Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 14

Oleh: KELOMPOK G2
Tutor: dr.Yusmala Helmi, Sp.A (K)

Siti Tiara Khairunnisa 04011381621171


Saphira Nada Khalishah 04011381722156
Irene Louise Hutabarat 04011381722170
Yunisa Hasna Hanafi 04011381722175
Fahira Nada Safira 04011381722178
Laras Pramudita Setyabrata 04011381722179
Nafrah Ardita 04011381722189
Sindy Bintang Permata 04011381722196
Fakhri Abdurrahman 04011381722207
M. Farhan Fadhilah 04011381722209
Fitri Aulia Rahmi 04011381722216
Aldi Alfian 04011381722223

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario A Blok 14 ” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. Selaku tutor kelompok G2 , dr.Yusmala Helmi, Sp.A(K)
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan
Tuhan.

Palembang, 25 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................... 2


Daftar Isi ...................................................................... 3
Kegiatan Diskusi ...................................................................... 4
Skenario ...................................................................... 5
I.Klarifkasi Istilah ...................................................................... 6
II.Identifikasi Masalah ...................................................................... 7
III.Analisis Masalah ...................................................................... 9
IV.Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ...................................................................... 35
V.Kerangka Konsep ...................................................................... 36
VI.Sintesis ...................................................................... 37
VII.Kesimpulan ...................................................................... 63
Daftar Pustaka ...................................................................... 64

3
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr.Yusmala Helmi, Sp.A (K)


Moderator : Saphira Nada Khalisha
Sekretaris 1 : Fitri Aulia Rahmi
Sekretaris 2 : Irene Louise Hutabarat
Presentan : Fakhri Abdurrahman
Pelaksanaan : (13.00-15.30 WIB) Senin, 25 Maret 2019
(13.00-15.30 WIB) Rabu, 27 Maret 2019

Peraturan selama tutorial :


1. Jika bertanya atau mengajukan pendapat harus mengangkat tangan terlebih dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan hp saat diperlukan.

4
SKENARIO A BLOK 14

Mr.B, a 30 years old scavenger, was admitted to hospital because of massive


hemoptoe. He complained that 3 hours before admission, he had severe cough with bloody
sputum about 2 glasses. He also said that in the previous month he had productive cough with
a lot of phlegm, mild fever, and loss of appetite, loss of body weight and shortness of breath.
Since a week ago, he felt his symptoms were worsening. He also complained about two
palpable mass which mobile, painless, with the size of a peanut in the left side of the neck. He
felt the mass since two months before admitted to the hospital.

Physical examination:

General appearance : he looked severly sick and pale. Body height: 170 cm, body weight: 45
kg, BP:100/70 mmHg, HR: 116x/m, RR: 36x/m.Temp: 37,6°C. There was multiple
lymphadenopathy of the left neck. Inside chest auscultation, there was an increasing of
vesicular sound at the right upper lung with moderate rales.

Laboratory:

Hb: 8,6 g%, WBC: 5000/mikroL, ESR 70 mm/hr, Diff count L 0/32/55/35/5, Acid Fast bacilli
: (+2/+2/+3), HIV test: not reactive, Rapid test molecular GeneXpert: M.Tb detected high Rif.
Resistance not detected.

Radiology :

Chest radiograph showed infiltration at right upper lung. FNAC : force granuloma,
multinucleated giant cell langhans with Caseoso Necreotic.

5
I. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Pengertian

1. Massive Hemoptoe Suatu istilah untuk mendeskripsikan


dahak berdarah dalam jumlah yang
banyak atau perdarahan secara cepat.

2. Phlegm Dahak atau lendir, mukus kental yang


diekskresikan dari saluran pernafasan
dalam jumlah yang abnormal.

3. Lymphadenopathy Penyakit pada kelenjar Limfe ditandai


dengan pembengkakan.

4. Granuloma Kelainan pada jaringan tubuh yang


muncul akibat peradangan.

5. Increasing Vesicular Sound Suara nafas utama normal dan terdengar


sebagian besar paru-paru yang
meningkat.

6. Caseosa Necrotic Sel nekrotik pada paru yang hancur


tetapi pecahnya tetap berada
disekitarnya.

7. Mild Fever Low grade fever is often classifed as an


oral temperature that is above 98,6 F
atau 37 C but lower than 100,4 F atau
38 C for a period of 24 hours.

8. Rapid Test Molecular Pemeriksaan molekuler dengan metode


GenerXpert real time PCR dan merupakan
penemuan terobosan untuk
mendiagnosis TB secara cepat.

9. Moderate Rales Ronki derajat sedang.

10. Productive Cough Batuk yang disertai dengan ekspektorasi


bahan bahan dari bronkus.

6
II. Identifikasi Masalah
No. Fakta Ketidaksesuaian Prioritas

1. Mr.B, a 30 years old scavenger,


was admitted to hospital
because of massive hemoptoe.
He complained that 3 hours Tidak Sesuai VVV
before admission, he had severe
cough with bloody sputum
about 2 glasses.

2. He also said that in the previous


month he had productive cough
with a lot of phlegm, mild fever,
and loss of appetite, loss of
body weight and shortness of
breath. Since a week ago, he felt
his symptoms were worsening.
Tidak Sesuai VV
He also complained about two
palpable mass which mobile,
painless, with the size of a
peanut in the left side of the
neck. He felt the mass since two
months before admitted to the
hospital.

3. Physical examination:

General appearance : he looked


severly sick and pale. Body
height: 170 cm, body weight: 45
kg, BP:100/70 mmHg, HR: V
Tidak Sesuai
116x/m, RR: 36x/m.Temp:
37,6°C. There was multiple
lymphadenopathy of the left
neck. Inside chest auscultation,
there was an increasing of

7
vesicular sound at the right
upper lung with moderate rales.

4. Laboratory:

Hb: 8,6 g%, WBC:


5000/mikroL, ESR 70 mm/hr,
Diff count L 0/32/55/35/5, Acid
Fast bacilli : (+2/+2/+3), HIV Tidak Sesuai V

test: not reactive, Rapid test


molecular GeneXpert: M.Tb
detected high Rif. Resistance
not detected.

5. Radiology :

Chest radiograph showed


infiltration at right upper lung.
FNAC : force granuloma, Tidak Sesuai V

multinucleated giant cell


langhans with Caseoso
Necreotic.

Alasan Prioritas:
Karena identifikasi no 1 adalah keluhan utama yang membawa Mr.B ke Rumah Sakit.

