Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK XV

Kelompok 4

Dosen Pembimbing: dr. Ratika Febriani, M.Biomed

Muhammad Akbar Novriansyah 702017060


Neli Agustina 702018005
Khalifah Hasanah Ilham 702018009
Tasya Aulia Dita 702018019
Novita Sari 702018047
Mothiara Rezki Ramadhani 702018053
Sabrina Dwi Annisa 702018061
Dennisa Luthfiyah Fadilah 702018074
Laila Rahmawati 702018087
M. Zulisandi Ghifari 702018094

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B
Blok XV Semester 5. Shalawat seiring salam selalu tercurah kepada junjungan
kita, Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga ,sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh
dari sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun, guna perbaikan tugas-tugas selanjutnya.

Dalam penyelesaian tugas tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,


bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada :

1. dr. A. Ratika Febriani, M. Biomed.

2. Semua pihak yang membantu penulis

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT.Aamiin.

Palembang, November 2020

Penulis

1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 5

BAB II .................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
2.1 Data tutorial ................................................................................................... 6
2.2 Skenario Kasus .............................................................................................. 6
2.3 Klarifikasi Istilah ........................................................................................... 8
2.4 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 9
2.5 Prioritas Masalah ......................................................................................... 10
2.6 Analisis Masalah ......................................................................................... 10
2.7 Kesimpulan ................................................................................................. 14
2.8 Kerangka Konsep ........................................................................................ 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok sistem urinaria dan genitalia maskulina adalah blok kelima
belas pada semester V dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B
“Tubuhku Tak Langsing Lagi” Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat
ke IGD RS dengan keluhan sembab di seluruh tubuh. Sejak 3 minggu yang
lalu sembab mulai di kelopak mata. Dua minggu yang lalu perut tampak
membesar disertai bengkak pada kedua tungkai. BAK berbusa dan
jumlahnya berkurang dibandingkan biasanya, namun nyeri BAK tidak ada.
Keluhan tidak disertai demam. Penyakit seperti ini baru pertama kali
diderita. Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Rahmi
sering mengalami radang tenggorokan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Ratika Febriani, M.Biomed
Moderator : Mothiara Rezki Ramadhani
Sekretaris meja : Laila Rahmawati
Waktu : Senin, 09 November 2020
Pukul 08.00 – 10.00 WIB
Rabu, 11 November 2020
Pukul 08.00 – 10.00 WIB
The Rule of Tutorial : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan ponsel
dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajuka
argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan.

4
2.2 Skenario Kasus
“Tubuhku tak Langsing Lagi“

Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan keluhan


sembab di seluruh tubuh. Sejak 3 minggu yang lalu sembab mulai di kelopak
mata. Dua minggu yang lalu perut tampak membesar disertai bengkak pada
kedua tungkai. BAK berbusa dan jumlahnya berkurang dibandingkan
biasanya, namun nyeri BAK tidak ada. Keluhan tidak disertai demam.
Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita. Tidak ada riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama. Rahmi sering mengalami radang tenggorokan.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang
Tanda Vital: TD 130/80 mmHg, nadi 96 x/menit, RR 24 x/menit, T 36,8oC,
BB 60 kg, TB 155 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala : edema palpebra (+/+), konjungtiva pucat (-/-),Sklera
ikterik (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada. Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi: cembung
Palpasi : tegang, hepar dan lien sulit diraba
Perkusi : shifting dullness (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas : pitting edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+).

2.3 Klarifikasi Istilah


Bengkak Menjadi besar karena pengaruh sesuatu (bagian tubuh)
(KBBI, 2015), pengumpulan cairan secara abnormal
diruang interseluler tubuh (Dorland, 2015)

5
Sembab Pembesaran abnormal pada bagian atau daerah tubuh
tertentu bukan karena poliferasi sel (Dorland, 2015)
Radang Atau inflamasi yaitu respon jaringan yang bersifat
protektif terhadap cedra atau pemusatan jaringan yang
berfungsi mengurung agen yang menyebabkan cedra
(Dorland, 2015)
Pitting edema Edema yang dengan pemberian tekanan akan
meningalkan cekungan yang menetap pada jaringan
(Dorland,2015)
Shiftting dullnes Suara pekak yang berpindah-pindah saaat perkusi akibat
adanya cairan bebas dalam rongga abdomen
(Dorland,2015)
Cairan abnormal terakumulasi dijaringan lunak pada
Edema palpebra
palpebra (Dorland, 2015)
Bising usus Suara yang muncul didalam rongga perut dan dapat
didengarkan melalui stetoskop (Dorland, 2015)

