Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 27

Disusun oleh:
Kelompok B6

Anggota:
Awen Fitri Yanata 04011181520031
Wiku Hapsara 04011181520034
Salnaza Fahrunnisa Rahmah 04011181520077
Ananda Putri Absari 04011281520136
Nur Alfiah Ahmad 04011281520138
Nurhani Rizkya Dwiputri 04011281520140
Hanjaya Basuki 04011281520141
Michael Chandra 04011281520149
Machlery Agung Pangestu 04011281520164
M. Fitra Rwananda Pranagara 04011281520165
Muhammad Syahrul Ramadhan 04011281520167
Muhammad Ikbar Fauzan 04011281520173
Arisda Oktalia 04011281520175

Tutor: dr. Bintang Arroyantri, SpKJ

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak.Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

BAB I ..........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN ...................................................................................................................4

BAB II.........................................................................................................................................5

ISI ............................................................................................................................................5

I. Skenario ........................................................................................................................5

II. Klarifikasi Istilah ..........................................................................................................6

III. Identifikasi Masalah .....................................................................................................6

IV. Analisis Masalah ..........................................................................................................8

V. Learning Issue ............................................................................................................19

VI. Kerangka Konsep .......................................................................................................41

VII. Sintesis………………………………………………………………… ...................42

BAB III .....................................................................................................................................43

Kesimpulan ........................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................44

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blok Infeksi Tropisadalah blok ke-27 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Kasus yang
dipelajari tentang Malaria.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

C. Data Tutorial
1. Tutor : dr.
2. Moderator : Arisda Oktalia
3. Sekretaris : 1. Nur Alfiah Ahmad
2. Awen Fitri Yanata
4. Waktu : 1. Senin, 20Agustus 2018
Pukul 13.00 – 15.30 WIB
2. Rabu, 23 Agustus 2018
Pukul 13.00 – 15.30 WIB

4
BAB II
ISI

I. Skenario
Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di Palembang, dibawa ke
bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari.Demam tinggi hilang
timbul (intermiten) tiap 2 hari.Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh demam tinggi
dan kemudian demam mereda setelah berkeringat banyak.Dina juga mengalami sakit kepala,
mual, dan muntah.Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana selama
1 minggu.Tidak ditemukan manifstasi perdarahan dan ruam kulit.Tidak terdapat batuk/pilek,
sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih.Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan.Riwayat imunisasi dasar lengkap. Tidak ditemukan anggota keluarga yang
mengalami keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik:
Status antropometri: berat badan 30 kg, tinggi badan 145cm
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak.
Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108x/menit (isi dan tegangan cukup), laju pernafasan
28x/menit, temperature 39 oC. Tidak ditemukan tanda dehidrasi ataupun gangguan sirkulasi
.tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding dada dalam batas
normal.Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan hepatosplenomegali.KGB tidak teraba membesar.Pemeriksaan neurologis dalam
batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium:
Hb 8,8 g%, hematocrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran darah tepi
menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih dan
trombosit.Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan darah tipis (thin blood
smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:

5
II. Klarifikasi Istilah

No Istilah Arti
1 Demam intermiten Demam yang terjadi pada serangan malaria atau
demam lain, ditandai dengan episode demam
berulang yang dipisahkan oleh interval
temperatur normal
2 Menggigil Suatu serangan kontraksi involunter pada otot
volunter diikuti dengan perasaan dingin dan pucat
pada kulit
3 Demam tinggi Peningkatan suhu tubuh diatas 37.5o C dengan
suhu berkisar antara 38-40 o C.
4 Sakit kepala Cephalalgia, nyeri pada kepala.
5 Mual Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada
epigastrium dan abdomen, dengan kecenderungan
untuk muntah.
6 Muntah Pembuangan paksa isi lambung.
7 Mencret Pengeluaran tinja berair berkali-kali atau tidak
normal
Ruam kulit (eksantem) Setiap penyakit atau demam yang disertai gejala
erupsi.
Hepatosplenomegali Pembesaran pada hepar dan spleen
Gambaran hemolitik Gambaran pecahnya membran eritrosit sehingga
hemoglobin bebas kedalam plasma
Thin blood smear Sediaan darah untuk mengetahui spesies parasite
penyebab penyakit

III. Identifikasi Masalah


1. Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di Palembang, dibawa
ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari.
2. Demam tinggi hilang timbul (intermiten) tiap 2 hari. Demam diawali dengan menggigil,
diikuti oleh demam tinggi dan kemudian demam mereda setelah berkeringat banyak. Dina
juga mengalami sakit kepala, mual, dan muntah.
6
3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana selama 1 minggu.
Tidak ditemukan manifstasi perdarahan dan ruam kulit. Tidak terdapat batuk/pilek, sesak,
mencret, dan nyeri saat berkemih. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Riwayat imunisasi dasar lengkap. Tidak ditemukan anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama.
4. Pemeriksaan fisik:
Status antropometri: berat badan 30 kg, tinggi badan 145cm
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak.
Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108x/menit (isi dan tegangan cukup), laju pernafasan
28x/menit, temperature 39 oC. Tidak ditemukan tanda dehidrasi ataupun gangguan
sirkulasi .tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding dada dalam batas
normal.Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan hepatosplenomegali.KGB tidak teraba membesar.Pemeriksaan neurologis
dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
5. Pemeriksaan laboratorium:
Hb 8,8 g%, hematocrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran darah
tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih
dan trombosit.Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan darah tipis (thin
blood smear) terdapat gambaran sebagai berikut:

7
IV. Analisis masalah
1. Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di Palembang,
dibawa ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari.
Demam tinggi hilang timbul (intermiten) tiap 2 hari. Demam diawali dengan
menggigil, diikuti oleh demam tinggi dan kemudian demam mereda setelah
berkeringat banyak. Demam tinggi hilang timbul (intermiten) tiap 2 hari. Demam
diawali dengan menggigil, diikuti oleh demam tinggi dan kemudian demam mereda
setelah berkeringat banyak.
a. Apa hubungan usia, jenis kelamin, tempat tinggal dengan keluhan pada kasus?
 Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-
9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling
rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence,
prevalens paling tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor
dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah
tetap pada umur <1 tahun (8,2%). Dari data diatas tampak kecenderungan
kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke
usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-
4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu
berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita.
Untuk karakteristik jenis kelamin, pada point prevalensi, prevalensi pada laki-
laki sama dengan perempuan (0,6%) Riskesdas (2010). Menurut InfoDATIN
(2016), kelompok umur 25-34 tahun memiliki prevalensi tertinggi. Hal ini dapat
diasumsikan kelompok umur tersebut merupakan usia produktif sehingga
memilki probabilitas yang lebih tinggi untuk tertular malaria melalui gigitan
nyamuk di luar rumah.
 Tempat tinggal

