Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 8

KELOMPOK 9
Dosen Pembimbing: Dr. dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes.

Nadya Angellica 702020067


Nuzul Lisa Sall Sabila 702021001
Hafiyyan Marzuq 702021021
Stievy Arifin 702021027
Afifi Aulia Azra 702021035
Amira Azza Nabila 702021049
Vidia Ayu Putri Az Zahra 702021055
Intan Zakiyah 702021074
Leni Kurniyati 702021106
M. Ramadhani Daro 702021115

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial Skenario A Blok 8 semester 3. Shalawat
seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan tugas-tugas
selanjutnya.
Dalam penyelesain tugas tutorial ini,kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. Yth, Dr. dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes. selaku Pembimbing Tutorial.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Teman-teman seperjuangan.
4. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin.

Palembang, September 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan....................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
2.1 Data Tutorial..............................................................................................................2
2.2 Skenario A..................................................................................................................2
2.3 Klarifikasi Istilah........................................................................................................3
2.4 Identifikasi Masalah...................................................................................................4
2.5 Prioritas Masalah........................................................................................................5
2.6 Analisis Masalah........................................................................................................5
2.7 Kesimpulan..............................................................................................................28
2.8 Kerangka konsep......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
ini adalah Tutorial. Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based
Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan
setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang ada.
Pada blok 8 yaitu blok Hematologi & Limfatik dilaksanakan tutorial studi kasus
skenario yaitu Ny.Anita, usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan
lemas sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan mata kuning. Ny.Anita sebelumnya
mengeluh sering pusing, mata berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, namun tidak
demam. Ny.Anita sebelumnya sudah pernah dirawat enam bulan yang lalu dengan
keluhan yang sama, kemudian pada saat dilakukan transfusi darah terjadi
ketidakcocockan pada darah donor dan pasien. Riwayat perdarahan pada pasien tidak
ada, Riwayat konsumsi obat- obatan tidak ada, BAB biasa dan BAK kuning tua, Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Pembimbing : Dr. dr. Ahmad Ghiffari, M.Kes.
Moderator : M. Ramadhani Daro
Sekretaris Meja : Intan Zakiyah
Sekretaris Papan : Hafiyyan Marzuq
Waktu pelaksanaan : Selasa, 27 September 2022
08.00 – 10.30
Kamis, 29 September 2022
08.00 – 10.30
Peraturan :
1. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen
2. Izin saat akan keluar ruangan
3. Dilarang meletakkan barang-barang yang mengganggu diatas meja selain kamus
Dorland dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
4. Dilarang makan dan minum selama tutorial berlangsung.

2.2 Skenario A
Skenario A Blok 8 Angkatan 2021

“Darah Tak Cocok”


Ny.Anita, usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan lemas sejak 1 minggu
yang lalu disertai dengan mata kuning. Ny.Anita sebelumnya mengeluh sering pusing, mata
berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, namun tidak demam. Ny.Anita sebelumnya
sudah pernah dirawat enam bulan yang lalu dengan keluhan yang sama, kemudian pada saat
dilakukan transfusi darah terjadi ketidakcocokan pada darah donor dan pasien. Riwayat
perdarahan pada pasien tidak ada, Riwayat konsumsi obat-obatan tidak ada, BAB biasa dan
BAK kuning tua, Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

2
Pemeriksaan Fisik:
 Keadaan umum: Compos mentis
 Tanda vital:
Nadi: 128 x/menit, RR 30 x/menit, Temp; 36,8 C, TD: 90/60 mmHg, TB; 160 cm, BB:
50 kg
 Kepala: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), bibir pucat (+)
 Thorax: simetris.
o Paru – paru: vesikuler normal
o Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
 Abdomen
o Hepar: tidak teraba
o Lien: teraba Schuffner 2
 Ekstremitas: hangat, palmar manus dan plantar pucat

Pemeriksaan Penunjang: Hb: 6,5 gr/dl, Leukosit: 8000/m3, Ht: 21%, Trombosit:
400.000/m3.

2.3 Klarifikasi Istilah


No. Istilah Klarifikasi
1. Pusing Pening, berputar (KBBI, ed lux).
2. Transfusi Pemasukan darah lengkap atau komponen darah secara lagsung dalam
aliran darah (Dorland, ed 29).

3. Lemas Tidak dapat bernapas, karena terkena asap gas, tenggelam karena air
dan sebagainya (KBBI, ed lux).

4. Donor Organisme yang memberikan jaringan hidup untuk dapat digunakan


pada tubuh yang lain seperti orang yang memberikan darahnya untuk
transfuse atau organ ditransplantasikan (Dorland, ed 30).

5. Compos Sadar sepenuhnya (Dorland, ed 30).


Mentis
6. Simetris Kedua belah, bagiannya sama, setangkup (KBBI, edisi lux).

3
7. Schuffner Teknik palpasi lien dimana di tarik garis lurus dari lokasi lien melewati
umbilicus kea rah sias kanan kontra lateral (Glossarium.org).

8. Plantar Berkaitan dengan telapak kaki (Dorland, ed 29).

9. Leukosit Sel darah putih (berfungsi membinasakan bakteri yang memasuki


tubuh) (KBBI, ed lux).

10. Demam Suhu badan lebih tinggi dari biasa karena penyakit panas badan dan
panas dingin (KBBI, ed lux).

11. Palmar Berkaitan dengan telapak tangan, permukaan sentrol tangan atau kaki
(Dorland, ed 30).

12. Konjungtiva Membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi bola mata
(Dorland, ed 29).

13. Trombosit Keping-keping darah mempunyai bentuk tidak teratur dan tak berinti
(KBBI, ed lux).

14. Vesikuler Memiliki frekuensi bunyi yang rendah seperti bunyi nafas normal pada
paru selama ventilasi (Dorland, ed 30).

15. Pucat Putih pudar, agak putih lesu (KBBI, ed lux).

16. Hemoglobin Pigmen pembawa antigen pada eritrosit yang sedang berkembang di
sumsung tulang belakang (Dorland, ed 29).

17. Hematokrit Persentase valume eritrosit dalam whole blood (Dorland, ed 30).

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny.Anita, usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan lemas sejak 1
minggu yang lalu disertai dengan mata kuning. Ny.Anita sebelumnya mengeluh sering
pusing, mata berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, namun tidak demam.
2. Ny.Anita sebelumnya sudah pernah dirawat enam bulan yang lalu dengan keluhan
yang sama, kemudian pada saat dilakukan transfusi darah terjadi ketidakcocokan pada
darah donor dan pasien.

