Anda di halaman 1dari 69

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tutorial B Blok 27 berhasil kami
selesaikan. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas laporan tutorial.

Dalam penyusunan laporan ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan
dari dr. Zulkarnain Musa, Sp.PA selaku tutor kami yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan laporan ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.

Kami sadar laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan, baik pada teknik
penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki sangatlah
terbatas. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
kami harapkan untuk memperbaiki laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, 25 Agustus2016

Penyusun,

Kelompok Tutorial 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1

DAFTAR ISI..............................................................................................................2

BAB I: PENDAHULUAN

Latar Belakang....................................................................................................3

A. Maksud dan Tujuan.............................................................................................3

BAB II: PEMBAHASAN

A. Skenario A Blok 27.............................................................................................4

B. Klarifikasi Istilah.................................................................................................5

C. Identifikasi Masalah............................................................................................6

D. Analisis Masalah.................................................................................................7

E. Hipotesis.............................................................................................................. 22

F. Learning Issue..................................................................................................... 37

G. Kerangka Konsep ...............................................................................................66

H. Kesimpulan ........................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................68

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blok Penyakit Tropis (Tropical Diseases) adalah blok ke dua puluh tujuh semester enam
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.

3
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu:

Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.

Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Skenario A Blok 27 Tahun 2016

Kasus:

Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di Palembang, dibawa
ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari. Demam tinggi,
intermiten, hilang timbul tiap 2 hari. Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh

4
demam tinggi dan kemudian demam mereda setelah berkeringat banyak. Dina juga
mengalami sakit kepala, mual dan muntah. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu
dan tinggal di sana selama 1 minggu. Tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam
kulit. Tidak terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih. Buang air besar
dan buang air kecil tidak ada keluhan. Tidak ditemukan anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama. Riwayat imunisasi dasar lengkap.

Pemeriksaan fisik:

Status antropometri: Berat badan 30 kg, tinggi badan 145 cm.

Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak, tidak
terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 kali/menit (isi dan tegangan
cukup), laju pernapasan 28 kali/menit, temperatur 39oC. Tidak ditemukan tanda dehidrasi
ataupun gangguan sirkulasi. Tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding
dada dalam batas normal. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali. KGB tidak teraba membesar.
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium:

Hb 8,8 g%, Hematokrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran darah
tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih
dan trombosit. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan darah tipis (thin
blood smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:

5
B. Klarifikasi Istilah

NO. ISTILAH DEFINISI

1. Intermitten (Demam Demam yang ditandai dengan penurunan suhu badan ke


naik turun) tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali
disebut tertiana, dan bila terjadi dua haru bebas demam
di antara dua serangan demam disebut kuartana.

2. Demam tinggi Suhu tubuh melebihi 39oC.

3. Imunisasi dasar Imunisasi yang diberikan pada bayi dan anak sejak lahir
untuk melindungi tubuhnya dari penyakit yang
berbahaya.

4. Cyanosis Manifestasi, tanda kondisi, atau penyakit dan ditandai


dengan warna biru di kulit atau selaput lendir karena
kekurangan oksigen dalam darah atau jaringan
seseorang.

5. Ruam kulit exantem Erupsi kulit yang terjadi sebagai gejala dari suatu
penyakit virus akut seperti demam berdarah atau
campak.

6. Hepatosplenomegali Pembengkakan atau pembesaran pada hati dan limpa.

7. Apusan darah tipis Sediaan darah tipis yang mengetahui spesies parasit
penyebab penyakit.

6
C. Idenfitikasi Masalah

NO. MASALAH KONSEN

1. Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di VVVVVV


Palembang, dibawa ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama
demam selama 6 hari. Ia menderita demam tinggi, intermiten, hilang
timbul tiap 2 hari. Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh
demam tinggi dan kemudian demam mereda setelah berkeringat
banyak.

2. Dina mengalami sakit kepala, mual dan muntah. VVVVV

3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal di sana VVVV
selama 1 minggu.

4. Tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam kulit, tidak VVV


terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih. Tidak
ada keluhan mengenai gangguan buang air besar dan buang air kecil.
Tidak ditemukan adanya anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama. Riwayat imunisasi dasar lengkap.

5. Pemeriksaan fisik: VV

Status antropometri: Berat badan 30 kg, tinggi badan 145 cm.

Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak


terdapat sesak, tidak terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 108 kali/menit (isi dan tegangan cukup), laju
pernapasan 28 kali/menit, temperatur 39oC. Tidak ditemukan tanda
dehidrasi ataupun gangguan sirkulasi. Tidak terdapat ruam kulit
(eksantem). Pemeriksaan dinding dada dalam batas normal.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali. KGB tidak
teraba membesar. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pemeriksaan lain dalam batas normal.

7
6. Pemeriksaan laboratorium: V

Hb 8,8 g%, Hematokrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas


normal. Gambaran darah tepi menunjukkan gambaran hemolitik,
tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih dan trombosit.
Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan darah tipis
(thin blood smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:

D. Analisis Masalah

8
1. Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal di
Palembang, dibawa ke bagian gawat darurat dengan keluhan utama demam
selama 6 hari. Ia menderita demam tinggi, intermiten, hilang timbul tiap 2 hari.
Demam diawali dengan menggigil, diikuti oleh demam tinggi dan kemudian
demam mereda setelah berkeringat banyak.

a. Apa hubungan, umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal pada kasus?

Jawab:

Umur : kelompok usia 9-14 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki lebih sering karena menurut penelitian perempuan


mempunyai respon imun yang lebih baik

Tempat tinggal: Melalui pengamatan terhadap angka kesakitan dari tahun ke


tahun dapat diketahui bahwa sepuluh penyakit terbanyak pada kunjungan rawat
jalan puskesmas Kota Palembang masih didominasi penyakit infeksi dan
penyakit menular, yaitu DBD dengan 438 kasus pada tahun 2013, TB paru
dengan 1474 kasus pada tahun 2013, diare, ISPA (pneumonia), kusta, dan
penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (campak) (Profil
Kesehatan Kota Palembang tahun 2013. Provinsi Sumatera Selatan adalah
daerah endemis malaria, dimana tahun 2009 terdapat 7 kabupaten endemis
malaria sedang dan 8 kabupaten/kota lainnya digolongkan pada daerah endemis
rendah. Satu kota diantara daerah endemis rendah yaitu Kota Palembang adalah
daerah bebas malaria dalam arti kasus yang ada adalah kasus impor dari
kabupaten lain (Kabupaten Banyuasin). Kabupaten yang merupakan daerah
endemis di Provinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Kabupaten Lahat, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Ogan Ilir.

b. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme:

9
i. Demam

Jawab:

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang


mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF (Tumor Nekrosis Faktor). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-
beda. P.falciparum memerlukan waktu 36-48 jam. P.vivax/ovale 48 jam, dan
P.malariae 72 jam. Demam pada P.falciparum dapat terjadi setiap hari,
P.vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P.malariae demam timbul selang
waktu 2 hari.

ii. Menggigil dan berkeringat

Jawab:

Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium dapat


menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil. Periodisitas demam
pada malaria berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang
dan keluarnya merozoit yang masuk aliran darah (sporulasi).Respon yang
terjadi bila organism penginfeksi telah menyebar di dalam darah, yaitu
pengeluaran suatu bahan kimia oleh makrofag yang disebut pirogen endogen
(TNF dan IL-1).

Pirogen endogen ini menyebabkan pengeluaran prostaglandin, suatu


perantara kimia lokal yang dapat menaikkan thermostat hipotalamus yang
mengatur suhu tubuh. Setelah terjadi peningkatan titik patokan hipotalamus,
terjadi inisiasi respon dingin, dimana hipotalamus mendeteksi suhu tubuh di
bawah normal, sehingga memicu mekanisme respon dingin untuk
meningkatkan suhu.Respon dingin tersebut berupa menggigil dengan tujuan
agar produksi panas meningkat dan vasokonstriksi kulit untuk segera
mengurangi pengeluaran panas dan terjadilah berkeringat.

