkan pada SSD juga
terjadi produksi TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-8

Hubungan status gizi seseorang erat kaitannya dengan respon


imun tubuh namun peran fungsi imun pada obesitas dikatakan
masih belum jelas. Obesitas berarti terjadi penumpukan jaringan
lemak akibat peningkatan jumlah dan besar sel adiposit.
Diantara jaringan lemak yang ada, jaringan lemak putih yaitu sel
adiposit jaringan lemak putih yang mensekresikan dan
melepaskan sitokin pro-inflamasi TNFα (tumour necrosis factor
α) dan beberapa interleukin (IL) yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8.
Pada obesitas akan terjadi peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6
sedangkan pada SSD terjadi produksi TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-
8.10,11

Obesitas -> kadar lipid, asam lemak dan glukosa dalam tubuh
tinggi -> Adenosin Monofosfat Protein Kinase (AMPK)
menurun 🡪 sehingga terjadi gangguan homeostasis seluler -
>regulasi sitokin anti-inflamasi menurun -> produksi sitokin
proinflamasi dan stress oksidatif meningkat -> infeksi sulit
disembuhkan dan manifestasi perdarahan lebih parah

36
Penurunan AMPK pada obesitas -> menurunkan metabolisme
lipid 🡪akumulasi lipid didalam retikulum endoplasma meningkat
->replikasi dengue virus bertambah -> infeksi sulit disembuhkan
dan manifestasi perdarahan lebih parah (Elmy, 2016)

4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit berat, kesadaran : koma, BB: 40 kg, TB: 120 cm.
Tanda vital : TD tidak terukur, denyut nadi tidak teraba, RR 30x/menit, T
35,70C
Keadaan khusus :
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), regio nasal : epistaksis (-)
Leher : dalam batas normal
Thoraks : retraksi tidak ada
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium tidak dapat dinilai, hepar
dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral dingin, CRT >3 detik.
Kulit : petekie (+), hematom (-), purpura (-)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawaban:
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: sakit berat, kesadaran : koma (kesadaran menurun),
BB: 40 kg (overweight) normalnya 20-22 kg , TB: 120 cm. normal
Tanda vital: TD tidak terukur (abnormal) normalnya 120/80 mmHg,
denyut nadi tidak teraba (abnormal) normal 75-100x/menit, RR
30x/menit normal (23-30x/menit), Term(suhu) 35,70C (hipotermi)
normalnya 36,50 C – 37,50 C
Keadaan khusus:
Kepala: Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), regio nasal:
epistaksis (-) (normal)
Leher: dalam batas normal (normal)

37
Thoraks: retraksi tidak ada (normal)
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-) (normal)
Pulmo: suara nafas vesikuler (normal), ronki (-) (normal), wheezing
(-) (normal)
Abdomen: datar (normal), lemas (normal), nyeri tekan epigastrium
tidak dapat dinilai (abnormal) normalnya tidak ada nyeri , hepar dan
lien tidak teraba normal, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral dingin hipovolemik normalnya akral hangat,
CRT >3 detik. Hipovolemik normalnya 1-2 detik
Kulit: petekie (+) (abnormal), hematom (-) (normal), purpura (-)
(normal).

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?


Jawaban:
Patofisiologi takipnea:
Takipnea (tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan
dangkal, biasanya didefinisikan lebih dari 60 hembusan per
menit.Pernapasan abnormal cepat adalah gejala yang sering
disebabkan oleh penumpukan karbon dioksida dalam paru-paru.
setiap kali kemampuan untuk membuang karbon dioksida (Co2)
menurun, terjadi penumpukan Co2 dalam darah. hasilnya adalah
asidosis pernapasan, yang merangsang pusat pernapasan di otak
anda untuk meningkatkan frekuensi napas dalam upaya
menormalkan ph darah. kontras dengan bradypnea (Arini FN, dkk,
2017).
• Patofisiologi hipotermi :
Hipotermia terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi panas
yang cukup untuk menggantikan panas yang hilang keluar ke
lingkungan. Hipotermia dapat terjadi ketika tubuh kehilangan
panasnya. Tubuh dapat kehilangan panasnya melalui radiasi,
konveksi, dan evaporasi (Arini FN, dkk, 2017).
• Patofisiologi petichae/ bintik merah pada kulit

