Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tutorial B Blok 27 berhasil kami
selesaikan. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas laporan tutorial.
Dalam penyusunan laporan ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan
dari dr. Zulkarnain Musa, Sp.PA selaku tutor kami yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan laporan ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.
Kami sadar laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan, baik pada teknik
penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki sangatlah
terbatas. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
kami harapkan untuk memperbaiki laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Palembang, 25 Agustus2016
Penyusun,
Kelompok Tutorial 1
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................3
B. Klarifikasi Istilah.................................................................................................5
C. Identifikasi Masalah............................................................................................6
D. Analisis Masalah.................................................................................................7
E. Hipotesis.............................................................................................................. 22
F. Learning Issue..................................................................................................... 37
H. Kesimpulan ........................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................68
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blok Penyakit Tropis (Tropical Diseases) adalah blok ke dua puluh tujuh semester enam
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
3
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus:
Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di Palembang, dibawa
ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari. Demam tinggi,
intermiten, hilang timbul tiap 2 hari. Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh
4
demam tinggi dan kemudian demam mereda setelah berkeringat banyak. Dina juga
mengalami sakit kepala, mual dan muntah. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu
dan tinggal di sana selama 1 minggu. Tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam
kulit. Tidak terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih. Buang air besar
dan buang air kecil tidak ada keluhan. Tidak ditemukan anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama. Riwayat imunisasi dasar lengkap.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak, tidak
terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 kali/menit (isi dan tegangan
cukup), laju pernapasan 28 kali/menit, temperatur 39oC. Tidak ditemukan tanda dehidrasi
ataupun gangguan sirkulasi. Tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding
dada dalam batas normal. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali. KGB tidak teraba membesar.
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium:
Hb 8,8 g%, Hematokrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran darah
tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih
dan trombosit. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan darah tipis (thin
blood smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:
5
B. Klarifikasi Istilah
3. Imunisasi dasar Imunisasi yang diberikan pada bayi dan anak sejak lahir
untuk melindungi tubuhnya dari penyakit yang
berbahaya.
5. Ruam kulit exantem Erupsi kulit yang terjadi sebagai gejala dari suatu
penyakit virus akut seperti demam berdarah atau
campak.
7. Apusan darah tipis Sediaan darah tipis yang mengetahui spesies parasit
penyebab penyakit.
6
C. Idenfitikasi Masalah
3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal di sana VVVV
selama 1 minggu.
5. Pemeriksaan fisik: VV
7
6. Pemeriksaan laboratorium: V
D. Analisis Masalah
8
1. Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di
Palembang, dibawa ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam
selama 6 hari. Ia menderita demam tinggi, intermiten, hilang timbul tiap 2 hari.
Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh demam tinggi dan kemudian
demam mereda setelah berkeringat banyak.
a. Apa hubungan, umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal pada kasus?
Jawab:
9
i. Demam
Jawab:
Jawab:
10
c. Apa saja jenis-jenis demam?
Jawab:
Demam kontinyu atau sustained fever: ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Demam remiten: ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam
disebabkan oleh proses infeksi.
Demam intermiten: suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya pada siang hariPola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.
11
Demam septik atau hektik: terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
Demam quotidian ganda: memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
Demam rekuren: adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus
urinarius) atau sistem organ multipel.
12
Relapsing fever: adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne
RF) atau tick (tick-borne RF).
RENTANG;
TEMPAT JENIS DEMAM
RERATA SUHU
PENGUKURAN TERMOMETER (OC)
NORMAL (OC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 37,3; 36,4 37,4
Sesudah serangan panas pertama, terjadi interval bebas panas selama antara
48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang pertama;
13
dan demikian selanjutnya. Gejala-gejala malaria klasik seperti yang telah
diuraikan tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung pada
spesies parasit, umur dan tingkat imunitas penderita.
Jadi, pada malaria vivax termasuk demam intermitten dengan pola tertiana
yaitu demam terjadi setiap dua hari sekali.
Jawab:
e. Apa makna klinis dari demam tinggi, intermitten, dan hilang timbul tiap 2 hari?