8
III. Analisis Masalah

1. Mr.B, a 30 years old scavenger, was admitted to hospital because of massive


hemoptoe. He complained that 3 hours before admission, he had severe cough with
bloody sputum about 2 glasses.
a. Apa hubungan dari jenis kelamin, usia dan pekerjaan dengan keluhan pada kasus?
Jawab :
 Penderita tuberkulosis paru yang tertinggi berada pada kelompok usia
produktif (15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Kasus ini lebih sering dialami
oleh usia tua karena adanya proses penurunan sistem kekebalan tubuh.
 Prevalensi TB paru terbanyak diderita oleh laki-laki karena sebagian besar laki-
laki mempunyai kebiasaan merokok sehingga mudah terkena TB paru. Selain
dari kebiasaan merokok, laki-laki lebih berisiko terkena TB paru dibandingkan
dengan perempuan, hal ini berkaitan erat dengan interaksi sosial laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan.
 Mycobacterium tuberculosis lebih mengarah pada faktor lingkungan, faktor
lingkungan yang buruk seperti lingkungan yang lembab, kurang sirulasi udara,
kumuh, kurang sinar matahari dalam ruangan, dapat menyebabkan kuman ini
mudah berkembang biak. Pada kasus, pekerjaan Mr. B adalah seorang
pemulung. Hal ini menunjukkan bahwa Mr. B sehari-harinya berada dalam
lingkungan yang kurang baik sehingga bakteri tersebut dapat berkembang biak
dengan baik
b. Bagaimana mekanisme batuk berdarah pada kasus?
Jawab :
Pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis dan jika diantara jaringan yang
nekrosis terdapat pembuluh darah kemungkinan besar penderita akan mengalami
batuk darah. Banyaknya darah di batuk tergantung pada pembuluh darah yang
terkena. Jika pembuluh darah arteri yang terkena batuk darah akan jauh lebih hebat
daripada jika pembuluh darah vena yang terkena.
c. Apa saja klasifikasi batuk? (beserta stage)
Jawab :
Batuk secara umum :

 Batuk akut: fase awal batuk dengan kurun waktu kurang dari tiga minggu.
penyebab utamanya adalah infeksi saluran nafas atas,seperti salesma, sinusitis

9
bakteri akut, pertusis, eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis,rhinitis alergi,
dan rhinitis karena iritan.
 Batuk Subakut: Batuk Sub-akut adalah fase peralihan dari akut menjadi kronis
yang terjadi selama 3-8 minggu.Penyebab paling umum adalah batuk paska
infeksi, sinusitis bakteri, atau asma.
 Batuk kronis: terjadi pada kurun waktu yang cukup lama (lebih dari 8 minggu)
dan dapat mengindikasikan beberapa penyakit seperti asma , tuberculosis (tbc),
penyakit paru obstruktif kronis (ppok), gangguan refluks lambung, dan kanker
paru-paru

Batuk berdarah :
a. Berdasarkan etiologi
1.Batuk berdarah idiopatik

Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya biasanya berhenti spontan

dengan suportif terapi.

2. Batuk berdarah sekunder


b. Berdasarkan jumlah darah yang di batukkan
1. Bercak (streaking) <15-20 ml/24 jam, darah bercampur dengan sputum
(bronchitis)
2. Hemaptosis (20 – 600 ml/24 jam)
Berdarah pada pembuluh darah yang lebih besar, contohnya seperti:
kanker, pneumonia, TB, Emboli paru.
3. Hemaptosis massif (>600 ml/24 jam) Contohnya pada kanker paru, kanker
pada TB, bronkietaksis.
4. Pseudohemoptis Batuk darah dari stuktur sel napas bagian atas (diatas laring) /
di saluran cerna atas / ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).

10
d. Apa makna “dia batuk parah dengan dahak darah sekitar 2 gelas” ?
Jawab :

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat batuk sebanyak 2 gelas artinya batuk
melebih 200 ml dalam 24 jam yang bisa diklasifikasikan sebagai hemoptisis masif.

2. He also said that in the previous month he had productive cough with a lot of phlegm,
mild fever, and loss of appetite, loss of body weight and shortness of breath. Since a
week ago, he felt his symptoms were worsening. He also complained about two
palpable mass which mobile, painless, with the size of a peanut in the left side of the
neck. He felt the mass since two months before admitted to the hospital.
a. Bagaimana mekanisme dari kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan?
Jawab :

Pada kasus ini, terdapat beberapa kemungkinan:

 Terjadi akumulasi makrofag yang melawan basil TB menghasilkan faktor


inflamasi yang salah satunya adalah TNF alpha. TNF alpha dapat meningkatkan
produksi leptin sehingga terjadi negative feedback yang menimbulkan rasa
kenyang dan tidak nafsu makan. Hal tersebut dapat memicu penurunan berat
badan
 Pada kasus ini pasien mengalami batuk-batuk dan sesak (akibat Hb kurang)
sehingga nafsu makan dapat berkurang

11
 Kenaikan suhu juga dapat memicu peningkatan metabolime tubuh sehingga dapat
terjadi penurunan berat badan
b. Bagaimana perjalanan batuk produktif sehingga menjadi batuk berdarah?
Jawab :
Non produktif(kering) => produktif(berdahak) => hemaptoe(berdahak darah)
Perubahan yang terjadi pada paru penderita TB paru akibat penyakitnya adalah
rusaknya susunan parenkim paru dan pembuluh darah paru sehingga terjadi
bronkiektasis dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkhial, dan
terbentuknya anastomosis pembuluh darah bronkhial dan pulmoner.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yaitu setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif.Keadaan yang lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah.Kebanyakan batuk darah yang terjadi pada
tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
Penyakit TB dapat juga menyebabkan terbentuknya kaviti dan terjadinya
pneumonitis TB akut yang dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai nekrosis
pembuluh darah sekitarnya dan alveoli bagian distal.Pecahnya pembuluh darah
tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak ataupun batuk darah
masif.Pecahnya aneurisma Rasmussen telah diketahui sebagai penyebab batuk
darah masif pada penderita TB paru ataupun pada bekas penderita TB.Penipisan ini
biasanya terjadi pada pembuluh darah yang berdekatan dengan kavitas tuberculosis.
Jaringan granulasi ini kemudian akan digantikan dengan fibrin yang menyebabkan
penipisan dinding arteri, formasi pseudoaneurisma, dan dapat pecah sehingga
timbul perdarahan.
c. Bagaimana mekanisme demam?
Jawab :
Batuk dengan sputum menunjukkan bahwa terjadi infeksi dari kuman yang masuk.
Bila bakteri ini terdapat didalam jaringan atau dalam darah akan di fagositosis
oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar.
Seluruh sel ini selanjutnya menamai hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat
interleukin I yang disebut pirogen endogen ke dalam cairan tubuh.
12
Saat interleukin I mencapai hipotalamus segera mengaktifkan proses yang
menimbulkan demam.
d. Bagaimana mekanisme nafas pendek (sesak)?
Jawab :
 Infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis  kerusakan parenkim paru yang
luas (konsolidasi, fibrosis, atau sisa cavitas) dan kelainan saluran nafas (radang
mukosa, penyempitan, maupun penimbunan sekret)  gangguan fungsi ventilasi
 jumlah oksigen ke alveolus berkurang  sesak nafas
 Infeksi Mycobacterium tuberculosis  terbentuknya kavitas  terjadi
perdarahan pada kavitas yang ruptur  darah yang dikeluarkan >> 
hipovolemi  << O2 di jaringan  pengaturan pernapasan di medula oblongata
 sesak nafas
e. Bagaimana mekanisme terbentuknya masa pada kasus ini? (sebesar kacang)
Jawab :