4
3. Riwayat perdarahan pada pasien tidak ada, Riwayat konsumsi obat-obatan tidak ada,
BAB biasa dan BAK kuning tua, Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak
ada.
4. Pemeriksaan Fisik:
 Keadaan umum: Compos mentis
 Tanda vital:
Nadi: 128 x/menit, RR 30 x/menit, Temp; 36,8 C, TD: 90/60 mmHg, TB; 160 cm,
BB: 50 kg
 Kepala: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), bibir pucat (+)
 Thorax: simetris.
o Paru – paru: vesikuler normal
o Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
 Abdomen
o Hepar: tidak teraba
o Lien: teraba Schuffner 2
 Ekstremitas: hangat, palmar manus dan plantar pucat
5. Pemeriksaan Penunjang: Hb: 6,5 gr/dl, Leukosit: 8000/m3, Ht: 21%, Trombosit:
400.000/m3.

2.5 Prioritas Masalah


Ny.Anita, usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan lemas sejak 1
minggu yang lalu disertai dengan mata kuning. Ny.Anita sebelumnya mengeluh sering
pusing, mata berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, namun tidak demam.
Alasan: karena apabila tidak segera ditatalaksana dengan baik akan menyebabkan
komplikasi lebih lanjut dan mengganggu aktivitas Ny. Anita.

2.6 Analisis Masalah


1. Ny.Anita,usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan lemas sejak 1
minggu yang lalu disertai dengan mata kuning. Ny.Anita sebelumnya mengeluh sering
pusing,mata berkunang-kunang,jantung berdebar debar,namun tidak demam.
a. Bagaimana mekanisme lemas dan mata kuning ?
 Lemas
Abnormalitas kromosom ec. FR Leukimia → aktivasi sel proliferasi →

5
proses proliferasi meningkat, tidak terkontrol + blokade apoptosis sel →
meningkatnya sel + turunnya kematian sel → mengganggu proses
normal dari hematopoesis (terutama eritrosit) → Hb turun →
metabolisme turun → lemas (Sherwood, 2012).
 Mata kuning
Bilirubin indirect atau bilirubin tak terkonjugasi masuk ke hati (icterus
intrahepatic) kemudian menuju ke sel parenkim hati. Saat disel tersebut
bilirubin dikonjugasi oleh enzim glukorinil transferase sehingga berubah
menjadi bilirubin yang direct atau bilirubin terkonjugasi. Kemudian bilirubin
yang sudah terkonjugasi itu masuk kedalam kanalikuli vesica felea untuk
diproses. Apabilaterdapt suatu batu empedu, maka bilirubin tidak dapat
dikeluarkan karena terhambat. Apabila tidak ada hambatan, bilirubin akan
masuk kedalam plasma kemudian meunuju ke sirkulasi darah. Dari sirkulasi
darah tersebut, bilirubin akan dibawa keseleuruh haringan yang
menyebabkan terjadinya kulit kuning. Selain itu, bilirubin juga akan masuk
kejaringan ikat yang menyebabkan sclera menjadi ikterik (Price, 2015).

b. Apa makna ny. Anisa usia 45 tahun dibawa ke rumah sakit karena keluhan badan
lemas sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan masa kuning ?
Maknanya Ny. nita mengalami anemia. anemia ialah keadaan dimana masa
eritrosit dan hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.pada umumnya anemia memiliki gejala
lemas ,lesu, cepat Lelah, takikardi, sesak, sakit kepala, mata berkunang-kunang
akan tetapi lebih spesifik mengarah ke anemia hemolitik dimana memiliki gejala
lemas, mata kuning, icterus, hepatosnomegali. ikterus atau mata kuning
ditimbulkan oleh peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah sehingga
ikhterus bersifat achloluric jaundice atau dalam urin tidak dijumpai bilirubin
(Bakta, 2014).
Gejala dan tanda anemia hemolitik
 Lemas
 Mudah capek
 Sesak nafas
 Konjungtiva pucat
 Sklera berwarna kekuningan

6
 Splenomegaly
 Urin berwarna merah gelap (Sudoyo, 2014).
Maknanya Ny. Anita mengalami lemas, dimana penyebab lemas ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor bisa terjadi karena kurangnya karbohidrat,
protein dan zat lemak yang masuk dalam tubuh yang dapat menyebabkan
pembakaran ketiga unsur tersebut kurang menghasilkan energi, akibatnya tubuh
menjadi lemas. Namun yang membedakan lemas Ny. Anita ini adalah disertai
dengan timbulnya Mata Kuning atau disebut Ikterus. Ikterus ialah penumpukan
bilirubin di sclera yang mengindikasi adanya proses hemolitik. Lemas yang dapat
terjadi karena kurangnya kadar hemoglobin dalam sel darah merah , dimana
eritrosit berfungsi sebagai Penghantaran oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian
tubuh dan jaringan. Sel- sel yang tidak mendapatkan pasokan oksigen yang
optimal akan membuat tubuh kekurangan energi, sehingga timbulah rasa lemas
(Bakta, 2014).

c. Apa saja klasifikasi demam ?


1. Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
3. Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

7
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan
keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi
kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja
dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita
tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial (Nurarif, 2015).

d. Apa penyakit dengan keluhan sering pusing, mata berkunang-kunang, jantung


berdebar-debar, namun tidak demam ?
Dari keluhan di atas kemungkinan penyakit ia alami termasuk anemia yang
dimana anemia ini terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis

a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsung tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit

• Anemia defisiensi besi


• Anemia defisiensi asam
• Anemia defisensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan (utilisaso) besi

• Anemia akibat penyakit kronik


• Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

• Anemia aplastik
• Anemia mieloptisik
• Anemia pada keganasan hematologi
• Anemia diseritropoietik
• Anemia pada sindrom mielodisplastik

8
• Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal
kronik

b. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca pendarahan akut


2. Anemia akibat pendarahan kronik

c. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

• Gangguan membran eritrosit ( membranopati)


• Gangguan enzim eritrosit ( enzimopati) : anemia akibat defisiensi
G6PD
• Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
• Thalassemia
• Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

• Anemia hemolitik autoimun


• Anemia hemolitik mikroangiopatik

d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang


kompleks, klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi

1. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia defisensi besi


b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastic

2. Anemia normokromik normositer

a. Anemia pasca pendarahan akut

9
b. Anemia aplastic
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasasn hematologic

3. Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

• Anemia defisiensi asam folat


• Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megabloblastik

• Anemia pada penyakit hati kronik


• Anemia pada hipotiroidisme
• Anemia pada sindrom mielodisplastik (Setiati S dkk, 2014).