2.4 Identifikasi Masalah


1. Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan keluhan
sembab di seluruh tubuh. Sejak 3 minggu yang lalu sembab mulai di
kelopak mata. Dua minggu yang lalu perut tampak membesar disertai
bengkak pada kedua tungkai.
2. BAK berbusa dan jumlahnya berkurang dibandingkan biasanya, namun
nyeri BAK tidak ada. Keluhan tidak disertai demam.
3. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita. Tidak ada riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama. Rahmi sering mengalami radang
tenggorokan.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang
Tanda Vital: TD 130/80 mmHg, nadi 96 x/menit, RR 24 x/menit, T
36,8oC, BB 60 kg, TB 155 cm.
Keadaan spesifik:

6
Kepala : edema palpebra (+/+), konjungtiva pucat (-/-),Sklera
ikterik (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada. Jantung dan paru dalam batas
normal
Abdomen :
Inspeksi: cembung
Palpasi : tegang, hepar dan lien sulit diraba
Perkusi : shifting dullness (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Ekstremitas : pitting edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+).

2.5 Prioritas Masalah


Identifikasi maslah No. 1, karena jika tidak dilaksana dengan cepat dan
tepat akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas

2.6 Analisis Masalah


1. Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan keluhan
sembab di seluruh tubuh. Sejak 3 minggu yang lalu sembab mulai di
kelopak mata. Dua minggu yang lalu perut tampak membesar disertai
bengkak pada kedua tungkai.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi pada kasus ?
Jawab :
Ginjal (Ren) ada dua buah, berada disebelah kiri dan kanan columna
vertebralis dan ibagian atas ginjal terdapat kelenjar adrenal. Ginjal
dibungkus oleh 3 lapisan yaitu capsula fibrosa, capsula adiposa dan fascia
renalis. Ginjal terbagi menjadi cortex renalis dan medulla renalis. Cortex
renalis terbagi lagi menjadi beberapa bagian yang bentuknya menyerupai
pyramid. Basis dari bangunan pyramid ini, disebut basis piramidis berada
pada cortex, dan apexnya yang dinamakan papilla renalis, terletak
menghadap kearah medial, bermuara pada calyx minor. Pada setiap
papilla renalis bermuara 10-40 buah ductus yang mengalirkan urine ke

7
calyx minor. Dari calyx minor, urine dialirkan ke calyx mayor dan
akhirnya menuju pelvis renalis (Waschke,2018).
Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang
dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis
masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh
limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris.
Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah
menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang
menyusun glomerulus (Washcke, 2018).

Gambar 1. Ginjal
(Washcke, 2018)

Masing-masing ginjal terdiri dari 1–4 juta nefron yang merupakan


satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas korpuskulum renal, tubulus
kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal. Nefron terdiri
dari beberapa bagian yaitu:
1. Glomerulus
Fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah
2. Kapsula Bowman

8
mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus. (Sherwood,
2014).
3. Tubulus Kontortus Proksimal
Cairan yang difiltrasi akan mengalir ke tubulus kontortus proksimal.
Bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus
yang berjalan ke arah medula yaitu ansa henle
4. Ansa Henle
Ansa henle merupakan nefron pendek yang memiliki segmen yang tipis
yang membentuk lengkung tajam berbentuk huruf U.
5. Tubulus Distal
Setelah melewati ansa henle, maka akan berlanjut ke bagian nefron
tubulus distal. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus
proksimal dan bagian tubulus distal ini berkelok-kelok di bagian
korteks dan berakhir di duktus koligentes
6. Duktus Koligentes
Duktus Koligentes merupakan bagian pengumpul yang akan menerima
cairan & zat terlarut dari tubulus distal.
(Sherwood, 2014).
Fisiologi ginjal
Ginjal merupakan organ pembentuk urine. Ginjal berjumlah 2 buah terletak
di kiri dan kanan. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dan terletak
retroperitoneal. Ginjal akan mengolah plasma yang mengalair masuk ke
dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan tertentu,
mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urine.
Fungsi ginjal :
- Fungsi regulasi : mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
dalam tubuh
- Fungsi eksresi : eksresi produk sisa metabolisme dan senyawa asing
- Fungsi hormonal : mensekresikan hormone renin dan eritropoeitin
- Fungsi metabolic : mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif
(Sherwood, 2014).