38
Vektor (aedes aegypti) mengambil darah host > virus masuk > virus
berikatan dan masuk ke dalam sel host melalui proses endositosis >
terjadi internalisasi dan asidifikasi endosom,virus berfusi dengan
membran vesikuler > masuknya nukleokapsid menuju sitoplasma >
terjadi proses translasi pada membran retikulum endoplasma.
Pematangan virus terjadi pada kompartemen golgi dan akan
disekresikan keluar sel menuju sirkulasi > infeksi melibatkan respon
humoral dan aktivasi CD4 dan CD8 àmenghasilkan limfokin dan
interferon gamma > aktivasi 18 makrofag > sekresi berbagai
mediator inflamasi > disfungsi sel endotel > plasma leakage > darah
yang keluar dari kapiler muncul pada kulit > petechiae (Price dan
Wilson, 2014).
• Patofisiologi akral dingin
Replikasi virus yang terjadi di hati -> menyebabkan
pembesaran hati dan nyeri persendian -> pelepasan anafitoksin,
histamin, dan serotonin -> aktivasi sistem alami yang meningkatkan
permeabilitas dinding kapiler > diikuti oleh ekstraksi cairan
intravaskular ke jaringan ekstraseluler -> volume darah menurun,
disertai dengan penurunan tekanan darah, dan penurunan pasokan
oksigen ke organ dan jaringan ->sirkulasi darah dan oksigen ke
organ-organ vital tubuh lebih penting -> akral dingin (Price dan
Wilson, 2014).
• Patofisiologi CRT
Virus Dengue terdapat pada nyamuk aedes aegypti -
>Nyamuk aedes aegypti menggigit manusia > Masuk ke aliran darah
-> Viremia -> komplemen antigen dan antibodi meningkat ->
Pembebasan histamin -> Peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah -> kebocoran plasma -> syok hipovolemik -
>pengisian crt -> 3 detik (Price dan Wilson, 2014).

39
c. Bagaimana cara pemeriksaan petekie dan CRT?
Jawaban:
Pemeriksaan petekie menggunakan tensimeter.
Prosedur pemeriksaan:

1. Mendekatkan alat - alat ke sekitar anak.

2. Lakukan cuci tangan.

3. Lakukan pengukuran tekanan darah

4. Hitung nilai tekanan sistolik dan tekanan diastolik kemudian


jumlahkan nilai kedua tekanan tersebut dan bagi dua dengan rumus

𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 + 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑎𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘


MAP =
2

5. Lakukan pengukuran pemeriksaan Rumple Leed dengan


memompa manset sampai dengan batas nilai MAP dan
mempertahankan tekanan hasil pengukuran MAP selama kurang
lebih 5 menit .

6. Setelah itu turunkan tekanan secara perlahan - lahan.

7. Baca hasil pemeriksaan: Jika ada > 10 petechiae dalam


lingkaran bergaris tengah 5 cm kira - kira 4 cm distal dari fossa
cubiti test Rumple Leede dikatakan positif.

Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi


terdapat petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test
Rumple Leede juga dikatakan positif.

Derajat laporan:

(-) = tidak didapatkan petechiae

(+1) = timbul beberapa petechiae di permukaan pangkal lengan

(+2) = timbul banyak petechiae di permukaan pangkal lengan

40
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal
lengan & telapak Catat hasil pengukuran

9. Bereskan alat - alat yang telah dipergunakan

10. Rapikan kembali anak.

11. Ucapkan salam.

12. Cuci tangan.

13. Dokumentasikan seluruh hasil pengumpulan data pada format


yang telah disiapkan (Askar, 2018)

d. Apa saja jenis-jenis kesadaran?