Jawab:
14
a. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme:
i. Sakit kepala
Jawab:
Jawab:
15
Jawab:
3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal di sana selama 1
minggu.
a. Apa hubungan riwayat pernah ke Bangka selama 1 minggu dengan demam pada
kasus?
Jawab:
16
adanya anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat
imunisasi dasar lengkap.
Jawab:
Jawab:
17
DTP 5x, dan Td untuk anak diatas umur 7 tahun dan dibooster setiap 10 tahun
Hib 4x
PCV 4x
Rotavirus 3x
Campak 3x
MMR 2x
Varisela 1x
HPV diberikan mulai umur 10 tahun, diberikan 3 kali dengan interval 0, 1, 6
bulan
5. Pemeriksaan fisik:
i. Antropometri
Jawab:
18
Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan fisik
Jawab:
Mekanisme Abnormal:
Konjungtiva pucat
Konjungtiva pucat disebabkan oleh anemia. Anemia terjadi karena pecahnya
sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium
vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari
jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P.
ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Takipneu
Perubahan set point hypothalamus peningkatan metabolism
peningkatan pernafasan.
19
Demam
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-
sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam
sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Faktor). TNF akan dibawa aliran
darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan
terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan
waktu yang berbeda-beda. P.falciparum memerlukan waktu 36-48 jam.
P.vivax/ovale 48 jam, dan P.malariae 72 jam. Demam pada P.falciparum
dapat terjadi setiap hari, P.vivax/ovale selang waktu satu hari, dan
P.malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Jawab:
PEMERIKSAAN INTERPRETASI
20
Pemeriksaan neurologis dalam batas Normal
normal.
6. Pemeriksaan laboratorium:
Hb 8,8 g%, Hematokrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran
darah tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel
darah putih dan trombosit. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan
darah tipis (thin blood smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:
Jawab:
21
ovale hanya menginfeksi
sel darah merah muda
yang jumlahnya hanya
2% dari seluruh jumlah
sel darah merah,
sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax,
P. ovale dan P. malariae
umumnya terjadi pada
keadaan kronis. Ini
menandakan bahwa
pasien ini sudah
menderita malaria kronis,
sejak ia pulang dari
Bangka.
(33 38%)
Jawab:
22
yang dihinggapi parasit P. vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya,
berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya
sama disebut titik Schffner. Pada tahap trofozoit tua sitoplasmanya berbentuk
ameboid. Pigmen parasite menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli.
E. Hipotesis
Jawab:
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik
23
Hepatomegali
Manifestasi malaria berat seperti: penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, ikterik, oliguria, urin hitam, kejang,
sangat lemah.
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskop gold standard
Diagnosis pasti bila ditemukan parasit malaria dalam darah.
2. Rapid Test Diagnostik (RDT) deteksi antigen malaria.
Hanya mendeteksi P. falciparum atau non-P. falciparum.
3. PCR
Dapat membedakan reinfeksi dan rekrudensi pada infeksi P. falciparum.
Jika jumlah parasit yang sangat sedikit.
4. Jika malaria berat: Hb, Ht, lekosit, trombosit, Gula darah, bilirubin,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureu, kreatinin, Na, K, AGD,
urinalisis.
Jawab:
DD/ Malaria:
Demam tifoid
Demam dengue
Leptospirosis
Malaria Vivax
Malaria Ovale
Relaps - VV VV V
Recrudensi vv - - V
24
klinis menggigil
Gejala serebral;
edema paru;
hipoglikemi.
Jawab:
Jawab:
Jawab:
25
Epidemiologi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan
angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang
dewasa.
Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%)
laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang
(6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).20 Penelitian
Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa
Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari
pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI.
Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol, kasus
malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita
responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara
keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang
hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%),
perempuan 41,2% (56 orang).
Jawab:
d. Plasmodium ovale (malaria tertian ovale), jenis ini jarang sekali dijumpai dan
umumnya banyak terdapat di Afrika dan Pasifik Barat.
26
7. Apa saja faktor resiko dari kasus ini?
Jawab:
a. Tinggal atau melakukan perjalanan ke negara atau daerah dimana terdapat penyakit
malaria.