9
Pembentukan urine
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang
hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, dilfiltrasi secara bebas
sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini
meninggalkan kapsula bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan ini
mengalami perubahan akibat adanya reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik
Kembali ke dalam darah atau sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke
dalam tubulus.
Darah masuk ke ginjal melalui arteri renalis >> a.renalis bercabang hingga
mencapai cabang terkecil yaitu arteriol afferent
1. Darah dari arteriol afferent kemudian dialirkan melalui glomerulus. Di
glomerulus akan terjadi filtrasi glomerulus.
Pada filtrasi glomerulus, sel darah dan protein plasma akan disaring
sehingga meninggalkan plasma akan disaring sehingga meninggalkan
filtrat (yang berisi zat-zat selain sel darah dan protein plasma)
2. Dari glomerulus, filtrat akan mengalir melalui tubulus dan mengalami
reabsorpsi di tubulus. Pada reabsorpsi tubulus terjadi perpindahan
selektif zat-zat dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus. Zat-zat
yang masih bermanfaat bagi tubuh akan direabsorpsi, sedangkan zat
yang tidak dibutuhkan akan tetap berada dalam tubulus
3. Tubulus ginjal secara selektif menambahkan zat tertentu ke dalam
cairan filtrasi melalui proses sekresi tubulus. Zat-zat yang
dieksresikan oleh tubulus antara lain ion hydrogen, ion kalium, serta
anion dan kation organic lainnya.
4. Terbentuk urin yang merupakan hasil akhir (Sherwood, 2014).
Filtrasi glomerulus, cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam
capsula bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane
glomerulus, yaitu
- Dinding kapiler glomerulus

10
- Membrane basal
- Lapisan dalam kapsula bowman
Ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang
menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan h2o
dan zat terlarut lain yang ukuran molekulnya cukup kecil.

Histologi
Pada potongan sagital ini, ginjal dibagi menjadi korteks (berwarna gelap)
dan medulla (berwarna terang). Disebelah luar, korteks dilapisi oleh
jaringan ikat ireguler padat, kapsul ginjal.
1. Korteks mengandung tubulis kontortus proksimal dan distal, glomerulus,
dan medullary rays. Dikorteks juga terdapat arteri interlobularis dan vena
interlobularis.
2. Medulla terdiri dari pyramid-piramid ginjal, bagian basal masing-masing
pyramid terletak dekat dengan korteks dan apeksnya membentuk papilla
ginjal yang menonjol ke dalam struktur berbentuk corong, calyx minor
yang merupakan bagian ureter yang melebar.

11
Gambar 2. Histologi Ginjal
(Eroschenko, 2016)
Korpuskulum ginjal (cortex renalis) terdiri dari glomerulus dan
kapsul glomerulus(bowman). Glomerulus adalah berkas/kuntum kapiler
yang terbentuk dari arteriol afferent glomerulus (Eroschenko,2016)

Gambar 3. Korteks Ginjal


(Eroschenko, 2016)

12
1. Kapsula bowman, terdiri dari lapisan :
- lapisan parietal/ lapisan dinding luar, dilapisi epitel selapis pipih dengan
inti yang menonjol ke dalam bowman space
- lapisan visceral menempel langsung dengan glomerulus. Mengelilingi
kapiler glomerulus dengan sel epitel termodifikasi yang disebut podosit.
Badan sel podosit yang menggepeng memperpanjang prosesus primer
kemudian membentuk prosesus skunder (pediculus) yang lebih kecil
dan membentuk interdigitasi dengan pediculus dengan sel podosit lain.
Diantara pediculus terdapat celah filtrasi kecil, dan terdapat debris
protein yang tersangkut di celah filtrasi Ketika filtrasi berlangsung.

Gambar 4. Glomerular
(Eroschenko, 2016)

2. Glomerulus, kapiler yang dibentuk oleh arteriol afferent glomerulus.


Selain sel podosit yang mengelilingi kapiler, terdapat sel khusus lain di
glomerulus yang dinamai sel mesangium. Sewaktu darah disaring
melalui kapiler glomerulus, banyak makromolekul yang mengandung
protein terperangkap di membrane basal glomerulus dan diafragma
celah filtrasi. Sel mesangium berfungsi sebagai makrofag didaerah
intraglomerulus dan memfagosit kompleks antigen-antibodi dan
bahanyang menumpuk di saringan glomerulus agar bebas debris

13
Gambar 5. Mesangium
(Eroschrnko, 2016)

b. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ?