8
Di Indonesia terdapat dua puluh empat (24) Kabupaten/kota yang
endemis malaria, dan diperkirakan sekitar 45% penduduk Indonesia beresiko
tertular malaria. Pada Provinsi Sumatera Selatan terdapat 8 Kabupaten
endemis malaria dari 17 Kabupaten/Kota yang ada, serta diperkirakan 8 per
1.000 penduduk Sumatera Selatan beresiko tertular malaria.
Hingga saat ini terdapat 7 Kabupaten/ Kota yang mendapatkan
sertifikat eliminasi malaria yaitu Kota Palembang, Kab.Banyuasin, Kab.Ogan
Ilir, Kab.OKI, Kota Prabumulih, Kab.Empat Lawang dan Kota Pagaralam.
Sedangkan Kab/Kota yang lain merupakan endemis malaria yang digolongkan
pada daerah sedang dan rendah. Penanganan kasus yang diberikan pada
umumnya melalui pengobatan radikal dengan konfirmasi laboratorium di
Puskesmas atau Rumah Sakit. Daerah endemis malaria di Sumatera Selatan
adalah kab. Lahat dan kab. Lubuk linggau dengan Annual Parasite Incidence
(API) 1-5

b. Apa saja klasifikasi demam?


Berdasarkan interval:
1. Demam septik: suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun ke tingkat normal pada pagi hari.

2. Demam intermiten: suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari.

3. Demam remiten:

9
4. Demam kontinu

5. Demam siklik:

Berdasarkan derajat suhu:

c. Bagaimana mekanisme demam pada kasus?

10
d. Bagaimana mekanisme keringat banyak pada kasus?
Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meningkat (demam) yang
diakibatkan infeksi eritrosit oleh plasmodium berhasil dihilangkan, set point
hipothalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di hypothalamus
menjadi lebih rendah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas,
sehingga bagian hypothalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hypothalamus
anterior akan mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka
dan mendorong pengeluaran panas dengan menimbulkan vasodilatasi kulit.
Vasodilatasi terjadi membuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut
fase merah merona. Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk
mengurangi kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga
mekanisme berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara
evaporasi (berkeringat).

e. Bagaimana mekanisme menggigil pada kasus?


Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium dapat menyebabkan
timbulnya gejala demam disertai menggigil. Periodisitas demam pada malaria
berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya
merozoit yang masuk aliran darah (sporulasi).Respon yang terjadi bila organism
penginfeksi telah menyebar di dalam darah, yaitu pengeluaran suatu bahan kimia
oleh makrofag yang disebut pirogen endogen (TNF α dan IL-1).
Pirogen endogen ini menyebabkan pengeluaran prostaglandin, suatu perantara
kimia lokal yang dapat menaikkan thermostat hipotalamus yang mengatur suhu
tubuh. Setelah terjadi peningkatan titik patokan hipotalamus, terjadi inisiasi respon
dingin, dimana hipotalamus mendeteksi suhu tubuh di bawah normal, sehingga
memicu mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu.Respon dingin tersebut
berupa menggigil dengan tujuan agar produksi panas meningkat dan vasokonstriksi
kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas dan terjadilah berkeringat.

11
f. Mengapa suhu menurun setelah berkeringat banyak?
Proses pengeluaran keringat dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus
merupakan sistem saraf pusat pengatur suhu tubuh yang menghasilkan enzim
bradikinin. Enzim bradikinin mempengaruhi kerja kelenjar keringat untuk
mengeluarkan keringat. Selain dipengaruhi hipotalamus, kerja kelenjar keringat juga
dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan dan pembuluh darah. Suhu pembuluh
darah yang tinggi akan memberikan rangsangan terhadap hipotalamus. Oleh
rangsangan tersebut, hipotalamus segera mempengaruhi kelenjar keringat untuk
menyerap air, garam, urea, dan berbagai zat sisa metabolisme dari pembuluh kapiler
darah. Berbagai zat ini dikeluarkan melalui saluran keringat dan pori-pori kelenjar
keringat ke permukaan kulit dalam bentuk keringat. Keringat segera menguap dan
suhu tubuh turun sehingga normal kembali.

2. Dina juga mengalami sakit kepala, mual, dan muntah. Tidak ditemukan manifestasi
perdarahan dan ruam kulit. Tidak terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri
saat berkemih. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
a. Bagaimana mekanisme sakit kepala pada kasus?
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium menjadi lisis  mengeluarkan merozoit-
merozoit  merozoit menginvasi eritrosit bersama dengan pigmen-pigmen hemozoin
dan faktor-faktor toksin yang lain seperti glucose phosphate isomerase (GPI) 
berakumulasi di dalam eritrosit menjadi bentuk matur  menstimulasi respon imun
(makrofag, sel-sel endotel lainnya)  mensekresi sitokin inflamasi dan mediator
inflamasi seperti tumor necrosis factor, interferon-γ, interleukin-1, IL-6, IL-8, IL-3,
macrophage colony-stimulating factor, lymphotoxin, dan superoxide dan nitric

12
oxide(NO)  permeabilitas sistemik meningkat  muncul gejala sistemik dari
malaria seperti sakit kepala, demam, mual dan muntah dan lain-lain.
- Sakit kepala (sistemik):
GPI merangsang pelepasan TNF alpha, IL 1, IL 6, IL 3 dengan mengaktivasi
makrofag  TNF alpha mengaktivasi nociceptor di bagian otak  nyeri 
sakit kepala.
- Sakit kepala (fokal):
Peningkatan TIK  dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan
darah sistemik  iskemia  stimulasi nosiseptor  nyeri

b. Bagaimana mekanisme mual dan muntah pada kasus?