Tidak minum obat untuk mencegah malaria sebelum, selama, dan setelah
perjalanan, atau tidak minum obat dengan benar.
Berada di luar, terutama di daerah pedesaan, pada waktu senja dan fajar (malam
hari), yaitu waktu aktif dari nyamuk yang menularkan malaria.
Pada kasus ini, faktor risiko Dina terkena malaria adalah karena dia pergi ke
Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana selama 1 minggu, yang merupakan
daerah endemis malaria.
Jawab:
lnfeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah
dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil
sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan bentuk
aseksual skizon intrahepatik atau skizon pre eritrosil. Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk Plasmodium malariae.
Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah akan
dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke sirkulasi darah. Pada P vivax dan
ovale. sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan
sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada
malaria.
27
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan
dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan
golongan darah Duffy negatif tidak dapat terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P.
falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P malariae dan P. ovale belum
diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada
P. falciparum menjadi bentuk stereo headphones, yang mengandung kromatin dalam
intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam
metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah
lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob
yang nantinya penting dalam proses sitoaderens dan rosetting. Setelah 36 jam invasi
ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon, dan bila skizon pecah akan
mengeluarkan 6-36 merozoit dan slap menginfeksi eritroslt yang lain. Siklus aseksual
ini pada P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah
72 jam.
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot dan menjadi lebih
bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya
menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang
akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.
Pada surveilens malaria di masyarakat, tingginya slide positive rate (SPR)
menentukan endemisitas suatu daerah dan pola kiinis penyakit malaria akan berbeda.
Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9
tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat,
28
pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia
kanak-kanak (2-10 tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak stabil
banyak dijumpai malaria serebral, malaria dengan gangguan fungsi hati atau gangguan
fungsi ginjal pada usia dewasa.
Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke
dalam slrkulasl. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan
mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di
limpa akan menginvasi entrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual
dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam entrosit yang berpotens: (EP) inilah
yang bertanggungjawab dalam patogenesis terjadinya malaria pada manusia.
Patogenesis malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan
oleh P. falclparum.
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
pejamu (host). Termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi. Densitas
parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah
tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status
imunologi. EP secara garis besar mengalami 2 stadium. yaitu stadium cincin pada 24
jam l dan stadium matur pada 24 jam ke ll. Permukaan EP stadium cincin akan
menampilkan antigen RESA (ring-erythrocyte surface antigen) yang menghilang
setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-I (HRP-l)
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut berubah menjadi merozoid,
akan dilepaskan toksin malana berupa GPI atau glikosilfosfatidilinositol yang
merangsang peiepasan TNF- dan interleukin~1 (IL-1) dari makrofag.
Sitoaderensi. Sitoaderensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi molekul adhesif yang terletak di
permukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di
permukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif
disebut PfEMP-l, (P.falciparum erythrocyte membrane protein-1). Molekul adhesif di
permukaan sel endotel vaskular adalah C036, trombospondin, intercellular adhesion
molecule-1 (lCAM-l), vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM), endothel leucacyte
adhesion molecule-1 (ELAM1) dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A. PfEMP-
l merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada
29
di permukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. Gen VAR mempunyai
kapasitas variasi antigenik yang sangat besar.
Sekuestrasl. Sitoaderen menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular
disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P falciparum yang mengalami
sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh
darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan mampu semua janngan
dalam tubuh Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak. diikuti dengan hepar dan ginjal,
paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam
patofisiologi malaria berat
Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang tidak mengandung parasit. Plasmodium yang dapat melakukan
sitoaderensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi
aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI ). Sitokin ini antara lain TNF-a
(tumor necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), intedeukin-3
(ll-3), LT (lymphotoxin) don interferongamma (INF-g). Dari beberapa penelitian
dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi
berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF- yang tinggi. Demikian juga
malaria tanpa komplikasi kadar TNF-. IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral.
Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria
yang mati dengan TNF normal/ rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan
sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang
lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nitrit-oksida sebagai faktor yang
panting dalam patogenesis malaria berat.