Jawab :
Insiden penyakit SN primer dua kasus per tahun tiap 100.000 anak
berumur kurang dari 16 tahun. Insiden di Indonesia diperkirakan enam
kasus per tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Sindrom nefrotik
lebih banyak diderita oleh anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 2:1. (Mamesah dkk, 2016)
Sindrom nefrotik pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih
banyak terjadi pada usia 1-2 tahun dan 8 tahun. Pada anak-anak yang
onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio antara anak laki-laki dan perempuan
bervariasi dari 2:1 hingga 3:2. Pada anak yang lebih tua, remaja dan
dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama.
(Elizabeth, 2015)

c. Apa makna Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan


keluhan sembab di seluruh tubuh ?
Jawab :
Maknanya rahmi mengalami edema anansarka yaitu adanya keluhan
sembab di seluruh tubuh, edema terjadi akibat rendahnya protein dalam
darah (albumin), sehingga menyebabkan cairan dari dalam pembuluh

14
darah bocor keluar dan menumpuk di jaringan tubuh. Keluhan sembab
yang terjadi pada Rahmi disebabkan karena adanya penumpukkan cairan
yang terjadi karena rendahnya kadar albumin (Hipoalbuminemia).
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke
jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia dan
ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatakan retensi natrium dan
air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular
tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga
edema semakin berlanjut (Longo, 2015).

d. Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan sembab diseluruh tubuh ?


Jawab :
Penyakit Ginjal - Sindrom nefrotik (edema nefrotik)
- Glomerulonephritis (edema nefritik)
- Gagal ginjal akut

Penyakit jantung - Gagal jantung kongestif

Penyakit hati - Sirosis hepatic


- Obstruksi vena hepatic

Penyakit - Hipotiroid
endokrin - Kelebihan mineral kokortikoid

Iatrogenic - Kontrasepsi oral


- Obat anti hipertensi

Lain-lain - Anemia kronik


- Sindrom kebocoran kapiler
- Miksedema
- Protein-losing-enteropathy
- Malnutrisi protein

(Noer, 2011).

e. Bagaimana patofisiologi keluhan pada kasus ?


Jawab :

15
Faktor resiko sering mengalami radang tenggorokkan →
glomerulonefritis akut → permeabilitas basal membran meningkat di
glomerulus → gangguan filtrasi protein → proteinuria masif → BAK
berbusa & penurunan tekanan osmotik → edema → kompensasi ginjal
(aldosteron meningkat, kecepatan filtrasi dan natriuretic peptide menurun)
→ retensi air dan natrium → oliguria (McCance, 2017).

f. Apa etiologi keluhan pada kasus ?


Jawab :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik
2. Penurunan tekanan onkotik plasma → kasus
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Gangguan dalam aliran limfe
5. Gangguan regulasi hemostatik natrium dan cairan dalam tubuh
6. Peningkatan tekanan vena
(Noer, 2011).

g. Apa makna Sejak 3 minggu yang lalu sembab mulai di kelopak mata ?
Jawab :
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama.
Paling sering terjadi di muka terutama daerah periorbital (palpebra).
Disusul oleh tungkai/ edema pretibial, Itu sebabnya edema pada muka dan
palpebral sangat menonjol waktu bangun pagi oleh karena adanya
jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang
setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini terjadi karena faktor gravitasi.
Jika terjadi retensi cairan yang hebat bisa timbul asites faktor yaitu
gravitasi dan tahanan jaringan lokal. (McCance. 2017)

h. Apa makna dua minggu yang lalu perut tampak membesar disertai
bengkak pada kedua tungkai ?
Jawab :

16
Progesifitas dari edema anasarca yang terjadi karena adanya penurunan
tekanan onkotik plasma, yang disebabkan karena proteinuria yang massif.
(Sudoyono W, 2015)

2. BAK berbusa dan jumlahnya berkurang dibandingkan biasanya, namun


nyeri BAK tidak ada. Keluhan tidak disertai demam.
a. Apa hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan ?
Jawab :
Hubungan keluhan utama yaitu berupa edema anansarka dan keluhan
tambahan berupa BAK berbusa karena adanya protein di dalam urin
dan oliguria yang merupakan manifestasi klinis dari sindroma nefrotik
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
menyebabkan protein banyak masuk ke glomerulus dan lolos saat
filtrasi pada glomerulus yang menyebabkan terjadinya proteinuria.
Hubungannya adalah terjadinya proteinuria yang dimana sembab
dikarenakan terjadinya hypoalbuminemia karena proteinuria dan BAK
berbusa dikarenakan adanya protein dalam urine karena proteinuria
(McCloskey, 2017).