Saat basil TB masuk ke dalam paru-paru dengan cara inhalasi droplet dan paru-
paru terapar, peyebaran basil TB pertama kali secara limfogen menuju kelenjar
limfe regional. Jika focus primer terdapat pada paru bawah aau tengah maka akan
terdapat limfadenitis parahilus. Sedangkan jika fokus primer terdapat pada apeks
maka akan terdapat limfadenitis pada paratrakeal.

f. Bagaimana hubungan antara gejala-gejala klinis yang ada pada Mr.B?


Jawab :
Demam, nafsu makan nurun, batuk berdarah disebabkan karena adanya infeksi
sedangkan untuk massa di leher diduga karena kerja sistem imun meningkat atau
bakteri sudah menyebar ke nodus limfe.

13
3. Physical examination:
General appearance : he looked severly sick and pale. Body height: 170 cm, body
weight: 45 kg, BP:100/70 mmHg, HR: 116x/m, RR: 36x/m.Temp: 37,6°C. There was
multiple lymphadenopathy of the left neck. Inside chest auscultation, there was an
increasing of vesicular sound at the right upper lung with moderate rales.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik di atas?
Jawab :
Kasus Normal Interpretasi

IMT 45/1,7^2 = 18.55-24.99 Sangat Kurus


45/ 2.89 = 15.57
HR 116x/minute 50-80 x/minute Takikardi

BP 100/70 mmHg 95/60-140/90 Normal

RR 36x/minute 12-20x.min Takipneu

Temperature 37,6°C 36.4 C Subfebris

Neck Multiple - Tidak normal


lymphadenopathy
of the left neck
Chest Auscultation Increasing of - Tidak Normal
vesicular sound of
the right upper
lung with
moderate rales

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik umum di atas?


Jawab:
 Tampak sakit berat dan pucat
Infeksi TB → sarang pneumonia terbentuk → Tuberkel → Nekrosis kaseosa →
Kavitas TB → Ulserasi pembuluh darah sekitar →Pembuluh darah pucat →
Hemoptisis → banyak darah yang keluar → ↓ Hb dan ↓ perfusi ke jaringan →
tampak pucat dan sakit berat

14
 Underweight
Infeksi TB → Inflamasi Parenkim paru (Apex kanan) → Respon Sitokin
Berlebihan → Nafsu Makan Menurun → Penurunan berat badan
 Takikardia
Hemoptisis → Anemia → Perfusi O2 ke jaringan berkurang → Kompensasi tubuh
→ Takikardia
 Takipnea
Infeksi TB → Inflamasi Parenkim paru (Apex kanan) → Konsolidasi pada
Alveoar paru (Infiltrat) → Jalur Ventiilasi Menyempit → Dispnea → Takipnea
 Subfebris
Infeksi TB → Inflamasi Parenkim paru (Apex kanan) → produksi sitokin (Il-1, IL-
6 dan TNF-alfa) → pembentukan asam arakidonat → pembentukan PGE2 →
Kenaikan set point hipotalamus → Subfebris
c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik spesifik di atas?
Jawab :

Limfadenopati
Penyebaran kuman TB melalui pembuluh limfe (limfogen) menyebabkan infeksi
kelenjar getah bening oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sehingga kelenjar
getah bening membesar.

Vesicular sound meningkat pada apex kanan paru


Konsolidasi pada alveolar paru (adanya infiltrat cair produk dari kuman TB) →
jalan keluar masuk udara menyempit → saat inspirasi, udara melewati alveoli paru
yang mengalami konsolidasi → vesicular sound meningkat.

15
4. Laboratory:
Hb: 8,6 g%, WBC: 5000/mikroL, ESR 70 mm/hr, Diff count L 0/3/2/55/35/5, Acid
Fast bacilli : (+2/+2/+3), HIV test: not reactive, Rapid test molecular GeneXpert:
M.Tb detected high Rif. Resistance not detected.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium di atas?
Jawab :

No. Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi


1. Hemoglobin 8,6 g % 14-16 % Anemia, disebabkan oleh
hemaptoe massif.
2. WBC 5000 /µL 5000-10000 /µL Normal
3. ESR 70 mm/jam 0-10 mm/jam (Pria) Meningkat, menandakan
adanya infeksi aktif.
4. Diff Count 0/3/2/55/35/5 Basofil : 0-1 Normal
Eosinofil : 1-3
Netrofil Batang : 2-7
Netrofil Segmen : 50-70
Limfosit : 20-40
Monosit : 2-6
5. BTA (+2/+3/+2) - Ditemukan bakteri
tuberculosis.
6. HIV - - Normal
7. Rapid Test M. Tb
Molecular detected high
GeneXpert rif
8. Resistance Not detected

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil laboratorium rutin di atas?


Jawab :
 Kadar Hb yang rendah dalam kasus ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti batuk darah massif (2 gelas) yang mengurangi jumlah darah dalam tubuh,
keadaan infeksi bakteri yang menghambat eritropoetin, dan kekurangan nutrisi
yang menghambat pembentukan Hb.
 WBC dalam kasus ini tergolong normal, namun seharusnya pada infeksi bakteri
umum didapati peningkatan WBC. Pada kasus infeksi bakteri M. tuberculosis
16
tidak didapati peningkatan WBC karena infeksi yang berlangsung kronik dimana
infeksi ini menyebabkan reaksi katabolisme tubuh meningkat dan asupan nutrisi
yang didapat menjadi berkurang karena penggunaannya yang meningkat.
Kekurangan nutrisi inilah yang menyebabkan kemampuan sistem imun menjadi
rendah dan lama-kelamaan akan mengurangi kadar WBC dalam tubuh.
 Peningkatan LED menunjukkan proses inflamasi, peningkatan ini berkorelasi
dengan peningkatan fibrinogen dan protein fase akut CRP. Peningkatan LED
terjadi akibat pelepasan protein fase akut ke dalam sirkulasi menyebabkan
peningkatan viskositas plasma serta peningkatan fibrinogen yang dapat
mengakibatkan eritrosit mudah rouleaux.
 Pemeriksaan Acid Fast Bacilli yang dilakukan 3 kali (sewaktu/pagi/sewaktu)
+2/+2/+3 menunjukkan bahwa pada Mr. B positif terinfeksi oleh BTA yaitu M.
tuberculosis. Pewarnaan tersebut menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen yang
bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada basil tahan asam dalam specimen
yang diberikan.
c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil laboratorium (BTA) di atas?
Jawab :
 Acid Fast Bacilli (+2/+2/+3) :
(+2) maknanya adalah 1-10 BTA / LP BTA
(+3) maknanya adalah 10 BTA / LP BTA
 HIV test: not reactive
Maknanya adalah Mr.B tidak mengalami TB karena HIV.
 Rapid test molecular GeneXpert: M.Tb detected high, Rif. Resistance not
detected
Maknanya adalah ditemukannya Mycobacterium tuberculosis yang banyak dan
juga Mr.B tidak mengalami resister terhadap obat Rifampisin (OAT lini
pertama)