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran mediator nitrit oksid (NO)
baik dalam menimbulkan malaria berat terutama malaria serebral, maupun sebaliknya
NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan
menurunkan ekspresi molekuladesi. Diduga produksi NO lokal di organ terutama otak
yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Sebaliknya pendapat lain
menyatakan kadar NO tertentu, memberikan perlindungan terhadap malaria berat.
Justru kadar NO yang rendah mungkin menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari
rendahnya kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospiral. Anak-anak penderita
30
malaria serebral di Afrika, mempunyai kadar arginine yang rendah. Masalah peran
sitokin proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat mash kontroversial,
banyak hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai
penelitian suing saling bartentangan.
Jawab:
Jawab:
31
demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada
malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
Jawab:
Tabel 5. Pengobatan lini pertama malaria vivax menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin
Jawab:
Malaria cerebral, radang otak, anemia berat (Hb <5), urin menjadi hitam (black
water fever), gangguan ginjal, hipoglikemi, dan syok.
32
Jawab:
Spesies penyebab
Kegagalan fungsi organ kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat
terutama organ-organ vital. Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan
mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.
Kepadatan parasit pada pemeriksaan hitung parasit, semakin padat atau banyak
jumlah parasit yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila
didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepi.
Jawab:
Profilaksis:
Doksisiklin 1 kapsul/hari. Diminum 2 hari sebelum pergi, selama tinggal, sampai
4 minggu setelah keluar daerah endemik.
Jawab:
33
SKDI pada kasus adalah 4A. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.
F. Learning Issues
I. MALARIA
Definisi
Malaria Tertiana adalah jenis malaria paling ringan dengan gejala demam dapat
terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu
infeksi).
Epidemiologi
Malaria adalah penyakit yang mengancam kehidupan yang disebabkan oleh parasit
yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Pada tahun 2009,
diperkirakan malaria menyebabkan 781 000 kematian, sebagian besar terjadi pada anak-
anak di Afrika. Menurut Laporan Badan Kesehatan Dunia tahun 2010, terdapat 225 juta
kasus malaria dan diperkirakan 781 000 meninggal pada tahun 2009. Data ini mengalami
penurunan dari 233 juta kasus dan 985 000 kematian pada tahun 2000. Sebagian besar
kematian terjadi di antara anak yang tinggal di Afrika di mana seorang anak meninggal
setiap 45 detik akibat malaria dan penyakit ini menyumbang sekitar 20% dari semua
kematian anak di dunia.
34
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010, angka AMI turun hingga 12,27 per 1000
penduduk.
Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah endemis malaria, dimana tahun 2009
terdapat 7 kabupaten endemis malaria sedang dan 8 kabupaten/kota lainnya digolongkan
pada daerah endemis rendah. Satu kota diantara daerah endemis rendah yaitu Kota
Palembang adalah daerah bebas malaria dalam arti kasus yang ada adalah kasus impor dari
kabupaten lain (Kabupaten Banyuasin). Angka kesakitan malaria dari tahun 2003 ke tahun
2004 menurun secara drastis. Hal ini disebabkan Kabupaten Bangka dan Belitung berpisah
dari Povinsi Sumatera Selatan. Kedua Kabupaten tersebut adalah penyumbang kasus
malaria paling tinggi. Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2009 (AMI) adalah 8,45% dengan kematian (CFR 0,27%), dengan
jumlah sediaan darah yang diperiksa / ABER ( Annual Blood Examination rate) 0,42% dan
persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa (SPR)
21,9% .
Etiologi
35
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax. Untuk Plasmodium falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya,
sehingga disebut juga dengan malaria berat.