Saat terjadi infeksi plasmodium ,parasit akan mengeluarkan toksin yang
merangsang sistem imun host. Sistem imun akan mengeluarkan sitokin yang
kemudian berperan terhadap munculnya tanda sistemik seperti sakit kepala, mual,
muntah,rasa nyeri pada perut, adanya hepatosplenomegali juga akan menekan
lambung, dan peningkatan tekanan juga dapat merangsang timbul nya rasa mual

c. Apa makna klinis tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam kulit,
tidak terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, nyeri saat berkemih, buang air besar
dan buang air kecil tidak ada keluhan?
a. Manifestasi perdarahan: Apabila (+) menandakan malaria berat.
b. Ruam kulit : Apabila (-) bisa membuang beberapa diagnosis
banding.
c. Batuk/pilek : Apabila (-) bisa membuang beberapa diagnosis
banding.
d. Sesak : Apabila (+) menandakan malaria berat.
e. Mencret : Apabila (+) menandakan malaria berat.
f. Nyeri saat berkemih : Apabila (-) bisa membuang beberapa diagnosis
banding.
g. BAB dan BAK normal: Apabila (+) menandakan malaria berat.

13
3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana selama 1 minggu.
Riwayat imunisasi dasar lengkap. Tidak ditemukan anggota keluarga yang
mengalami keluhan yang sama.
a. Apa hubungan riwayat berkunjung ke Bangka 1 bulan yang lalu selama
seminggu dengan keluhan pada kasus?
Daerah Bangka merupakan daerah endemik malaria. Hal ini dikarenakan
daerah Bangka merupakan daerah penghasil timah. Para masyarakat yang mencari
timah biasanya tidak menutup kembali lobang galian timah sehingga lobang bekas
galian timah itu menjadi rawa-rawa saat terisi air dan merupakan tempat
perkembangbiakan nyamuk anopheles betina. Mungkin pada saat Dina tinggal di
Bangka, ia terkena gigitan nyamuk anopheles betina sehingga timbulah keluhan-
keluhan yang dialami Dina sekarang

b. Mengapa ditanyakan riwayat imunisasi dasar?


Untuk menyingkirkan diagnosis banding dari gejala-gejala yang ada pada
malaria dan penyakit lainnya.Vaksin BCG untuk mencegah penyakit TB, Polio untuk
mencegah poliomielitis, DPT untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus,
Campak untuk mencegah penyakit campak dan Hepatitis B untuk mencegah
terjadinya penyakit Hepatitis B

c. Mengapa ditanyakan riwayat keluarga?


Malaria bukan merupakan penyakit yang bisa langsung ditransmisikan dari
manusia ke manusia melainkan harus memiliki vektor, yaitu nyamuk Anopheles
betina. Selain untuk menyingkirkan diagnosis banding dan memperkuat diagnosis
malaria, apabila ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama, ada
kemungkinan penularan berasal dari anggota keluarga, tetapi tetap diperantarai oleh
vektor nyamuk. Selain itu, keluhan yang sama pada keluarga mungkin dapat
memperkuat penyebaran malaria pada kasus berasal dari vektor di daerah endemis
(Bangka) karena pasien memiliki riwayat tinggal di Bangka selama 1 minggu.

d. Apa varian etiologi tersering di Bangka yang berhubungan dengan gejala pada
kasus?

14
Di Indonesia pada umumnya, spesies Plasmodium yang paling sering
ditemukan adalah Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax. Di dalam tubuh
nyamuk Anopheles betina dapat hidup lebih dari satu spesies Plasmodium secara
bersamaan sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi campuran (mixed
infection).

4. Pemeriksaan fisik:
Status antropometri: berat badan 30 kg, tinggi badan 145cm
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat
sesak.Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108x/menit (isi dan tegangan cukup), laju
pernafasan 28x/menit, temperature 39 oC. Tidak ditemukan tanda dehidrasi
ataupun gangguan sirkulasi .tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan
dinding dada dalam batas normal.Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas
normal.Pada pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali.KGB tidak
teraba membesar.Pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan lain
dalam batas normal.
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

HasilPemeriksaan Keadaan Normal Interpretasi


Kesadaran: Compos Mentis Compos Mentis Normal
TekananDarah: 100/70 mmHg 102-120/61-80 mmHg Normal
Nadi: 108x/menit 60–100x/menit Takikardi
RR: 28x/menit 16–24x/menit Takipnea
Temperatur: 39oC 36,5–37,2oC Demam
BB/TB : 30kg/145cm
Konjungtiva:pucat Tidak pucat Abnormal
Dinding dada: dalam batas normal Normal
Jantung dan paru: dalam batas normal Normal
KGB:tidak membesar Normal
Neurologis: dalam batas normal Normal
Abdomen: hepatosplenomegali Tidak terdapat
Abnormal
pembesaran hati dan lien

15
Status Gizi:
Anak perempuan 10 tahun
Usia tinggi 145cm adalah 11 tahun
Untuk anak 10 tahun BB ideal adalah 33 kg
Untuk anak 11 tahun BB ideal adalah 37 kg
BB/U = 30/33 * 100 % = 90.9% (normal)
TB/U = 145/138 * 100% = 105,07% (normal)
BB/TB = 30/37 *100% = 81,08% (mild malnutrition)

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?


a. Takikardi : Fungsi kompensasi tubuh dalam aktivitas imunitas apabila
terjadi proses inflamasi baik dalam kondisi infeksi, dll.
b. Takipneu : Fungsi kompensasi tubuh dalam aktivitas imunitas apabila
terjadi proses inflamasi baik dalam kondisi infeksi, dll.
c. Hipertermia : Fungsi kompensasi tubuh dalam aktivitas imunitas apabila
terjadi proses inflamasi baik dalam kondisi infeksi, dll.
d. Hepatosplenomegali : Kompensasi organ karena peningkatan aktivitas
pemecahan RBC. Hemolitik Dilatasi sinusoid dan Hiperplasia
Retikuloendotelial  Hepatosplenomegali

c. Bagaimana gambaran pemeriksaan fisik? (konjungtiva pucat, tanda dehidrasi,


eksantem, hepatosplenomegali)

16
5. Pemeriksaan laboratorium:
Hb 8,8 g%, hematocrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran
darah tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel
darah putih dan trombosit. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
apusan darah tipis (thin blood smear) ditemukan gambaran yang dapat dilihat pada
skenario diatas.
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?