17
5. Radiology :
Chest radiograph showed infiltration at right upper lung. FNAC : force granuloma,
multinucleated giant cell langhans with Caseoso Necreotic.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan radiologi di atas?
Jawab :
Berdasarkan hasil x-ray thoraxyaitu terdapatnya infiltrat paru kanan atas, dapat
diinterpretasikan bahwa gambaran x-ray thorax yang merupakan gambaran lesi
aktif.
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan radiologi di atas?
(beserta gambar)
Jawab :
Infeksi yang disebabkan mycobacterium tuberculosis direspon oleh sistem imun
tubuh,respon imun berupa hipersensitivitas tipe 4 yang dimediasi limfosit T
memberikan gambaran nekrosis kaseosa disertai sel epitheloild (granuloma)
disekelilingnya di bagian superior lobus dextra . Kemungkinan mengapa infiltasi
terjadi disana ialah karena sifat dari bakteri bersangkutan yang merupakan jenis
bakteri aerob obligat dimana secara anatomi dan fisiologi bagian superior lah yanh
memiliki kandungan oksigen banyak.

18
6. Apa saja algoritma penegakkan diagnosis pada kasus?
Jawab :

19
7. Apa saja diagnosis banding pada kasus?
Jawab :

8. Apa diagnosis kerja pada kasus?


Jawab :
Pulmonary Tuberkulosis + Limfadenitis Tuberkulosis
9. Apa definisi penyakit pada kasus?
Jawab :
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru, bakteri yang menyebabkan adalah Mycobacterium
tuberculosis.
10. Bagaimana etiologi penyakit pada kasus?
Jawab :

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).

Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk
atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
20
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
11. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?
Jawab :
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti
sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika
yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

21
12. Bagaimana klasifikasi penyakit pada kasus?
Jawab :
WHO tahun 1991, memberi klasifikasi TB berdasarkan terapi dengan 4 kategori:
1. Kategori 1: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum BTA positif dan kasus
baru TB berat.
2. Kategorii 2: ditujukan terhdap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif.
3. Kategori 3: ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstrsa paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru
selain yang disebut dalam kategori 1.
4. Kategori 4: ditujukan terhadap TB kronik.

Sejak tahun 2010, WHO memperbarui klasifikasi TB berdasarkan:


1. Lokasi anatomi penyakit
a. TB paru: TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeo-bronkial, teramsuk TB
milier.
b. TB ekstra paru: TB yang terdapat di organ luar parenkim paru: seperti pleura,
kelenjar getah bening, abdomen, genito-urinaria, kulitm sendi tulang, otak, dll.

2. Berdasarkan riwayat pengobatan


a. Kasus baru: pasien yang belum pernah emndapat OAT sebelumnyya atau riwayat
mendapatkan OAT < 1 bulan.
b. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya: pasien yang pernah mendapatkan
OAT ≥ 1 bulan. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagai berikut:
i. Kasus kambuh, adalah pasien yang dukunya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan pada
waktu sekarang ditegakkan diagnosis TB episode rekuren.
ii. Kasus setelah pengobatan gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT da dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
iii. Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah mendapatkan OAT ≥ 1 bulan
dan tidak lagi meneruskan selama > 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak
dapat dilacak pada akhir pengobatan.

22
iv. Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan hasil pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan.
v. Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB untuk melanjutkan
pengobatannya.
vi. Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.

3. Berdasarkan hasil pemeriksaaan bakteriologik dan uji resistensi obat


a. Apusan dahak (sputum) BTA positif. Pada laboratorium dengan jaminan mutu
eksternal. Sedikit BTA positif pada 1 spesimen, sedangkan yang tanpa mutu
jaminan eksternal sedikitnya BTA positif pada 2 spesimen.
b. Apusan dahak BTA negatif.
i. Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif, tetapi biakannnya positif
untuk M. Tuberculocic.
ii. Memenuhi kriteria secara klinik perlu diobati dengan anti TB lengkap,
dan
- Temuan radiologis sesuai dengan TB paru aktif, dan
- Terdapat bukti kuat berdasarkan laboratorium, atau
- Bila HIV negatif, tidak ada respsons dengan antibiotik spektrum
luas (diluar quinolon).

4. Berdasarkan status HIB


a. Kasus TB dengan HIV positif
b. Kasus TB dengan HIV negatif
c. Kasus Tb dengan status HIV tidak diketahui
13. Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus?
Jawab :
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
23
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara
focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-
104yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

24
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus
atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar
karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial
pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-
tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat
25
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis,
TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini
akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara
patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara
histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,
yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak
0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal
ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu
yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung
pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
26
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer.
14. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit pada kasus?
Jawab :

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan beratbadan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selamaberminggu–
minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensipernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yangsakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan
15. Bagaimana pemeriksaan fisik dari penyakit pada kasus?
Jawab :
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
sakitnya mulai dari ringan sampao berat. Pasien bisa terlihat kurus atau berat badan
menurun, suhu badan demam (subfebris), konjungtiva mata atau kulit yang pucat
karena anemia. Sering pada pemeriksaan fisik pasien tidak menunjukkan suatu
kelainan terutama pada kasus-kasus dini yang sudah terinfiltrasi sevara asimtomatik.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia
biasa.
Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Mungkin didapatkan juga suara nafas
tambahan berupa ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemaj. Bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonot atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.

27
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas, sering ditemukan atrofi
dan retraksi otor-otor intrekostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik
isi mediastinum atau jaringan paru lainnya. Bagian paru yang sehat menjadi lebih
hiperinflasi. Bila jraingan fibrotiknya amat luas, yakni lebih dari setengah semua
jaringan paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor
pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal
atau gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur Graham Steel, bunyi P2 mengeras, tekanan vena jugularis
yang meningkat, hepatomegali, ascites, dan edema.
Bila TB paru mengenai pleura akan terbentuklah efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernafasn. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinik, TB paru sering tidak memperlihatkan gejala (asimtomatik) dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologik dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
16. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit pada kasus?
Jawab :

• Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan

diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan

dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi- sewaktu (SPS).