Penyakit dengan keluhan yang sama pada kasus yaitu penyakit hipoglikemia,
hipoglikemia adalah Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa
dalam darah mengalami penurunan dibawah nilai normal (Mansyur, 2018).

10
e. Bagaimana mekanisme pusing ?
Idiopatik  aktivasi sistem komplemen (C1, C2, C4  C4b, 2b) & antibodi IgM
(tipe dingin), IgG (tipe hangat)  akan membentuk kompleks komplemen dan
antibodi berikatan dengan eritrosit  masuk kedalam membrane eritrosit 
gangguan permeabilitas membran eritrosit  air dan ion masuk ke sel eritrosit 
eritrosit membengkak  eritrosit akan mengalami lisis (pecah)  anemia
hemolitik autoimun  Hb menurun (anemia) & Ht menurun  distribusi O2
turun dijaringan (karena Hb membawa O2)  turun aliran O2 ke otak  pusing
(Setiati S dkk, 2014).

f. Apa makna ny. Anita sebelumnya mengeluh sering pusing, mata berkunang-
kunang, jantung berdebar-debar, namun tidak demam ?
Makna nya Ny. Anita mengalami gejala anemia, dimana gejala anemia ini untuk
system kardiovaskuler yaitu lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu
kerja, angina pectoris dan gagal jantung. Kemudian untuk system saraf yaitu sakit
kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot,
iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas (Bakta, 2014).

g. Apa saja faktor yang menyebabkan pusing ?


Pusing dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor gangguan
internal dan faktor eksternal. Faktor akibat gangguan internal diantaranya
meliputi stres emosional, diet yang tidak tepat, kelemahan neuropati, postpartum,
kehilangan darah dan hubungan seksual yang berlebihan. Sedangkan faktor
eksternal utamanya disebabkan oleh angin, yang dapat disertai dengan dingin,
panas dan kelembaban (Al’Amali, 2018).
Adapun faktor lain yang menyebabkan pusing :
 Invasi langsung
 Hipoksia
 kadar gula darah rendah
 hiperkoagulopati
 invasi saraf
 serta gangguan yang diperantarai imun (Astuti, 2018).

11
h. Apa hubungan keluhan utama dan keluhan tambahan ?
Hubungannya adalah keluhan utama seperti lemas dan mata kuning(icterus) yang
diperkuat oleh keluhan tambahan yaitu pusing mata berkunang kunang, jantung
berdebar-debar merupakan manifestasi klinis dari penderita anemia dan jika
dilihat dari ciri khusus yaitu lemas dan mata kuning yang merupakan gejala dari
anemia hemolitik (Bakta, 2014).

i. Bagaimana patofisiologi dari jantung berdebar-debar ?


Idiopatik  aktivasi sistem komplemen (C1, C2, C4  C4b, 2b) & antibodi IgM
(tipe dingin), IgG (tipe hangat)  akan membentuk kompleks komplemen dan
antibodi berikatan dengan eritrosit  masuk kedalam membrane eritrosit 
gangguan permeabilitas membran eritrosit  air dan ion masuk ke sel eritrosit 
eritrosit membengkak  eritrosit akan mengalami lisis (pecah)  anemia
hemolitik autoimun  Hb menurun (anemia)  distribusi O2 turun dijaringan
(karena Hb membawa O2)  kekurangan O2 di jaringan  kompensasi
kardiovaskular  meningkatnya kontraksi jantung  jantung berdebar-debar
(Setiati S dkk, 2014).

j. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan utama pada kasus ?
Pada penelitian ini, mayoritas pasien AHAI tipe hangat sekunder adalah akibat
LES yang mana insiden terjadi pada pasien <40 tahun. Jenis kelamin pasien-
pasien AHAI tipe hangat pada penelitian ini sebagian besar adalah wanita (80%),
sedangkan pria hanya 20%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lainnya
di luar negeri yang melaporkan bahwa terdapat perkiraan perbandingan yaitu 2:1
dengan predileksi wanita. Hal berkaitan dengan penyakit-penyakit autoimun yang
lebih sering ditemukan pada wanita. Semua subjek pada AHAI tipe dingin berusia
≥40 tahun, masing-masing berusia 66 dan 78 tahun serta 50 tahun, yang
semuanya berjenis kelamin pria. Hasil ini tidak jauh berbeda menurut Horwitz
dan Gehrs yang menyatakan pada umumnya AHAI tipe dingin primer dan
sekunder memengaruhi orang dewasa saat >50 tahun, namun sedikit lebih banyak
predileksi wanita dibanding pria (Rajabto, 2016).

12
2. Ny.Anita sebelumnya sudah pernah dirawat enam bulan yang lalu dengan keluhan
yang sama, kemudian pada saat dilakukan transfusi darah terjadi ketidakcocokan pada
darah donor dan pasien.
a. Apa makna ny. Anita sebelumnya sudah pernah dirawat enam bulan yang lalu
dengan keluhan yang sama ?
Maknanya merupakan faktor risiko dari anemia hemolitik autoimun, Faktor risiko
untuk AIHA termasuk penggunaan donor yang tidak terkait dan ketidakcocokan
HLA (Wilma & Bruno, 2020).
Eritrosit yang diselimuti antibody ini (sering disertai komplemen, terutama c3b)
akan mudah difagositir oleh makrofag terutama pada lien dan juga hati oleh
adanya reseptor fc pada permukaan makrofag yang kontak dengan porsi fc dari
antibody. Hemolisis terutama terjadi dalam bentuk hemolisis ekstravaskuler yang
akan menimbulkan anemia dan icterus hemolitik (Bakta, 2014).

b. Apa kemungkinan penyakit yang membutuhkan transfusi darah ?


 Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun kadang-kadang penderita
penyakit keganasan, arthritis rheumatoid, atau proses radang.
 anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharunya diobati dengan
transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoietin manusia rekombinan.
 sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemi sideroblastik
membutuhka tansfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu,
sehingga mereka mampu menjalanikehidupan yang normal bagi anak-anak,
dan petumbuhan yang normal.
 penyakit sel bulan sabit beberapa penderita penyakit ini juga membutuhkan
transfusi secara teratut, terutam setelah stroke karena sindrom dada berulang
yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan (Bakta, 2014).

c. Apa hubungan transisi darah terjadi ketidakcocokan pada darah donor dan
pasien? Kemungkinan produk darah yang di tranfusikan bukan jenis Washed
Erythrocite atau Leucodepleted PRC dan pada kasus ia mengalami aiha yang
dimana aiha harus jenis tranfusi darah Washed Erythrocite atau Leucodepleted
PRC jika jenis lain maka semakin berat gejalan nya sehingga bisa hemolisis
Kembali atau tidak cocok pada saat tranfusi darah nya (Setiati S dkk, 2014).

13
d. Apa fungsi transfusi darah ?
Tranfusi darah dibutuhkan untuk menangani pasien dengan penyakit yang
mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen
darah sebagaimana mestinya. Transfuse darah juga diperlukan untuk menangani
kegawatdaruratan, melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada
anemia berat sehingga memerlukan transfuse darah untuk tujuan pengobatan dan
pemulihan Kesehatan (Nova Yustisia, 2020).

e. Bagaimana mekanisme transfusi darah ?


Mekanisme transfusi darah ada beberapa tahap yang harus dilihat untuk
mencegah efek samping (reaksi tranfusi) yang dapat timbul
1. Penentuan golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun resipien harus
mempunyai golongan darah yang sama.
2. Pemeriksaan untuk donor terdiri atas :
 Penapisan (screening) terhadap antibody dalam serum donor dengan tes
antiglobulin indirek (tes Coombs indirek)
 Tes serologic untuk hepatitis (B&C), HIV, sifilis (VDRL) dan CMV.
3. Pemeriksaan untuk resipien :
 “major side cross match” : serum resipien diinkubasi dengan RBC donor
untuk mancari antibody dalam serum resipien.
 “major side cross match” : mencari antibody dalam serum donor.
Tujuannya hamper sama dengan prosedur 2a.
4. Pemeriksaan klerikal (indetifikasi) :
Memeriksa dengan teliti dan mencocokan label darah resipien dan donor.
Reaksi transfuse berat Sebagian besar timbul akibat kesalahan indetifikasi
(klerikal).
5. Prosedur pemberian darah, yaitu :
 Hangatkan darah perlahan-lahan
 Catat nadi, tensi, suhu, dan respirasi sebelum transfusi
 Pasang infus dengan infus set darah (memakai alat penyaring)
 Pertama diberikan NaCl fisiologik

14
 Pada 5 menit pertama pemberian darah-beri tetesan pelan-pelan awasi
adanya urtikari, bronkhospasme, rasa tidak enak, mengigil. Selanjutnya
awasi tensi, nadi, suhu, dan respirasi.
6. Kecepatan trasnfusi, yaitu:
 Untuk syok hipovolemik diberi tetesan cepat (gerojok)
 Normovolemi diberi 500 ml/6jam;
 Pada anemia kronik, penyakit jantung dan paru beri tetesan perlahan-
lahan 500 ml/24 jam atauberi diuretika (furosemid) sebelum transfuse
(Bakta, 2014).

f. Apa saja faktor transfusi darah terjadi ketidakcocokan ?


Inkompatibilitas ABO terjadi ketika seseorang menerima darah dari pendonor
yang golongan darahnya berbeda. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh penerima
membentuk antibodi yang menyerang sel-sel pada darah pendonor tadi, karena
dianggap sebagai zat yang berbahaya bagi tubuh. Inkompatibilitas ABO
umumnya terjadi akibat kesalahan dalam pengisian formulir pendonor,
identifikasi golongan darah pendonor atau penerima, serta pemberian label darah
sebelum diberikan kepada penerima donor darah (Lotterman, 2022).
Faktornya bisa dikarenakan tidak melakukan pemeriksaan prosedur seperti
• Penentu golongan darah ABO dan RH.
• Tidak melakukan pemeriksaan untuk donor yaitu terdiri atas penapisan dan
tes serologik
• Tidak melakukan pemeriksaan untuk resipien
• Tidak melakukan pemeriksaan klerikal
• Tidak memperhatikan prosedur pemberian darah (Bakta, 2014).

g. Apa saja kontraindikasi transfusi darah ?


Tidak ada kontraindikasi mutlak, tetapi beberapa pasien atau pasien mereka
(dalam kasus anak-anak) mungkin menolak untuk menerima transfusi dengan
alasan agama. Namun ada beberapa risiko yang terkait transfusi: reaksi hemolitik,
demam dan alergi, cedera paru akut terkait transfuse, efek imunomodulator
negative, penularan penyakit infeksi, penyebaran dan kekambuhan kanker.
Transfusi darah lengkap dapat menyebabkan banyak komplikasi, misalnya
kelebihan volume, oleh

15
karena itu dianjurkan untuk menggunakan terapi komponen bila memungkinkan
(Lotterman, 2022).

h. Apa saja Indikasi dilakukannya transfusi darah ?


Secara umum, dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan, tidak
direkomendasikan untuk melakukan transfusi profilaksis dan ambang batas untuk
melakukan transfusi adalah kadar hemoglobin di bawah 7,0 atau 8,0g/dI, kecuali
untuk pasien dengan penyakit kritis. Walaupun sebuah studi pada 838 pasien
dengan penyakit kritis melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laju mortalitas-30
har pada kelompok yang ditransfusi dengan batasan kadar hemoglobin di bawah
10,0 g/dl dan 7,0 g/dl, namun penelitian lebih lanjut dengan jumlah pasien lebih
besar masih diperlukan. Kadar hemoglobin 8,0 g/dl adalah ambang batas transfusi
untuk pasien yang dioperasi yang tidak memiliki faktor risiko iskemia, sementara
untuk pasien dengan risiko iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai
10,0 g/dI. Namun, transfusi profilaksis tetap tidak dianjurkan (Setiati S dkk,
2014).
• Anemia simtomatik (pusing, takikardi, takipnea, sianosi, kehilangan darah
>15%)
• Adanya indikasi transfuse sel darah merah jika diperkirakan perdarahan
berlanjut
• Memerlukan transfusi darah periodic
• Memerlukan transfusi darah selama krisis (Bakta, 2014).