Hasil Laboratorium Nilai Normal Interpretasi

Lk : 13 - 18 gr/dL Rendah
Hb 8,8 g/dl
Pr : 12 - 16 gr/dL
Lk : 40%-48% Rendah
Ht 27%
Pr : 37-43%

Leukosit Normal 5000-10.000/ mm3 Normal

150.000 – 350.000/ Normal


Trombosit Normal
mm3
Apusan darah Tidak ada gambaran Abnormal
Gambaran hemolitik
tepi hemolitik
Apusan darah Terdapat ring form Tidak ada gambaran Abnormal
tipis dan schuffner dots parasit

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium?

Pemeriksaan Lab Hasil Pemeriksaan Mekanisme Abnormal


Hb 8,8 g% plasmodiummenginfeksi penghancuran
eritrosit yang terinfeksi dan eritrosit
imaturpembentukan Hb berkurang
anemia
Ht 27 vol% eritrosit terinfeksi  persentase kadar sel
darah merah di darah rendah
Leukosit & Normal -
Trombosit

17
Gambaran darah Gambaran hemolitik Infeksi pada eritrosit retikuloendotelial
tepi bekerja keras untuk menghancurkan RBC
lisis RBC berlebihan

Urinalisis Normal -
Apusan darah tipis Fase ringform, infeksi plasmodium pada eritrosit
(thin blood smear) tropozhoit, schizont gambaran eritrosit abnormal

c. Berdasarkan gambaran apusan darah tipis, apa diagnosis kasus ini?


Dina menderita penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
vivax.Plasmodium vivax, ditemukan berbagai fasenya, yaitu ringform, tropozoit, dan
skizon.

18
V. Learning Issue
1. Diagnosis Banding

Demam Tifoid Demam Dengue ISPA Lepstopirosis Infeksi Virus


Ringan Akut
Demam sela-ma Demam terus Batuk, rino- Demam tinggi,
7 hari, di- menerus 2-7 hari , rhea, sakit ke- nyeri kepala,
tambah nyeri nyeri tulang, sering pala, sakit me- mialgia, nyeri
kepala, sakit muntah, nyeri nelan, sukar perut, mual,
perut, lidah uluhati, bernapas: napas muntah,
kotor, bradi- peninggian Hb cepat, tarikan kemerahan pada
kardi relatif, uji dan Ht, IgM atau dinding dada. konjungtiva bola
widal posi-tif. IgG anti dengue faring hiperemis mata, nyeri betis
positif. sangat jelas,tes
Leptodisptik
positif.

2. Diagnosis Kerja
Dina, anak perempuan 10 tahun mengalami malaria tanpa komplikasi et causa
Plasmodium vivax
3. Algoritma Penegakan Diagnosis

19
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS, namun pada daerah endemis
rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi
sebelumnya.
Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan
sediaan darah.Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau ujidiagnostik cepat (rapid diagnostic test).

Malaria berat didiagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 2015, yaitu ditemukannya
P. falciparum stadium aseksual dengan minimal satu manifestasi klinis atau temuan
laboratorium:
Manifestasi klinis Gambaran laboratorium
1. Perubahan kesadaran (GCS<11) 1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Kelemahan otot (tak bisa 2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma
3. duduk/berjalan) <15 mmol/L).
Kejang berulang-lebih dari dua episode 3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk
4. dalam 24 jam endemis tinggi,

20
5. Distres pernafasan <7gr% untuk endemis sedang-rendah),
Gagal sirkulasi atau syok: pengisian pada dewasa
kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80 Hb<7gr% atau hematokrit <15%)
6. mm Hg (pada anak: <70 mmHg) 4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit
7. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan atau 100.000
8. kepadatan parasit parasit /μL di daerah endemis rendah
9. >100.000) atau > 5% eritrosit
Hemoglobinuria atau 100.0000 parasit /μl di daerah
Perdarahan spontan abnormal endemis tinggi)
Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen 5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
<92% 6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin
serum >3 mg%)

4. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

5. Klasifikasi
Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami
pembiakan secara aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada
tubuh nyamuk Anopheles betina. Terdapat empat plasmodium yang menginfeksi manusia,
yang sering di jumpai adalah Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana dan
Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika. Plasmodium malariae juga
pernah terjadi di Indonesia namun sangat jarang. Plasmodium ovale pernah di laporkan
terjadi di Irian Jaya, pulau Timor dan pulau Owi (utara Irian Jaya). Sejak tahun 2004 telah di
laporkan malaria baru dikenal sebagai malaria ke 5 (the fifth malaria) yang disebabkan oleh
Plasmodium knowlesi yang sebelumnya hanya menginfeksi monyet ekor panjang, namun
sekarang dapat pula menginfeksi manusia.

Ciri M. falcifarum M. tertiana M. kuartana M. ovale


Inkubasi 9–14 hari 12–17 hari 18– 40 hari 16–18 hari

21
Panas Interval 48jam 72 jam 48jam
24,36,48jam
Relaps - Vv Vv V

Recrudensi Vv - - V

Manifestasi Menggigil Jarang menggigil Menggigil Jarang


klinis menggigil
Splenomegali Splenomegali Jarang Jarang
splenomegali splenomegali

Anemiahemolysis Anemia kronik Jarang anemia Anemia kronik


Syok Jarang terjadi Jarang terjadi Jarang terjadi
syok syok syok
Demam Demam lama
berlangsung cepat sampai 5 minggu
Gejala serebral;
edema paru;
hipoglikemi.

6. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun


subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di
Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah,

22
India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi
malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 kasus.Plasmodium vivax mempunyai
distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik
sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.Plasmodium falciparum
terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.
Plasmodium vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina,
Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan
dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah Mekong) dan
Selatan (Srilangka dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua
Nugini, Kepulauan Solomn Vanuata. Di Indonesia P. Vivax tersebar di seluruh kepulauandan
pada musim kering, umumnya di daerah endemi mempunyai frekuensi tinggi di antra spesies
yang lain.
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.falciparum dan P.
vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan dibeberapa provinsi antara lain Lampung,
Nusa Tenggara Timur, danPapua. P ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan
Papua.Pada tahun 2010 di Pulau Kalimantan dilaporkan adanya P. Knowlesi yang dapat
menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksihewan primata/monyet dan
sampai saat ini masih terus diteliti.