Faktor Risiko
a. Karakteristik manusia
- Umur
- Jenis Kelamin
- Imunitas
- Ras
- Status gizi
Masyarakat dengan gizi kurang baik dan tinggal di daerah endemis malaria
lebih rentan terhadap infeksi malaria. Hubungan antara penyakit malaria dan
36
kejadian Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah yang hingga saat
ini masih kontrovesial. Ada kelompok peneliti yang berpendapat bahwa
penyakit malaria menyebabkan kejadian KEP, tetapi sebagian peneliti
berpendapat bahwa keadaan KEP yang menyebabkan anak mudah terserang
penyakit malaria. Rice et al. mengatakan terdapat hubungan yang kuat antara
malnutrisi dalam hal meningkatkan risiko kematian pada penyakit infeksi
termasuk malaria pada anak-anak di negara berkembang. Penelitian Shankar
yang menguji hubungan antara malaria dan status gizi menunjukkan bahwa
malnutrisi protein dan energi mempunyai hubungan dengan morbiditas dan
mortalitas pada berbagai malaria (Wanti,2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Suwadera menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang berisiko
menderita malaria 1,86 kali dibandingkan dengan yang berstatus gizi baik.
b. Perilaku manusia
- Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwito (2005) menunjukkan bahwa
responden yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari
mempunyai risiko menderita malaria 4 kali lebih besar di banding dengan yang
tidak mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari.
37
kasa akan berisiko terkena malaria sebesar 3,41 kali dibandingkan balita yang
tinggal di rumah dengan ventilasi memakai kawat kasa.
38
2. Faktor Nyamuk
Nyamuk anopheles terutama hidup didaerah tropik dan sub tropik, namun dapat juga
hidup di daerah beriklim sedang bahkan dapat hidup di daerah Arktika. Jarang
ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 m. Efektifitas vektor untuk
menularkan dipengaruhi hal-hal berikut:
Selain itu, perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria.
Beberapa yang penting meliputi:
a. Tempat istirahat di dalam rumah atau luar rumah (endofilik dan eksofilik)
b. Tempat menggigit di dalam rumah atau luar rumah (endofagik dan eksofagik)
c. Obyek yang di gigit, suka menggigit manusia atau hewan (antrofofilik dan
zoofilik).
3. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
- Suhu Udara
- Kelembaban udara
39
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, dengan tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk hidupnya nyamuk.
Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit.
- Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, ini
berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian diatas 2000 m
jarang ada transmisi malaria, namun ini bisa berubah dengan adanya
pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Ini menyebabkan terjadinya
perubahan pola musim di Indonesia yang berpengaruh terhadap perilaku
nyamuk.
- Angin
- Hujan
- Sinar matahari
40
(Yunianto,dkk.,2002) banyak ditemukan di antara batuan atau di bawah
tanaman air yang terlindung dari sinar matahari langsung.
- Arus air
Selain hal tersebut diatas, beberapa lingkungan fisik yang terdapat disekitar
manusia dan dalam kondisi yang sesuai dapat meningkatkan resiko kontak dengan
nyamuk infeksius, diantaranya seperti keberadaan tempat perindukan nyamuk,
tempat pemeliharaan ternak besar serta konstruksi dinding rumah. Depkes RI
(1999), adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi gigitan
nyamuk pada manusia apabila kandang tersebut diletakan di luar rumah pada
jarak tertentu (cattle barrier). Demikian juga lokasi rumah dekat tempat
perindukan vektor serta desain, konstruksi rumah dapat mengurangi kontak antara
manusia dengan vektor. Rumah dengan dinding yang terbuka karena konstruksi
yang tidak lengkap ataupun karena bahan baku yang membuatnya bercelah,
meningkatkan resiko kontak dengan nyamuk.
b. Lingkungan kimia
Dari lingkungan ini yang baru di ketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar antara 12-18 % dan tidak dapat berkembang biak
pada kadar garam 40% keatas. Meskipun di beberapa tempat di sumatra Utara An.
sundaicus ditemukan pula dalam air tawar dan An. letifer dapat hidup di tempat
yang asam/ pH rendah.
c. Lingkungan Biologi
41
Lingkungan biologi berpengaruh terhadap kehidupan nyamuk, baik bersifat
menguntungkan maupun merugikan. Keberadaan tanaman air seperti tanaman
bakau, ganggang, lumut dapat melindungi larva nyamuk dari sinar matahari
langsung maupun serangan makhluk lainnya. Demikian juga keberadaan binatang
pemakan jentik seperti ikan nila, mujair, gambusia dan ikan kepala timah.
4. Faktor Parasit
Parasit harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan
menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan.
Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat spesies vektor anopheles agar
sporogoni di mungkinkan dan menghasilkan sporozoit yang infektif.
Sebagian besar kematian karena malaria disebabkan oleh malaria berat karena infeksi
plasmodium falciparum. Penelitian in vitro Chotivanich, dkk menunjukkan parasit
pasien malaria berat mempunyai kemampuan multiplikasi 3 kali lebih besar
dibandingkan parasit yang didapat dari pasien malaria tanpa komplikasi. Selain itu
parasit malaria berat juga mampu menghasilkan toksin yang sangat banyak.
42
Manifestasi Klinis
Dikenal 5 jenis Plasmodium (P) yang menginfeksi manusia yaitu P. vivax, yang
merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks, P.
falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perjalanan klinis yang cukup
serius, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum.
P. malariae, cukup jarang namun dapat menimbulkan sindroma nefrotik dan
menyebabkan malaria quartana/ malariae, P. ovale dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik
Barat, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan. menyebabkan malaria ovale, dan Plasmodium ke-5 ialah P. knowlesi yang
dilaporkan pertama kali di Serawak sering didiagnosa sebagai P. malariae dan dapat
menyebabkan malaria berat.
Manifestasi Umum
43
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode dingin (15-60
menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-geligi saling terantuk,
diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas: penderita muka
merah, nadi cepat, dan suhu badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur
turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria Iebih sering terjadi pada infeksi P vivax,
pada P falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada
P. malariae. Timbulnya gejala trias malaria ini juga dipengaruhi tingginya kadar TNF-alfa.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia ialah: pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
sementara eritropoiesis. hemolisis oleh karena kompleks imun yang diperantarai
komplemen, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan
teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan memperlihatkan limpa memfagosit eritrosit
yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit
yang terinfeksi.
- Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat.
Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari jumlah parasit
dan keadaan immunitas penderita.
- Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya tedadi diantara dua keadaan paroksismal.
44
- Rekurens: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.
- Relaps atau Rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama
dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer atau setelah periode yang
lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh
atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovate.
Secara epidemiologi pada tahun 1999 diperkirakan terdapat 72-80 juta penderita malaria
vivaks di dunia dan 52% ada di Asia. Saat ini terjadi peningkatan 2.5 kali lipat jumlah
penderita dan secara global beban malaria vivaks adalah 132-391 juta orang per tahun.
lnkubasi 12-17 hari, bisa lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari pertama panas iregular,
kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil
jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam
dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa
masih dapat membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas
mulai turun. Pada malaria vivaks. limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran
Hackelt). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena
hipoalbuminemia. Malaria vivaks sering menyebabkan relaps, Pada penderita yang semi-
imun infeksi malaria vivaks tidak spesifik dan ringan saja, parasitemia hanya rendah;
serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap
kloroquin pada malaria vivaks juga dilaporkan di lrian Jaya dan di daerah lainnya
(Sumatra). Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati
pada saat status imun tubuh menurun. Malaria vivaks saat ini dapat juga berkembang
menjadi malaria berat dan memberikan komplikasi seperti gagal pernapasan, malaria
serebral, disfungsi hati dan anemia berat.
45
M. malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, sebagian Asia.
Penyebarannya tidak seluas P. vivax dan P. falciparum. Masa inkubasi 18-40 hari.
Manifestasi klinik seperti pada malaria vivaks hanya berlangsung lebih ringan, anemia
jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun ringan. Serangan paroksismal
terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah < 1%.
Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi plasmodium malariae
pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh karena deposit
kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan lg M
bersama peningkatan titer anti-bodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites,
proteinuria yang banyak, hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini
prognosisnya jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong, diet dengan
kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba, steroid tidak berguna.
Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2.5 mg/ kgBB selama 12 bulan tampaknya
memberikan hasil yang balk; siklofosfamid lebih sering memberikan efek toksrk.
Rekrudesensi sering terjadi pada Plasmodium malariae, parasit dapat bertahan lama dalam
darah perifer. sedangkan bentulk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada P malariae.