3. Riwayat perdarahan pada pasien tidak ada, Riwayat konsumsi obat-obatan tidak ada,
BAB biasa dan BAK kuning tua, Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak
ada.
a. Apa makna Riwayat pendarahan pada pasien tidak ada, Riwayat konsumsi obat-
obatan tidak ada ?
Maknanya tidak ada pendarahan untuk menyingkirkan diagnosis anemia aplastic
yg dimana gejala khasnya terdapat perdarahan, sedangkan makna tidak konsumsi
obat-obatan untuk menyingkirkan diagnosis anemia drug induce (Bakta, 2014).

b. Apa saja klasifikasi warna urine dan dikasus termasuk yang mana ?

16
(Andrizal, 2018).
 Keruh. Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin
seperti bakteri,sel epithel, lemak, atau Kristal-kristal mineral.
 Pink, merah muda dan merah. Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh
efeksamping obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula,
warna ini juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di system
urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal, atau pembengkakkan
kelenjar prostat.
 Coklat muda seperti warna air teh, warna ini merupakan indikator adanya
kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
 Kuning gelap, Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B
kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi (Sherwood, 2016).

c. Apa faktor yang menyebabkan warna urine kuning tua ?


BAK kuning tua ini menunjukan adanya bilirubin diginjal yang dibuang melalui
urine meningkat sehingga terjadi proses hemolitik yang mendukung dalam
mendiagnosis Anemia Hemolitik (Bakta, 2014).

Eritrosit hemolisis atau proses penuaan

17
Homoglobin

Globin Hem

Asam amino Fe CO protoporfirin

Pool protein pool besi Bilirubin inderik

Hati

Disimpan dan digunakan lagi disimpan dan digunakan lagi

Bilirubin direct

Feses: urine

Stercobilinogen urobilinogen

d. Bagaimana metabolisme sintesis Hb ?


Hemoglobin disintesis pertama kali pada pro-erythroblast dan berlanjut sampai
tahap retikulosit pada proses eritropoiesis. Saat retikulosit meninggalkan sumsum
tulang merah dan memasuki sirkulasi, masih terjadi proses isntesis hemoglobin
dalam jumlah kecil hingga retikulosit matur menjadi eritrosit dan proses sintesis
hemoglobin berakhir. Tahap pertama dalam pembentukan eritrosit adalah
terjadinya ikatan antara suksinil-koA yang merupakan salah satu senyawa
intermediet pada siklus Krebs, dengan glisin, membentuk molekul pyrrole.
Selanjutnya empat molekul pyrrole membentuk protoporphyrin IX yang
kemudian berkombinasi dengan ion besi untuk membentuk molekul heme. Tahap
akhir

18
pembentukan hemoglobin ditandai dengan terjadinya ikatan antara heme dengan
polipeptida yang disintesis oleh ribosom yaitu globin membentuk rantai
hemoglobin. Empat buah rantai hemoglobin saling berikatan dan membentuk
sebuah molekul hemoglobin (Rosita, 2019).

4. Pemeriksaan fisik:
 Keadaan umum: Compos mentis
 Tanda vital:
Nadi: 128 x/menit, RR 30 x/menit, Temp; 36,8 C, TD: 90/60 mmHg, TB; 160 cm,
BB: 50 kg
 Kepala: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), bibir pucat (+)
 Thorax: simetris.
o Paru – paru: vesikuler normal
o Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
 Abdomen
o Hepar: tidak teraba
o Lien: teraba Schuffner 2
 Ekstremitas: hangat, palmar manus dan plantar pucat
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus ?
Hasil Normal Interpretasi
Keadaan Compos mentis Compos mentis Normal
umum
Nadi 128 x/menit 60-100x/menit Takikardi
RR 30 x/menit 16-22x/m Takipneu
Temp 36,8 C 36,5C -36,8C Normal
TD 90/60 mmHg <120 / <80 Hipotensi
TB 160cm Underweight: <18 Normal
BB
50kg Normal:18-22,9
IMT : 19,53 Overweight: ≥ 23
Beresiko obes :23-24,9
Obes I : 25-29,9
Obes II : ≥ 30

19
Kepala konjungtiva konjungtiva pucat (-/-) Anemia
pucat (+/+)
sklera ikterik (-/-) Anemia
sklera ikterik
(+/+) bibir pucat (-) Anemia
bibir pucat (+)

Thorax simetris simetris Normal


Paru – paru vesikuler vesikuler normal Normal
normal
Jantung bunyi jantung I Normal Normal
dan II normal,
bising tidak
ada
Abdomen Hepar: tidak Hepar: tidak teraba Normal
teraba
Lien:tidak teraba Splenomegali
Lien: teraba
Schuffner 2

Ekstremitas hangat, palmar Tidak pucat Anemia


manus dan
plantar pucat

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik dari kasus ?


 Nadi: terjadi nya peningkatan curah jantung sebagai bentuk kompensasi
dari gejala anemia
 Kojungtiva pucat: hipoksia
 Sklera ikterik: hipoksia
 Bibir pucat: hipoksia
 Lien teraba Schffner 2: Bentuk kompensasi lien dalam mengakodomosasi
persebaran darah di sirkulasi
 Palmar manus dan plantar pucat: Anoreksia, tetapi tidak terjadi gejala
gangguan penyumbatan sirkulasi
 RR: akibat kurang nya asupan oksigen pada tubuh (akibat gejala anemia),
maka tubuh mengkompensasi dengan cara memperbanyak asupan oksigen
dengan meningkatkan respiratory rate (Bakta, 2014).

5. Pemeriksaan Penunjang : Hb: 6,5 gr/dl, Leukosit: 8000/m3, Ht: 21%, Trombosit:
400.000/m3.

20
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang pada kasus ?

