Anda di halaman 1dari 43

PRESENTASI KASUS

PNEUMONIA DAN TUBERKULOSIS PARU LESI LUAS KASUS


KAMBUH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II

Oleh :
Faruq Yufarriqu Mufaza
Halimatussadiah
Fitria Nurhayani N
Hana Qonita

Pembimbing :
dr. Alvin Kosasih, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK RSPG CISARUA BOGOR


STASE PULMONOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan, baik nikmat
iman, islam, dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah presentasi
kasus dengan tema Pneumonia dan Tuberkulosis Paru. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi
tauladan bagi kita semua. Kami menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, maka makalah ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh sebab
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Jakarta beserta jajarannya.
2. dr. Neni Sawitri, Sp.P, dr. Alvin Kosasih, Sp.P, dan dr. Fordiastiko, Sp.P
yang telah dengan sabar membimbing dan mengajar kami.
3. Seluruh jajaran staf dan karyawan RS Paru Dr. M Goenawan Partowidigdo.
4. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari bentuk sempurna. Segala
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Jakarta, 22 Januari 2016

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ 1
Kata Pengantar .......................................................................................... 2
Daftar Isi ..................................................................................................... 3
BAB I LAPORAN KASUS ........................................................................ 5
1.1 Waktu Pengambilan Data .................................................................. 5
1.2 Identitas Pasien ................................................................................... 5
1.3 Anamnesis .......................................................................................... 5
1.4 Pemeriksaan Fisik............................................................................... 7
1.5 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 9
1.6 Diagnosis ............................................................................................ 12
1.7 Pemeriksaan Anjuran ......................................................................... 12
1.8 Penatalaksanaan.................................................................................. 12
1.9 Prognosis ............................................................................................ 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 15
2.1 Pneumonia ....................................................................................... 15
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Pneumonia ....................................... 15
2.1.2. Etiologi Pneumonia ................................................................ 17
2.1.3. Faktor Risiko Pneumonia ........................................................ 17
2.1.4. Patogenesis Pneumonia ........................................................... 18

2.1.5. Diagnosis Pneumonia ............................................................. 19


2.1.6. Komplikasi Pneumonia .......................................................... 21
2.1.7. Tatalaksana Pneumonia .......................................................... 21
2.1.8. Prognosis Pneumonia .............................................................. 22
2.2 Tuberkulosis .................................................................................... 23
2.2.1. Definisi Tuberkulosis ............................................................. 23
2.2.2. Epidemiologi Tuberkulosis ..................................................... 23
2.2.3. Etiologi Tuberkulosis .............................................................. 24
2.2.4. Faktor Risiko Tuberkulosis ..................................................... 24
2.2.5. Cara Penularan Tuberkulosis .................................................. 25
2.2.6. Patogenesis Tuberkulosis ........................................................ 25
2.2.7. Diagnosis Tuberkulosis ........................................................... 28
2.2.8. Klasifikasi Tuberkulosis.......................................................... 32
2.2.9. Komplikasi Tuberkulosis ........................................................ 36
2.2.10. Tatalaksana Tuberkulosis ...................................................... 36
BAB III ANALISIS KASUS ...................................................................... 40
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Waktu Pengambilan Data

1.2.

Pasien masuk IGD tanggal

: 18-01-2016

Pasien masuk instalasi rawat inap

: 18-01-2016

Pengambilan data pasien

: 19-01-2016

Identitas Pasien
No. Rekam Medik

: 2016249474

Nama

: Ny. A

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir

: 18-09-1970

Usia

: 45 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Kp. Banceuy RT 02/01 Ds. Babakan Madang Kec.


Babakan Madang Kab. Bogor Jawa Barat

1.3.

Status pernikahan

: Menikah

Bangsa

: Indonesia

Anamnesis
Keluhan utama :
Sesak napas sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien merasakan sesak sejak 1 minggu SMRS yang terus-menerus.
Sesak napas tidak disertai dengan suara seperti kucing maupun suara seperti
suara orang mendengkur. Sesak muncul terus-menerus tanpa ada faktor
pemicu tertentu. Sesak juga tidak disertai dengan rasa nyeri dada yang
seperti ditindih.
Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak berwarna hijau
sejak 2 minggu SMRS. Dahak yang keluar tanpa disertai dengan darah.
Pasien mengeluh demam terus-menerus dan kadang-kadang menggigil

sejak 2 minggu yang lalu. Keringat malam juga dialami pasien bersamaan
dengan keluhan batuk. Pasien juga merasakan mual tanpa disertai muntah.
Rasa nyeri perut yang melilit disangkal. Pasien mengeluh buang air besar 4
x sehari dengan konsistensi cair dengan ampas tanpa ada darah, maupun
lendir. Pasien mengalami penurunan berat badan yang ditandai dengan
mengecilnya badan.
Pasien menyangkal adanya riwayat asma dan kebiasaan merokok.
Mengenai riwayat keluarga atau rekan dengan keluhan yang sama tidak
diketahui. Selama mengalami keluhan batuk berdahak, keringat malam, dan
demam, pasien tidak pergi berobat ke dokter selain di RS. PMI sebelum
akhirnya dirujuk ke RS Paru Dr. Goenawan P. Pasien juga sedang menderita
kencing manis sejak tahun 2005 dengan riwayat pengobatan sempat tidak
rutin namun saat ini sudah mulai rutin sejak pasien mengalami keluhan
utama.
Pasien akhirnya dating ke IGD RSPG pada tanggal 18-01-2016, di
IGD pasien mendapatkan perawatan inisial sesak berupa oksigen,
pemasangan infus, dan beberapa obat-obat suntik melalui infus. Saat ini
keluhan pasien adalah sesak ringan disertai dengan batuk berdahak. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan keringat yang berlebih di siang dan malam
hari. Mual masih dirasakan sehingga tidak nafsu makan. Pasien juga
mengeluh adanya kelemahan dan nyeri di tubuh serta sering kesemutan di
kedua tungkai bawah.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah minum obat paru dua kali. Pertama pada 2008 selama
6 bulan minum obat paru yang membuat kencing merah dan dinyatakan
sembuh. Kedua, pada tahun 2015 berupa obat minum dan suntikan setiap
hari selama 2 minggu pada tahun 2015. Namun pengobatan kedua hanya
berlangsung selama 2 minggu karena pasien mengalami mual dan muntah
yang terus-menerus.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluarga atau rekan dengan keluhan yang sama tidak
diketahui.