10
c. Apa saja jenis-jenis demam?

Jawab:

Berdasarkan pola demam:

POLA DEMAM PENYAKIT

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid


arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba),


variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus
demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam kontinyu atau sustained fever: ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Demam remiten: ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam
disebabkan oleh proses infeksi.

Demam intermiten: suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya pada siang hariPola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.

11
Demam septik atau hektik: terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.

Demam quotidian: disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme


demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda: memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Undulant fever: menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan


menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi
normal.

Demam lama (prolonged fever): menggambarkan satu penyakit dengan lama


demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk
infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren: adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus
urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik: menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang


berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas
untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,
spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Gambaran pola demam relapsing fever dan demam periodik, yaitu:

Demam periodik: ditandai oleh episode demam berulang dengan interval


regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa
minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah
malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana
bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.

12
Relapsing fever: adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne
RF) atau tick (tick-borne RF).

Suhu normal pada tempat yang berbeda

RENTANG;
TEMPAT JENIS DEMAM
RERATA SUHU
PENGUKURAN TERMOMETER (OC)
NORMAL (OC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 37,3; 36,4 37,4

Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 37,5; 36,6 37,6

Rektal Air raksa, elektronik 36,6 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah 35,7 37,5; 36,6 37,6

Jenis demam malaria:

Gambar 1. Jenis demam malaria

Sesudah serangan panas pertama, terjadi interval bebas panas selama antara
48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang pertama;

13
dan demikian selanjutnya. Gejala-gejala malaria klasik seperti yang telah
diuraikan tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung pada
spesies parasit, umur dan tingkat imunitas penderita.

Gambar 2. Pola demam malaria

Jadi, pada malaria vivax termasuk demam intermitten dengan pola tertiana
yaitu demam terjadi setiap dua hari sekali.

d. Apa makna klinis dari demam selama 6 hari?

Jawab:

Demam selama 6 hari menandakan demam yang terjadi merupakan demam


akut, dan pada kasus terdapat periode afebril sehingga menandakan demam akut
periodic.

e. Apa makna klinis dari demam tinggi, intermitten, dan hilang timbul tiap 2 hari?

Jawab:

Demam intermiten merupakan demam dimana suhu kembali normal setiap


hari, umumnya pada pagi hari dan puncaknya pada siang hari. Demam intermiten
dapat terjadi pada penyakit malaria. Demam hilang timbul setiap 2 hari
menandakan bahwa Dina terserang malaria tertiana yang biasanya disebabkan oleh
Plasmodium Vivax.

2. Dina mengalami sakit kepala, mual dan muntah.

14
a. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme:

i. Sakit kepala

Jawab:

Vasodilatasi pembuluh darah di otak yang disebabkan oleh invasi


parasit mengakibatkan pasokan darah ke otak berkurang. Tubuh melakukan
vasokontriksi pembuluh darah agar pasokan darah tercukupi. Lalu parasit yang
masih ada akan menginvasi kembali sehingga kembali terjasi vasodilatasi dan
kembali dikompensasi dengan vasokontriksi. Siklus ini terjadi berulang-ulang
sehingga dapat menyebabkan Dina merasakan sakit kepala.

ii. Mual dan muntah

Jawab:

Nyamuk yang didalam tubuhnya terdapat parasit malaria menggigit


manusia sporozoit sporozoit ke sel hati dan di parenkim hati melakukan
perkembangan secara aseksual (skizoni eksoerirosit) selama 5,5 hari skizoit
skizoit pecah menjadi mengeluarkan merazoid-merazoid merazoid ke
sirkulasi darah dan menyerang RBC terbentuk eritrosit parasit bereplikasi
secara aseksual (skizogoni eritrosit) parasit dalam eritrosit mengalami 2
stadium yaitu stadium cincin (tropozoid) dan matur (skizon) permukaan
membran eritrosit parasit stadium matur menonjol dan membentuk knob dengan
HRPI (komponen umum knob) eritrosit parasit mengalami
merogoni/skizogoni (pembelahan secara berulang) melepaskan toksin
malaria berupa GP1 GP1 merangsang pelepasan TNF , IL 6,IL 3 dengan
mengaktivasi makrofag IL3 mengaktivasi sel mast pelepasan histamin
peningkatan asam lambung nausea (mual) dan muntah.

b. Bagaimana hubungan antar gejala dengan demam?

15
Jawab:

Secara patofisiologinya, pada fase skizon erythrocytic cycle plasmodium


tersebut akan masuk ke dalam eritrosit dan menghancurkan eritrosit tersebut,
sehingga tubuh akan kekurangan sel darah merah dan tingkat plasmodium yang
beredar di seluruh pembuluh darah semakin meningkat. Sakit kepala disebabkan
karena invasi plasmodium di pembuluh darah sekitar otak yang mengakibatkan
terjadi vasodilatasi di pembuluh darah sekitar otak hal ini menyebabkan otak
kekurangan pasokan darah yang dikompensasi dengan memvasokontriksikan
pembuluh darah tersebut. Setelah itu, Plasmodium akan menginvasi kembali,
sehingga keadaan vasodilatasi dan vasokontriksi akan terjadi berulang-ulang. Hal
ini yang menimbulkan keadaan sakit kepala dan mual dan muntah disebabkan oleh
IL3 yang mengaktivasi sel mast dan melepaskan histamine sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung.

3. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal di sana selama 1
minggu.

a. Apa hubungan riwayat pernah ke Bangka selama 1 minggu dengan demam pada
kasus?

Jawab:

Daerah Bangka merupakan daerah endemik malaria. Hal ini dikarenakan


daerah Bangka merupakan daerah penghasil timah. Para masyarakat yang mencari
timah biasanya tidak menutup kembali lobang galian timah sehingga lobang bekas
galian timah itu menjadi rawa-rawa saat terisi air dan merupakan tempat
perkembangbiakan nyamuk anopheles betina. Mungkin pada saat Dina tinggal di
Bangka, ia terkena gigitan nyamuk anopheles betina sehingga timbullah keluhan
yang dialami Dina sekarang. Jika dihubungkan dengan sistem imun yang dimiliki
oleh Dina, Dina termasuk orang yang rentan (sebagai orang datangan) dimana
nyamuk yang menggigit akan sangat mudah menimbulkan penyakit.

4. Tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam kulit, tidak terdapat


batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih. Tidak ada keluhan
mengenai gangguan buang air besar dan buang air kecil. Tidak ditemukan

16
adanya anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat
imunisasi dasar lengkap.

a. Bagaimana makna klinis tidak adanya manifestasi klinis?

Jawab:

Tidak ditemukan manifestasi perdarahan dan ruam kulit. = tidak ada


pendarahan spontan, Tidak terdapat batuk/pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat
berkemih. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Tidak ditemukan
anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

b. Apa saja imunisasi dasar lengkap untuk anak berusia 10 tahun?

Jawab:

Gambar 3. Jadwal Imunisasi menurut IDAI

Menurut IDAI untuk anak 10 tahun:


Hepatitis B 3x
Polio 5x
BCG 1x

17
DTP 5x, dan Td untuk anak diatas umur 7 tahun dan dibooster setiap 10 tahun
Hib 4x
PCV 4x
Rotavirus 3x
Campak 3x
MMR 2x
Varisela 1x
HPV diberikan mulai umur 10 tahun, diberikan 3 kali dengan interval 0, 1, 6
bulan

5. Pemeriksaan fisik:

Status antropometri: Berat badan 30 kg, tinggi badan 145 cm.