Merupakan bentuk yang paling ringan dari samua jenis malaria. Masa inkubasi 11-
16 hari, sarangan paroksiamal 3-4 hari terjadi malam harl dan jarang Iebih dari 10 kali
walaupun tanpa terapl. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P.
ovale tidak: akan tampak didarah tepi, tetapi plasmodium yang lain yang akan ditemulran.
Gejala kllnis hampir sama dengan malaria vivaks, Iebih rlngan, puncak panas Iebih rendah
dan parlangsungan Iebih pendek, dan dapat sembuh sponlan tanpa pengobatan. Serangan
menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba.
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat. ditandai dangan panas yang
iregular, anemia. splenomegaili, parasitemia sering dijumpai. dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perjalanan klinis yang cepat. dan
parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosil. Gejala prodromal yang
sering dijumpai yaltu sakit kepala, nyeri punggung/ nyeri tungkai. lesu, perasaan dingin,
46
mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pangobatan
imunosupresan. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia
dengan temperatur di atas 40C. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan
banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat.
nausea. muntah. diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali
dijumpai Iebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; dapat disertai timbulnya
ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia
Iebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.
Sejak dipublikasikan tahun 2004 sebagai hasil studi retrospektif terhadap adanya
kasus di Kapit-Serawak dimana dilaporkan sebagai P. Malariae yang tidak klasik. Malaria
ini dikenal sebagai Simian malaria yang menginfeksi kera berekor panjang dikenal sebagai
Maccaca fascicularis, M. nemestriana dan juga Presbytis femoralis. Dalam retrospektif
analisis kasus malaria di Serawak-Sabak tahun 2001-2006, dari 960 kasus, P. knowlesi
ditemukan pada 266 (27.7%). Selain di serawak Malaysia, P. knowlesi juga dilaporkan di
Filipine. Singapore, Thailand dan Myanmar. Di lndonasia juga pernah dilaporkan panderita
dari Kallmantan. Sebagai vektor utama ialah Anopheles cracens, An. Latans. An.
Balabacencis. Malaria lnl sering didiagnosa sebagai P. malanae yang tidak klasik karena
gajala panas lebih dominan. dangan puncak panas tiap hari, kadang dengan 2 puncak
mempunyal siklus aseksual tiap 24 jam dan masa inkubasi eksperimental 9-12 hari. Sering
dijumpai gejala nyeri abdomen dengan diarea. Parasitemia tebih tinggi dibandingkan oleh
P. malariae. .Komplikasi malaria berat dapat terjadi berupa penurunan kesadaran,
hipotensi, gagal ginjal, ikterik. gagal pernapasan dan menyebabkan kematian. Diagnosa
pasti malaria knowlesi saat ini hariya dengan pemeriksaan analisis DNA dengan
pemeriksaan PCR.
Patogenesis
47
mikron dan membentuk 10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit
atau daur eksoeritrosit primer yang berkembang biak secara aseksual dan prosesnya
disebut skizogoni hati.
Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif
kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke
peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah).
Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin,
besarnya eritrosit. Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit
tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasma tampak berbentuk ameboid. Skizon matang dari
daur eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan
pigmen berkumpul di bagian tengah atau di pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax
berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat
ditemukan semua stadium parasite, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform.
Patofisiologi
Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala
yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu
TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin
disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa
disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit,
teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi
parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan
leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya
ruptur limpa.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status
imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa
pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada
hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan
hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.
48
dalam kapiler teganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan
membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran
kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler
dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan pendarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian
kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral,
edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan
maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting
untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap
masuk dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada
interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan
eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk
masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan
darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap
Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang
spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada
individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya
terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada
hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia, difisiensi
enzim G6PD dan difisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan
resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan
parasit.
Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi
ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi
ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan
malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poloklonal, yang merupakan suatu antibodi
spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit
yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana
tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat
diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap
Plasmodium mungkin juga merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan
partisipan seluler yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.