1.4. Pemeriksaan Fisik


A. Status generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran

: Compos mentis

B. Tanda vital
a. Tekanan darah

: 100/60 mmHg

b. Frekuensi nadi

: 66 x / menit

c. Frekuensi napas

: 30 x / menit

d. Suhu

: 36 0 C

C. Kulit
a. Warna

: Sawo matang

b. Jaringan parut : Tidak ada


c. Suhu raba

: Hangat

d. Kelembapan : Lembab
e. Turgor

: Cukup

f. Pucat

: Tidak ada

g. Ikterus

: Tidak ada

h. Edema

: Tidak ada

D. Kepala

: Normosefali

E. Mata

: Konjungtiva anemis +/+.


Sklera ikterik -/-.

F. Hidung

: Bentuk hidung normal, tidak ada kelainan.

G. Leher

: Tekanan vena jugularis tidak meningkat, perbesaran KGB


tidak teraba.

H. Paru
Paru depan

Inspeksi

: Bentuk dada normal, dada simetris saat statis

dan

dinamis.

Palpasi

: Fokal fremitus +/+. Pengembangan simetris


kanan kiri.

Perkusi

Asukultasi : Suara napas vesikuler melemah di paru

: Sonor seluruh lapang paru.

kanan, ronkhi +/+ dan wheezing -/ Paru belakang

Inspeksi

: Bentuk punggung normal.

Palpasi

: Fokal fremitus +/+

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru.

Asukultasi : Suara napas vesikuler melemah di paru kanan,


ronkhi +/+, dan wheezing -/-

I. Jantung
a. Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

b. Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

c. Perkusi

-Batas jantung kanan : pada linea sternalis dextra ICS V


-Batas jantung kiri
d. Auskultasi

: pada linea midclavicula sinistra ICS V

: SI dan SII regular, murmur (-) dan gallop (-)

J. Abdomen
a. Inspeksi

: Tampak datar, supel

b. Palpasi

: tidak ada nyeri tekan, hepar & lien tidak teraba.

c. Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting


dullness tidak ada.

d. Auskultasi

: Bising usus ada normal

K. Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 3 detik, tidak ditemukan clubbing finger, edema
pada keempat ekstremitas tidak ada.

1.5. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan

18/01/2016 pk. 14.30

Nilai normal

Hb (gr/dL)

11,6

12-14

Leukosit ( /uL)

5460

5000-10000

Hematokrit (%)

34,1

37 - 46

Eritrosit (juta/uL)

4,50

4-5

Trombosit (ribu/uL)

463

150 400

VER (MCV) (fl)

75,8

82 92

HER (MCH) (%)

25,8

27 31

34,0

32 36

414

200

KHER (MCHC)
(mg/dl)
GDS (mg/dl)

B. Pemeriksaan Radiologi : foto thorax Postero Anterior

Interpretasi foto toraks:


1. Kualitas foto : kekerasan cukup, posisi simetris
2. Tulang dan jaringan lunak : tidak ditemukan kelainan
3. Sudut costofrenikus kanan dan kiri lancip
4. Diafragma tampak normal
5. Paru kanan:
-

Corakan bronkovaskular meningkat.

Gambaran fibroinfiltrat di lapang tengah dan atas paru.

Perselubungan inhomogen di lapang tengah paru kanan.

10

6. Paru kiri:
- Corakan bronkovaskular meningkat.
- Gambaran fibroinfiltrat pada lapang tengah dan atas paru kiri.
- Tidak ditemukan perselubungan.
7. Trakea posisi ditengah
8. Jantung :
- CTR < 50%
- Elongasi aorta tidak tampak
- Hilus kanan dan kiri tidak dapat dinilai.

RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu yang lalu. Sesak
napas dirasakan terus-menerus. Pasien juga mengeluh batuk berdahak berwarna
hijau, demam yang terkadang sampai menggigil, dan berkeringat di malam hari
sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu pasien mengeluh mual tanpa muntah dan
penurunan berat badan. Pasien juga mengeluh BAB 4 x sehari dengan konsistensi
cair berampas tanpa darah dan lendir. Pasien menyangkal adanya riwayat asma dan
kebiasaan merokok. Pasien sedang menderita kencing manis sejak tahun 2005
dengan pengobatan sempat tidak teratur namun sejak mengalami keluhan utama,
pasien meminum obatnya dengan teratur. Pasien pernah minum obat paru dua kali.
Pertama pada tahun 2008 selama 6 bulan berupa obat minum dengan dinyatakan
sembuh dan pada tahun 2015 berupa obat minum dan suntikan setiap hari selama 2
minggu pada tahun 2015. Namun pengobatan kedua hanya berlangsung selama 2
minggu karena pasien mengalami mual dan muntah yang terus-menerus.
Pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan
fisik didapatkan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 66 kali per
menit, frekuensi napas 30 kali per menit, dan suhu tubuh 36,0 0 C. Konjungtiva
kanan dan kiri tampak anemis. Pada pemeriksaan fisik paru di dapatkan suara
vesikuler paru kanan melemah, ronkhi basah kasar pada paru kanan dan kiri. Pada
pemeriksaan hematologi pada tanggal 18-01-2016 pukul 14.30 didapatkan kadar
hemoglobin 11,6 gr/dL, hematocrit 34,1 %, trombosit 463000/uL, MCV 75,8 fl,
MCH 25,8 %, dan gula darah sewaktu 414 mg/dL. Pemeriksaan radiologi

11

ditemukan corakan bronkovaskular yang meningkat pada kedua paru, terdapat


fibroinfiltrat pada lapang tengah dan atas paru kanan kiri, serta terdapat
perselubungan inhomogen di lapang tengah paru kanan.