Pemeriksaan Pada kasus Nilai normal Interpetasi


penunjang
Hemaglobin 6,5 gr/dl Laki-laki : 13,5-18 Anemia
Wanita : 12-16
Leukosit 8000/mm3 3200-10000 mm3 Normal
Hematokrit 21% Laki–laki : 40-52% Abnormal
Wanita : 38-48%
Trombosit 400.000/mm3 150.000- 400.000 Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang pada kasus ?


• Hemoglobin menurun
Terdapat AB IgG dan IgM  berikatan dengan AG dieritrosit  terjadi
reaksi antigen-autoantibodi dieritrosit  mengaktifkan magrofag lalu
memfagosit eritrosit dan mengaktifkan komplemen C1, C3a, C3b, C2, C4 
dekstruksi/hemolitik eritrosit  kadar HB menurun
• Hematokrit menurun
Terdapat AB IgG dan IgM  berikatan dengan AG dieritrosit  terjadi
reaksi antigen-autoantibodi dieritrosit  mengaktifkan magrofag lalu
memfagosit eritrosit dan mengaktifkan komplemen C1, C3a, C3b, C2, C4 
dekstruksi/hemolitik eritrosit  jumlah eritrost diplasma darah menurun 
kadar hematokrit menurun (Price & Wilson, 2012).

c. Apa saja klasifikasi anemia ?


a. Anemia berdasarkan Etiopatogenesisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a ) Anemia defisiensi besi
b ) Anemia defisiensi asam folat
c ) Anemia defisiensi vitamin B12
2 ) Gangguan penggunaan besi
a ) Anemia akibat penyakit kronik
b ) Anemia sideroblastik
3 ) Kerusakan sumsum tulang
a ) Anemia aplastik
b ) Anemia mieoloplastik

21
c ) Anemia pada keganasan hematologi
d ) Anemia diseritropoietik
e ) Anemia pada sindrom mielodisplastik
4) Kekurangan eritropoietin
a ) Anemia pada gagal ginjal kronik
b ) Anemia akibat perdarahan
1 ) Pasca perdarahan akut
2 ) Akibat perdarahan kronik
3 ) Anemia hemolitik (Saniasiaya, 2020).

d. Bagaimana patofisiologi anemia ?

Eritrosit/HB menurun

Kapasitas angkut o2 menurun

Anoksia organ target mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia
(Bakta, 2014).

e. Apa etiologi dari anemia ?


 Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
 Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
 Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolysis)
 Penyakit kronis
 Defisiensi nutrisi (defisiensi Fe, B9, B12)
 Keganasan (Setiati S dkk, 2014).
 Disebabkan oleh eritropoiesis yang tidak efektif atau kurang (misalnya
kekurangan nutrisi, peradangan ,atau gangguan Hb genetic) dan atau hilangnya

22
eritrosit yang berlebihan karena hemolisis, kehilangan darah atau keduanya
(Bakta, 2014).

f. Apa saja macam penyebab anemia hemolitik ?


 Etiologi belum diketahui pasti
 Terdapat gangguan fungsi T regulatory CD4+ CD25+  gagal mencegah
timbulnya autoantibodi
 Sebagian besar AIHA adalah penyakit sekunder akibat virus, penyakit
autoimun lain, keganasan atau karena obat
 Penyakit disertai AIHA  Leukemia, Limfoma non Hodgkin, Limfoma
Hodgkin, tumor solid, kista dermoid ovarium, SLE, Colitis ulseratif, setelah
terapi stem cell, pasca transplantasi organ
 Obat menginduksi AIHA : interferon-alfa, levofloxacin, lenalidomid
 Post transtusi daran (Setiati S dkk, 2014).

6. Pemeriksaan laboratorium tambahan :


1. MCV : 115,6 FI
2. MCH : 42,2 Pg
3. Retikulosit : 3%
4. Comb test : positif
5. Bilirubin direct : 0,4 mg/dl
6. Bilirubin indirect : 2,1 mg/dl
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium ?

Pemerikasaan tambahan Pada kasus Nilai normal Interpretasi


MCV 115,6 Fl 82-92 Fl Makrositik
MCH 42,2 Pg 27-32 Pg Hiperkrom
Retikulosit 3% 0,4-2,4 % retikulositosis
Comb test Positif (+) - Abnormal
Bilirubin direct 0,4 mg/dl 0-0,4 mg/dl Abnormal
Bilirubin indirect 2,1 mg/dl 0,3-1,1 mg/dl Abnormal

7. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ?


a) Anamnesis : gejala umum anemia (+)

23
 Pucat
 Sering lelah
 Lemah, lesu
 Mengantuk
 Mata berkunang-kunang
 Sesak nafas
 Dispepsia
 Dada berdebar-debar
 Kaki terasa dingin
 Anemia berat : penurunan kesadaran
b) Gejala Khas Anemia Hemolitik
 Mata kuning
 Atau kulit kuning
 BAK warna kuning gelap (hemoglobinuria)

Pemeriksaan Fisik
a) Vital sign
 TD : normal
 Nadi : takikardi
 RR : normal hingga takipneu
 Suhu : normal
b) Kepala
 Konjungtiva anemis
 Sklera ikterik
 Bibir pucat
c) Abdomen
 Lien teraba (splenomegali)
 Hepar teraba di bawah arcus costae (Hepatomegali)
d) Extremitas
 Akral dingin
 Pucat (anemis) (Setiati S dkk, 2014).

8. Bagaimana diagnosis banding pada kasus ?

24
1. Ikterus pre hepatic ec anemia hemolitik autoimun
2. Anemia hemolitik ec thalassemia
3. Anemia defisiensi besi

9. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ?


a. Darah Lengkap
Pada darah lengkap menunjukkan tanda anemia hemolitik :
 Hemoglobin: rendah (<11 g/dL)
 Hematokrit: rendah
 MCV, MCH
 Bilirubin indirek meningkat
b. Apusan sel darah tepi
 Eritrosit normokrom normositer
 Hitung retikulosit > 2%: retikulositosis
 Morfologi sel darah tepi : adanya proses fragmentasi pada eritrosit:
retikulosit, sferosit, skistosit, helmet cell
c. Serologi (Gold Standard)
 Direct Antiglobulin Test (DAT) : positiif
1. AIHA tipe hangat: +IgM saja atau +IgM, dan +C3
2. AIHA tipe dingin: +C3 saja (Setiati S dkk, 2014).