Keadaan umum: kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat


sesak, tidak terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 kali/menit
(isi dan tegangan cukup), laju pernapasan 28 kali/menit, temperatur 39 oC. Tidak
ditemukan tanda dehidrasi ataupun gangguan sirkulasi. Tidak terdapat ruam
kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding dada dalam batas normal. Pemeriksaan
jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
hepatosplenomegali. KGB tidak teraba membesar. Pemeriksaan neurologis
dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:

i. Antropometri

Jawab:

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL INTERPRETASI

Berat: 30 kg (2x usia)+8 Normal


(2x10)+8 = 28

Tinggi: 145cm Rata-rata 138,6 Normal

IMT: 14,27 13,5-19 Normal

18
Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan fisik

ii. Keadaan umum dan vital sign

Jawab:

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL INTERPRETASI

Kesadaran : Compos Mentis Compos Mentis Normal

Konjungtiva pucat Konjungtiva tidak pucat Abnormal/anemia

Tidak terdapat sesak - Normal

Tidak terdapat cyanosis - Normal

Tekanan Darah : 100/70 sistolik 114-127, dan Hipotensi


mmHg diastolik 77-83

Nadi : 108 kali/menit Pada usia 612 tahun 80 Normal


120

RR : 28 kali/menit Pada usia 6-10 tahun 2026 Abnormal/Takipneu


kali/menit

Temperatur : 390C 36,5-37,2 0C Demam

Tabel 2. Interpretasi keadaan umum dan vital sign

Mekanisme Abnormal:
Konjungtiva pucat
Konjungtiva pucat disebabkan oleh anemia. Anemia terjadi karena pecahnya
sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium
vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari
jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P.
ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.

Takipneu
Perubahan set point hypothalamus peningkatan metabolism
peningkatan pernafasan.

19
Demam
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-
sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam
sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Faktor). TNF akan dibawa aliran
darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan
terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan
waktu yang berbeda-beda. P.falciparum memerlukan waktu 36-48 jam.
P.vivax/ovale 48 jam, dan P.malariae 72 jam. Demam pada P.falciparum
dapat terjadi setiap hari, P.vivax/ovale selang waktu satu hari, dan
P.malariae demam timbul selang waktu 2 hari.

iii. Pemeriksaan spesifik

Jawab:

Tidak ditemukan tanda dehidrasi ataupun gangguan sirkulasi. Tidak


terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding dada dalam batas normal.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan hepatosplenomegali. KGB tidak teraba membesar. Pemeriksaan
neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

PEMERIKSAAN INTERPRETASI

Tidak ditemukan tanda dehidrasi ataupun Normal


gangguan sirkulasi

Tidak terdapat ruam kulit (eksantem) Normal

Pemeriksaan dinding dada dalam batas Normal


normal

Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas Normal


normal

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan Abnormal


hepatosplenomegali

KGB tidak teraba membesar. Normal

20
Pemeriksaan neurologis dalam batas Normal
normal.

Pemeriksaan lain dalam batas normal. Normal

Tabel 3. Interpretasi Pemeriksaan spesifik

Splenomegali. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana


Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-
sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.

Hepatomegali atau pembesaran pada hepar disebabkan karena


parasitemia. Sebagai organ yang berfungsi sebagai penyaring dan penyimpan
darah, hati dapat berisiko tinggi terjadi gangguan. Hal ini dikarenakan dalam
darah banyak mengandung parasit atau parasitemia.

6. Pemeriksaan laboratorium:

Hb 8,8 g%, Hematokrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. Gambaran
darah tepi menunjukkan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel
darah putih dan trombosit. Urinalisis dalam batas normal. Pada pemeriksaan apusan
darah tipis (thin blood smear) ditemukan gambaran sebagai berikut:

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL INTERPRETASI

Hb: 8,8 g% Anemia Anemia terjadi karena

(10 16 g%) pecahnya sel darah merah


yang terinfeksi
maupunyang tidak
terinfeksi.

Plasmodium vivax dan P.

21
ovale hanya menginfeksi
sel darah merah muda
yang jumlahnya hanya
2% dari seluruh jumlah
sel darah merah,
sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax,
P. ovale dan P. malariae
umumnya terjadi pada
keadaan kronis. Ini
menandakan bahwa
pasien ini sudah
menderita malaria kronis,
sejak ia pulang dari
Bangka.

Hematokrit: 27& Rendah

(33 38%)

Leukosit dan trombosit: Normal -


dalam batas normal

Gambaran darah tepi: Abnormal Terjadi pemecahan sel


Gambaran hemolitik darah merah (hemolisis)

Morfologi WBC dan Normal -


trombosit: tidak terdapat
kelainan

Urinalisis: dalam batas Normal -


normal
Tabel 4. Interpretasi pemeriksaan laboratorium

b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari apusan darah tipis?

Jawab:

Dengan pulasan Giemsa pada tahap trofozoit muda sitoplasma berwarna


biru, inti merah, mempunyai vakuola yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit

22
yang dihinggapi parasit P. vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya,
berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan besarnya
sama disebut titik Schffner. Pada tahap trofozoit tua sitoplasmanya berbentuk
ameboid. Pigmen parasite menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli.

Gambar 3. Gambaran apusan darah tipis

E. Hipotesis

Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun mengalami demam tinggi,


intermitten, dan anemia akibat malaria.

1. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?

Jawab:

A. Anamnesis

Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat. Dapat disertai sakit kepala,


mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal.
Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat pernah sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria 1 bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.

B. Pemeriksaan Fisik

Suhu aksila > 37,5C


Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Splenomegali

23
Hepatomegali
Manifestasi malaria berat seperti: penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, ikterik, oliguria, urin hitam, kejang,
sangat lemah.

C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskop gold standard
Diagnosis pasti bila ditemukan parasit malaria dalam darah.
2. Rapid Test Diagnostik (RDT) deteksi antigen malaria.
Hanya mendeteksi P. falciparum atau non-P. falciparum.
3. PCR
Dapat membedakan reinfeksi dan rekrudensi pada infeksi P. falciparum.
Jika jumlah parasit yang sangat sedikit.
4. Jika malaria berat: Hb, Ht, lekosit, trombosit, Gula darah, bilirubin,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureu, kreatinin, Na, K, AGD,
urinalisis.

2. Apa saja diagnosis banding kasus ini?

Jawab:

DD/ Malaria:
Demam tifoid
Demam dengue
Leptospirosis

DD/ Malaria Tertiana:

Malaria Vivax
Malaria Ovale

Ciri-ciri M. falcifarum M. tertiana M. kuartana M. ovale

Inkubasi 914 hari 1217 hari 18 40 hari 1618 hari

Panas Interval 48jam 72 jam 48jam


24,36,48jam

Relaps - VV VV V

Recrudensi vv - - V

Manifestasi Menggigil Jarang Menggigil Jarang menggigil

24
klinis menggigil

Splenomegali Splenomegali Jarang Jarang


splenomegali splenomegali

Anemiahemolys Anemia kronik Jarang anemia Anemia kronik


is

Syok Jarang terjadi Jarang terjadi Jarang terjadi


syok syok syok

Demam Demam lama


berlangsung sampai 5
cepat minggu

Gejala serebral;

edema paru;

hipoglikemi.

3. Apakah diagnosis kerja pada kasus ini?

Jawab:

Dina menderita malaria tertiana et causa P. vivax.

4. Apakah definisi dari diagnosis kerja?

Jawab:

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium


yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah.

5. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis kerja?

Jawab:

25
Epidemiologi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan
angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang
dewasa.
Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%)
laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang
(6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).20 Penelitian
Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa
Tengah, diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari
pekerjaan petani serta tidak ditemukan pada PNS/TNI/POLRI.
Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol, kasus
malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita
responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara
keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang
hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%),
perempuan 41,2% (56 orang).

6. Bagaimana etiologinya dari diagnosis kerja?

Jawab:

Penyakit malaria disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, family


Plasmodidae dan ordo Coccididae. Infeksi malaria sangat ditentukan oleh 4 jenis
spesies Plasmodium:

a. Plasmodium falciparum (malaria tertian maligna) penyebab malaria tropika yang


sering menyebabkan malaria berat/malaria otak dan kematian.
b. Plasmodium vivax (malaria tertian benigna) penyebab malaria tertiana yang ringan.

c. Plasmodium malaria penyebab malaria kuartana.

d. Plasmodium ovale (malaria tertian ovale), jenis ini jarang sekali dijumpai dan
umumnya banyak terdapat di Afrika dan Pasifik Barat.