1.6.Diagnosis
1. TB Paru lesi luas kasus kambuh BTA ?
2. Pneumonia
3. DM tipe II

1.7. Pemeriksaan Anjuran


a. Pemeriksaan BTA dahak pagi sewaktu pagi
b. Pemeriksaan geneXpert.
c. Kultur dahak
d. Pemeriksaan GDP dan GD2PP
e. Pemeriksaan GDS setiap hari
f. Pemeriksaan darah lengkap setiap 3 hari

1.8. Penatalaksanaan
A. Non medikamentosa
a. Tirah baring
b. Terapi nutrisi medis
TB = 150 cm
BB = 30 kg
BBI = 50 kg
Kebutuhan kalori: 25 x 50 = 1.250 kkal.
-

Karbohidrat: 55 % x 1.250 = 687,5 kkal 687,5 : 4 = 172 gram


dibagi dalam 3 kali sehari dengan kandungan serat tinggi.

Lemak: 25 % x 1.250 = 312,5 kkal 312,5 : 9 = 35 gram. Batasi


lemak jenuh dan lemak trans seperti daging berlemak dan whole
milk, konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein: 20 % x 1.250 = 250 kkal 250 : 4 = 78,5 gram


makanan mengandung protein dibagi dalam 3 kali makan sehari.

12

Makanan yang baik contohnya daging tanpa lemak, seafood,


ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, dsb
c. Edukasi pasien dan keluarga

Penyakit tuberculosis dapat menular melalui udara akibat


batuk yang tidak ditutup dan dahak yang dikeluarkan
sembarangan sehingga pasien perlu diberi masker dan
disediakan tempat membuang dahak khusus untuk mecegah
penularan.

Pengobatan tuberkulosis harus dijalani selama beberapa


bulan dengan jadwal kontrol yang harus dilakukan secara
rutin.

Karena pengobatan yang lama maka salah satu anggota


keluarga harus ditunjuk sebagai Pengawas Menelan Obat
(PMO) untuk memastikan bahwa obat telah diminum setiap
hari.

Jika selama perjalanan pengobatan pasien mengalami


keluhan akibat efek samping obat maka harus segera
konsultasi ke dokter.

Kebutuhan gizi pasien harus dipenuhi dengan makanan yang


sesuai dengan kondisi pasien yang sedang menderita DM
guna meningkatkan imunitas tubuh.

B. Medikamentosa
I. TB paru lesi luas kasus kambuh BTA (?):
OAT kategori 2, 2 (RHZE+S) /1 (RHZE) / 5 (RHE)

Streptomisin 1 x 450 mg IV

Rifampisin 1 x 450 mg P.O

Isoniazid 1 x 150 tab P.O

Pirazinamid 1 x 750 mg tab P.O

Etambutol 1 x 600 mg tab P.O

II. Pneumonia

Seftriakson 1 x 1 gram IV

13

Paracetamol 3 x 500 mg PO

Codein 3 x 15 mg PO

Oksigen nasal kanul 2 liter/menit.

III. DM Tipe II

Glimepirid 1 x 20 mg PO

Avidra 10-10-10

IV. IVFD RL 1500 cc / 24 jam


C. Konsul ke dokter spesialis paru dan penyakit paru.
1.9.Prognosis

Ad vitam

: Bonam

Ad fungtionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: Dubia ad bonam

14

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pneumonia
2.1.1.

Definisi dan Klasifikasi Pneumonia


Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakeri, virus, jamur, dan prasit). Jika peradangan terjadi oleh
karena unsur nonmikroorhanisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, oatobatan dan lain-lain) maka disebut sebagai pneumonitis.1
Klasifikasi dari pneumonia dapat berdasarkan klinis dan epidemiologinya,
mikroorganisme penyebab, serta predileksi infeksinya. Berdasarkan klinis dan
epidemiologinya, pneumonia dibagi menjadi:
a. Pneumonia komuniti (community-acquaired pneumonia)
Pneumonia komuniti merupakan pneumonia yang didapat di
masyarakat. Pneumonia komuniti banyak disebabkan oleh bakteri
Gram positif dan juga bakteri atipik. Namun terdapat beberapa
laporan yang menyatakan bahwa bakteri yang ditemukan dalam
pneumonia komuniti adalah Gram negatif.1
b. Pneumonia nosokomial
Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah
sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk
rumah sakit.2
c. Pneumonia pada penderita immunecompromised
d. Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan akibat dari aspirasi bahan yang
mengandung mikroorganisme. Pneumonia aspirasi mengarah
kepada konsekuensi patologis akibat sekret orofaringeal, nanah,
atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Pada
banyak kasus pneumonia aspirasi disebabkan oleh bakteri
anaerob.1,4

15

Berdasarkan bakteri penyebabnya, pneumonia dibagi menjadi:


a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Pneumonia tipikal dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
memiliki tendensi untuk menginfeksi individu yang peka, misal
pada penderita alkoholik akan mengalami pneumonia akibat
Klebisella, dan pasien pasca infeksi influenza akan mengalami
pneumonia akibat infeksi Staphyllococcus sp.1
b. Pneumonia atipikal
Pneumonia atipikal merupakan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang tidak dapat diidentifikasi dengan teknik
diagnostik standar pneumonia pada umumnya dan tidak
menunjukkan respon terhadap antibiotic -laktam.3
c. Pneumonia virus
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus.1
d. Pneumonia jamur.
Neumonia akibat jamur sering sebagai infeksi sekunder.
Pneumonia jamur sering terjadi pada individu dengan keadaan
immunocomprised.1
Berdasarkan predileksi infeksinya, pneumonia dibagi menjadi:
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris merupakan pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen.1
b. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia merupakan pneumonia yang pola penyebaran
infeksinya berupa bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Daerah infeksi biasanya berdiameter 3-4 cm yang mengelilingi
dan melibatkan bronkus.1,4
c. Pneumonia interstisial

16

2.1.2. Etiologi Pneumonia


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme baik bakteri, virus, jamur, maupun protozoa.
Pada pneumonia komuniti, penyebab terbanyak adalah Gram positif dan dapat juga
bakteri atipik. Berdaarkan laporan 5 tahun terakhir, didapatkan persentase infeksi
pada pneumonia adalah:1

Klebsiella pneumoniae 45,18 %

Streptococcus pneumoniae 14,04 %

Streptococcus viridans 9,21 %

Staphylococcus aureus 9 %

Pseudomonas aeruginosa 8,56 %

Streptococcus hemolyticus 7,89 %

Enterobacter 5,26 %

Pseudomonas sp. 0,9 %

Etiologi pada pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan


multi drug resistance (MDR) seperti S.pneumoniae, H.influenzae, Methicillin
Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR seperti Pseudomonas
aeruginosa, Eschreicia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinobacter sp serta bakteri
kuman Gram positif seperti Methicillin Resistance Satphylococcus aureus
(MRSA).2
Sedangkan penyebab pneumonia atipikal adalah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, dan Legionella pneumoniae.3
2.1.3. Faktor Risiko Pneumonia
Faktor risiko pneumonia adalah sebagai berikut4:

Usia di atas 65 tahun.