b. Apa makna BAK berbusa dan jumlahnya berkurang dibandingkan


biasanya, namun nyeri BAK tidak ada. Keluhan tidak disertai demam?
Jawab :
Maknaya adalah BAK berbusa menandakan adanya protein yg terdapat
dalam urin.
BAK jumlah berkurang adalah jumlah urin yang dikeluarkan sedikit
(oliguri) akibat vasokontriksi pd ke ginjal.
Nyeri bak tidak ada menandakan tidak ada tanda peradangan pada
saluran kemih (Sukandar, 2014).

c. Bagaimana patofisiologi BAK berbusa dan jumlahnya berkurang ?


Jawab :

17
Faktor resiko sering mengalami radang tenggorokkan → glomerulonefritis
akut → permeabilitas basal membran meningkat di glomerulus → gangguan
filtrasi protein → proteinuria masif → BAK berbusa & penurunan tekanan
osmotik → edema → kompensasi ginjal (aldosteron meningkat, kecepatan
filtrasi dan natriuretic peptide menurun) → retensi air dan natrium →
oliguria (McCance, 2017).

d. Apa komposisi urin normal ?


Jawab :
Urine normal terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam
laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam- garam terutama garam
dapur dan zat- zat yang berlebihan dalam darah misalnya vitamin C
dan obat-obatan. Semua cairan dan pembentuk urine trsebut berasal
dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah sepanjang
proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misalnya
glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa
(Gandasoebrata, 2013)

e. Apa kemungkinan penyakit dengan BAK berbusa ?


Jawab :
- Urin berbusa :
Sindrom Nefrotik
Glomerulonefritis
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal kronik
- Urin berkurang : Fimosis, Tumor (Ex: BPH), gagal ginjal (Rauf,
2012).

f. Berapa kadar urin normal untuk pasien berusia 18 tahun ?


Jawab :
Volume urin pada umur 1 tahun sekitar 500 mL/hari, pada umur 3
tahun 600 mL/hari, pada umur 5 tahun 700 mL/hari dan pada umur 15

18
tahun 1 L/hari. Deewasa 0,5-2 cc/kgBB/ hari, dengan volume 300ml
setiap miksi.
Umur Jumlah urin

Bayi hari ke 1-2 30-60 ml

Bayi hari ke 3 – 10 100 - 300 ml

Bayi hari ke 10 – 2 bulan 250 - 450 ml

2 bulan – 1 tahun 400 – 500 ml

1-3 tahun 500 - 600 ml

3-5 tahun 600 – 700 ml

5-8 tahun 650 – 700 ml

8-14 tahun 800 - 1400 ml

(Rauf, 2012).

3. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita. Tidak ada riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama. Rahmi sering mengalami radang
tenggorokan.
a. Apa makna penyakit seperti ini baru pertama kali diderita ?
Jawab :
Maknanya adalah Dalam kasus ini merupakan penyakit baru bukan
relaps atau kekambuhan. (Elizabeth, 2015)

b. Apa makna tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama ?
Jawab :
makna dikeluarga tidak ada yang sakit seperti Rahmi penyakit yang
dialami bukan penyakit yang diturunkan. Secara umum etiologi yang
suatu penyakit yaitu :
1. Glomerulonephritis primer

19
2. Glomerulonephritis skunder akibat : infeksi,keganasan, penyakit
jaringan penghubung, efek obat dan toksin, dan penyebab penyakit
lain.
(Sudoyono W, 2015)

