SKENARIO A BLOK 27
Kelompok 6
Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc
Citta Ananggadipa Putri 04011381320027
Endy Averossely 04011381320017
Ghiena Inayati Abishasahata 04011381320015
K. Muhammad Tasrif 04011381320037
KMS. M. Afif Rahman 04011381320019
Nur Haniyyah 04011381320021
M. Rizky Rasyadi 04011381320023
M. Tafta Zani 04011381320061
Muhammad Firroy F. 04011381320007
Rani Juliantika 04011181320089
Safitri Muhlisa 04011381320029
Ummi Rahmah 04011181320107
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini
dengan baik tanpa aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial
skenario A yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi)di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada
Blok Infeksi Tropis.
Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Liniyati D. Oswari
M.Sc yang telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang
terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun
inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang
baru bagi penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Kelompok Tutorial VI
2
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...... . . . . . . . . . . . . . . 4
1.2 Maksud dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . 4
Bab II Pembahasan
2.1 Skenario A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... . .5
2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . ......................5
II. Identifikasi Masalah . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6
III. Analisis Masalah . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . ..................... . 7
IV. Hipotesis . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .....................................
V. Kerangka Konsep . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
3
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario A
Tn. Amir, 32 tahun, datang ke dokter kerena mengeluh demam naik turun sejak
8 hari yang lalu sejak pulang dari Bangka 1 bulan yang lalu. Saat demam suhu
badannya tinggi disertai menggigil dan berkeringat. Saat demam turun, suhu tubuh
kembali normal, lalu demam lagi. Tn. Amir juga mengeluh sakit kepala, mual dan
badan lemah.
Pemeriksaaan fisik:
Keadaan Umum : Kesadaran Compos Mentis, Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi:
108x/menit, Respiration Rate : 24x/menit, Temperatur Axilla: 390C
Kepala : Sklera ikterik -/-, konjunctiva pucat +/+
Leher : Pembesaran KGB -/-
Thorak : Paru dan Jantung dbn
Abdomen : Lien teraba Schuffner 1, hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae
Ekstremitas : Edema Pretibia
Pemeriksaan penunjang:
Hb: 7 gr/dl, RBC 3,5 juta, WBC 11.000/mm3, Trombosit: 200.000/mm3
DDR: Ukuran RBC yang terinfeksi normal, tampak gambaran gametosit bentuk
pisang.
2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
No Istilah Definisi
1 Mual Perasaan tidak menyenangkan atau tidak nyaman pada
bagian perut yang muncul sebelum muntah
2 Demam Suhu tubuh yang lebih tinggi dari normal (suhu normal=
36,50C 37,50C)
3 Berkeringat Mekanisme tubuh sebagai upaya melepaskan panas dari
dalam tubuh sebagai pertahanan untuk menjaga
kelembapan.
4 Sakit kepala Rasa sakit dibagian kepala, diatas mata/telinga, di
belakang kepala (occipital) atau di belakang leher atas
yang disebabkan berbagai penyebab.
5 Menggigil Perasaan dingin disertai dengan getaran tubuh.
5
6 DDR DrikeDrupple adalah pemeriksaan apusan darah tebal
untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria
7. Schuffner Garis yang menghubungkan titik pada arkus costa kiri
dengan umbilikus dan diteruskan sampai SIAS kanan.
7
Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama
(first attack).
8
perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara
transplasental (Anies, 2006).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan
mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan
dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko
malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak
yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor
genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya
malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel,
mengubah respons immunologik atau mengurangi
keterpaparan terhadap vektor (Harijanto, 2000).
- berkeringat
Demam ialah peningkatan suhu tubuh karena resetting
termostat di hipothalamus. Suhu tubuh selalu dipertahankan selama
demam. Demam disebabkan oleh infeksi atau stress. Peningkatan
10
termostat tubuh akan menyebabkan sensasi kedinginan.
Vasokonstriksi dan menggigil terjadi untuk mengimbangi peningkatan
suhu tubuh. Jika termostat dihapus dan demam hilang, seseorang akan
merasa kepanasan, terjadi vasodilatasi dan berkeringat.
- sakit kepala
Sakit kepala terjadi akibat dari vasodilatasi pembuluh darah
karena demam tinggi pada kasus, Saat tubuh dalam keadaan panas
maka arteri akan melebar (vasodilatasi). Vasodilatasi merupakan
serangkain sebuah rangsang yang diproses oleh Hiptalamus diteruskan
oleh saraf Eferen, hingga menjadi sebuah respon (Vasodilatasi),
sehingga pori-pori melebar dan keringat keluar sebagai upaya
mendinginkan suhu tubuh. Dengan adanya proses Vasodilatasi darah
akan mengalir lancar dan cepat.