Aspirasi sekret orofaringeal.

Infeksi pernapasan oleh virus.

Sakit yang parah dan menyebabkan kelemahan, misalkan


Diabetes Melitus dan Uremia.
17

Penyakit pernapasan kronik seperti PPOK, asma, kistik fibrosis.

Kanker, terutama kanker paru.

Tirah baring yang lama.

Pemasangan ETT.

Bedah abdominal atau toraks.

Fraktur tulang iga.

Pengobatan dengan imunosupresif.

AIDS.

Riwayat merokok.

Alkoholisme.

Malnutrisi.

2.1.4. Patogenesis Pneumonia


Pada dasarnya paru adalah tempat yang steril, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. Namun bila terjadi keadaan yang menyebabkan terganggunya
mekanisme pertahanan paru, mikroorganisme dapat tumbuh dan akhirnya
menimbulkan penyakit. Terdapat beberapa cara mikroorganisme dapat sampai pada
parenkim paru, yaitu1 :
1.

Inokulasi langsung

2.

Penyebaran melalui pembuluh darah

3.

Inhalasi bahan aerosol

4.

Kolonisasi di permukaan mukosa.

Mikroorganisme yang sudah dapat masuk ke dalam alveolus menyebabkan


reaksi radang berupa edema seluruh alveolus, infitrasi sel-sel PMN, dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi fagositosis untuk melawan mikroorganisme tersebut.
Ketika terjadi reaksi inflamasi tersebut tampak 4 zona, yaitu1 :
1.

Zona luar : alveolus yang terisi mikroorganisme dan cairan edema

2.

Zona permulaan konsolidasi : PMN dan eksudasi sel darah merah

3.

Zona konsolidasi luas : daerah tempat fagositosis yang aktif

4.

Zona resolusi : daerah dengan isi mikroorganisme yang mati,


leukosit, dan alveolar makrofag.

18

Dari keempat zona tersebut akhirnya dikenal dua macam hepatisasi, yaitu
red hepatization yang merupakan daerah perifer yang terdapat edema dan
perdaharan serta grey hepatization yaitu daerah konsolidasi yang luas.
2.1.5. Diagnosis Pneumonia
Diagnosis pneumonia dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gambaran klinik penderita pneumonia ditandai dengan demam,
menggigil, peningkatan suhu tubuh, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen dan kadang disertai darah, sakit tenggorok, nyeri otot dan
sendi, sesak napas, serta nyeri dada.1
2. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik paru bergantung pada luas lesi di paru.
Inspeksi

: bagian dada yang sakit dapat tertinggal, tampak sesak.

Palpasi

: focal fremitus dapat mengeras.

Perkusi

: redup pada sisi yang sakit.

Auskultasi : bronkovesikuler sampai bronkial, dapat juga terdengar


ronki basah halus sampai ronki kasar.1
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pneumonia dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
keperluan diagnosis, seperti :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

yang

rutin

dilakukan

adalah

pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan darah, didapatkan


adanya tanda-tanda infeksi, mulai dari peningkatan jumlah
leukosit, hitung jenis dapat terjadi pergeserah ke kiri, serta terjadi
peningkatan LED.1 Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan mikrobiologi untuk menentukan
etiologi seperti pemeriksaan dahak, kultur mikrobiologi, ataupun
serologi.1 Pemeriksaan saturasi oksigen ataupun pemeriksaan
AGD diperlukan untuk menentukan derajat penyakit.5
b. Pemeriksaan radiologi

19

Pemeriksaan rontgen thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan


penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran
radiologi dapat beragam. Mulai dari infiltrate sampai konsolidasi
dengan air broncogram.1 Gambaran radiologi dapat menunjukan
gambaran yang khas berdasarkan mikroorganisme penyebabnya.
Pseudomonas aeruginosa memperlihatkan gambaran berupa
infiltrate

bilateral

atau

gambaran

bronkopneumonia,

Streptococcus pneumonia memperlihatkan gambaran pneumonia


lobaris, serta Klebsiela pneumonia mempunyai gambaran
konsolidasi pada lobus kanan atas.1
Walaupun penderita pneumonia umumnya dapat menunjukkan tanda dan
gejala seperti yang telah dijeaskan di atas, beberapa penderita dapat sulit
didiagnosis akibat tanda dan gejala yang tidak khas (khususnya pada pasien lansia,
pasien dengan penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, immunocompromised,
dll).6
Tabel 1. Perbedaan pneumonia atipik dan tipikal

Tanda dan gejala

Pneumonia atipik

Pneumonia tipikal

Onset

Gradual

Akut

Suhu

Kurang tinggi

Tinggi, menggigil

Batuk

Non produktif

Produktif

Dahak

Mukoid

Purulent

Gejala lain

Nyeri kepala, myalgia, sakit Jarang


tenggorokan,

suara

parau,

nyeri telinga
Gejala

di

luar Sering

Lebih jarang

paru
Pewarnaan Gram Flora normal atau spesifik

Kokus
negative

20

Gram

positif

atau

Radiologi

patchy atau normal

Laboratorium

Leukosit normal atau kadang Lebih tinggi

Konsolidasi lobaris

rendah
Gangguan fungsi Sering

Jarang

hati
Terdapat perbedaan gejala klinis yang infeksi bakteri atipik dan tipik.
Walaupun tidak selalu muncul.1