26
7. Apa saja faktor resiko dari kasus ini?

Jawab:

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terkena malaria antara lain:

a. Tinggal atau melakukan perjalanan ke negara atau daerah dimana terdapat penyakit
malaria.

b. Berpergian ke daerah dimana ada penyakit malaria dan:

Tidak minum obat untuk mencegah malaria sebelum, selama, dan setelah
perjalanan, atau tidak minum obat dengan benar.

Berada di luar, terutama di daerah pedesaan, pada waktu senja dan fajar (malam
hari), yaitu waktu aktif dari nyamuk yang menularkan malaria.

Tidak mengambil langkah pencegahan untuk melindungi diri dari gigitan


nyamuk.

Pada kasus ini, faktor risiko Dina terkena malaria adalah karena dia pergi ke
Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana selama 1 minggu, yang merupakan
daerah endemis malaria.

8. Bagaimana patogenesis pada kasus ini?

Jawab:

lnfeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah
dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil
sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan bentuk
aseksual skizon intrahepatik atau skizon pre eritrosil. Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk Plasmodium malariae.
Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah akan
dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke sirkulasi darah. Pada P vivax dan
ovale. sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan
sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada
malaria.

27
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan
dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan
golongan darah Duffy negatif tidak dapat terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P.
falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P malariae dan P. ovale belum
diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada
P. falciparum menjadi bentuk stereo headphones, yang mengandung kromatin dalam
intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam
metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah
lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob
yang nantinya penting dalam proses sitoaderens dan rosetting. Setelah 36 jam invasi
ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon, dan bila skizon pecah akan
mengeluarkan 6-36 merozoit dan slap menginfeksi eritroslt yang lain. Siklus aseksual
ini pada P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah
72 jam.
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot dan menjadi lebih
bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya
menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang
akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.
Pada surveilens malaria di masyarakat, tingginya slide positive rate (SPR)
menentukan endemisitas suatu daerah dan pola kiinis penyakit malaria akan berbeda.

Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi:


HIPOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate 0 10%
MESOENDEMIK: bila paraslt rate atau spleen rate 10 50%
HIPERENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate 50 75%
HOLOENDEMIIK: bila paraslt rate atau spleen rate > 75%

Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9
tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat,

28
pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia
kanak-kanak (2-10 tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak stabil
banyak dijumpai malaria serebral, malaria dengan gangguan fungsi hati atau gangguan
fungsi ginjal pada usia dewasa.
Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke
dalam slrkulasl. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan
mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di
limpa akan menginvasi entrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual
dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam entrosit yang berpotens: (EP) inilah
yang bertanggungjawab dalam patogenesis terjadinya malaria pada manusia.
Patogenesis malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan
oleh P. falclparum.
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
pejamu (host). Termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi. Densitas
parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah
tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status
imunologi. EP secara garis besar mengalami 2 stadium. yaitu stadium cincin pada 24
jam l dan stadium matur pada 24 jam ke ll. Permukaan EP stadium cincin akan
menampilkan antigen RESA (ring-erythrocyte surface antigen) yang menghilang
setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-I (HRP-l)
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut berubah menjadi merozoid,
akan dilepaskan toksin malana berupa GPI atau glikosilfosfatidilinositol yang
merangsang peiepasan TNF- dan interleukin~1 (IL-1) dari makrofag.
Sitoaderensi. Sitoaderensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi molekul adhesif yang terletak di
permukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di
permukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif
disebut PfEMP-l, (P.falciparum erythrocyte membrane protein-1). Molekul adhesif di
permukaan sel endotel vaskular adalah C036, trombospondin, intercellular adhesion
molecule-1 (lCAM-l), vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM), endothel leucacyte
adhesion molecule-1 (ELAM1) dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A. PfEMP-
l merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada

29
di permukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. Gen VAR mempunyai
kapasitas variasi antigenik yang sangat besar.
Sekuestrasl. Sitoaderen menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular
disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P falciparum yang mengalami
sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh
darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan mampu semua janngan
dalam tubuh Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak. diikuti dengan hepar dan ginjal,
paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam
patofisiologi malaria berat
Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang tidak mengandung parasit. Plasmodium yang dapat melakukan
sitoaderensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi
aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI ). Sitokin ini antara lain TNF-a
(tumor necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), intedeukin-3
(ll-3), LT (lymphotoxin) don interferongamma (INF-g). Dari beberapa penelitian
dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi
berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF- yang tinggi. Demikian juga
malaria tanpa komplikasi kadar TNF-. IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral.
Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria
yang mati dengan TNF normal/ rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan
sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang
lain sebagai free-radical dalam kaskade ini seperti nitrit-oksida sebagai faktor yang
panting dalam patogenesis malaria berat.
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran mediator nitrit oksid (NO)
baik dalam menimbulkan malaria berat terutama malaria serebral, maupun sebaliknya
NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan
menurunkan ekspresi molekuladesi. Diduga produksi NO lokal di organ terutama otak
yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Sebaliknya pendapat lain
menyatakan kadar NO tertentu, memberikan perlindungan terhadap malaria berat.
Justru kadar NO yang rendah mungkin menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari
rendahnya kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospiral. Anak-anak penderita

30
malaria serebral di Afrika, mempunyai kadar arginine yang rendah. Masalah peran
sitokin proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat mash kontroversial,
banyak hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai
penelitian suing saling bartentangan.

9. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?

Jawab:

Gambar 4. Patofisiologi malaria

10. Apa saja manifestasi klinis kasus ini?

Jawab:

Suatu serangan biasa dimulai secara samara-samar dengan menggigil, di ikuti


berkeringat dan demam yang hilang timbul. Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola
yang khas dari serangan yang hilang timbul. Suatu periode sakit kepala atau rasa tidak
enak badan, diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah

31
demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada
malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.

11. Bagaimana tatalaksana yang harus diberikan pada kasus ini?

Jawab:

Tabel 5. Pengobatan lini pertama malaria vivax menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 6. Pengobatan lini kedua malaria vivax

12. Apa saja komplikasi dari kasus ini?

Jawab:

Malaria cerebral, radang otak, anemia berat (Hb <5), urin menjadi hitam (black
water fever), gangguan ginjal, hipoglikemi, dan syok.

13. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

32
Jawab:

Prognosis malaria tergantung dari:

Spesies penyebab

Kecepatan dan ketepatan diagnosis dan pengobatan

Kegagalan fungsi organ kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat
terutama organ-organ vital. Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan
mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.

Kepadatan parasit pada pemeriksaan hitung parasit, semakin padat atau banyak
jumlah parasit yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila
didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepi.

Jadi, pada kasus ini mempunyai prognosis dubia ad bonam.

14. Bagaimana pencegahan dari kasus ini?

Jawab:

Memakai kelambu berinsektisida untuk menutupi ranjang.


Menggunakan pakaian atau selimut yang bisa menutupi kulit tubuh.
Membersihkan bak mandi dan menabur serbuk abate untuk membasmi jentik-jentik
nyamuk.
Menyingkirkan atau menutup genangan air yang berpotensi menjadi sarang jentik-
jentik nyamuk.
Memakai losion anti serangga. Losion yang paling efektif adalah yang
mengandung DEET atau diethyltoluamide.
Memakai obat nyamuk bakar atau semprot secara teratur.
Melakukan fogging atau pengasapan secara teratur.

Profilaksis:
Doksisiklin 1 kapsul/hari. Diminum 2 hari sebelum pergi, selama tinggal, sampai
4 minggu setelah keluar daerah endemik.

15. Bagaimana SKDI pada kasus ini?

Jawab:

33
SKDI pada kasus adalah 4A. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

F. Learning Issues

I. MALARIA

Definisi

Malaria Tertiana adalah jenis malaria paling ringan dengan gejala demam dapat
terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu
infeksi).