- mual
Mual dan rasa penuh disebabkan karena adanya
hepatosplenomegali yang menekan gaster. Splenomegali disebabkan
karena peningkatan eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga sehingga
mengaktivasi system RES untuk memfagositosis eritrosit yang
terinfeksi atau tidak terinfeksi. Hepatomegali disebabkan karena
peningkatan eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga sehingga
mengaktivasi system RES untuk memfagositosis eritrosit yang
terinfeksi atau tidak terinfeksi dan kompensasi hemolisis dan
memperbanyak jumlah sel (hiperplasi) dan adanya sporozoit yang
masuk kedalam hepar banyak, maka hepar melakukan kompensasi
dengan memperbanyak jumlah sel.
- badan lemah
Anopheles betina yang mengandung sporozoid di dalam
kelenjar air ludah menghisap darah manusia sporozoid masuk ke
hepar dan menembus sel hepatosit menjadi tropozoid
berkembang menjadi skizoid skizoid berkembang dan pecah
mengeluarkan merazoid merazoid ke sirkulasi darah
menginfeksi eritrosit anemia badan lemah.
11
g. Pada penyakit apa saja keluhan seperti pada kasus dapat terjadi ?
Demam Sakit kepala Mual Badan Lemah
Malaria Falciparum + + + +
Tifoid + + - +
Dengue + + - +
12
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria
dengan menggunakan metode imunokromatografi dalam bentuk
dipstik. Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2
jenis yaitu:
- Single, yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum
- Combo, yang mampu mendiagnosis infeksi P. falciparum dan
non falciparum
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Kesadaran Compos Mentis, Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Nadi: 108x/menit, Respiration Rate : 24x/menit, Temperatur Axilla: 390C
Kepala : Sklera ikterik -/-, konjunctiva pucat +/+
Leher : Pembesaran KGB -/-
Thorak : Paru dan Jantung dbn
Abdomen : Lien teraba Schuffner 1, hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae
Ekstremitas : Edema Pretibia
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan
fisik ?
Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi Mekanisme
Abnormal
Kesadaran : compos compos mentis Normal -
mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Normal -
120/80 mmHg
Nadi : 108 x/menit 60-100 x/menit Takikardi
Respiration Rate : 24 16-24 x/menit Normal -
x/menit
Temperatur axilla = 36,5 -37,20C Demam
390C
Sklera ikterik -/- (-) Normal -
Konjunctiva pucat +/+ (-) Anemia
Pembesaran KGB -/- (-) Normal -
Paru dan jantung dbn Dalam batas normal >> Normal -
Belum ada gangguan
hemodinamik dan sirkulasi
darah.
Lien teraba Schuffner 1 Tidak teraba
Hepar teraba 1 jari Tidak teraba
13
dibawah arcus costae
Edema pretibia -/- (-) Normal -
Lien : Limpa merupakan organ RES yang berfungsi memfagositosis kuman pada
kasus ini eritrosit terinfeksi oleh plasmodium sehingga kerja limpa semakin berat
karena banyaknya infeksi dari plasmodium.
15
3. Pemeriksaan penunjang
Hb: 7 gr/dl, RBC 3,5 juta, WBC 11.000/mm3, Trombosit: 200.000/mm3
DDR: Ukuran RBC yang terinfeksi normal, tampak gambaran gametosit
bentuk pisang.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan
penunjang ?
Hb: 7 gr/dl :mengalami penurunan akibat destruksi eritrosit baik yang
terinfeksi maupun tidak. Plasmodium falciparum menginfetsi semua
stadium ertitrosit.
RBC 3,5 juta :mengalami penurunan akibat destruksi eritrosit baik
yang terinfeksi maupun tidak. Plasmodium falciparum menginfetsi
semua stadium ertitrosit.
WBC 11.000/mm3 :mengalami peningkatan karena ada infeksi
Trombosit: 200.000/mm3 :mengalami penurunan dikarenakan
destruksi dimediasi imun, abnormalitas pada struktur trombosit yang
diinfasi parasis, apoptosis platelet, DIC (Dissaminated Intravascular
Coagulation), sekuestrasi pada limpa, gangguan koagulasi dan stress
oksidatif
DDR: Ukuran RBC yang terinfeksi normal, tampak gambaran
gametosit bentuk pisang menandakan terinfeksi plasmodium
falcifarum.