10. Apa diagnosis kerja penyakit pada kasus ?


Anemia hemolitik ec autoimun warm type
a. Bagaimana patofisiologi anemia hemolitik ?
Idiopatik  aktivasi sistem komplemen (C1, C2, C4  C4b, 2b) & antibodi IgM
(tipe dingin), IgG (tipe hangat)  akan membentuk kompleks komplemen dan
antibodi berikatan dengan eritrosit  masuk kedalam membrane eritrosit 
gangguan permeabilitas membran eritrosit  air dan ion masuk ke sel eritrosit 
eritrosit membengkak  eritrosit akan mengalami lisis (pecah)  anemia
hemolitik autoimun (Setiati S dkk, 2014).

11. Bagaimana tatalaksana pada kasus ?


Tatalaksana AIHA tipe hangat:

25
• Steroid Dosis Tinggi
Prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari dosis ditappering off bila klinik membaik (Ht
meningkat, retikulosit meningkat, Direct Coomb’s Test positif leah, Indirect
Coombs Test negative, biasanya setelah 2 minggu pasien menunjukan perbaikan
 mulai tapering off
• Splenektomi
Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan penurunan dosis selama
3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi.
Remisi komplit pasca splenektomi 50-70% tapi tidak bersifat permanen.
• Rituximab dosis 100 mg / minggu selama 4 minggu
• Imunosupresi
• Azathioprin 50-200 mg/hari
• Siklofosfamid 50-150 mg/hari
• Transfusi darah  dianjurkan jenis darah : Washed Erythrocite atau
Leucodepleted PRC
Transfusi bukan indikasi mutlak, diberikan bila keadaan mengancam nyawa seperti
Hb<3.
Tatalaksana AIHA tipe dingin:
• Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolysis
• Steroid dan splenektomi tidak banyak membantu
• Berikan agen imunosupresi
• Chlorambucil 2-4 mg/hari
• Siklofosfamid 50-150 mg/hari
• Plasmaferesis untuk mengurangi IgM (Setiati S dkk, 2014).

12. Apa komplikasi pada kasus ?


 Gagal jantung
 Kidney Injury  obstruksi tubulus ginjal oleh hemoglobin cast presipitation,
menurunnya kadar Nitric Oxide (NO)
 Venous Thromboembolism  terkait free plasma hemoglobin, menurunnya kadar
NO, meningkatnya sitokin sitokin proinflamasi dan mediator
 Gangguan integument: cutaneous ulceration dan acronecrosis (sering pada AIHA
tipe dingin)  suhu dingin menyebabkan aglutinasi eritrosit di ekstremitas 

26
menurunnya aliran darah ke ektremitas  gejala kebas, perubahan warna hingga
nekrosis (Setiati S dkk, 2014).

13. Bagaimana prognosis pada kasus ?


 Qua ad vitam : dubia ad bonam
 Qua ad functionam : dubia ad bonam
 Qua ad sanationam : dubia ad malam

14. Bagaimana SKDU pada kasus ?


3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

15. NNI pada kasus ?


 Al maidah ayat 32
‫ﺟ ِﻤﯿﻌًﺎ‬ َ‫ﻧﱠﮫ ﺴﺎ ۢ ْﻔ ﻧًَ ِﺮ َﻧ ْﻔ ٍﺲ أ ٍد ﻰ ٱ ْﻷ‬cَ‫ِء ﻞ أ‬
‫ َﻞ‬cَ‫َﻜَﺄﱠﻧ َﻤﺎ َﻗﺘ‬ ‫ٰﻰ ﺑ‬ ‫ ْﺟ ِﻞ َِذﻟ ْ ﺒ‬cَ‫ﻣ ْﻦ أ‬
َ‫ٱﱠﻟﻨﺎس ض ﻓ‬ ‫ْر‬ ‫ْو َﻓ ﻐَ ْﯿ ﺴ‬ ‫َﻞ‬ ‫ﯾ َٓﺮ‬ ‫ِﻨﻰ ﻋﻠ‬ ‫ﻚ ﻨَﺎ‬
‫ﺎ‬ ‫َﻗﺘَ ﻣﻦ‬ ‫ٰﺳ‬ َ‫ﻛﺘ‬

‫ﻛ ِﺜﯿ ُﮭﻢ ﺑَ ْﻌﺪَ َِذﻟ ﻰ ٱ ْﻷَ ْرض‬ ‫ﺛ ُ ﱠﻢ‬ ‫رﺳﻠ ٰﻨ‬ ‫َءﺗْ ُﮭ‬ ‫ۚ وﻟََﻘ‬ ‫ ْﺣَﯿﺎ ٱﱠﻟﻨﺎس‬cَ‫ أ‬c‫ ْﺣَﯿﺎ َﻤ ٓﺎ‬cَ‫و َﻣ ْﻦ أ‬
‫ّﻣ ْﻨ ﻚ‬ ‫ًﺮا‬ ‫ﱠن ﺖ‬ ‫ﻨَﺎ ْﻟﺒَ ِﯿّ ﭑ‬ ‫ْﻢ ﺟ ٓﺎ‬ ‫ﺟ ْﺪ‬ ‫ھﺎ َﻓ َﻜَﺄﻧﱠ‬
‫ِﻤﯿﻌًﺎ‬
‫َﻟ ُﻤﺴ ِﺮُﻓﻮ َن‬
Ayat yang menjelaskan untuk menjaga kehidupan manusia,menjaga nyawa satu
orang sama seakan akan menjaga seluruh nyawa manusia.
Interpretasi :
Dengan memberi pertolongan seperti mendonorkan darah atau mengobati pasien
yang didiagnosis anemia sama saja mejaga nyawa manusia
 Hadist Riwayat malik dan ibnu majah (terkait mengobati penyakit harus hati-hati
sehingga tidak menimbulkan mudorat).
َ ‫وﻻ‬ ‫ﷲ »ﻻَ ﺿ‬ ِ ‫ل‬ ‫ ﱠن رﺳ‬cَ‫ﺳَﻨﺎ ﺨ يِ ﺿﻲ أ‬ ‫ِﻟ‬ ‫ﺳ ﺳ‬ ‫ ِﺑﻲ‬cَc‫ﻋ ْﻦ أ‬
‫َﺮ‬ :‫ﷺﻗَﺎ ل‬ ْ
‫ٍن اﻟ ْﺪ ر ﷲ ﻋ ﻨُﮫ ْﻮ‬ ‫ﻚ‬ ‫ِﻌ ْﯿ ْﻌ‬
‫َر‬ ‫ِر‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺎ‬
‫ﻣ‬ ‫ﺪ‬
‫ٍﺪ ِ ﻦ‬