2.1.6. Komplikasi Pneumonia


Pneumonia dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Terbanyak adalah
komplikasi yang berkaitan dengan sistem respirasi, seperti : efusi pleura, empyema,
abses pasru, pneumotoraks, gagal napas, sampai sepsis.1
Selain itu, pneumonia, khisusnya pneumonia yang disebabkan oleh
influenza dan bakteri juga dapat berkaitan dengan kejadian serangan jantung.
Dilaporkan pada beberapa rumah sakit, bahwa pasien yang mengalami pneumonia
juga mengalami infark miokard dan aritmia (terbanyak atrial fibrilasi). Infark
miokard terjadi ketika inflamasi pada parenkim paru melepaskan sitokin yang akan
meningkatkan resiko terbentuknya plak arteroskerosis. Mekanisme terjadinya atrial
fibrilasi belum sepenuhnya dimengerti. Biasanya pasien pneumonia akan
mengalami atrial fibrilasi secara spontan dalam beberapa minggu. Gagal jantung
juga dapat terjadi, kemungkinan akibat berkurangnya oksigenasi.6
2.1.7. Tatalaksana Pneumonia
Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotic yang tepat berdasarkan mikroorganisme penyebab dan hasil
uji kepekaannya sangat penting diberikan. Walaupun pada awal pengobatan
penyakit belum dapat diketahui penyebabnya secara cepat. Maka dapat diberi terapi
secara empiris, seperti sebagai berikut1 :

21

Tabel 2. Pilihan antibiotic berdasarkan mikroorganisme kausa pneumonia


Penyebab
Penisilin

Pilihan antibiotik
Streptococcus Penisilin, TMP-SMZ, makrolid

sensitive

pneumoniae (PSSP)
Penisilin

Streptococcus Betalaktam,

resisten

sefotaksim,

seftriakson,

pneumonia (PRSP)

makrolid, florokuinolon

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid, seftazidim, sefoperason,


sefepim,

tikarsilin,

piperasilin,

karbapenam, siprofloksasin, levofloksasin


Methicilin

resistant

Staphylococcus Vankomisin, teikoplanin, linezolid

aureus (MRSA)
TMP-SMZ,

Haemophilus influenza

azitromisin,

sefalosporin

genersi 2 atau 3, florokuinolon


Legionella

Makrolid, florokuinolon, rifampisin

Mycoplasma pneumonia

Dosisiklin, makrolid, florokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Dosisiklin, makrolid, florokuinolon

2.1.8. Prognosis Pneumonia


Prognosis tergantung pada derajat beratnya penyakit yang diderita dan
kerentanan penderita. Tingkat kematian pasien pneumonia dalam 30 hari dirawat di
rumah sakit berkisar antara 10 sampai 12%. Setelah perawatan rumah sakit kurang
lebih 18% pasien akan kembali membaik dalam 30 hari.
meningkat ketika penyebab pneumonia berupa pneumococcal.6

22

Angka mortalitas

2.2. Tuberkulosis
2.2.1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis complex, yang dapat menyerang berbagai
organ, terutama paru-paru.7,8
2.2.2. Epidemiologi Tuberkulosis
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak negara
sejak tahun 1995.9
Dalam laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru tuberculosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 182 kasus
per 100.000 penduduk. Di Afrika terdapat 350 kasus per 100.000 penduduk.
Sedangkan dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TB pada tahun 2012.7,9
Dalam laporan WHO tahun 2004, jumlah kematian TB di Asia tenggara
sebesar 625.000 orang atau angka kematian 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
kematian tertinggi terdapat di Afrika sebesar 83 per 100.000 penduduk. WHO juga
melaporkan pada tahun 2013 bahwa diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada
tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus.7,9
Indonesia menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan China. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
penyakit TB merupakan penyebab kematian pertama pada golongan penyakit
infeksi. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2001, terdapat 50.443 penderita
BTA positif yang diobati. Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15-49 tahun.
Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya
3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%.7,9

23

2.2.3.

Etilogi Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis.

Terdapat

beberapa

spesies

Mycobacterium,

antara

lain:

M.tuberculosis, M.africanum, M.bovis, M.leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai


Bakteri Tahan Asam (BTA).3 Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora, dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,20,6 m dan panjang 1-10 m. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
60% lapisan lemak. Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks, trehalosa dimikolat (cord factor) dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Unsur lain pada dinding sel bakteri ini adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Komponen antigen dinding
sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Bakteri
M.tuberculosis dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu rendah
antara 4C sampai -70C tetapi sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman
akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu 30C sampai 37C
akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.7,9
2.2.4.

Faktor Risiko Tuberkulosis


Faktor risiko yang berperan dalam penyakit TB adalah sebagai berikut.10
1. Orang yang sering dan lama bergaul dengan seorang pengidap TBC

di paru-paru atau saluran napas yang menular.


2. Orang yang:

Menderita kanker, termasuk Lymphoma atau penyakit


Hodgkin,

Memakai obat yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh


diantaranya kortikosteroid, siklosporin atau obat kemoterapi,

Mengindap HIV/AIDS,

Berpenyakit menahun yang mempengaruhi sistem kekebalan


tubuhnya.

24

2.2.5.

Cara Penularan Tuberkulosis


Cara penularan penyakit TB diantaranya adalah sebagai berikut.10
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik
renik dahak yang dikeluarkannya. Tingkat penularan pasien TB
BTA positif adalah 65%.
b. Pasien TB BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif adalah
17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

2.2.6.

Patogenesis Tuberkulosis

1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Kuman TB akan masuk melalui saluran napas dan bersarang di jaringan paru.
Kuman TB yang dianggap benda asing oleh system imun tubuh akan segera
difagosit oleh makrofag. Proses fagositosis ini tidak akan membunuh kuman TB
secara keseluruhan bahkan makrofag bias dimatikan oleh kuman Tb dengan system
perlindungannya. Dengan proses tersebut maka kuman TB dapat hidup dan
berkembang biak dalam jaringan paru selama kurang lebih 2 minggu. 9
Selama masa berkembang biak, sel-sel Limfosit T akan mulai berkenalan
dengan kuman TB yang selanjutnya akan mengeluarkan berbagai jenis Limfokin
untuk merangsang limfosit dan makrofag untuk membunuh kuman TB. Limfokin
yang dikeluarkan antara lain Macrophage Activating Factor=MAF, Macrophage
Inhibitory factor = MIF, Chemotactic Factor dll. Selain itu tubuh juga akan
membentuk limfokin lain yaitu Skin Reactivity Factor (SRF) yang akan