Epidemiologi

Malaria adalah penyakit yang mengancam kehidupan yang disebabkan oleh parasit
yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Pada tahun 2009,
diperkirakan malaria menyebabkan 781 000 kematian, sebagian besar terjadi pada anak-
anak di Afrika. Menurut Laporan Badan Kesehatan Dunia tahun 2010, terdapat 225 juta
kasus malaria dan diperkirakan 781 000 meninggal pada tahun 2009. Data ini mengalami
penurunan dari 233 juta kasus dan 985 000 kematian pada tahun 2000. Sebagian besar
kematian terjadi di antara anak yang tinggal di Afrika di mana seorang anak meninggal
setiap 45 detik akibat malaria dan penyakit ini menyumbang sekitar 20% dari semua
kematian anak di dunia.

Di Indonesia, hingga akhir 2008 kasus malaria menunjukkan kecenderungan


menurun, namun masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan Indonesia baik API (Annual Parasite Incidence) maupun AMI
(Annual Malaria Incidence) menunjukan penurunan selama periode 2000-2008. API pada
tahun 2000 berada pada angka 0,81 per 1000 penduduk terus turun hingga 0,15 per 1000
penduduk pada tahun 2004. Angka ini meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2006, untuk
kemudian kembali turun pada angka 0,16 per 1000 penduduk pada tahun 2007-2008. Hal
yang sama terjadi pada AMI. Pada periode 2000-2004 AMI cenderung menurun dari 31,09
menjadi 21,2 per 1000 penduduk kemudian hingga tahun 2008 turun menjadi 18,82 per
1000 penduduk. Kemudian berdasarkan data dari Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi

34
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010, angka AMI turun hingga 12,27 per 1000
penduduk.

Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah endemis malaria, dimana tahun 2009
terdapat 7 kabupaten endemis malaria sedang dan 8 kabupaten/kota lainnya digolongkan
pada daerah endemis rendah. Satu kota diantara daerah endemis rendah yaitu Kota
Palembang adalah daerah bebas malaria dalam arti kasus yang ada adalah kasus impor dari
kabupaten lain (Kabupaten Banyuasin). Angka kesakitan malaria dari tahun 2003 ke tahun
2004 menurun secara drastis. Hal ini disebabkan Kabupaten Bangka dan Belitung berpisah
dari Povinsi Sumatera Selatan. Kedua Kabupaten tersebut adalah penyumbang kasus
malaria paling tinggi. Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2009 (AMI) adalah 8,45% dengan kematian (CFR 0,27%), dengan
jumlah sediaan darah yang diperiksa / ABER ( Annual Blood Examination rate) 0,42% dan
persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa (SPR)
21,9% .

Angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk di kabupaten/kota Provinsi


Sumatera Selatan dalam tahun 2009 tertinggi adalah di Kabupaten Ogan Komering Ulu
27,07% (7.217 kasus), Kabupaten Lahat 22,08% (7.531 kasus), Kota Lubuk Linggau
17,88% (3.326 kasus), sedangkan terendah di Kabupaten Ogan Ilir 0,34%.

Etiologi

Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium.Terdapat empat


spesies yang menyerang manusia yaitu:
Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan malaria falciparum atau malaria
tertiana maligna/malaria tropika/malaria pernisiosa.
Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax atau malaria tertiana
benigna.
Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria ovale atau malaria tertiana
benigna ovale.
Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890) menyebabkan malaria malariae atau
malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga bisa terinfeksi oleh
Plasmodium knowlesi, yang merupakan plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya
adalah kera.

35
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax. Untuk Plasmodium falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya,
sehingga disebut juga dengan malaria berat.

Faktor Risiko

1. Faktor Manusia (Host)

a. Karakteristik manusia

- Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Beberapa studi menunjukkan


bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria
serebral dibanding dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang
bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan
anak bergizi buruk.

- Jenis Kelamin

Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, tetapi apabila menginfeksi


ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang berat. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon yang kuat
dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria.

- Imunitas

Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya terbentuk imunitas


dalam tubuhnya, demikian juga yang tinggal di daerah endemis biasanya
mempunyai imunitas alami terhadap malaria.

- Ras

Beberapa ras di Afrika mempunyai kekebalan terhadap malaria, misalnya


sickle cell anemia dan ovalositas. Plasmodium falciparum dapat gagal matang
pada anak dengan dengan sel sabit serta tidak mampu mencapai densitas tinggi
pada anak dengan defisiensi glukose-6-fosfat dehidrogenase.

- Status gizi

Masyarakat dengan gizi kurang baik dan tinggal di daerah endemis malaria
lebih rentan terhadap infeksi malaria. Hubungan antara penyakit malaria dan

36
kejadian Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah yang hingga saat
ini masih kontrovesial. Ada kelompok peneliti yang berpendapat bahwa
penyakit malaria menyebabkan kejadian KEP, tetapi sebagian peneliti
berpendapat bahwa keadaan KEP yang menyebabkan anak mudah terserang
penyakit malaria. Rice et al. mengatakan terdapat hubungan yang kuat antara
malnutrisi dalam hal meningkatkan risiko kematian pada penyakit infeksi
termasuk malaria pada anak-anak di negara berkembang. Penelitian Shankar
yang menguji hubungan antara malaria dan status gizi menunjukkan bahwa
malnutrisi protein dan energi mempunyai hubungan dengan morbiditas dan
mortalitas pada berbagai malaria (Wanti,2008). Penelitian yang dilakukan oleh
Suwadera menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang berisiko
menderita malaria 1,86 kali dibandingkan dengan yang berstatus gizi baik.

b. Perilaku manusia

Manusia dalam keseharian mempuyai aktifitas yang beresiko untuk terkena


penyakit malaria, diantaranya:

- Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwito (2005) menunjukkan bahwa
responden yang mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari
mempunyai risiko menderita malaria 4 kali lebih besar di banding dengan yang
tidak mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari.

- Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi


kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria dengan menyehatkan
lingkungan, menggunakan kelambu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Babba (2009) diperoleh bahwa orang yang tidur malam tidak menggunakan
kelambu, mempunyai risiko terjangkit malaria sebesar 2,28 kali lebih besar
dibandingkan yang menggunakan kelambu.

- Memasang kawat kasa pada rumah dapat mengurangi masuknya nyamuk ke


dalam rumah untuk menggigit manusia. Hasil penelitian Suwadera (2003)
bahwa ada hubungan ventilasi yang di lengkapi kasa dengan kejadian malaria
pada balita. Balita yang tinggal dalam rumah tidak di lengkapi dengan kawat

37
kasa akan berisiko terkena malaria sebesar 3,41 kali dibandingkan balita yang
tinggal di rumah dengan ventilasi memakai kawat kasa.

- Menggunakan obat nyamuk maupun repelen dapat menghindarkan diri dari


gigitan nyamuk, baik hanya bersifat menolak ataupun membunuh nyamuk.
Mereka yang mempunyai kebiasaan tidak menggunakan obat nyamuk
mempunyai risiko terkena malaria sebesar 10,8 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang menggunakan obat anti nyamuk (Suwito,2005).

Selain perilaku-perilaku tersebut, berbagai kegiatan manusia seperti


pembendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan
pemukiman/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang
menguntungkan penularan malaria. Selain hal tersebut diatas, terdapat juga
beberapa karakteristik dari manusia yang dapat menyebabkan terjadinya malaria
seperti pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan pendapatan.

Pendidikan yang semakin tinggi diharapkan berbanding lurus dengan tingkat


pengetahuan, terutama untuk pencegahan malaria. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yahya, dkk (2005) makin tinggi tingkat pendidikan ibu cenderung makin
tinggi tingkat pengetahuannya tentang malaria pada anak. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Babba (2008) bahwa ada hubungan antara pendidikan yang rendah
dengan kejadian malaria dengan risiko terkena malaria sebesar 2,23 kali
dibanding dengan orang yang berpendidikan tinggi.

Pekerjaan yang dilakukan seseorang mempunyai peranan dalam kejadian malaria.