23
7. Faktor Risiko
 Tinggal di daerah endemis malaria.
 Berpergian menuju daerah endemi malaria.
a. Tanpa profilaksis
b. Tanpa perlindungan diri
1) Obat obatan (profilaksis)
2) Berada di luar ruangan (terpapar nyamuk)
3) Tidak menggunakan obat nyamuk
4) Tidak menakan kelambu, kawat nyamuk
5) Keluar rumah pada senja, atau saat fajar (waktu aktif nyamuk)
 Wanita hamil (penekanan sistim imun selama kehamilan).
 Anak kecil (sistem imun belum sebaik orang dewasa).
 Orang tua
 Imunosupressed, orang dengan splenektomi

PEMBAHASAN
 Perilaku
Perilaku yang dimaksud dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria adalah
perilaku hidup seseorang dalam usaha melindungi dirinya dari gigitan nyamuk dan
menjaga kebersihan sanitasi lingkungan dimana ia tinggal sehingga tidak ada
kemungkinan vektor penyebab penyakit malaria untuk berkembang.
 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup.Cahaya matahari sangat penting
karena dapat mencegah nyamuk bersarangdidalam rumah.Oleh karena itu rumah harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup seperti jendela dan ventilasi.Jendela dan
ventilasi mempunyai banyak fungsi diantaranya untuk menjaga aliran udara di dalam
rumah agar tetap sehat, menjaga keseimbangan oksigen dan menjaga kelembaban
udara di dalan rumah.
 Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik.Makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik dan
sebaliknya makin rendah suhu siklus ekstrinsik makin tinggi.

24
 Musim
Terdapat hubungan langsung antara musim dan perkembangan larva nyamuk
anopheles menjadi bentuk dewasa. Nyamuk anopheles akan lebih cepat berkembang
pada musim hujan apalagi pada hujan yang deras dengan jumlah hari hujan yang
cukup lama sebab hal itu akan mempengaruhi tempat nyamuk anopheles atau tempat
perindukannya berkembang.
 Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat
terbangnya kedalam atau keluar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk.
 Saluran pembuangan air limbah
Saluran pembuagan air limbah juga dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria,
apabila saluran air limbah tersebut tidak diperhatikan dengan baik keadaan sanitasinya
serta aliran limbahnya apakah tergenang atau tidak sebab nyamuk anopheles menyukai
tempat yang airnya statis atau mengalir sedikit. Air limbah yang tidak diolah dengan
baik akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan
hidup diantaranya menjadi transmisi atau media berkembang biak nyamuk.
 Berpergian ke daerah dimana ada penyakit malaria malaria dan:
- Tidak minum obat untuk mencegah malaria sebelum, selama, dan setelah
perjalanan, atau tidak minum obat dengan benar.
- Berada di luar, terutama di daerah pedesaan, pada waktu senja dan fajar (malam
hari), yaitu waktu aktif dari nyamuk yang menularkan malaria.
- Tidak mengambil langkah pencegahan untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk.
 Kebanyakan orang dewasa yang tinggal di daerah yang ada penyakit malaria, telah
mengembangkan kekebalan parsial terhadap penyakit ini karena pernah terinfeksi,
sehingga hampir tidak pernah berkembang menjadi penyakit parah. Namun anak-anak
yang tinggal di daerah ini dan wisatawan yang datang ke daerah ini berisiko terkena
malaria karena mereka belum mempunyai kekebalan terhadap malaria.
 Wanita hamil lebih mungkin terkena malaria berat dibandingkan wanita yang tidak
hamil, karena sistem kekebalan tubuhnya ditekan selama kehamilan. Wanita hamil,
anak-anak, orang dewasa, dan orang-orang yang memiliki masalah kesehatan lain,
lebih mungkin mengalami komplikasi serius ketika mereka terkena malaria.
 Orang yang limpanya diangkat (splenektomi) dapat terkena malaria yang lebih parah.
25
8. Etiopatogenesis

Penyakit malaria disebabkanolehparasit malaria, suatu protozoa dari genus


Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 5 jenis spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu:
a) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria
yang berat (malaria serebral dengan kematian).
b) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
c) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana
d) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai.
e) Plasmodium knowlesi, plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya adalah kera.
Penularan penyakit malaria adalah melalui nyamuk Anopheles betina. Nyamuk
Anopheles merupakan satu-satunya vektor malaria.
Pada kasus: Plasmodium vivax karena ditemukan gametosit berentuk ring form pada
pemeriksaan.

26
DAUR HIDUP PARASIT MALARIA (VIVAX/OVALE)
Manusia Nyamuk Anopheles
Dalam hati Dalam kelenjar liur

Hipnozoit Sporozoit
(Dormant)
2 –3/ >
generasi
E.E merozoite

Skizon

Merozoit Ookista
Dalam RBCDalam lambung
Tropozoit

Skizon Merozoit

Makrogametocyt ♀ Makrogamet
Zigot→ Ookinet
Mikrogametocyt ♂ Mikrogamet

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang
terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit. Setelah itu
gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina).
Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet. Ookinet masuk ke lambung nyamuk
membentuk ookista. Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah
dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah
satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
27
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam
tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju
ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan matang menjadi skizon. Siklus ini disebut
siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon
akan pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi
eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi
tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi
merozoit lagi. Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit
inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang
terus.

Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium


Lamanya siklus
falciparum vivax ovale malariae

Masa prepaten 9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari

Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari

Siklus eritrositik 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam

Merozoit skizon 20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari

9. Patofisiologi
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi
melalui dua cara yaitu :
a. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit
malaria
b. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,
misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam
mulai timbul bersamaan pecahnya skizon darah yangakan melepaskan toksin malaria berupa

28
GP1 yaitu glikosilfosfatidilinosito. Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, diantaranya Tumor Necrosis Factor
(TNF). TNF akan dibawa aliran darah ke hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh manusia. Sebagai akibat demam terjadi vasodilasi perifer yang mungkin disebabkan
oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit.Limpa merupakan organ
retikuloendotelial.Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadi peningkatan jumlah eritrosit
yang terinfeksi parasit, teraktivasi nya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis
eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrsit akibat hemolisis.Anemia terutama disebabkan
oleh pecahnya eritrosit dan fagositosis oleh sistem retikuloendotelial.Hebatnya hemolisis
tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas penjamu.Anemia juga disebabkan oleh
hemolisis auto imun, sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang
normal dan gangguan eritropoisis.Hiperglikemi dan hiperbilirubinemia sering
terjadi.Hemoglobinuria dan hemoglobinemia dijumpai bila hemolisis berat.
Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena
sel darah merah terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu
sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membraneritrosit.Setelah
terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapile rterhambat dan
timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi
perembesancairan bukan perdarahan kejaringansekitarnya dan dapat menimbulkan malaria
cerebral, edema paru, gagal ginjal dan malobsorsi usus.

10. Manifestasi klinis


i. Gejala Umum
1.Periode dingin , yaitu menggigil sampai gigi bergemerutuk.
2.Periode panas, yaitu suhu tubuh tinggi, muka merah, dan nadi cepat.
3.Periode berkeringat, yaitu berkeringat sangat banyak sampai suhu tubuh turun.
4.Anemia
5.Hepatosplenomegali
ii. Gejala Khusus Malaria Tertiana
1.Masa inkubasi sekitar 12-17 hari, bisa berbulan-bulan apabila skizoit dan merozoite
memasuki fase dorman di hepar secara dominan.
2.Panas yang ireguler, terkadang remiten atau intermiten.
3.Edema tungkai karena hipoalbuminemia
29
4.Gejala akut paroksismal dominan terjadi pada sore hari.
iii. Gejala Malaria Komplikasi (Malaria Berat)
1.Perubahan kesadaran (GCS <11)
2.Kelemahan otot (tidak bisa duduk/bicara)
3.Kejang berulang >2 episode dalam 24 jam
4.Distress pernafasan
5.Gagal sirkulasi/syok (sistolik <80 mmHg, CRT >3 detik)
6.Ikterus (bilirubin >3)
7.Hemoglobinuria
8.Perdarahan spontan abnormal
9.Edema paru (saturasi O2 <92%)

11. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria
Pemeriksaan tetes darah negatif 1 kali tidak mengenyampingkan diagnosis
malaria tetapi negative 3 kali dapat mengenyampingkan diagnosis malaria.
Pemeriksaan pada saat demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan
ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui dua
cara berikut:
a. Tetesan preparat darah tebal
Teknik ini merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena
tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah
dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Pemeriksaan parasit dilakukan selama
5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesaran kuat). Preparat
dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapangan pandang dengan
pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat
dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit.
Bila leukosit 10.000 /µL maka hitung parasit ialah jumlah parasit dikalikan 50
merupakan jumlah parasite per mikro-liter darah.
b. Tetesan preparat darah tipis

30
Teknik ini digunakan untk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparasi
darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit
(parasite count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung
parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000 / µL darah
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan
prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan
jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa pada
beberapa laboratorium merupakan pengecatan yang mudah dan hasil yang baik.

2. Tes Antigen(P-F test)


Yaitu deteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich Protein). Deteksi sangat
cepat hanya 3-5 menit. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis untuk mendeteksi laktat dehydrogenase dari
plasmodium (p-LDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan
nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendetesi 0-200 parasit / µL darah dan dapat
membedakan P. Falciparum dan P. vivax, Tes ini sekarang lebih dikenal dengan tes
cepat (rapid test).
3. Tes Serologi
Tes ini mulai dikenal tahun 1962 dengan menggunakan teknik indirect fluorcent
antibody test. Tes ini mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan jumlah parasit minimal. Tetapi tes ini kurang bermanfaat dalam penegakan

31
diagnosis karena antibodi malaria baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia.
Titer >1:200 dianggap infeksi baru, dan test > 1:20 dinyatakan positif.
4. Pemeriksaan PCR
Tes ini sangat peka walaupun jumlah parasite sangat sedikit. Tetapi tes ini baru
dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

12. Tatalaksana
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan
bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk
mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah
terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah
transmisi/penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. Sedangkan dalam
program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu pengobatan presumtif
dengan pemberantasan skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan
mencegah penyebaran, pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps
jangka panjang, dan pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis
malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya diberikan pada saat terjadi wabah.
Malaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat anti malaria dengan rawat jalan.
Berdasarkan hasil penelitian, resistensi malaria vivaks terhadap klorokuin ditemukan sangat
tinggi di berbagai daerah di Indonesia sehingga Departemen Kesehatan RI
merekomendasikan pengobatan malaria vivaks sama dengan malaria falsiparum, yaitu dengan
menggunakan kombinasi anti malaria yang mengandung derivate artemisinin (Artemisinin
based combination therapy- ACT)
Program nasional saat ini menggunakan derivat artemisinin ACT (Artemisinin
Combination Therapy)
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas
Dyhidroartemisinin + Piperakuin (DHP).Tiap 1 tablet FDC DHP mengandung 40
mg dyhidroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Dosis tunggal perhari, selama 3
hari.
2. Artesunat-Amodiakuin. Tiap 1 tablet mengandung artesunat 50 mg dan
amodiakuin 150 mg.

32
Pengobatan malaria vivax dan ovale (Permenkes RI no. 5 tahun 2014)
Lini pertama: Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP), diberikan peroral satu kali
per hari selama 3 hari,primakuin= 0,25mg/kgBB/hari (selama 14 hari).
Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB, Piperakuin = 16 – 32 mg/kgBB
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)

Pengobatan malaria vivax yang tidak respon terhadap pengobatan DHP.


Lini kedua: Kina + Primakuin.
Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), Primakuin = 0,25 mg/kgBB (selama
14 hari).
Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh):
1. Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi
0,5 mg/kgBB/hari.
3. Dugaan relaps pada malaria vivax adalah apabila pemberian Primakiun dosis 0,25
mg/kgBB/hr sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan
parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.

33
Pemantauan Pengobatan untuk Plasmodium falsiparum dan Plasmodium vivax
Pemantauan pengobatan dilakukan pada : hari ke-3, hari ke-7, hari ke 14sampai hari ke-
28.