25

menyebabkan timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit berupa


indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih sedikit yang dikenal dengan reaksi
tuberculin (sering juga disebut test mantoux). 9
Makrofag dan limfokin yang aktif tidak hanya membunuh kuman TB tetapi juga
dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan jaringan dalam bentuk nekrosis, yang
disebut nekrosis pengkejuan atau kaseosa.Pada tahap ini, kuman TB dapat mati
secara perlahan atau tetap berkembang biak dalam makrofag-makrofag dan
dormant selama bertahun-tahun sampai berpuluh-puluh tahun. 9
Selanjutnya kuman yang bersarang akan membentuk sarang pneumonik yang
disebut dengan sarang primer yang dapat timbul dibagian mana saja dalam jaringan
paru. Selanjutnya sarang primer tersebut akan mengakibatkan reaksi inflamasi pada
KGB local yang dikenal dengan limfangitis local. Inflamasi yang terjadi nantinya
akan diikuti dengan pembesarqan KGB hilus yang disebut dengan limfadenitis
regional. Sarang primer dan limfadenitis regional ini disebut dengan komples
primer yang selanjutnya mengalami perubahan.9
a. Sembuh tanpa meninggalkan cacat (restitution ad integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas yaitu sarang Ghon, garis fibrotic
atau perkapuran di hilus
c. Menyebar melalui :
-

Perkontinuatum
Kuman Tb akan menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah
epituberkulosis yaitu dimana terdapat penekanan bronkus oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi hingga dapat terjadi
atelectasis. 9

Bronkogen
Kuman TB akan menyebar baik di paru yang terkena maupun paru yang
lainnya. Penyebaran ini juga dapat terjadi hingga ke usus. 9

Hematogen dan limfogen


Penyebaran kuman TB ini bergantung pada system imun seseorang, jumlah
kuman dan virulensi kumannya. Sarang primer yang menyebar dapat
sembuh secara spontan ataupun dapat menimbulkan keaddan gawat jika

26

system imun tidak kuat. Keadaan yang dapat timbul antara lain TB milier,
meningitis TB, typhobacillosis Landouzy ataupun dapat mengakibatkan
timbulnya TB pada organ lain selain paru. 9

2. Tuberkulosis Sekunder atau Post Primer


Tuberkulosis Sekunder akan timbul setelah 5-15 tahun sejak terjadinya
infeksi primer. Keadaan ini timbul akibat adanya proses reinfeksi endogen dan
eksogen. Reinfeksi endogen terjadi jika system imun tubuh melemah, sehingga
kuman TB yang dormant dapat aktif kembali. Sedangkan reinfeksi eksogen terjadi
jika terjadi super infeksi kuman TB baru dari luar.9
Tuberkulosis sekunder dimulai dari dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apical lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk sarang pneumoni kecil. Sarang ini selanjutnya akan mengalami
berbagai tahapan berdasarkan jalurnya yaitu :9
1. Diresorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Sarang ini juga dapat mengeras pada bagian
tepinya sehingga terjadi pengapuran atau juga bias aktifasi kembali membentuk
jaringan perkijuan dan kavitas jika perkijuan menghilang.
3. Sarang pneumoni akan meluas, membentuk jaringan kaseosa. Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan kaseosa. Kaviti ini bias meluas dan

27

membentuk sarang pneumonik baru, memadat dan membungkus diri yang


disebut tuberkuloma atau bias juga bersih dan menyembuh yang disebut dengan
open healed cavity.

Gambar 2. Patofisiologi tuberkulosis


2.2.7.

Diagnosis
Penyakit Tuberkulosis dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang


lainnya.
a.

Gejala klinis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik dan gejala
sistemik.
Gejala respiratori diantaranya batuk lebih dari 3 minggu, batuk dengan atau
tanpa dahak, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala respiratori ini
sangat bervariasi mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luas lesi.7

28

Gejala sistemik diantaranya demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan


berat badan menurun, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.7
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberculosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberculosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberculosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
7

b.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pertama yang terlihat pada pemeriksaan fisik antara lain
ditemukan konjungtiva anemis, suhu badan subfebris (demam), dan berat
badan menurun. Keadaan yang terjadi bergantung pada luas lesi yang terjadi
di parenkim paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior(S1 dan S2), serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisikjasmani dapat ditemukan
suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tandatanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. 7
Bila proses infitratif ini makin meluas dan menebal, juga akan didapatkan
fremitus yang menguat dengan redup pada perkusi, suara nafas bronkial. Bila
sudah terjadi kavitas akan ditemukan gejala-gejala kavitas,berupa timpani
pada perkusi disertai suara nafas amforis. Bila terjadi atelektasis (pada
destroyed lung), suara nafas setempat akan melemah sampai hilang sama
sekali. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan suara pekak, paru yang terdapat cairan akan
tertinggal hingga suara napas yang melemah hingga hilang pada sisi yang
terdapat cairan. Pasien baru terduga TB jika terdapat kelainan radiologis dada
dan uji tuberculin positif.7

29

c. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi dilakukan untuk menemukan kuman tuberkulosis.
Penemuan kuman TB ini sangat penting bagi penegakan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor

cerebrospinal,

bilasan

bronkus,

bilasan

lambung,

bilasan

bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum


halus/BJH).7
Jika menggunakan dahak sebagai bahan uji maka harus dilakukan
pengumpulan dahak sebanyak 3 kali setiap pagi berturut turut yaitu :
- Sewaktu (dahak sewaktu kunjungan)
- Pagi (dahak keesokan harinya)
- Sewaktu (saat mengantarkan dahak pagi)
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannnya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik adalah:
- 2 kali positif, 1 kali negative mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negative ulang BTA 3 kali, kemudian jika

1 Kali positif, 2 kali negative mikroskopik positif

3 Kali negative mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan dibaca dengan skala Bronkhorst atau IUATLD. 7


d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks posteroanterior, pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top lordotik, oblik, CT-scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberikan gambaran bermacam-macam
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular

30

Bayangan bercak milier


Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain fibotik,
kalsifikasi dan schwarte atau penebalan pleura. Luas lesi yang tampak pada
foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut
(terutama pada kasus BTA negatif) :

Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti.

Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.7

e. Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya digunakan tes
Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc Tuberkulin P.P.D (Purified
Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5. Pembacaan dilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transversal dari indurasi yang
terjadi.Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm(pada gizi baik), atau > 5
mm pada gizi buruk. Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi
TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat
negatif pada anak TB berat dengan anergi ( malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif dll).7

31

Gambar 3. Alur diagnosis TB paru


2.2.8.