Jawaban:
Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos
mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma (Singhal, 2014)
• Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat
menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
• Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan
segan berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
• Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan
cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan
dan mampu memberikan jawaban secara verbal, namun mudah
tertidur kembali.
• Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan
mata tertutup. Pasien dalam keadaan tidur yang dalam atau tidak
memberikan respon dengan pergerakan spontan yang sedikit atau
tidak ada dan hanya bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat yang
berulang (rangsang nyeri).
• Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun
dengan semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Pasien
dalam keadaan tidak sadar yang dalam, yang tidak dapat
dibangunkan akibat disfungsi ARAS di batang otak atau kedua

41
hemisfer serebri. Karakteristik koma adalah tidak adanya arousal
dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya.

Glasgow Coma Scale (GCS)


Skala Koma Glasgow (SKG) atau Glasgow Coma Scale (CCS)
adalah metode penilaian kuantitatif kesadaran yang paling popular.
Pemeriksaan ini meliputi aspek membuka mata (eye opening=E),
respons verbal (verbal respons=V), dan respons motorik (motor
respons=M), dengan skor GCS minimal adalah 3 dan maksimal
adalah 15 (Tahir, 2018).

Selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Berikut beberapa


penilaian GCS dan
interpretasinya terhadap tingkat kesadaran:
a) Nilai GCS (15-14) : Compos mentis
b) Nilai GCS (13-12) : Apatis
c) Nilai GCS (11-10) : Delirium
d) Nilai GCS (9-7) : Somnolen
e) Nilai GCS (6-5) : Sopor
f) Nilai GCS (4) : semi-coma
g) Nilai GCS (3) : Coma (Tahir, 2018)

42
5. Pemeriksaan laboratorium: Hb 19 g/dl, HT: 57 g/dl, leukosit 1500,
trombosit 17000, eritrosit 4,6 x 1012, diff count 0/0/45/0/50/5.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawaban:

Pemeriksaan Kadar normal Kadar Interpestasi


kasus
Hemoglobin Pria:13-18g/dL 19 g/dL Abnormal
Wanita: 12-16
g/dL
Hematokrit Pria: 38,8%– 57 g/dL Abnormal
50%
Wanita: 34,9%-
44,5%
Leukosit 3.200- 1500 Abnormal,
10.000/mm3 leukopenia

43
Trombosit 170.000- 17000 Abnormal,
380.000/mm3 trombositopenia
Eritrosit 3,6 – 4,8 Juta sel 4,6 x 1012 Normal
/ mm3
Diff count
Basofil 0–2% 0 Normal
Eusinofil 0–6% 0 Normal
Neutrofil batang 2 – 6 % 45 Abnormal
Neutrofil 50 – 70 % 0 Abnormal
segmen
Limfosit 15 – 45 % 50 Abnormal
Monosit 0 – 10 % 5 Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium ?


Jawaban :
Pemeriksaan Nilai Pada Nilai Normal Keterangan
Kasus
Hemoglobin 19 Pria: 13 – 17 gr/dl Abnormal
Wanita: 12 – 16 gr/dl
Hematokrit 57 Pria: 40-48 % Abnormal
Wanita: 37-43 %

Leukosit 1.500 3200-10000 Mm3 Abnormal

Trombosit 17.000 150.000 – 450.000 Abnormal


150.000 – 350.000
Eritrosit 4,6 X 1012 Pria: 5 X 1012 Normal
(5 Juta)
Wanita: 4,6 X 1012
(4,5 Juta)

44
Basofil 0 <2% Normal

Eosinofil 0 2-4 % Abnormal

Neutrofil Batang 45 2-5 Abnormal

Neutrofil Segmen 0 50-70% Abnormal

(Neutrofil
Polimorfonuclear)
Limfosit 50 20-40% Abnormal

Monosit 5 3-8% Normal

Mekanisme

- Infeksi virus => aktivasi makrofag => fagositosis => Infeksi makrofag
oleh virus dengue => aktivasi T-Helper & T-Sitotoksik=> produksi
interferon gamma & limfokin => Interferon gamma merangsang
aktivasi monosit =>sekresi mediator inflamasi (TNF-alpha, IL-1, PAF,
IL-6, dan histamin) => disfungsi endotel => kebocoran plasma
- Virus makin banyak => terbentuk kompleks ab-ag => Aktivasi
kompleks komplemen => C3a & C5a meningkat => peningkatan