‫ﺑ‬ ‫ﺑ‬

27
‫ﺴﻨﺪ و َر ِﻟ ﻲ اﻟ ُﻤ ِ ﻣ ﺳ ﻋ ْﻦ‬ ‫ﺣﺴ َواهُ ا ﻣﺎﺟ واﻟﺪﱠا َ ُ‬
‫رﻗ ِ ﻲ وﻏ ْﯿ ھ ﻣ َ‬ ‫ﺿ َﺮا َر« ﺣ ِﺪ‬
‫َﻮ ﺄ ْ ﺮ ﻼ‬ ‫واه ﻚ‬
‫َ ُ‬ ‫‪،‬‬‫ا‬ ‫ﺎ‬
‫ﻤ‬ ‫ﺮ‬
‫ُ َ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﮫْ‬ ‫ﻦ‪ْ .‬ﺑﻦ ر‬ ‫ْﯾﺚ‬
‫ط‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻄ‬
‫ِﻌ وﻟ ط ﯾَُﻘ ّ ﻮي ﺑ ﻀ َﮭﺎ َْﺑ ﻌﻀﺎ‬ ‫ﷺَﻓﺄَ أَ‪c‬ﺑَﺎ‬ ‫ﻋ ِﻦ‬ ‫‪.‬ﻋ ْﻤ ِﺮو َﯾ ْﺤﯿَﻰ أَ ِﺑ ْﯿ‬
‫ِ‪c‬‬
‫ْﻌ ق‬ ‫ْﯿ ٍﺪ‪ ،‬ﮫ‬ ‫ﻲ ﻂ‬ ‫ْﺳﻘَ ِ‬ ‫اﻟﻨﱠ ِﺒ‬ ‫ﺑ ِﻦ ِﮫ ﻋ ْﻦ‬
‫ُﺮ‬ ‫ﺳ‬

‫‪Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh‬‬
‫‪membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya‬‬

‫‪28‬‬
(kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang
merugikannya)”
Interpretasi :
Segera konsultasikan ke dokter, jangan kamu biarkan gejala tersebut dapat
membahayakan dirimu.

2.7 Kesimpulan
Ny. Anita 45 tahun datang dengan keluhan badan lemas, mata kuning, pusing,
berkunang- kunang dan jantung berdebar-debar karena mengalami ikterus pre hepatic ec
anemia hemolitik autoimun.

2.8 Kerangka konsep

Faktor resiko (transfusi


darah tidak cocok)

Terjadi gangguan
autoimun

Konjugasi sumsum
tulang

Badan Mata Jantung BAK


lemas kuning berdebar kuning tua

DAFATneAmRia
PHUemSoTliAtikKA

29
DAFTAR PUSTAKA

Al‘Amali, M. K., Imandiri, A., & Sukardiman, S. (2018). Acupressure and Aromatic Ginger
Herb for a Migraine. Journal of Vocational Health Studies, 2(2), 80-85.
Andrizal, 2018. Pembuatan Histogram Dan Pola Data Warna Urin Berdasarkan Urinalisis
Menggunakan Mini PC. Jurnal Rekayasa Sistem Dan Teknologi Informasi Vol 2 No 3.
Astuti, R., Y. (2018). Anemia dalam Kehamilan. Pustaka Abadi. ISBN 6025570647.
Bakta,I.M.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Pendekatan terhadap pasien
anemia.Jakarta:
Interna Publishing.
Firdaus, R. 2020. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Status Anemia dengan Fungsi Kognitif
pada Lanjut Usia. Faletehan Health Journal, 7(1), 12–17.
https://doi.org/10.33746/fhj.v7i1.97
Giyartika, F., & Keman, S. (2020). PERBEDAAN PENINGKATAN LEUKOSIT PADA
RADIOGRAFER DI RUMAH SAKIT ISLAM JEMURSARI SURABAYA, Jurnal
Kesehatan Lingkungan/10.20473/jkl.v12i2.2020.97-106
Hidayat, W. A., Yaswir, R., & Murni, A. W. (2017). Hubungan jumlah trombosit dengan
nilai hematokrit pada penderita demam berdarah dengue dengan manifestasi perdarahan
spontan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2), 446-451.
Lotterman, S., & Sandeep Sharma. (2022). Blood transfusion. Florida: StatPearls Publishing
LLC. PMID: 29762999. Diakses dari https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK499824/?_x_tr_sl=auto&_x_tr_tl=in&_x_tr_hl=in#_arti
cle-18403_s4, pada 28 September 2022
Mansyur AM. 2018. Hipoglikemia Dalam Kehidupan Sehari-hari. Makassar:Universitas
Hasanuddin
Nurarif, a.h & kusuma, h. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
dan nanda nic-noc. edisi revisi jilid 1. yogyakarta: mediactio
Price, Sylvia A. 2015. Patofisiologi Konsep Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :EGC
Rajabto W, Atmakusuma D, Setiati S. 2016. Profil Pasien Anemia Hemolitik Auto Imun
(AHAI) Dan Respon Pengobatan Pasca Terapi Kortikosteroid Dirumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr. Cipro Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 3(4)
Rosita, L., Pramana, A. A. C., & Arfira, F. R. (2019). Hematologi Dasar.
Saniasiaya, J., Jeyanthi, K. (2020). Dizziness and COVID-19. Ear, Nose, & Throat Journal.
doi: 10.1177/0145561320959573

30
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. h. 708-710.
Sherwood, L. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC. h. 182-3.
Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi VI.Jakarta Interna Publishing.2014
Wilma Barcellini and Bruno Fattizzo.2020. The Changing Landscape of Autoimmune
Hemolytic Anemia.Frontiers in immunology.June 2020.Volume 11.Article 946

31

Anda mungkin juga menyukai