Klasifikasi Tuberkulosis
Pengelompokan pasien tuberculosis dapat didasarkan kepada banyak hal,
antara lain :
a. Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis
Berdasarkan definisi ini pasien TB adalah seorang pasien TB
yang dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau
tes diagnostic cepat yang direkomendasikan oleh Kemenkes RI
(missal : GeneXpert).
Berdasarkan hasilnya pasien TB dikelompokkan menjadi :
-

Pasien TB paru BTA positif.

Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif.


32

Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif.

Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik


dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena.

TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.


Pasien TB didefinisikan tanpa memandang apakah pasien

telah mendapatkan pengobatan TB atau belum.


b. Berdasarkan diagnosis klinis
Berdasarkan definisi ini pasien TB adalah pasien yang tidak
memenuhi

kriteria

terdiagnosis

secara

bakteriologis

tetapi

didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan


mendapatkan pengobatan TB.
Berdasarkan diagnosis klinisnya pasien dikelompokkan menjadi :
-

Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto


toraks mendukung TB.

Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun


laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.


Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian

terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah


memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis.

c. Berdasarkan lokasi anatomi penyakit


Berdasarkan lokasi anatomisnya dapat dibagi menjadi TB paru dan
TB ekstra paru.
-

Tuberkulosis Paru
adalah TB yang terjadi di parenkim paru.
Catatan : Milier TB dianggap sebagai TB Paru karena lesinya
terdapat pada jaringan paru. Pasien TB paru baru yang juga
menderita TB ekstra paru dikelompokkan menjadi pasien TB
paru. Limfadenitis Tb yang meyerang rongga dada (hillus

33

dan/atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa adanya gambaran


radiologis TB paru dikelompokkan menjadi TB ekstra paru.
-

Tuberkulosis ekstra paru


Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misal : pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput
otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.

d. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


-

Pasien baru TB
adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari
1 bulan ( dari 28 dosis).

Pasien yang pernah diobati TB


adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1
bulan atau lebih ( dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:

Pasien kambuh
adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benarbenar kambuh atau karena reinfeksi).

Pasien yang diobati kembali setelah gagal


adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to


follow-up)

34

adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow


up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
-

Lain-lain
adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

Pasien

yang

riwayat

pengobatan

sebelumnya

tidak

diketahui

e. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh
uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat
berupa :
Mono resistan (TB MR)
resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
Poli resistan (TB PR)
resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
Multi drug resistan (TB MDR)
resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
Extensive drug resistan (TB XDR)
adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
Resistan Rifampisin (TB RR)
resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip
(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
f. Berdasarkan status HIV
-

Pasien TB dengan HIV Positif (pasien ko-infeksi TB/HIV)

35

Adalah pasien TB dengan :


1. Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART; atau
2. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
-

Pasien TB dengan HIV negative


Adalah pasien TB dengan :
1. Hasil tes HIV negative sebelumnya; atau
2. Hasil tes HIV negative pada saat didiagnosis TB
Apabila pada pemeriksaan HIV berikutnya terbuksi pasien HIV
positif, maka pasien harus dikelompokkan menjadi pasien TB
dengan HIV positif.

Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui


Adalah pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat
diagnosis TB ditetapkan. Apabila pada pemeriksaan HIV
berikutnya telah diperoleh hasil, maka pasien harus disesuaikan
kelompoknya berdasarkan hasil pemeriksaan HIV.

2.2.9

Komplikasi Tuberkulosis
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut. Komplikasi dini berupa pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus, Poncet`s arthropathy. Komplikasi lanjut diantaranya
obdtruksi jalan napas: SOFT (Sindrom Obstruksi Paska Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat; SOPT , fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada Tb
milier dan kavitas TB.

2.2.10 Tatalaksana Tuberkulosis


Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal dan
tahap lanjutan.
-

Tahap awal
Pada tahap ini pengobatan diberikan tiap hari yang dimaksudkan
untuk menurunkan jumlah kuman secara efektif yang ada di dalam

36

tubuh pasien dan juga untuk meminimalisir pengaruh kuman yang telah
resisten sebelum pengobatan dimulai. Pengobatan tahap awal pada
pasien baru diberikan selama 2 bulan. Pasien yang secara teratur
mengkonsumsi obat setiap hari tanpa adanya factor penyulit akan
menurunkan daya penularan setelah 2 minggu pengobatan.
-

Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap pembunuhan sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Gambar 4. Cara kerja dan efek samping OAT

Gambar 5. Dosis harian dan intermiten OAT

37

Gambar 6. Lapisan lini obat anti tuberkulosis


Paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang digunakan di
Indonesia ada 2 kategori yaitu :
-

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori ini diberikan untuk pasien baru :
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis,
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c. Pasien TB ekstra paru

Gambar 7. Dosis KDT berdasarkan berat badan

38

Gambar 8. Tahapan pengobatan OAT

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah
diobat sebelumnya yaitu :
Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up)

Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

Gambar 9. Pengobatan kategori II

Gambar 10. Tahapan pengobatan OAT Kategori II

39

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus Ny. A, 45 tahun, mengeluh sesak sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien mengeluh batuk berdahak berwarna hijau sejak beberapa minggu sebelum
masuk rumah sakit. Dahak tidak disertai darah. Pasien juga merasa deman terus
menerus dan kadang mengigil, keringat dirasakan pada malam hari, berat badan
dirasakan menurun. Pasien juga merasakan mual tanpa disertai muntah, nyeri pada
bagian perut tidak ada, BAB cair dengan ampas tanpa darah dan lendir, frekuensi
4x/hari. Riwayat OAT diakui oleh pasien, yaitu pertama pada tahun 2008 pasien
pernah minum obat yang membuat urine pasien menjadi berwarna merah, dan tahun
2015 pasien mengaku pernah minum obat serupa ditambah dengan obat yang
disuntik dibokong namun berhenti karena setelah 2 minggu pengobatan tersebut
pasien mengeluh muntah-muntah dan akhirnya pasien menghetikan pengobatannya
tersebut. Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan suhu 360 C, hasil tersebut
berbeda dengan keluhan pasien saat anamnesis di mana pasien mengeluh demam.
Pemeriksaan paru didapatkan bentuk dada normal, pergerakan dada simetri saat
stasis dan dinamis, vocal fremitus kanan dan kiri sama kuat, perkusi sonor, namun
saat auskultasi didapatkan suara napas vesikuler + /+, ronki terdengar di kedua
lapang paru, serta tidak terdengar wheezing. Pada pemeriksaan rontgen toraks
didapatkan gambaran fibroinfitrat di kedua lapang paru dan terdapat perselubungan
inhomogen di lapang tengah paru kanan. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar Hb normal, leukosit normal, trombosit normal, namun GDS
sebesar 414. Dari hasil tersebut akhirnya pasien didiagnosis dengan TB paru lesi
luas kasus kambuh bta (?) dengan pneumonia dan DM tipe II.
Penentuan diagnosis TB paru lesi luas kasus kambuh didapatkan dari
keluhan yang dirasakan pasien, riwayat pernah mendapatkan pengobatan OAT, dan
dari pemeriksaan radiologi. Namun, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa
pemeriksaan BTA untuk melengkapi diagnosis TB parunya. Untuk pasien ini kami
usulkan dilakukan pemeriksaan geneXpert dikarenakan riwayat pasien yang pernah
menjalani pengobatan OAT baik katagori 1 maupun katagori 2.

40

Diagnosis pneumonia didapatkan dari keluhan pasien berupa sesak, batuk


berdahak berwarna hijau, terdapat demam, serta nyeri pada badan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan ronki dikedua lapang paru dan dari pemeriksaan
rontgen toraks didapatkan perselubungan inhomogen di lapang tengah paru kanan
dan infiltrate disemua lapang paru. Namun pada pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan tanda-tanda infeksi (leukosit masih dalam batas normal). Dari semua
gambaran tersebut, terdapat kesamaan dengan gejala dan tanda yang timbul pada
pneumonia atipikal. Namun, untuk menentukan penyebab pastinya diperlukan
pemeriksaan kultur dahak.
Diagnosis DM Tipe II ditentukan dari riwayat pasien yang memang sudah
didiagnosis diabetes mellitus sejak tahun 2005 dan dari pemeriksaan GDS yang
sedang hiperglikemia yaitu sebesar 414.
Pada pasien ini sangat rentan terjadinya penyakit infeksi, seperti pneumonia,
dikarenakan penyakit yang sudah dideritanya, yaitu Tb paru dan diabetes mellitus.
Penatalaksanaan untuk pasien adalah dengan pemberian oksigen sebanyak
24 liter/menit per nasal kanul untuk mengurangi keluhan sesak. Untuk Tb paru
BTA (?) lesi luas kasus kambuh adalah pemberian obat anti tuberkulosis (OAT).
OAT yang diberikan adalah OAT katagori 2 yaitu 2(RHZES)/(RHZE)/5(RHE)
dengan dosis : rifampisin 1 x 450 mg tab p.o, isoniazid 1 x 150 mg tab p.o,
pirazinamid 1 x 750 mg tab p.o, etambutol 1 x 600 mg tab p.o, dan streptomisin 1
x 450 mg iv. Untuk pneumonia diberikan antibiotic seftriakson 1 x 1 gr i.v,
paracetamol 3 x 500 mg p.o, serta codein 3 x 15 mg p.o. untuk DM Tipe II diberikan
glimepiride 1 x 20 mg p.o dan avidra 10-10-10. Diberikan infus untuk maintenance
cairan dengan RL 1500 cc/24 jam. Pemeriksaan rutin yang perlu diperiksa adalah
sputum BTA, kultur mikroorganisme, pemeriksaan darah lengkap tiap 3 hari, dan
GDS tiap hari.
Status gizi pasien adalah gizi kurang (IMT : 13,3) dan pasien juga menderita
DM Tipe II sehingga diperlukan terapi nutrisi yang tepat. Untuk saat ini kami
rekomendasikan terapi nutrisi dengan kebutuhan kalori sebesar 1.250 kkal yang
terdiri dari karbohidrat 172 gram, lemak 35 gram, dan protein 78,5 gram. Namun
untuk lebih akurat kami konsulkan ke ahli gizi.

41

BAB IV
KESIMPULAN
Pneumonia

merupakan

peradangan

paru

yang

disebabkan

oleh

mikroorganisme (bakeri, virus, jamur, dan parasit). Berdasarkan kausanya,


pneumonia dibagi menjadi pneumonia bacterial, pneumonia atipikal, pneumonia
virus, dan pneumonia jamur. Jika berdasarkan epidemilogoisnya, pneumonia
dibedakan menjadi pneumonia komuniti, pneumonia immunocompromised,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia nosokomial. Salah satu faktor risiko pasien
menderita pneumonia adalah pasien dengan keaadan imunitas paru yang tidak
bagus misal sedang menderita penyakit tuberkulosis

serta sedang menderita

diabetes mellitus.
Pasien dengan diagnosa tuberkulosis kategori 2 harus ditatalaksana dengan
obat anti tuberkulosis kategori II yaitu 2 HRZES / 1 HRZE / 5 HRE dengan dosis
disesuaikan dengan berat badan. Pasien dan keluarga harus diedukasi bahwa
pengobatan tuberkulosis harus diminum secara kontinu. Sedangkan infeksi
pneumoninya harus diobati dengan antibiotik spektrum luas selama hasil kultur
dahak belum keluar.

42

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komuniti: pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003: 4-16.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia nosocomial: pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003: 2-13.
3. Nyoman BI, Putu SP, Bagus SI. Pneumonia atipikal. 2007: 138-9.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit
vol 2. Ed. 6. EGC: 2005.
5. Dhar R. Pneumonia: review of guidelines. JAPI: January 2012,60.
6. Musher DM, Thorner AR. Community-acquired pneumonia. N Engl J Med:
2014, 371:1619-28.
7. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

penatalaksanaan

tuberkulosis (Konsensus TB). PDPI. 2003: 1-45.


8. PUSADATIN. Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan RI. 2015: 1-7.
9. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
nasional pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI. 2014: 120.
10. NSW Health. Tuberkulosis. NSW Health. 2005: 1-2.

43

Anda mungkin juga menyukai