45
permeabilitas endotel pembuluh darah => kebocoran plasma =>
trombosit mengkompensasi => gagal => Trombositopenia
- Terbentuk kompleks ab-ag => Agregasi Trombosit akibat akvitasi
NS1 => trombosit menempel di endotel => trombosit dibersihkan oleh
sistem retikulo entotelia (makrofag) => Trombositopenia kebocoran
plasma => Hematokrit meningkat (Chao, 2019)

6. Data hari kedua:


Pemeriksaan Hb, Ht, trombo serial :
Hb : 15 g/dl sebelum: 19 g/dL
HT : 45 g/dl sebelum: 50 g/dL
Trombosit : 8.000
IgG dan IgM anti dengue (+).
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium pada data hari kedua?
Adanya IgG (+) mengindikasikan adanya infeksi sekunder atau infeksi
masa lalu, IgM (+) mengindikasikan adanya infeksi primer. Bila IgM
dan IgG mengindikasikan infeksi dengue primer akhir atau awal infeksi
dengue sekunder (Kemenkes, 2011).

5. Apa saja diagnosis banding pada kasus?


Jawab:
1. DSS
2. Demam tifoid,
3. Campak
4. Malaria
5. Hepatitis
6. Chikungunya (Syafiqah,N. 2018).

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab:
Adapun Pemeriksaan Penunjang yaitu:
a. Pemeriksaan radiologis

46
- Pemeriksaan darah rutin melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis
relatif disertai gambaran limfosit plasma biru
- Isolasi virus dengue (cell culture)
- Deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction)
b. Pemeriksaan serologis
Tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG
• IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
• IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
• NS-1: Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold
standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan
adanya infeksi virus dengue.
c. Pemeriksaan Radiologis
- Foto rontgen dada
- USG (Suhendro, dkk., 2014).

7. Apa saja diagnosis kerja pada kasus?


Jawaban :
(DSS)
DBD Grade IV (Dengue Shock Syndrome)

8. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawaban:
a. Promotif

47
Upaya promotif dilakukan sebagai usaha menciptakan perilaku dan
keadaan kondusif dalam bentuk pendidikan, ekonomi, organisasi,
maupun sistem penunjang dalam lingkungan yang mendukung
terciptanya kesehatan.
b. Preventif
berupa tindakan yang dilakukan untuk mencegah munculnya penyakit.
yaitu dengan pengendalian vektor, termasuk fogging dan larvasida. Juga
pemberantasan sarang nyamuk PSN 3M Plus.
c. Kuratif
Upaya yang ketiga yaitu kuratif merupakan usaha medis yang dilakukan
untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit yang diderita
seseorang. Contoh dari upaya kuratif adalah pemberian antibiotik pada
penyakit infeksi. Tahapan ini merupakan tahapan yang biasa kita
ketahui dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam fasilitas kesehatan.
Pada kasus yaitu dengan pemberian cairan koloid dan kristaloid guna
mengatasi syok.
Apabila ada gejala-gejala yang mengarah pada demam berdarah, akan
dilakukan pengecekan laboratorium berupa pemeriksaan jumlah
trombosit untuk mengkonfirmasi diagnosis pasien. Jumlah trombosit
normal manusia adalah 150.000-450.000 per mikroliter. Pasien demam
berdarah memiliki jumlah trombosit kurang dari 150.000 per mikroliter
d. Rehabilitatif
Dan yang terakhir upaya rehabilitatif, yaitu suatu upaya ataupun
rangkaian kegiatan yang ditujukan kepada pasien yang sudah tidak
menderita penyakit agar dapat berinteraksi secara normal lagi dalam
lingkungan sosial (Dinkes NTT, 2020)

9. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawaban:
1. Disfungsi hati
2. Gagal ginjal akut
3. Sindrom gangguan pernapasan akut

48
4. Profil koagulasi abnormal
5. Ensepalopati dengue
6. Syok Hipovopolemic + Perdarahan
7. Edema paru (Setiati, 2017).

10. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawaban:
Quo ad vitam: dubia ad malam

Quo ad functionam: dubia ad malam

Quo ad sanationam: dubia

11. Bagaimana standar kompetensi dokter umum pada kasus?


Jawab:
3B. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah Kembali dari rujukan
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)

2.7.NNI
1. H.R. tirmidzi

‫ْف‬
ٌ ‫ِّب نَظِ ي‬ َ ِ‫الطي‬ َّ ُّ‫طيِِّبٌ يُحِ ب‬ َ َ‫سلَّ َم ا َِّن هللا‬
َ ‫صلَّى الل ُهعَلَ ْي ِه َو‬َ ‫ي‬ ِِّ ِ‫ع ِن النَّب‬
َ ‫ع ْن اَبِ ْي ِه‬ ٍ َّ‫س ْع ِدب ِْن اَبِى َوق‬
َ ‫اص‬ َ ‫ع ْن‬
َ
‫ظافَةَ ك َِر ْي ٌم يُحِ بُّ ْالك ََر َم َج َوادٌيُحِ ب ُّْال َج َوادَفَنَظِ ِّفُ ْواا َ ْفنَ ْيتَ ُكم‬َ َّ‫ْيُحِ بُّالن‬

Artinya:”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih


(dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan)
menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu.” (HR.
Tirmidzi).
2. H.R. Ahmad

49
Dari hadits Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi disebutkan bahwa: "Bersuci
(thaharah) itu setengah daripada iman." (HR. Ahmad, Muslim, dan
Tirmidzi).
3. H.R. muslim 4/1993, no:2575
ِ ِ‫ َما لَكِ َيا أ ُ َّم السَّائ‬:َ‫ فَقَال‬،)‫ب‬
:‫ب (أَ ْو‬ َ ‫ أ ُ ِ ِّم ْال ُم‬:‫ب (أ َ ْو‬
ِ َّ‫سي‬ ِ ِ‫علَى أ ُ ِ ِّم السَّائ‬
َ ‫هللا صلى هللا عليه وسلم دَ َخ َل‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
ِ ‫س ْو َل‬
َ ‫ فَإِنَّ َها تُذْهِبُ َخ‬،‫س ِبِّي ْال ُح َّمى‬
‫طا َيا َب ِن ْي‬ َ ‫ الَ َب‬،‫ ا َ ْل ُح َّمى‬:‫ت‬
ُ َ ‫ الَ ت‬:َ‫ فَقَال‬.‫اركَ هللاُ ِف ْي َها‬ ْ َ‫ب) تُزَ ْف ِز ِفيْنَ ؟ قَال‬ َ ‫َيا أ ُ َّم ْال ُم‬
ِ َّ‫سي‬
.ِ‫ث ْال َح ِد ْيد‬َ َ‫آدَ َم َك َما يُذْهِبُ ْال ِكي ُْر َخب‬

Artinya: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk


Ummu as-Saib (atau Ummu al-Musayyib), kemudian beliau bertanya, ‘Apa
yang terjadi denganmu wahai Ummu al-Sa’ib (atau wahai Ummu al-
Musayyib), kenapa kamu bergetar?’ Dia menjawab, ‘Sakit demam yang
tidak ada keberkahan Allah padanya.’ Maka beliau bersabda, “Janganlah
kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam,
sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat” (H.R.
muslim 4/1993, no:2575)