Rawat Jalan
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-28
setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan pemeriksaan
mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu segera kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan.

Rawat Inap
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan
parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan
harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti
malaria.

Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit aseksual
tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28

WHO
 Di area sensitif klorokuin
Pada area yang sensitif klorokuin, tatalaksana dapat berupa ACT atau klorokuin.
Pemberian klorokuin secara oral dengan dosis total 25mg/kgBB diduga efektif. Pemberian
dosis yang lebih kecil tidak direkomendasikan karena mendorong timbulnya resisten.
Klorokuin diberikan dengan dosis awal 10mg/kgBB, diikuti dengan 10mg/kgBB pada
hari kedua, dan 5mg/kgBB pada hari ketiga. Pemberian primakuin diperlukan sebagai
tatalaksana kuratif radikal. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan total dosis

34
3,5mg/kgBB (0,25mg/kgBB per hari) pada suhu sedang dan 7mg/kgBB (0,5mg/kgBB)
pada daerah tropis. Relaps akan terjadi 5-7 minggu setelah tatalaksana jika primakuin
tidak diberikan.
 Di area resisten klorokuin
Pada area resisten klorokuin, tatalaksana sama tetapi tidak boleh memakai klorokuin.
Tatalaksana berupa ACT.

RESEP

dr. Knowlesi, SpA(K)


SID: 0035/2017
SIP: 0134/2018
Praktek: Jl. Plasmodium no. 8 Palembang
Telp. 0711 22222222

Palembang, 23 Agustus 2018

R/ DHP tab No. V


s 1 d d tab 1½ d c ∞

R/ Primakuin tab No. VII


s 1 d d tab ½ d c ∞

R/ Parasetamol tab No. XII


s 3 d d tab I p r n ∞

R/ Domperidon syr btl I


s 3 d d cth II a c prn ∞

Pro: Dina (10 tahun)

13. Edukasi dan Pencegahan


35
1. Tindakan terhadap manusia
 Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria,
dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,
pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
 Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
 Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
 Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
2. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Kemoprofilaksis
 Tidak ada regimen pencegahan antimalaria yang dapat memberikan proteksi
menyeluruh
 Tujuan: mengurangi risiko terinfeksi malaria, atau bila terinfeksi à gejala tidak berat
 Hal yang harus diperhatikan:
o Dosis anak dihitung berdasarkan BB
o Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai
minum obat 2harisebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan
36
dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah
endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
o Semua obat profilaksis harus diminum secara teratur selama tinggal di daerah
tujuan, dan harus tetap diminum sampai 4 minggu setelah pulang
o Tergantung jenis malaria di daerah tujuan, harus diberitahu kemungkinan
P.ovale atau P.vivax late onset
o Pola resistensi obat anti malaria à Indonesia: resisten klorokuin, pilihan obat
untuk pencegahan adalah Atovaquone-proguanil, doxycycline, or mefloquine
 Anak > = 8 tahun; doxycycline

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan


dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena
infeksi.Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh
sakit jika telah digigit nyamuk infeksius.Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di
Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya.Dosis kumulatif maksimal untk
pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi
penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk
perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan
profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.

3. Tindakan terhadap vector


Perlindungan terhadap gigitan nyamuk
 Insect repellents
 Mosquito net
 Mosquito coils
 Aerosol sprays
 Protective clothing
 Pengendalian secara mekanis
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk
37
dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya
 Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup
yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi
nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk
jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah
dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang
merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang
banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode
yang mampu memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki
temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang
senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk
itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An.
aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah
kolong dekat dengan rumah).
 Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan
insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai
pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian
serangga secara kimiawi berkembang pesat.

14. Komplikasi
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat
yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P falciparum dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut:

1. Malaria Serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh 
 penyakit lain atau lebih dari 30

menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian
berdasar GCS {Glasgow Coma Scale);

38
2. Acidemia/acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bicarbonate < 15 mmol/l, kadar laktat

vena <> 5 mmol/l, klinis pernapasan da\am/respiratory distress: 


3. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit > 10.000/ul; bila
anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia

defisiensi besi, talasemia/ hemoglobinopati lainnya; 


4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB

pada anak- anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl; 


5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respitarory Distress Syndrome); dapat

dideteksi secara radiologi 


6. Hipoglikemi : gula darah < 40 mg/dl; 


7. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg 
 (anak 1-5 tahun <50 mmHg);

disertai keringat dingin 
 atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 100 C;

8. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/ atau disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskular;


9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam;


10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti

malaria /kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD); 


11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit 
 yang padat pada pembuluh kapiler

pada jaringan otak.
 


Walapun P. vivax termasuk ke dalam kategori malaria ringan (benign malaria), namun
beberapa kasus dilaporkan terjadi manifestasi yang serius seperti trombositopenia, acute
renal, hepatic and pulmonary dysfunctions, hingga berupa laporan kematian. Malaria
merupakan penyebab rupture spleen yang spontan. Ruptur spleen lebih sering terjadi pada
malaria vivax dibanding malaria falciparum dan mencapai angka 0.7% kasus.Ruptur terjadi
secara akut, cepat, akibat pembesaran dari spleen.Pembesaran tersebut meningkatkan tekanan
kapsul spleen dan friabilitas parenkim.Spleenomegaly bisa terjadi bahkan pada parasitemia

39
yang low grade dan mungkin menetap selama beberapa minggu atau bulan setelah terapi
selesai.Pasien mungkin juga mengeluh nyeri perut, takikatdi, dan gejala anemia serta
hipotensi. Gejala tersebut kadang tumpang tindih dengan gejala rupture spleen. Namun,
dalam membedakannya dapat dilihat dari keadaan leukositosis, anemia berat, serta
hipotensi.Pemeriksan USG abdomen mungkin diperlukan dalam mengonfirmas
diagnosis.Terapi yang diperlukan berupa penggantian cairan dan darah, laparotomi, dan
splenoktomi.Ruptur spleen menigkatkan mortalitas hingga 80% Disfungsi hepar dan
hepatomegali akibat infeksi plasmodium, baik denga maupun tanpa jaundice bisa terjadi pada
malaria vivax.Demam, jaundice, hepatomegali, dan peningkatan enzim SGPT SGOT serta
bilirubin juga perlu dilihat.Fungsi hepar dapat kembali normal setelah dilakukan terapi anti-
malaria.Trombositopenia dan anemia yang berat dapat juga terjadi pada malaria vivax,
khususnya ketika terjadi malaria kronik dan rekuren.Manifestasi neurologis seperti perubahan
perilaku, gangguan kesadaran, kejang, ataksia, dan lainnya juga dilaporkan terjadi pada kasus
malaria vivax.

15. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

16. SKDI
Malaria tanpa komplikasi: 4A
Malaria dengan komplikasi: 3B

40
VI. Kerangka Konsep
Infeksi sporozoit
Risiko Riwayat
Plasmodium Vivax
Perjalanan ke
dari Nyamuk
Bangka
anopheles
Membentuk
Splenomegali hipnozoit
Membentuk Skizon di hepar

Pecah skizon membentuk Risiko


merozoit
Sekuestrasi limfe Rekurens

Invasi Eritrosit

Takipneu dan
takikardi Pecah eritrosit Hepatomegali
setiap 48 jam

Anemia Pelepasan
Pelepasan
meroszoit Zat Metabolik

Konjungtiva pucat Proses Inflamasi

Produksi Sitokin
Proinflamasi
Menggigil

Demam intermitten Sakit Kepala 41 Mual dan Muntah


tiap 2 hari

Berkeringat banyak Takikardi dan Takipneu


setelah set point
VII. Sintesis Masalah

Dina anak berusia 10 tahun, memiliki risiko riwayat kunjungan ke daerah Bangka
yang diketahui merupakan daerah endemis malaria, sehingga kunjungannya memiliki resiko
terkena infeksi dari parasit jenis plasmodium. Berdasarkan pemeriksaan anamnesis mengenai
gejala dan konfirmasi apusan darah tipis, didapatkan adanya gambaran sel darah merah yang
terkena infeksi plasmodium vivax yang berasal dari vektor nyamuk Anopheles Sp betina yang
kemudian membentuk sporozoit di hepar yang kemudian bereplikasi dan berkembang
menjadi skizon di hepar, berdasarkan jenis plasmodium vivax maka beberapa skizon akan
menetap di hepar dan membentuk fase hipnozoit yaitu fase dorman yang suatu waktu dapat
bereplikasi kembali menjadi merozoit, sebagian besar skizon tersebut akan keluar dan
menginvasi eritrosit, hal ini akan menyebabkan lisisnya Red Blood Cell (RBC) akibat
perubahan elastisitas membran RBC. Pecahnya RBC tergantung pada jenis plasmodium yang
menginvasi RBC tersebut, seperti pada kasus yaitu plasmodium vivax maka akan terjadi lisis
nya RBC setiap 48 jam ,proses ini dapat menyebabkan anemia pada anak, sehingga muncul
gejala takipneu dan takikardi sebagai bentuk kompensasi dari kebutuhan pasokan oksigen di
darah, dan terdapat kongjungtiva pucat sebagai bentuk dari gejala anemia. Hepar yang
terinfeksi dan limpa yang merupakan sistem retikuloendotelial akan bekerja keras sehingga
terbentuk nya hepatosplenomegali.

Plasmodium vivax yang dalam fase merozoit setelah melisiskan RBC akan
mengeluarkan produk toksin yaitu GP1 (glikosilfosfatidilinositol) yang akan merangsang
sistem imun untuk mengleluarkan sitokin pro inflamasi antara lain IL-1, IL-6, dan TNF-alfa
oleh makrofag. Adanya aktivitas sitokin pro inflamasi ini akan menjadi dasar muncul nya
gejala sistemik seperti mual muntah, sakit kepala, perubahan tanda vital dan peningkatan
metabolisme tubuh, pada malaria didapatkan demam intermitten tiap 2 hari yang dalam fase

42
tersebut didapatkan proses menggigil sebagai upaya meningkatkan suhu tubuh dan
berkeringat sebagai upaya pengeluaran panas dari tubuh.

Dari hasil anamnesis ditemukan tanda klasik malaria (trias malaria) serta gejala klinis
lain dan didapatkan hasil apusan darah tipis yang menunjukkan adanya infeksi plasmodium
vivax pada RBC, dengan hasil tersebut diagnosis malaria sudah dapat ditegakkan

43
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dina, anak perempuan 10 tahun mengalami malaria tanpa komplikasi et causa
Plasmodium vivax

44
DAFTAR PUSTAKA

Babba, Ikrayama, Suharyo Hadisaputro, Sawandi Suwandi. 2010. Faktor-faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Malaria (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi
Kota Jayapura). Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/5267/1/Ikrayama_Babba.pdf, 22
Agustus 2018.
Centers for Disease Control and Prevention. 2018. Malaria. Diakses di
https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/ pada tanggal 21 Agustus 2018.

Farar, Jeremy dkk. 2009. Manson’s Tropical Infection 23thedition ,China : Elsevier.

Harijanto, Paul N.2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke V. Jakarta : Interna
Publishing.
Harijanto, P.N., 2014. Malaria, Dalam: Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., K, M.S.,
Setiyohadi, B., Syam, A.F. (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing,
Jakarta, hal. 633–638
Irianto K. 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Bandung: Alfabeta.

John, C.C. 2016.Malaria (Plasmodium).Dalam: Dalam: Kliegman, R. M. dkk. (Editor).


Nelson Textbook of Pediatrics 20th edition. Elsevier, Philadelphia.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria.Ditjen


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Jakarta.

Mayasari, Rika, Diana Andriayani, Hotnida Sitorus. 2015. Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013).Diakses
dari:https://media.neliti.com/media/publications/20142-ID-faktor-risiko-yang-
berhubungan-dengan-kejadian-malaria-di-indonesia-analisis-lan.pdf, 22 Agustus 2018.
Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta: EGC.
Setiyani, N. R. W. dan Gassem, M. H. 2014.Gambaran Klinis dan Tatalaksana Pasien Rawat
Inap Malaria Falciparum di RSUP dr. Kariadi Semarang Periode 2009 – 2013.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC
Soedarto. 2012. Protozoologi Kedokteran. Bandung: Karya Putra Darwati

45

Anda mungkin juga menyukai