1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak

untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua

2. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas

3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi hari.


28
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan

mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan

pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana ` pewarnaannya dilakukan dengan

auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan).

• Pemeriksaan Bactec

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode

radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian

menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini

dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk

membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini

adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

• Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik

untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua

dibutuhkan.

Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai

keseimbang an penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap

pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan

penderi ta. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh

pende rita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga

tidak me nyingkirkan diagnosa TBC.

• Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi

ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan

sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan
29
hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila:

o Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)

o Hemoptisis berulang atau berat

o Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +


Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :

o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan

segmen superior lobus bawah paru.

o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
o Bayangan bercak milier.
o Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :

o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan

atau segmen superior lobus bawah.

o Kalsifikasi.

o Penebalan pleura.

17. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada kasus?


Jawab :

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang
sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali
timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih
aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh
lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain

30
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:

a. Penderita baru TBC paru BTA positif.


b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Kategori4:RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .
18. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada kasus?
Jawab :

Menurut PDPI tahun 2006, pada pasien tuberkulosis dapat terjadi


beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan
maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul
adalah:

- Efusi pleura
- Pneumotoraks
- Batuk darah

31
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
1. Pleuritis dan Empiema

Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi
dinding rongga dada bagian dalam (pleura).

Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas
organ berongga yaitu paru-paru.

Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi
melalui tiga cara yang berbeda:

a. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi
primer.
b. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema) walaupun jarang terjadi.
c. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam
rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang
antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan
efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.

2. Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana
gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan
pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas. Pneumotorak
s spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan
pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan
tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema
tuberkulosis.

3. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala serak,
perubahan suara dan gatal pada kerongkongan.
Keganasan pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi
diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus
yang sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik terhadap
32
kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan pengobatan,
tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.
4. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru).
Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat
kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas.
Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi,
dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit
TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.
5. A p e r g i l o m a t a
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati
dengan baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus
yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara
dengan dihirup secara terus menerus.
Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam
kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang
berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis lama
sehingga tidak dapat lagi dioperasi
19. Bagaimana prognosis dari penyakit pada kasus?
Jawab :

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan (Depkes, 2005) :


i. 50% meninggal
ii. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi
iii. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.
Prognosis tergantung dengan pengobatan yang didapat. Akan bagus bila psaien patuh
terhadap pengobatan dan ditangani segera. Akan jelek bila tidak ditangani segera dan
pasien tidak patuh terhadap pengobatan
20. Bagaimana kajian, informasi dan edukasi penyakit pada kasus? (pencegahan)
Jawab :
Edukasi :

1. Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang
lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif
2. Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil
di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka jendela dan
33
gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.
3. Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan
saja ini merupakan langkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk
membuang masker secara teratur.
4. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air
sabun).
5. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
6. Hindari udara dingin.
7. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
8. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan
tidak boleh digunakan oleh orang lain.
10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
Pencegahan :
 Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak membuang dahaknya
sembarangan.
 Pentingnya pemeriksaan dahak ulang secara teratur.
 Pentingnya pola hidup bersih dan sehat bagi pasien dan keluarganya.
 Hentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol pada pasien.
 Saran untuk membersihkan rumah atau lingkungan secar teratur.
 Olahraga bagi pasien
 Konseling dan perbaikan gizi pasien
 Tidak diperlukan diet khusus, mensterilisasi atau memisahkan peralatan makan
minum.
21. Bagaimana SKDI penyakit pada kasus?
Jawab :

Tingkat kemampuan 4A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinis berdaasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diminta oleh dokter. Lulusan
dokter mampu menangani kasus secara mandiri sampai tuntas

34
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
Learning Issues What I Know What I What I Have How
Don’t Know to Prove I Learn

Diagnosis
banding,
diagnosis
Etiologi,
kerja,
Pulmonary TB epidemiologi, -
patofisiologi,
SKDI
komplikasi,
tata laksana,
edukasi,
prognosis
Diagnosis
banding,
diagnosis Jurnal,

Etiologi, kerja, Textbook,

Limfadenitis TB epidemiologi, patofisiologi, Internet.


-
SKDI komplikasi,
tata laksana,
edukasi,
prognosis
Batuk Definisi, Patofisiologi
Klasifikasi terjadi batuk -
Macam-
Anatomi sistem macam suara
Macam-macam
respirasi. Dan normal paru,
organ sistem
suara suara pada suara -
respirasi
pemfis paru. tambahan
paru

35
V. Kerangka Konsep

Mr. B, 30 tahun

Pemulung

Tercemar Sosial
Mycobacterium Ekonomi

Infiltrasi di malnutrisi
paru atas

Kurang asupan
Acid Fast meluas demam Penumpukan protein, vit B12
Bacilli ekudat dalam
alveoli
Pembentukan Hb
Penyebaran hipoventil terganggu
LED
limfogen asi
meningkat Produksi sekret
berlebih
Anemia
KGB RR
Servikal
Kurang O2
Limfade
nitis
Batuk Pemadatan Sesak
alveolus napas Takikardi
produktif
FNAC

Ruptur dari Suara vesicular anoreksia


arteri meningkat &
ronkhi sedang
Penurunan
hemoptisia BB (IMT
Kurang)

36
VI. Sintesis

1. Anatomi Sistem Pernafasan dan Bunyi Nafas

A. Definisi
Fungsi utama respirasi adalah memproleh oksigen untuk gigunakan oleh sel tubuh
dan mengeluarkan co2 yang diproduksi oleh sel.
Sistem pernafasan dibagi menjadi 2
a. Sistem pernapasan bagian atas
Terdiri dari : lubang hidung dan bagian-bagian faring.
b. Sistem pernapasan bagian bawah
Terdiri dari : laring, trachea, paru
B. Otot-otot respirasi:
Otot inspirasi tambahan :
a. Muskulus sternocledomastoideus
b. Bb
Otot inspirasi utama:
a. Muskulus intercostalis eksternus
b. Muskulus interkartilaginus
c. Diafragma
Otot ekspirasi:
a. Saat bernafas biasa tidak memerlukan kegiatan otot cukup dengan daya
elastisitas paru
b. Saat ekspirasi aktif :
1) Muskulus interkostalis internus
2) Muskulus rectus abdominis
3) Muskulus oblikus abdominis
4) Muskulus internus abdominis
5) Muskulus transversus abdominis

37
C. Sistem pernapasan bagian atas
a. Hidung

Merupakan tempat masuknya udara . Hidung merupakan saluran pernapasan udara


yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi).hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur
kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara,
indra pencium, dan resonator suara.
b. Faring

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan


makanan. Faring terdiri dari :
1) Nasofaring
Adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di atas palatum yang
lembut.Pada dinding posterior adenoid.
2) Orofaring
Terletak di belakang mulut di bawah palatum lunak, dimana dinding
lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan dinding ini, ada yang
disebut arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid
yang disebut tonsil palatum(watson, 2002:299).