4. H.R. Al-Bukhari no. 5661 dan Muslim no. 651

ُّ ‫س ِِّيئَاتِ ِه َك َما تَ ُح‬


‫ط‬ َّ ‫ض فَ َما س َِواهُ ِإالَّ َح‬
َ ‫ط هللاُ ِب ِه‬ ٍ ‫ُص ْيبُهُ أَذًى مِ ْن َم َر‬
ِ ‫َما مِ ْن ُم ْسل ٍِم ي‬

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti
akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-
daunnya”

2.8. Kesimpulan
An. Sinta perempuan 10 tahun datang ke UGD dalam keadaan koma, syok,
nyeri retroorbital, timbul ptechiae, trombositopenia, dan hemasitosis karena
mengalami Dengue Syok Syndrome/DSS (DBD Grade IV) ec. infeksi virus dengue

50
2.9.Kerangka Konsep

Nyamuk aedes membawa virus dengue

Virus dengue masuk tubuh manusia


melalui gigitan nyamuk aedes

Infeksi virus dengue

Virus menginfeksi
makrofag dan bereplikasi

Aktivasi makrofag dan


fagositosis

C3a & C5a meningkat Sekresi mediator inflamasi

Peningkatan permeabilitas endotel


pembuluh darah

Plasma leaked

Peningkatan hematokrit Terjadi syok distributif

Dengue Shock Syndrome

Petechie Trombositopenia

Gangguan Penurunan Akral dingin


vaskular kesadaran (coma)

51
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, d. A.-G. 2018.Pola Buang Air Besar: Apakah Ada Arti Klinis?. Yayasan
Gastroentrologi Indonesia.
Arini FN, Adriatmoko W & Novita M. 2017. Perubahan Tanda Vital sebagai Gejala
Rasa Cemas sebelum Melakukan Tindakan Pencabutan Gigi pada
Mahasiswa Profesi Klinik Bedah Mulut RSGM Universitas Jember. Jurnal
Pustaka Kesehatan. Jember, Jawa Timur. vol. 5, no. 2.
Bian, S. M., 2017. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Demam Berdarah Dengue
Pada Anak di Puskesmas Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Nusa
Tenggara Timur Periode Juni Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Media Bidan, 2(1),
pp. 10-18.
Chao Chiao-Hsuan, et all. 2019. Dengue virus non structural protein 1 activates
platelets via Toll – like receptor 4,leading to thrombocytopeniaan
dhemorrhage. PLOS Pathogens, 1 – 26.
Dania, I. A. 2016. Gambaran Penyakit dan Vektor Demam Berdarah Dengue
(DBD). Warta Dharmawangsa, (48).
Darwin, E. Elfi, F.E. & Elvira, D. 2018. Endotel: Fungsi dan Disfungsi
Depkes RI. 2018. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Kemenkes RI. 2011. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis-Dit PPBB-Ditjen PP
dan PL, Kementerian Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pokok-Pokok Kegiatan dan Pengelolaan Gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Ditjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Dinkes NTT. 2020. Petunjuk Teknis pencegahan dan pengendalian penyakit
demam berdarah dengue, NTT: Dinkes NTT.
Elmy, S., Arhana, B. N. P., Suandi, I. K. G., & Sidiartha, I. G. L. 2016. Obesitas
sebagai faktor risiko sindrom syok dengue. Sari Pediatri, 11(4), 238-43.
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Elsevier
Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. 2016. Int J
Infect Dis;8:69-80.