49
Penatalaksanaan
1 Artesunate 1/4 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1 2 3 4
50
1/2
2 Artesunate 1/4 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1 2 3 4
3 Artesunate 1/4 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1 2 3 4
1 Artesunate 1/4 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1 2 3 4
2 Artesunate 1/4 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1 2 3 4
51
Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi
dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate +
meflokuin (Harijanto, 2010)
Komplikasi
a. Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari
30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
berdasarkan penilaian GCS.
b. Academia/acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bicarbonate <15 mmol/1, kadar
lactate vena <>5 mmol/1, klinis pernafasan dalam/respiratory distress.
c. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15% ) pada keadaan parasit >
10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan
adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoblobinopati lainya.
d. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24 jam pada orang dewasa atau
12ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl
g. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistol < 70 mmHg (anak 1-5 tahun<50 mmHg);
disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit mukosa>10C.
h. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai kelainan
labolatorik adanya gangguan koagulasi intravascular.
j. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat
anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)).
52
k. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler pada jaingan otak
Pencegahan Primer
- Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena
malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria,
pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
53
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke
daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2
minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap
minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana
terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap
gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian
pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping
sangat besar.
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan
manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
54
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki
temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang
senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah,
untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari
serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah
(bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
Pencegahan Sekunder
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria
dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis
dan/atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
- Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di
daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu
55
bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa:
Anemia
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis
- Pemeriksaan Penunjang
56
- Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan
chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih
sensitif terhadap obat tersebut.
- Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat
peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.
- Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau
Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.
- Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung
malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine
tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan
oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan
cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.
Pencegahan Tertier
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi
P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran
sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip
penanganan malaria berat:
- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.
57
b. Rehabilitasi mental/ psikologis
58
II. DEMAM
Definisi
Pola Demam
Demam Kontinyu
59
Demam kontinyu (Gambar 1) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4OC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Demam Remiten
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5OC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.
Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.
60
Gambar 3. Demam intermiten
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4) memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).
Undulant Fever
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
61
Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari untuk infeksi
saluran nafas atas.
Demam Rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel.
Demam Bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atausaddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), danAfrican
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau
beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana
digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari
ke-4) (Gambar 5) dan brucellosis.
62
Relapsing Fever
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6) dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6OC pada tick-borne fever dan
39,5OC pada louse-borne.Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut,
dan perubahan kesadaran.Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-
Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik.Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat
organisme dihancurkan oleh antibiotik.JHR sangat sering ditemukan setelah
mengobati pasien syphillis.Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,
Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue
sampai reaksi anafilaktik full-blown.
Demam Pel-Ebstein (Gambar 7), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH).Hanya sedikit pasien dengan
penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.Pola terdiri
dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode
afebril dalam durasi yang serupa.Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan
dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
63
Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).
Klasifikasi Demam
(pada umumnya)
Istilah Definisi
Demam dengan Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
localization didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
localization anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya
64
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk,
cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam
jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan
sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia
Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori
ini. Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena
pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.
Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing
signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama
beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah
menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia.
Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1
minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak
dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.
Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu
dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of
65
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3
minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.
Mengeluarkan merozoit
Lolos
Plasmodium
Menginvasi RBC dan
mengeluarkan
berkembang
antigen GP1
Merozoit menginvasi
Dikirim ke hipotalamus
RBC
Demam turun dan
berkeringat
G. Kerangka Konsep Pengeluaran
RBC yang terinfeksi asam arakidonat
Splenomegali Anemia
Demam Vasokontriksi
pembuluh darah
Hepatomegali 66
Vasodilatasi
Menggigil
Berkeringat
H. Kesimpulan
Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun mengalami demam intermitten dan
menggigil selama 6 hari akibat malaria vivax et causa Plasmodium vivax.
67
DAFTAR PUSTAKA
Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-
44.
Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.
Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG,
penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi
ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
Harijanto, P.N. 2014. Malaria. Dalam: Setiati, Siti, Alwi, I.,Sudoyo, A.W., dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI (halaman 595-612). Interna Publishing, Jakarta,
Indonesia.
Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007.h.
68
Sudoyo, AW., Setiyohadi, B, Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Interna Publishing Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta,
Indonesia. Hal 2815-2816.
Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting.
Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-
Raven;1997.h.215-36
69