c. Apa hubungan sering mengalami radang tenggorokan dengan keluhan


utama pada kasus ?
Jawab :
Radang tenggorokan atau faringitis merupakan peradangan yang
terjadi pada daerah faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri.
Pada faringitis akut bakteri yang paling sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus b hemolitikus. Bakteri ini dapat menimbulkan demam
rematik, glomerulonefritis akut.
Pada kasus ini bengkak pada kelopak mata, perut, kedua tungkai serta
BAK berbusa mengarah pada diagnosis sindroma nefrotik. Sebagian
besar etiologi sindroma nefrotik adalah idiopatik, jarang disebabkan
infeksi. Salah satu penyebab Sindroma Nefrotik sekunder terjadi
akibat infeksi.
Infeksi:
- HIV, hepatitis virus B dan C,
- sifilis, malaria, skistosoma
- tuberkulosis, lepra.
Namun pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa Infeksi Saluran
Nafas Atas dapat menjadi faktor risiko dengan terjadinya relaps
sindroma nefrotik pada anak.
Sehingga dapat disimpulkan hubungan radang tenggorokan yang
dialami pasien dapat menjadi faktor risiko, namun belum bermakna
untuk menjadi etiologi pada kasus Sindroma Nefrotik pada kasus ini
(Sudoyo, 2015)

d. Bagaimana patofisiologi dari radang tenggorokan ?

20
Jawab :
Bakteri maupun virus → menginvasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal →iritasi mukosa
faring sekunder akibat sekresi nasal nasofaring, uvula, dan palatum
mole → Pperadangan lokal, sehingga menyebabkan eritema
faring, tonsil, atau keduanya → radang tenggorokan (Price SA,
2013).

4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang
Tanda Vital: TD 130/80 mmHg, nadi 96 x/menit, RR 24 x/menit, T
36,8oC, BB 60 kg, TB 155 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala : edema palpebra (+/+), konjungtiva pucat (-/-),Sklera
ikterik (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada. Jantung dan paru dalam batas
normal
Abdomen :
Inspeksi : cembung
Palpasi : tegang, hepar dan lien sulit diraba
Perkusi : shifting dullness (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : pitting edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+).
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan keadaan
spesifik ?
Jawab :
Pada Kasus Nilai Normal Interpretasi

Kesadaran kompos mentis Kompos mentis Normal

21
Tampak sakit sedang Abnormal

TD 130/80 mmHg Sistol : 100-130 Pre-hipertensi

Diastol : 60-90

Nadi 96x /menit 60-100 x/menit Normal

RR 24 x/menit 20-24 x/menit Normal

Suhu 36,4 C 36,5-37,5 C Normal

BB 60 IMT = 19-24 Normal

TB 155

IMT = 24

Pada Kasus Nilai Normal Interpretasi

Kepala:

• Edema palpebra • palpebra tidak Abnormal


(+/+) edema
• Konjungtiva tidak • Konjungtiva tidak
pucat pucat
Normal
• Sklera tidak kuning • Sklera tidak kuning

Normal

Leher:

• Pembesaran KGB (-) • Pembesaran KGB (-) Normal

• Normal
• JVP (5-2) cm H2O JVP (5-2) cm H2O

Thoraks:

22
Jantung: simetris, ictus Jantung: simetris, ictus
kordis tidak terlihat, batas kordis tidak terlihat, batas
Normal
jantung dalam batas jantung dalam batas
normal normal

Abdomen: Abdomen:

Inspeksi : cembung Inspeksi : datar Abnormal


Palpasi : tegang, hepar Palpasi : lemas,
dan lien sulit diraba hepar dan lien tidak
Perkusi : shifting teraba
Abnormal
dullness (+) Perkusi : shifting
Auskultasi : bising usus dullness (+)
Normal
(+) normal Auskultasi: bising
usus (+) normal

Ekstremitas: Edema Pretibia (-) Abnormal

• Edema Pretibia (+)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik dan


keadaan spesifik ?
Jawab :
Gangguan pada membran basalis glomerulus→ peningkata
pemeabelitas dinding kapiler glomerulus dan gangguan filtrasi→
pengeluaran protein yag berlebihan → proteinuria→ kadar albumin
menurun (Hipoalbuminemia)→ tekanan osmotik plasma menurun→
perpidahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial→
menuju daerah yang memiliki jaringan ikat longgar dan tekanan
intertisial rendah→ edema palpebra (Price, 2013).

23
Gangguan pada membran basalis glomerulus→ peningkata
pemeabelitas dinding kapiler glomerulus dan gangguan filtrasi→
pengeluaran protein yag berlebihan → proteinuria→ kadar albumin
menurun (Hipoalbuminemia)→ tekanan osmotik plasma menurun→
perpidahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial→
dipengaruhi gaya gravitasi→ menyebar ke bagian abdomen→
cembung, shifting dullness (Price, 2013).