52
Hirawan, H., Djati, F. K., & Mulitasari, E. R. 2020. Laporan Kasus: Petekie pada
Rongga Mulut Akibat Faktor Iatrogenik pada Pasien Anak.
STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 17(2), 57-59.
IDAI.2018.Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi empat. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)., 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Edisi kedua. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Leovani, V., Sembiring, L. P. S. P., & Winarto, W. 2015. Gambaran Klinis dan
Komplikasi Pasien Demam Berdarah Dengue Derajat III dan IV di Bagian
Penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 1 Januari
2012–31 Desember 2013. Doctoral dissertation Riau University. 2(2): 1-15
Muniyappa, R., & Gubbi, S. 2020. COVID-19 pandemic, coronaviruses, and
diabetes mellitus. American Journal of Physiology-Endocrinology and
Metabolism.
Nasronudin. 2011. Penyakit infeksi di Indonesia: solusi kini & mendatang. Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair.
Nuari, N. A., Ns, M. K., Widayati, D., & Ns, M. K. (2020). Pemanfaatan Tanaman
Herbal Dalam Pencegahan Demam Berdarah. Lembaga Chakra Brahmana
Lentera, hlm. 34.
Prasetyani, R. D. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam
berdarah dengue. Jurnal Majority, 4(7), 61-66.
Price SA. dan Wilson LM.2014. Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses
penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Rahmadi, R. 2017. Analisis Faktor Input dalam Pengendalian Nyamuk Aedes
Aegypti di Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 9 (1): 11–20
Santhi, D, Dewi, R, Santa, AP. 2016. Urinalisis dan Cairan Tubuh. Denpasar
Setiati, S. dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

53
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Setiati S, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Internal Publishing

Setiawati, N. P. D., Artini, N. P. R., & Aryasa, I. W. T. (2021). Pengaruh Lama


Bekerja Terhadap Kadar Sgot Dan Sgpt Pada Petugas Fogging di Kota
Denpasar. Jurnal Widya Biologi, 12(01), 8-16.

Singhal NS, Josephson SA. 2014. A practical approach to neurologic evaluation in


the intensive care unit. J Crit Care. 29(4): 627-633

Siswanto dan Usnawati. 2019. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.


Mulawarman University Press. Samarinda.

Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing

Suhendro. Nainggolan, L. Chen, K. & Pohan, H.T. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam: Demam Berdarah Dengue, Jakarta: Internal Publishing

Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). jurnal medulla. 2(2),1-15.

Sukohar.2017.Demam Berdarah Dengue (DBD), jurnal medulla, vol 2, No. 02


Susanti, S., & Suharyo, S. (2017). Hubungan lingkungan fisik dengan keberadaan
jentik Aedes pada area bervegetasi pohon pisang. Unnes Journal of Public
Health, 6(4), 271-276.
Syafiqah,N. 2018. Demam Berdarah Dengue. Jurnal Universitas Udayana.
Syamsir et all. 2018. Analisis Spasial Efektivitas Fogging di Wilayah Kerja
Puskesmas Makroman, Kota Samarinda. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan
Vol. 1, Ed. 2.
Tahir, A. M. 2018. Patofisiologi Kesadaran Menurun. UMI Medical Journal, 3(1):
80-88.
Tairas, S. 2015. Analisis pelaksanaan pengendalian demam berdarah dengue di
Kabupaten Minahasa Utara. Jikmu, 5(1).
Vincent, J. L. et al., 2014. Circulatory shock. N Engl J Med, 370(6).

54
Vigna, S. R.V., Gopalsamy, S., Padma S. 2016.Dengue and Typhoid co–infection :
A Case Report From a Tertiary Care Hospital in South India. International
Journal of Case Reports and Images. Vol 7 (10): hal. 563.
Wang, W. et al. (2020). Dengue Hemorrhagic Fever – A Systemic Literature
Review of Current Perspectives on Pathogenesis, Prevention and Control.
Journal of Microbiology, Immunology and Infection, 53(6), pp. 963–78.
WHO. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. India: WHO press.
Wiwanitkit, S., & Wiwanitkit, V. 2013. Excessive menstruation bleeding as a
presentation of dengue hemorrhagic fever. Archives of Gynecology and
Obstetrics, 287(6), 1271-1271.
Zulkipli, M. S., Dahlui, M., Jamil, N., Peramalah, D., Wai, H., Bulgiba, A., &
Rampal, S. 2018. The association between obesity and dengue severity
among pediatric patients: A systematic review and meta-analysis. PLoS
neglected tropical diseases, 12(2),

55

Anda mungkin juga menyukai