Hasil penelitian oleh Balai Penelitian Vektor dan Reservoar Penyakit (BPVRP)
juga menunjukkan hasil bahwa pekerjaaan yang berkaitan dengan pertanian
mempunyai risiko untuk menderita malaria sebesar 4,1 kali lebih besar daripada
yang bekerja selain dibidang pertanian.

Pendapatan berkaitan dengan kemampuan responden untuk mengupayakan


pencegahan atau meminimalkan kontak dengan nyamuk misalnya dengan
penggunaan kawat kasa atau membeli obat anti nyamuk. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Babba (2008) menunjukkan bahwa orang yang mempunyai
penghasilan yang kurang mempunyai risiko sebesar 4, 32 kali untuk menderita
malaria.

38
2. Faktor Nyamuk

Nyamuk anopheles terutama hidup didaerah tropik dan sub tropik, namun dapat juga
hidup di daerah beriklim sedang bahkan dapat hidup di daerah Arktika. Jarang
ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 m. Efektifitas vektor untuk
menularkan dipengaruhi hal-hal berikut:

a. Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia

b. Kesukaan menghisap darah manusia

c. Frekuensi menghisap darah (tergantung pada suhu)

d. Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi


infektif)

e. Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian


menginfeksi.

Selain itu, perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria.
Beberapa yang penting meliputi:

a. Tempat istirahat di dalam rumah atau luar rumah (endofilik dan eksofilik)

b. Tempat menggigit di dalam rumah atau luar rumah (endofagik dan eksofagik)

c. Obyek yang di gigit, suka menggigit manusia atau hewan (antrofofilik dan
zoofilik).

3. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan Fisik

- Suhu Udara

Suhu udara berpengaruh terhadap lamanya masa inkubasi ekstrinsik (panjang


pendeknya siklus sprorogoni). Hal ini berperan dalam transmisi malaria.
Semakin tinggi suhu antara 20-30 C akan berakibat pada makin pendeknya
masa inkubasi ekstrinsik, begitu juga sebaliknya. Pengaruh suhu terhadap
masing-masing spesies tidak sama. Pada suhu 26,7 C masa inkubasi ekstrinsik
pada spesies plasmodium berbeda yaitu : Plasmodium falciparum (10-12 hari),
P. Vivax (8-11hari), P. Malariae (14 hari) dan P. Ovale ( 15 hari)

- Kelembaban udara

39
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, dengan tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk hidupnya nyamuk.
Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit.

- Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, ini
berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian diatas 2000 m
jarang ada transmisi malaria, namun ini bisa berubah dengan adanya
pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Ini menyebabkan terjadinya
perubahan pola musim di Indonesia yang berpengaruh terhadap perilaku
nyamuk.

- Angin

Kecepatan dan arah angin berpengaruh terhadap kemampuan jarak terbang


(flight range) nyamuk. Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
berpengaruh terhadap nyamuk yang keluar masuk rumah. Jarak terbang
nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang sebagai akibat pengaruh adanya
kecepatan angin.

- Hujan

Siklus hidup dan perkembangan nyamuk dapat dipengaruhi oleh fluktuasi


curah hujan. Hujan yang di selingi panas akan memperbesar kemungkinan
perkembang biakan nyamuk anopheles berlangsung sempurna. Tetapi tidak
semua spesies mempunyai kecenderungan yang sama.

- Sinar matahari

Sinar matahari memberikan pengaruh berbeda pada spesies nyamuk. Nyamuk


An. Aconitus lebih menyukai tempat untuk berkembang biak dalam badan air
yang ada sinar mataharinya dan ada peneduh. Spesies yang lain lebih menyukai
tempat yang rindang. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka di tempat yang teduh,
Anopheles hyrcarnus spp. Lebih suka di tempat yang terbuka sedangkan
Anopheles balabacensis dapat hidup beradaptasi baik di tempat yang teduh
maupun yang terang. Jentik An.maculatus di Kabupaten Banjarnegara

40
(Yunianto,dkk.,2002) banyak ditemukan di antara batuan atau di bawah
tanaman air yang terlindung dari sinar matahari langsung.

- Arus air

An. Balabacensis lebih menyukai tempat perindukan yang airnya tergenang


atau mengalir sedikit, An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran
airnya cukup deras dan An. letifer menyukai tempat yang airnya tergenang.
Menurut laporan penelitian (Yunianto,2002) menyatakan bahwa An. maculatus
berkembangbiak pada genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau
berhenti.

Selain hal tersebut diatas, beberapa lingkungan fisik yang terdapat disekitar
manusia dan dalam kondisi yang sesuai dapat meningkatkan resiko kontak dengan
nyamuk infeksius, diantaranya seperti keberadaan tempat perindukan nyamuk,
tempat pemeliharaan ternak besar serta konstruksi dinding rumah. Depkes RI
(1999), adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi gigitan
nyamuk pada manusia apabila kandang tersebut diletakan di luar rumah pada
jarak tertentu (cattle barrier). Demikian juga lokasi rumah dekat tempat
perindukan vektor serta desain, konstruksi rumah dapat mengurangi kontak antara
manusia dengan vektor. Rumah dengan dinding yang terbuka karena konstruksi
yang tidak lengkap ataupun karena bahan baku yang membuatnya bercelah,
meningkatkan resiko kontak dengan nyamuk.

b. Lingkungan kimia

Dari lingkungan ini yang baru di ketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar antara 12-18 % dan tidak dapat berkembang biak
pada kadar garam 40% keatas. Meskipun di beberapa tempat di sumatra Utara An.
sundaicus ditemukan pula dalam air tawar dan An. letifer dapat hidup di tempat
yang asam/ pH rendah.

c. Lingkungan Biologi

41
Lingkungan biologi berpengaruh terhadap kehidupan nyamuk, baik bersifat
menguntungkan maupun merugikan. Keberadaan tanaman air seperti tanaman
bakau, ganggang, lumut dapat melindungi larva nyamuk dari sinar matahari
langsung maupun serangan makhluk lainnya. Demikian juga keberadaan binatang
pemakan jentik seperti ikan nila, mujair, gambusia dan ikan kepala timah.

4. Faktor Parasit

Parasit harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan
menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan.
Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat spesies vektor anopheles agar
sporogoni di mungkinkan dan menghasilkan sporozoit yang infektif.

Sifat parasit berbeda-beda untuk setiap spesies dan mempengaruhi terjadinya


manifestasi klinis dan penularan. Plasmodium falciparum mempunyai masa infeksi
yang paling pendek namun menghasilkan parasitemia paling tinggi, gejala yang paling
berat dan masa inkubasi yang paling pendek. P. falciparum baru berkembang setelah
8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Gametosit P.falciparum
menunjukkan periodisitas dan infektivitas yang berkaitan dengan kegiatan menggigit
vektor. P. vivax dan P. ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah,
gejala yang lebih ringan dan masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan
ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnosoit
ini yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps.

Sebagian besar kematian karena malaria disebabkan oleh malaria berat karena infeksi
plasmodium falciparum. Penelitian in vitro Chotivanich, dkk menunjukkan parasit
pasien malaria berat mempunyai kemampuan multiplikasi 3 kali lebih besar
dibandingkan parasit yang didapat dari pasien malaria tanpa komplikasi. Selain itu
parasit malaria berat juga mampu menghasilkan toksin yang sangat banyak.

42
Manifestasi Klinis

Dikenal 5 jenis Plasmodium (P) yang menginfeksi manusia yaitu P. vivax, yang
merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks, P.
falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perjalanan klinis yang cukup
serius, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum.
P. malariae, cukup jarang namun dapat menimbulkan sindroma nefrotik dan
menyebabkan malaria quartana/ malariae, P. ovale dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik
Barat, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan. menyebabkan malaria ovale, dan Plasmodium ke-5 ialah P. knowlesi yang
dilaporkan pertama kali di Serawak sering didiagnosa sebagai P. malariae dan dapat
menyebabkan malaria berat.