Gangguan pada membran basalis glomerulus→ peningkata


pemeabelitas dinding kapiler glomerulus dan gangguan filtrasi→
pengeluaran protein yag berlebihan → proteinuria→ kadar albumin
menurun (Hipoalbuminemia)→ tekanan osmotik plasma menurun→
perpidahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial→
dipengaruhi gaya gravitasi→ menyebar ke bagian ekstremitas
bawah→ Pitting edema kedua tungkai dan telapak kaki (Price, 2013)

5. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin: Hb 12 g/dl, leukosit 9000/mm3 , trombosit 380.000/mm3,
LED 10 mm/jam.
Kimia klinik: ureum 30 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl, kolesterol total 520
mg/dl, albumin 1,8 gr/dl, GDS 120 mg/dl.
Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0
sel/LPB, leukosit 0-1 sel/LPB.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan Penunjang ?
Jawab :
Nilai Normal Interpretasi

Darah rutin:

Hb 12 g/dl, 12-16 g/dl Normal

leukosit 9000/mm3 5000 - 10.000/mm3 Normal

24
trombosit 150.000 - Normal
380.000/mm3, 450.000/mm3
Normal
LED 10 mm/jam. 0 - 10 mm/jam

Kimia klinik:

ureum 30 mg/dl, 6 - 21 mg/dl Normal

kreatinin 0,5 mg/dl, 0,5–1,1 mg/dL Normal

kolesterol total 520 < 200 mg/dl Hiperkolesterolemia


mg/dl, albumin 1,8
3,5 - 5,9 gr/dl Hipoalbuminemia
gr/dl,
< 120 mg/dl Normal
GDS 120 mg/dl.

Urinalisis:

warna kuning agak warna kuning, jernih, abnormal


keruh, berbusa, tidak berbusa

proteinuria +++, protein (-)


proteinuria
eritrosit 0 sel/LPB, -
normal
leukosit 0-1 sel/LPB. 0-1
normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan Penunjang?


Jawab :
Patof pemeriksaan penunjangg hari kedua:

25
Gangguan pada membrane basal glomelurus → gangguan filtrasi
glomelurus → meningkatkan filtrasi makromolekul → proteinuria →
hipoalbumin →tekanan onkotik plasma menurun → peningkatan
sintesis lipoprotein di hati → hiperlipidemia (Price SA, 2013).

Gangguan pada membrane basal glomelurus → gangguan filtrasi


glomelurus → meningkatkan filtrasi makromolekul → proteinuria →
keluarnya molekul-molekul protein → urin keruh dan berbusa (Price
SA, 2013).

c. Bagaimana cara menghitung LFG ?


Jawab :

GFR = (140-umur)x BB (Kg)/ (72xserum kreatinin) hasil dikali 0,85 pada wanita
= (140-180)x60 / (72x0,5)
= 7320/0,4075 x0,85
= 15.268
(Djuanda, 2016).

6. Cara mendiagnosis pada kasus ?


Jawab :

26
1. Anamnesis :
Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan keluhan
sembab di seluruh tubuh, sejak 3 minggu yang lalu sembab mulai
dikelopak mata, 2 minggu yang lalu perut tampak membesar disertai
bengkak pada kedua tungkai, BAK berbusa dan jumlahnya sedikit, nyeri
BAK tidak ada, demam tidak ada, tidak ada riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama, dan sering mengalami radang tenggorokan.

2. Pemeriksaan fisik dan keadaan spesifik


Tampak sakit sedang, prehipertensi, edema palpebra, abdomen cembung,
shifting dullness, pitting edema kedua tungkai dan telapak kaki.

3. Pemeriksaan penunjang
Hiperkolesterolemia, hipoalbumin, pada urinalisis terdapat waran urin
agak keruh dan proteinuria.

7. Apa diagnosis banding pada kasus ?


Jawab :
1. Sindroma Nefrotik
2. Sindroma Nefritik
3. Sirosis Hepatis
4. Anafilaksis

8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan ?


Jawab :
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis
yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah

27
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
b. Albumin dan kolesterol serum
c. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
d. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA (IDAI, 2012).