38
3) Laryngofaring
Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings. Tuba
ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani.

D. Sistem pernapasan bagian bawah


a. Laring

Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara.dalam


laring terdapat pita suara yang berfungsi dalam pembentukan suara.Suara dibentuk
dari getaran pita suara.Tinggi rendah suara dipengaruhi panjang dan tebalnya pita
suara.Dan hasil akhir suara ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan platum
mole.
b. Trachea

Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10-13 cm dan


memanjang hingga 5 cm saat inspirasi dalam dengan lebar 2,5 cm. Trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis atau sampai
39
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Dindingnya terdiri atas epitel, cincin tulang rawan yang berotot polos dan
jaringan pengikat.Pada tenggorokan ini terdapat bulu getar halus yang
berfungsi sebagai penolak benda asing selain gas. Trakea dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir.Jurusan silia ini
bergerak keatas ke arah laring, maka dengan gerakan debu dan butir-butir halus
lainnya yang terus masuk bersama dengan pernapasan, dapat dikeluarkan.

c. Bronchus

Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.


Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang
kiri, bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,

d. Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung
kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus .ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer .terdapat sekitar 20 kali

40
percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris.Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Paru-paru kanan
Yang terdiri dari 3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra
media, lobus pulmo dekstra inferior)
2) Paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra superior dan lobus sinistra
inferior).
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen.Paru-
paru kiri memiliki 9 paru-paru kanan memiliki 10 segmen.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada /
kavum mediastinum..Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi
menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru
yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga
kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini
vakum/ hampa udara.

e. Alveolus
Dibentuk dan dibatasi oleh dinding alveolus yang dibentuk oleh dua macam sel
yaitu
1) Sel alveolar tipe 1atau pneumosit tipe I
2) Sel alveolar tipe 2 atau pneumasit tipe II yangg disebut juga sebagai
granular pneumocyde.
Kedua sel ini berhubungan sangat erat.sel pneumosit tipe I adalah
pneumosit squamosa sedagkan pneumosit tipe II disebut pneumosit
kuboid,walau yang sebenarnya yang merupakan sel progenitor alveoli
adalah sel pneumosit tipe II tugas pneumosit tipe II adalah menghasilkan
surfaktan.
Pada paru terdapat lebih kurang 300 juta gelembung alveoli dengan
diameter lebih kurang 0,3 mm .

41
f. Suplai darah
Paru mendapat darah dari dua sistem arteri yaitu arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis.Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama kanan
dan kiri untuk kemudian bercaang-cabang membentuk ramifikasi yang
memasok darah ke interstitial paru.

g. Suara Napas pada Pemeriksaan Fisik Paru


Deskripsi Lokasi Asal
VESIKULER Paling baik didengar di Diciptakan oleh udara
Bunyi Vesikuler halus, perifer paru (kecuali di atas yang bergerak melewati
lembut, dan bernada rendah. skapula). jalan nafas yang lebih
fase inspirsi 3 kali lebih lama kecil.
dari fase ekspirasi
BRONKOVESIKULER Paling baik didengar secara Diciptakan oleh udara
Bunyi Bronkovesikuler posterior antara scapula dan yang bergerak melewati
bernada sedang dan bunyi anterior di atas bronkiolus trakea yang dekat
tiupan dengan intensitas di samping sternum pada dengan dinding dada.
sedang. Fase inspirasi sama rongga intercostal pertama
dengan fase ekspirasi. dan kedua.
BRONKIAL Paling baik didengar di atas Diciptakan oleh udara
Bunyi Bronkial terdengar trakea. yang bergerak melewati
keras dan bernada tinggi trakea yang dekat
dengan kualitas bergema. dengan dinding dada.
Ekspirasi lebih lama daripada
inspirasi.

a. Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah,
terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah
sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya
secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis
dan bronkopneumonia.Ronki basah halus tidak mempunyai sifat
gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada
pneumonia dini.

42
b. Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran
napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan,
terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran
napas kecil disebut wheeze.Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan
sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang
mengerang/ grouning.

2.Batuk

A. Definisi
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pernapasan dari
benda atau zat asing. batuk dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti virus
(flu, bronkitis), bakteri, dan benda asing yang terhirup (alergi). Beberapa penyakit,
seperti kanker, paru-paru, TBC, tifus, radang paru-paru, asma dan cacingan, juga
menampakkan gejala berupa batuk (Widodo, 2009).
Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:
a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru-paru dari masuknya zat atau
benda asing yang mengganggu.
b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan berusaha
untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang berlebihan.
B. Jenis-jenis batuk
a. berdasarkan produktivitasnya
1. Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir
(sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk berdahak. Batuk
produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa penuh dan berbunyi. Mereka
yang mengalami batuk produktif umumnya mengalami kesulitan bernapas
dan disertai pengeluaran dahak. Batuk produktif sebaiknya tidak diobati
dengan obat penekan batuk karena lendir akan semakin banyak terkumpul
di paru-paru (Junaidi, 2010).
2. Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan dahak
(sputum), yang juga disebut batuk kering. Batuk tidak produktif sering
membuat tenggorokan terasa gatal sehingga menyebabkan suara menjadi
serak atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh kemasukan partikel
makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh perokok aktif maupun pasif),
43
dan perubahan temperatur. Batuk ini dapat merupakan gejala sisa dari
infeksi virus atau flu (Junaidi, 2010).

b. berdasarkan waktu berlangsungnya


1. Batuk akut
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3 minggu, serta
terjadi dalam 1 episode. Batuk jenis ini umumnya disebabkan oleh flu dan
alergi. Bentuk batuk yang sering ditemui, merupakan jenis batuk akut
ringan yang disertai demam ringan dan pilek (Junaidi, 2010)
2. Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu atau
terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan berturut-turut. Batuk jenis ini
biasanya disebabkan oleh bronchitis, asma, dan tuberkolosis (Junaidi,
2010).