Manifestasi Umum

Malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan


splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala,
sakit punggung. merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,
anoreksia, sakit perut, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering
terjadi pada P. vivax dan ovale, sedang pada P. falciparum dan malariae keluhan prodromal
tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

43
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode dingin (15-60
menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-geligi saling terantuk,
diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas: penderita muka
merah, nadi cepat, dan suhu badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur
turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria Iebih sering terjadi pada infeksi P vivax,
pada P falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada
P. malariae. Timbulnya gejala trias malaria ini juga dipengaruhi tingginya kadar TNF-alfa.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia ialah: pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
sementara eritropoiesis. hemolisis oleh karena kompleks imun yang diperantarai
komplemen, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan
teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan memperlihatkan limpa memfagosit eritrosit
yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit
yang terinfeksi.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:

- Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat.
Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari jumlah parasit
dan keadaan immunitas penderita.

- Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya tedadi diantara dua keadaan paroksismal.

- Rekrudesensi: berulangnya gejaia klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu


sesudah berakhirnya serangan primer Rekrudesensi dapat terjadi berupa berulangnya
gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. Sering disebut relaps waktu
panjang.

44
- Rekurens: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.

- Relaps atau Rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama
dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer atau setelah periode yang
lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh
atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovate.

Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M. Vivax/ M. Benigna

Secara epidemiologi pada tahun 1999 diperkirakan terdapat 72-80 juta penderita malaria
vivaks di dunia dan 52% ada di Asia. Saat ini terjadi peningkatan 2.5 kali lipat jumlah
penderita dan secara global beban malaria vivaks adalah 132-391 juta orang per tahun.

lnkubasi 12-17 hari, bisa lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari pertama panas iregular,
kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil
jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam
dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.

Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa
masih dapat membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas
mulai turun. Pada malaria vivaks. limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran
Hackelt). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena
hipoalbuminemia. Malaria vivaks sering menyebabkan relaps, Pada penderita yang semi-
imun infeksi malaria vivaks tidak spesifik dan ringan saja, parasitemia hanya rendah;
serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap
kloroquin pada malaria vivaks juga dilaporkan di lrian Jaya dan di daerah lainnya
(Sumatra). Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati
pada saat status imun tubuh menurun. Malaria vivaks saat ini dapat juga berkembang
menjadi malaria berat dan memberikan komplikasi seperti gagal pernapasan, malaria
serebral, disfungsi hati dan anemia berat.

Manifestasi Klinis Malaria Malariae/M. Quartana

45
M. malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, sebagian Asia.
Penyebarannya tidak seluas P. vivax dan P. falciparum. Masa inkubasi 18-40 hari.
Manifestasi klinik seperti pada malaria vivaks hanya berlangsung lebih ringan, anemia
jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun ringan. Serangan paroksismal
terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah < 1%.

Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi plasmodium malariae
pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh karena deposit
kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan lg M
bersama peningkatan titer anti-bodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites,
proteinuria yang banyak, hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini
prognosisnya jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong, diet dengan
kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba, steroid tidak berguna.
Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2.5 mg/ kgBB selama 12 bulan tampaknya
memberikan hasil yang balk; siklofosfamid lebih sering memberikan efek toksrk.
Rekrudesensi sering terjadi pada Plasmodium malariae, parasit dapat bertahan lama dalam
darah perifer. sedangkan bentulk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada P malariae.

Manifestasi Klinis Malaria Ovale

Merupakan bentuk yang paling ringan dari samua jenis malaria. Masa inkubasi 11-
16 hari, sarangan paroksiamal 3-4 hari terjadi malam harl dan jarang Iebih dari 10 kali
walaupun tanpa terapl. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P.
ovale tidak: akan tampak didarah tepi, tetapi plasmodium yang lain yang akan ditemulran.
Gejala kllnis hampir sama dengan malaria vivaks, Iebih rlngan, puncak panas Iebih rendah
dan parlangsungan Iebih pendek, dan dapat sembuh sponlan tanpa pengobatan. Serangan
menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba.

Manifestasi Klinis Malaria Tropika/M. falsiparum

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat. ditandai dangan panas yang
iregular, anemia. splenomegaili, parasitemia sering dijumpai. dan sering terjadi komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perjalanan klinis yang cepat. dan
parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosil. Gejala prodromal yang
sering dijumpai yaltu sakit kepala, nyeri punggung/ nyeri tungkai. lesu, perasaan dingin,

46
mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pangobatan
imunosupresan. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia
dengan temperatur di atas 40C. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan
banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat.
nausea. muntah. diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali
dijumpai Iebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; dapat disertai timbulnya
ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia
Iebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

Manifestasi klinik P. Knowlesi

Sejak dipublikasikan tahun 2004 sebagai hasil studi retrospektif terhadap adanya
kasus di Kapit-Serawak dimana dilaporkan sebagai P. Malariae yang tidak klasik. Malaria
ini dikenal sebagai Simian malaria yang menginfeksi kera berekor panjang dikenal sebagai
Maccaca fascicularis, M. nemestriana dan juga Presbytis femoralis. Dalam retrospektif
analisis kasus malaria di Serawak-Sabak tahun 2001-2006, dari 960 kasus, P. knowlesi
ditemukan pada 266 (27.7%). Selain di serawak Malaysia, P. knowlesi juga dilaporkan di
Filipine. Singapore, Thailand dan Myanmar. Di lndonasia juga pernah dilaporkan panderita
dari Kallmantan. Sebagai vektor utama ialah Anopheles cracens, An. Latans. An.
Balabacencis. Malaria lnl sering didiagnosa sebagai P. malanae yang tidak klasik karena
gajala panas lebih dominan. dangan puncak panas tiap hari, kadang dengan 2 puncak
mempunyal siklus aseksual tiap 24 jam dan masa inkubasi eksperimental 9-12 hari. Sering
dijumpai gejala nyeri abdomen dengan diarea. Parasitemia tebih tinggi dibandingkan oleh
P. malariae. .Komplikasi malaria berat dapat terjadi berupa penurunan kesadaran,
hipotensi, gagal ginjal, ikterik. gagal pernapasan dan menyebabkan kematian. Diagnosa
pasti malaria knowlesi saat ini hariya dengan pemeriksaan analisis DNA dengan
pemeriksaan PCR.

Patogenesis

Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit


ke peredaran darah perifer manusia; setelah jam sporozoit masuk dalam sel hati dan
tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45

47
mikron dan membentuk 10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit
atau daur eksoeritrosit primer yang berkembang biak secara aseksual dan prosesnya
disebut skizogoni hati.
Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif
kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke
peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah).
Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin,
besarnya eritrosit. Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit
tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasma tampak berbentuk ameboid. Skizon matang dari
daur eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan
pigmen berkumpul di bagian tengah atau di pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax
berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat
ditemukan semua stadium parasite, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform.

Patofisiologi

Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala
yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu
TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin
disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa
disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit,
teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi
parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan
leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya
ruptur limpa.

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status
imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa
pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada
hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan
hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan


karena sel darah merah yang terineksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya

48
dalam kapiler teganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan
membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran
kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler
dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan pendarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian
kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral,
edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan
maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting
untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap
masuk dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada
interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan
eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk
masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai determinan golongan
darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap
Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang
spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada
individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya
terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada
hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia, difisiensi
enzim G6PD dan difisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan
resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan
parasit.

Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi
ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi
ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan
malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poloklonal, yang merupakan suatu antibodi
spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit
yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana
tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat
diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap
Plasmodium mungkin juga merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan
partisipan seluler yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.