9. Apa diagnosis kerja pada kasus ?


Jawab :
Sindrom Nefrotik

10. Bagaimana tatalaksana pada kasus ?


Jawab :
Tatalaksana Non-Farmakologis:
Diet:
▪ Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/KgBB/hari → untuk
mengurangi proteinuria. Apabila fungsi ginjal menurun, asupan
protein diturunkan menjadi 0,6 g/KgBB/hari.
▪ Diet rendah garam (Na < 2 gr/hari), rendah lemak jenuh serta rendah
kolesterol.
Tatalaksana Farmakologis
▪ Edema hebat → albumin → dosis 0,5-1 gr/KgBB i.v. → diberikan
dalam 2-4 jam, yang diikuti dengan pemberian furoemid 1-2 mg/KgBB
i.v.
▪ Kombinasi diuretik: loop diuretic dan tiazid biasanya diberikan 2 kali
sehari
▪ Obat penghamat ACE Inhibitor → antiproteinuria dan antihipertensi

28
▪ Obat penurun lemak golongan statin (simvastatin, pravastatin,
lovastatin) → menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan
meningkatan kolesterol HDL.
▪ Kortikosteroid → golongan Glukokortikoid (prednisolon dan
metilprednison) → mengurangi respon peradangan dan menekan
imunitas (Purnomo, 2011).

11. Apa saja komplikasi pada kasus ?


Jawab :
Gagal Ginjal Akut
Infeksi Sekunder
Anemia
Gangguan Keseimbangan Hormon (Kowalak, 2017).

12. Apa prognosis pada kasus ?


Jawab :
Quo ad vitam: Dubia ad bonam
Quo Ad functionam: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

13. Apa SKDU pada kasus ?


Jawab :
SINDROMA NEFROTIK

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan

14. Apa nilai nilai islam dalam kasus ?


Jawab :

29
Dari Amru bin Maimun bin Mahran sesungguhnya Rasulullah SAW
berkata kepada seorang pemuda dan menasehatinya, “Jagalah lima hal
sebelum lima hal. (1) Mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) sehatmu
sebelum datang masa sakitmu, (3) waktu luangmu sebelum datang waktu
sibukmu, (4) kayamu sebelum miskinmu, (5) hidupmu sebelum matimu.
Bermakna bahwa lima hal itu hanya terjadi sekali dan tidak akan terulang.
Alangkah baiknya untuk menjaga kesehatan, mencari hal yang baik untuk
bekal dunia akhirat dan selalu bersyukur dengan apa yang terjadi

‫ِح‬ َ ‫ب ْال َم‬


ِ ‫صا ل‬ ِ ‫مِن َج ْل‬
ْ ‫دَرْ ُء ْال َمفَاسِ ِد أَ ْولَى‬

“Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil


sebuah kemaslahatan.”

Bermakna bahwa lebih baik menjaga kesehatan diawal. Merawat diri


daripada membuat kerusakan atau membuat sakit diri sendiri.

2.7 Kesimpulan

Rahmi, perempuan usia 18 tahun berobat ke IGD RS dengan keluhan


edema anasarka, BAK berbusa, proteinuria dan oligouria karena mengalami
sindroma nefrotik

30
2.8 Kerangka Konsep

FR : Mengalami radang
tenggorokan

Infeksi menyebar secara hematogen

Peradangan dari Glomerulus

Permebilitas basa membran meningkat di


Glomerulus

Proteinuria Masif

Hipoalbumin

Edema Oligouria Hiperkolestrolimea BAK Berbusa

31
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti. 2016. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dorland, W A. Newman. 2015. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 28.


Jakarta : EGC

Elizabeth, R. (2015). Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2


Tahun Nephrotic Syndrome : New Case on 2 Years Old Child. J Agromed Unila,
2(3), 217–221.

Eroschenko, V. P. 2016. Atlas Histologi diFiore. jakarta: EGC.

Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta. Dian


Rakyat

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter


Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia .

Kowalak et.al. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Longo DL, et al. 2015. Edema. In: Harrison's Principles of Internal
Medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education.
McCance, Kathryn L., Huether, Sue E. 2017. Buku Ajar Patofisiologi 6th
ed. Philadelphia: Elsevier Mosby

McCloskey O & Maxwell AP. 2017. Diagnosis and Management of


Nephrotic Syndrome. Practitioner. Vol. 261(1801):11-5.
Noer, Muhammad Sjaifullah DKK. 2011. Kompendium Nefrologi Anak.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar urologi Ed.3. Jakarta: Sagung Seto

Price, S.A., Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Rauf, Syarifuddin et al 2012. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca


Streptokokus. Jakarta : BPIDAI.

Sherwood, LZ. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.


Jakarta: EGC.

32
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam ; 2082

Sukandar, E., Sulaeman R. 2014. Sindrom nefrotik. Dalam : Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

33

Anda mungkin juga menyukai