c. Jenis batuk pada anak-anak


1. Batuk menggonggong
Batuk seperti menyalak (menggonggong) umumnya disebabkan oleh
inflamasi atau pembengkakan pada saluran napas atas. Kebanyakan batuk
ini disebabkan oleh croup, yakni inflamasi pada laring (pangkal tenggorok)
dan trakea (batang tenggorok). Croup dapat disebabkan oleh alergi,
perubahan suhu pada malam hari dan infeksi saluran napas atas. Anak
dibawah 3 tahun cenderung terserang croup karena batang tenggoroknya
sempit.
2. Pertusis/batuk rejan
Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi pada saluran napas, yang terjadi
akibat bakteri bordetella pertusis. Penyakit ditandai oleh batuk yang
diakhiri dengan suara keras saat anak menarik napas. Gejala lainnya adalah
hidung berair, bersin, batuk dan sedikit demam (Junaidi, 2010). Penyakit
ini biasanya menyerang anak yang berusia diantara 3 bulan dan 3 tahun,
batuk rejan dapat mengancam kehidupan jika tidak ditangani. Terapi
biasanya meliputi pemberian antibiotik dan cairan serta anak dipajankan
terhadap udara yang dilembapkan, untuk mempertahankan fungsi
pernapasan (Speer, 2009).
3. Batuk disertai napas berbunyi
44
Batuk disertai dengan napas berbunyi saat anak mengembuskan napas
merupakan tanda saluran napas bagian bawah mengalami
peradangan/inflamasi. Pada anak yang masih kecil, saluran bagian bawah
terhalang oleh benda asing atau lendir karena infeksi pernapasan.
4. Batuk di malam hari
Batuk ini kebanyakan bertambah buruk ketika malam hari karena
penyumbatan dalam hidung dan sinus mengalir disepanjang tenggorokan
serta menyebabkan iritasi saat anak berbaring. Ini menimbulkan masalah
karena anak menjadi sulit tidur. Asma juga dapat memicu batuk dimalam
hari karena saluran napas cenderung menjadi sensitif dan mudah teriritasi
pada malam hari (Junaidi, 2010).
5. Batuk di siang hari
Batuk di siang hari disebabkan alergi, asma, kedinginan, dan infeksi
pernapasan. Udara dingin dan aktivitas yang berat dapat memperparah
batuk ini, tetapi biasanya akan mereda dimalam hari ketika anak
beristirahat. Perlu dipastikan bahwa dirumah tidak ada faktor pencetus
batuk seperti pengharum ruangan, binatang peliharaan, dan asap terutama
asap rokok (Junaidi, 2010).
6. Batuk disertai demam
Jika anak batuk disertai demam dan hidung meler, kemungkinan anak

terserang flu. Namun batuk disertai demam tinggi (39oC) atau lebih
mungkin disebabkan oleh pneumonia, terutama jika anak terlihat lesu dan
bernapas tidak cepat. Bila ini terjadi, segera bawa anak ke dokter (Junaidi,
2010).
7. Batuk disertai muntah
Umumnya anak batuk karena dipicu oleh reflex penyumbatan. Anak yang
menderita batuk disertai flu atau asma dapat muntah jika terlalu banyak
lendir yang mengalir ke dalam perut dan menimbulkan rasa mual (Junaidi,
2010).
8. Batuk menetap
Batuk yang disebabkan flu dapat hilang dalam seminggu. Asma, alergi,
atau infeksi kronis di sinus atau saluran napas mungkin penyebab pada
batuk yang menetap (persisten). Jika batuk terjadi selama seminggu, segera
hubungi dokter (Junaidi, 2010).

45
C. Klasifikasi Batuk
a. Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka waktunya
kurang dari tiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan
saluran nafas atas.
b. Subakut
Subakut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis. Dikategorikan
subakut bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.
c. Kronis
Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran
nafas atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah
tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat
yang ditandai dengan batuk kronis, misalnya asma, TBC, gangguan refluks
lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai kanker paru-paru. Untuk itu,
batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan
diatasi sesuai dengan penyebabnya itu.
d. Batuk berdahak
Batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak, sehingga
menyumbat saluran pernafasan.
e. Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal, sehingga
merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila
batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata.
f. Batuk yang khas
1. Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan pita
suara radang dan suara parau.
2. Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil, timbul
sekali-sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada TBC batuk bisa disertai
bercak darah segar.
3. Batuk karena asma, sehabis serangan asma lendir banyak dihasilkan.
Lendir inilah yang merangsang timbulnya batuk.
4. Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di paru-paru,
menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah pada paru-paru ini
yang merangsang timbulnya batuk.

46
5. Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya
tidak tentu. Bila kerusakan paru-paru semakin luas, batuk semakin tambah.
6. Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan
berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk.

3.Limfadenitis Tuberkulosis

A. Definisi
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening.
Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe
atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula
(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya
paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin
yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan
istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini
juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan
nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat
menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit
disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar
atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma
(Dorland, 1998).

B. Epidemiologi
Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada
manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab
kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan
terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian
akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus
baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian
pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS (Ioachim, 2009).
Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi
TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina
(1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO,
2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB
sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan
47
penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok
penyakit infeksi (Depkes, 2007).

C. Etiologi
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales.
Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan
agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium
tuberculosis. Yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosae complex adalah :
M. tuberculosae, M. bovis, M. caprae, M. africanum, M. Microti, M. Pinnipedii,
M.canettii Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi (Raviglione,
2010).
Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran
sekitar 0,4 x 3 µm dan tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan
filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria
termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram dan hanya
dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus serta sangat kuat mengikat zat warna
tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol,
sehingga dijuluki bakteri tahan asam (Raviglione, 2010; Jawetz, 2004).
M.tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl- Neelsen atau karbol fuksin
(Kumar, 2004).
Dinding bakteri Mikobakterium kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat,
lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat
dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung
jawab pada sifat tahan asam bakteri Mikobakterium. Penghilangan lipid dengan
menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini
(Brooks, 2004).
Bakteri ini mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.
Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimia tidak khas dan
laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri. Waktu replikasi
basil tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,
berproliferasi dengan baik pada temperatur 22-23°C, dan tidak terlalu bersifat
tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya (Brooks, 2004).

48
D. Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi
TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer
sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type tuberculosis,
sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type tuberculosis
karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat
juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010).
Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional
disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan
dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah
terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon
merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam
keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa
tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah
memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya
imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB
primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada
TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui
aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar
limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama
dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan
difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke
kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner.
Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang
lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher
terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua
pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu
diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada
49
daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa
minggu sampai beberapa bulan (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra,
2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar
limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar
mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35%
pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat. Menurut Sharma
(2004), pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe
servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris
dan inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan
berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling
sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio
supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal ditemukan pada
39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-
positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal
serta TB paru adalah sering ditemukan (Sharma, 2004). Beberapa pasien dengan
limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam,
penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien
tidak menunjukkan gejala sistemik (Mohapatra, 2004). Terdapat riwayat kontak
terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan terdapat TB paru pada 16,1%
pasien (Mohapatra, 2004).

E. Manifestasi Klinis
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner.
Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang
lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher
terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga
pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis
banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang

50
endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra,
2004). Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar limfe
yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar
mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula pada 35% pasien
pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat. Menurut Sharma (2004), pada
pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah
yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal
maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara
lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio
servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra,
2004). Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada
90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal,
limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering
ditemukan (Sharma, 2004). Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat
menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue
dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik
(Mohapatra, 2004). Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8%
pasien, dan terdapat TB paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).