49
Penatalaksanaan

Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat menyebab resistensi, sehingga


menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas. Untuk itu WHO telah
merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan regimen obat
ACT (Artemisin Combination Therapy) dan telah disetujui oleh Depkes RI sejak tahun
2004 sebagai obat lini I diseluruh Indonesia. Pengobatan dengan ACT harus disertai
dengan kepastian ditemukannya parasit malaria secara mikroskopik atau sekurang-
kurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pengobatan ACT yang
direkomendasikan meliputi :

1. Kombinasi artemeter + lumefantrin (AL)

2. Kombinasi artesunate + amodikuin

3. Kombinasi artesunate + meflokuin

4. Kombinasi artesunate + sulfadoksin pirimetamin

Berikut ini adalah penatalaksanaan malaria ringan/tanpa komplikasi berdasarkan


konsensus Departemen Kesehatan, rekomendasi Tim ahli Malaria Depkes RI serta
pedoman WHO tahun 2006 :

1. Pengobatan Malaria P. Falciparum

Lini I : Artesunate + Amodikuin (1 tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet


amodikuin 200 mg. Dosis artesunate ialah 4 mg/kg BB/hari selama 3 hari
dan dosis amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.

Tabel 2.1 Pengobatan Lini I, Plasmodium Falciparum berdasarkan Usia

H Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur


ari Dosis 0-1 2- 1-4 5-9 10-14 > 15
Tunggal bulan 11 tahun tahun tahun tahun
bulan

1 Artesunate 1/4 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1 2 3 4

Primakuin - - 3/4 1 2 2-3

50
1/2

2 Artesunate 1/4 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1 2 3 4

3 Artesunate 1/4 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1 2 3 4

Pada kasus-kasus dengan kegagalan artesunate+amodiakuin maka


Kombinasi artemeter-lumefantrin (AL) dapat di pakai sebagai obat pilihan
pertama

2. Pengobatan Malaria oleh P. vivax/ovale/malariae

Tabel 2.2 Pengobatan Lini I malaria vivaks dan malaria ovale

Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Dosis 0-1 2- 1-4 5-9 10- > 15


Tunggal bulan 11 tahun tahun 14 tahun
bulan tahun

1 Artesunate 1/4 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

2 Artesunate 1/4 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

3 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

4-14 Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

51
Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi
dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate +
meflokuin (Harijanto, 2010)

Komplikasi

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat


yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falcifarum dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut:

a. Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari
30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
berdasarkan penilaian GCS.

b. Academia/acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bicarbonate <15 mmol/1, kadar
lactate vena <>5 mmol/1, klinis pernafasan dalam/respiratory distress.

c. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15% ) pada keadaan parasit >
10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan
adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoblobinopati lainya.

d. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24 jam pada orang dewasa atau
12ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl

e. Edema paru non kardoigenic/ARDS

f. Hipoglikemi: gula darah < 40 ml/dl.

g. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistol < 70 mmHg (anak 1-5 tahun<50 mmHg);
disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit mukosa>10C.

h. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai kelainan
labolatorik adanya gangguan koagulasi intravascular.

i. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.

j. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat
anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)).

52
k. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler pada jaingan otak

Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia

- Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena
malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria,
pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.

- Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan


pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

- Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan


menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat
penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

- Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja


sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan


dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi.
Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh
sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di
Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk
pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.

53
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke
daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2
minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap
minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana
terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap
gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian
pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping
sangat besar.

c. Tindakan terhadap vector

- Pengendalian secara mekanis

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan
manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

- Pengendalian secara biologis

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup


yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi
nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk
jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme
yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu
bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan
cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.

54
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki
temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang
senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah,
untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari
serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah
(bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).

- Pengendalian secara kimiawi

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan


insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat
sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka
pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.

Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria
dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis
dan/atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

- Gejala Klinis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di
daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu

55
bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa:

Demam (pengukuran dengan thermometer 37.5 C)

Anemia

Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis

Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

- Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi


pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan
trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks,
EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan


meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi
penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia
seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona.
bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah.
Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan
Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian
penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya gejala.

Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

56
- Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan
chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih
sensitif terhadap obat tersebut.

- Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat
peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

- Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan


strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan
memberikan quinine.

- Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau
Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.

- Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung
malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine
tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan
oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan
cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.

Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi
P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran
sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip
penanganan malaria berat:

- Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

- Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi


ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.

57
b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan


keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita
yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

58
II. DEMAM

Definisi

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology


mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi
tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host)
terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh
host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis
dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point
dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis
demam adalah peningkatan suhu tubuh 1OC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal
di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif
untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan
meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.

Pola Demam

Pola Demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endocarditis

Hektik atau septic Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenic

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid


arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodic Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Demam Kontinyu

59
Demam kontinyu (Gambar 1) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4OC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam Remiten

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5OC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Demam Intermiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.

60
Gambar 3. Demam intermiten

Demam Septik/ Hektik

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam Quotidian

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.

Demam Quotidian Ganda

Demam quotidian ganda (Gambar 4) memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant Fever

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

61
Prolonged Fever

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari untuk infeksi
saluran nafas atas.

Demam Rekuren

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel.

Demam Bifasik

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atausaddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), danAfrican
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing Fever dan Demam Periodik

Demam Periodik

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau
beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana
digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari
ke-4) (Gambar 5) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

62
Relapsing Fever

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6) dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6OC pada tick-borne fever dan
39,5OC pada louse-borne.Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut,
dan perubahan kesadaran.Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-
Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik.Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat
organisme dihancurkan oleh antibiotik.JHR sangat sering ditemukan setelah
mengobati pasien syphillis.Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,
Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue
sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH).Hanya sedikit pasien dengan
penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.Pola terdiri
dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode
afebril dalam durasi yang serupa.Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan
dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

63
Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

Klasifikasi Demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk


kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.

Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik:

Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam

(pada umumnya)

Demam dengan localizing Infeksi saluran nafas atas <1 minggu


signs

Demam tanpa localizing Infeksi virus, infeksi saluran <1minggu


signs kemih

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic >1 minggu


arthritis

Definisi istilah yang digunakan:

Istilah Definisi

Demam dengan Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
localization didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
localization anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

64
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk,
cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam
jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan
sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah,


septikemia dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia
menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan
hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori
ini. Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena
pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing
signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama
beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah
menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia.

Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1
minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak
dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu
dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of

65
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3
minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

Bepergian ke daerah Dina, 10 tahun


endemis malaria (Bangka)
tanpa mengkonsumsi
profilaksis. Terinfeksi P. vivax

P. vivax dalam hati

Mengeluarkan merozoit

Fagositosis dan filtrasi


Tertangkap
oleh RES

Lolos

Plasmodium
Menginvasi RBC dan
mengeluarkan
berkembang
antigen GP1

RBC pecah dan merozoit


Merangsang makrofag
masuk ke sirkulasi
mengeluarkan pirogen

Merozoit menginvasi
Dikirim ke hipotalamus
RBC
Demam turun dan
berkeringat
G. Kerangka Konsep Pengeluaran
RBC yang terinfeksi asam arakidonat

Limpa Hemolisis di Sitoadherens Sintesis PGI2 Sintesis prostaglandin


memfagosit sirkulasi dan sekuensi PGE2
RBC terinfeksi Gangguan
Nyeri
dan non infeksi eritropoiesis
Anoksia jaringan Set point suhu tubuh

Splenomegali Anemia
Demam Vasokontriksi
pembuluh darah
Hepatomegali 66
Vasodilatasi
Menggigil
Berkeringat
H. Kesimpulan

Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun mengalami demam intermitten dan
menggigil selama 6 hari akibat malaria vivax et causa Plasmodium vivax.

67
DAFTAR PUSTAKA

Arsin, Andi Arsunan. 2012. Tinjauan Aspek Epidemiologi Malaria Di Indonesia,


(http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3109/malaria_layout.pdf?
sequence=1, Diakses pada tanggal 23 Agustus 2016).

Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-
44.

Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.

El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.

Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG,
penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi
ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

Harijanto, P.N. 2014. Malaria. Dalam: Setiati, Siti, Alwi, I.,Sudoyo, A.W., dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI (halaman 595-612). Interna Publishing, Jakarta,
Indonesia.

Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007.h.

68
Sudoyo, AW., Setiyohadi, B, Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Interna Publishing Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta,
Indonesia. Hal 2815-2816.

Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting.
Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-
Raven;1997.h.215-36

69

Anda mungkin juga menyukai