F. Klasifikasi
Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati
tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
a. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
b. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar
oleh karena adanya periadenitis.
c. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses.
d. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
e. Stadium 5, pembentukan traktus sinus. Gambaran klinis limfadenitis TB
bergantung pada stadium penyakit
51
G. Diagnosis
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis
TB :
a. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.
Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium
pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat
positif (Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004).
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur
positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009).
Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook,
dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil
kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering,
diikuti oleh M.bovis (Bayazit, 2004).
b. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan
adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium
pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative
(PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan
positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila
indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra,
2009).
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi
aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan
biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan
99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan
biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004).
Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma
epiteloid, nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila
gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak
ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008),
52
bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat
digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran
epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran
sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif
tuberkulosis apabila dikultur.
d. Pemeriksaan Radiologis Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat
dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat
menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru pada 14-20% kasus.
Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004). USG kelenjar dapat
menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik
yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG
juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar
(infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran
kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion
tendency, peripheral halo, dan internal echoes (Khanna, 2011).
Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral,
adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas
didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi
pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB
(Bayazit, 2004). Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret,
konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi
pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan
edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit,
2004).

53
4.Pulmonary Tuberkulosis

A. Definisi
Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar
melalui inhalasi droplet nuclei. Kemudian, masuk ke saluran napas dan bersarang
di jaringan paru hingga membentuk afek primer. Afek primer dapat timbul dimana
saja dalam paru berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari afek primer diikuti dengan
terjadinya inflamasi pada kelenjar getah bening menuju hillus (limfangitis local)
disertai dengan pembesaran KGB di hillus (limadenitis regional).
Komplek primer dapat terjadi:
a. Sembuh, tidak ada cacat.
b. Sembuh dengan sedikit bekas (garis fibrotic, sarang perkapuran di hillus,
sarang Ghon)
c. Menyebar:
1) Perkontinuatum (sekitarnya)
2) Bronkogen (penyebaran ke bagian paru lain ataupun sebelahnya)
3) Hematogen dan Limfogen (dapat menyebar hingga tulangg, ginjal,
genitalia, tuberculosis, millier, meningitis)
B. Klasifikasi Tb
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu


pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
54
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahanan penyakit:


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
d. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
55
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) adalah pasien TB
yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

C. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari
bakteri ini kecil yaitu 0,5-4 µ x 0,3-0,6 µ dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang,
tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman
ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipid (terutama asam
mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut
dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap
suasana kering, dingin, lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun
bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran
udara (Widoyono,2011)

D. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga
56
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia. Jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian
kedua setelah sistem sirkulasi. SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis
adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.

E. Faktor Resiko

a. Status gizi.
Malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan menurunkan
resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB.
b. Sosioekonomi.
Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari
kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman
yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB

57
c. Pendidikan.
Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi
seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan.
d. Faktor-faktor Toksik.
Seperti Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting
dapat menurunkan daya tahan tubuh.
e. Seseorang dengan imunitas rendah yang hidup berdampingan dengan
penderita TB Paru dipengaruhi juga oleh faktor gizi buruk.
f. Orang yang secara tidak sengaja terkena percikan ludah penderita TB Paru.
g. Penderita/orang dengan infeksi HIV/AIDS.

F. Patogenesis

G. Patofisiologi
Infeksi Primer
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis.
Dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung
pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila

58
partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau
paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar
dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon
(fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar
sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh
bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang
primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).
Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.
Selanjutnya, fokus primer yang mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus
limfe disebut kompleks Ghon.

Infeksi Pascaprimer (Postprimary Tuberculosis) atau Reaktivasi (Reactivation


Tuberculosis)
Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai
mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB, hal ini dapat terlihat pada tes
tuberculin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang sehat yang pernah
mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya tahan tubuh, ada
kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya berada dalam keadaan
dorman. Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer.
Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh bertambahnya umur (proses
menua), alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes mellitus dan
HIV/AIDS.

59
Gejala tuberculosis pasca primer berbeda dengan gejala penyakit tuberculosis
yang disebabkan oleh infeksi primer. Hal ini disebabkan karena pada penderita
tuberculosis pasca primer, individu tersebut telah mempunyai mekanisme
kekebalan terhadap basil TB

H. Manifestasi Klinik
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama
berminggu– minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan
penurunan berat badan

I. Algoritma Penegakkan Diagnosis

60
J. Komplikasi
Menurut Depkes (2005):
a. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
b. Hemoptisis berat
c. Bronkiektasis dan fibrosis pada paru.
d. Pneumotorak spontan
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

K. Diagnosis Banding

61
L. Tata Laksana
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 INH
 Rifampisin
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
 Kanamisin
 Amikasi
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
 Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
3) Kemasan
 Obat tunggal,
 Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol.
 Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

62
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Obat Dosis Dosis yg dianjurkan DosisMaks Dosis (mg) / berat badan


(Mg/Kg (mg) (kg)
BB/Hari)
Harian (mg/ Intermitten (mg/K < 40 40-60 >60
kgBB / hari) g/BB/kali)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

M. Prognosis
Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan (Depkes, 2005) :
iv. 50% meninggal
v. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi
vi. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

Prognosis tergantung dengan pengobatan yang didapat. Akan bagus bila psaien
patuh terhadap pengobatan dan ditangani segera. Akan jelek bila tidak
ditangani segera dan pasien tidak patuh terhadap pengobatan

N. SKDI
Tingkat kemampuan 4A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinis berdaasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diminta oleh dokter. Lulusan
dokter mampu menangani kasus secara mandiri sampai tuntas

VII.Kesimpulan
Mr.B , 30 tahun, mengalami Pulmonary TB + Limfadenitis TB.

63
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2009.Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi kelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Asti, retno. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keliarga FKUI.

Depkes. 2015. Tuberkulosis. Jakarta. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser, Eugene Stephen L.

Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. 2008. Chapter 158 Tuberculosis in: Harrison

principle of internal medicine 17th edition. USA: Mc Graw Hill.

International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public Health.

Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006.

PDPI. 2006. Tuberkulosis. Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis. Pedoman,Diagnosis dan Pedoman


Penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta : Indah Offset Citra Grafika.
Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.

Widodo, Eddy. 2004. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam

Pemberantasan Tuberkulosis. Bogor: IPB.

World Health Organization. 2011. World Global Tuberculosis Control 2011. Geneva World

Health Organization.

World Health Organization. 2011. Treatment of tuberculois, guidelines. Geneva: World

Health Organization.

World Health Organization (WHO). 2014. Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland.

64

Anda mungkin juga menyukai