IV. Hipotesis
16
Tn amir 32 tahun mengalami demam intermitten suspect malaria falciparum
Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang penderita malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil,
dan berkeringat yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare,
nyeri otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis
malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti
malaria satu bulan terakhir, maupun riwayat pernah mendapat tranfusi
darah.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami
demam dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang
dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa
(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali).
Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah
yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah
(SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan
ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat Rapid
Diagnostic Test (RDT) adalah pemeriksaan yang
17
dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan imunokromatografi
dalam bentuk dipstick. Test ini digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian
Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang tidak
ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini
mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi
Rapid Diagnostic Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity
dan specificity lebih dari 95% (Soerdato, 2011).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan
trombosit (Widoyono, 2008).
18
Pada malaria Cerebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya
seperti Meningitis, Ensefalitis, Tifoid ensefalopati, Tripanosiasis.
Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik
( diabetes, uremi ), Gangguan cerebrovaskuler (stroke), Eklampsia, dan tumor
otak.
Manifestasi kilinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai
berat.
Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut: Demam tifoid, demam dengue, infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), leptospirosis ringan, infeksi virus akut lainnya.
Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit
infeksi lain sebagai berikut: radang otak (meningitis/ensefalitis), stroke
(gangguan serebrovaskuler), tifoid ensefalopati, hepatitis, leptospirosis berat,
glomerulonefritis akut atau kronik, sepsis, demam berdarah dengue atau
Dengue Shock Syndrome.
19
g. Bagaimana etiologi dari diagnosis?
20
seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan
lain-lain.Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain
penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria
kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur <1-6 tahun
dibandingkan dengan wisatawan yang tidak menderita malaria.
Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho
dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada
anak-anak malnutrisi.
Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat
(di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah),
objek yang digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya
mengigit satu orang setiap kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk
aedes yang bisa menggigit banyak orang saat mengisap darah.
Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar
ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor
penular penyakit malaria.
2) Faktor Agent
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodiaf amily plasmodiidae
dan ordococcidiidae Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit
malaria yaitu:Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale
daanPlasmodium falciparum.
3) Faktor Environment
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka
Belitung dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-
rawa di sekitar lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria.
Lingkungan fisik meliputi :
Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau
masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur
nyamuk.Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar
kemungkinan berkembangbiakan anopheles.
21
Siklus hidup
Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi
pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia.Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap
darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada
stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan
fertilisasi menghasilkan ookinet. Ookinet masuk ke lambung nyamuk
membentuk ookista. Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang
nantinya akan pecah dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan
menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah
nyamuk.
Dengan ini siklus sporogoni telah selesai. Siklus skizogoni terdiri dari 2
siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika
nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh
manusia melewati luka tusuk nyamuk . Sporozoit akan mengikuti aliran darah
menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan matang menjadi skizon .
Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase
dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan
pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga
menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan
membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara
bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang
nantinya akan di hisap lagi oleh nyamuk.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put ih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand,
2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
22
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain
menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai
selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001)
23
l. Bagaimana pencegahan dari diagnosis?
- Pencegahan malaria melalui kontrol vector
Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu terhadap
gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk, mencegah
vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat berguna untuk
mengurangi intensitas transmisi malaria secara lokal (Peter dan Gilles, 2002;
WHO, 2009).
Untuk pencegahan terhadap vektor dengan melakukan kontrol terhadap
nyamuk Anopheles. Kontrol malaria agar efefektif, efesien dan
berkesinambungan dilakukan dengan pendekatan pengelolaan terintegrasi.
24
WHO telah merekomendasikan untuk kontrol malaria terintegrasi seperti
yang terangkum pada Tabel 1 ( Peter dan Gilles, 2002; WHO, 2009).
- Pencegahan Individual (Protection individual)
Global Malaria Programme (GMP) merekomendasikan pemberian secara
gratis ataupun disubsidi kelambu celup insektisida atau insecticide treated net
(ITN) dan kelambu celup insektisida yang tahan lama ( Long-lasting
insecticidal nets) (LLINs) pada semua orang-orang yang tinggal di daerah-
daerah yang berisiko terjanya penularan malaria dan menjadi target dalam
pencegahan malaria, termasuk anak-anak dan wanita hamil. (WHO, 2009)
Walaupun demikian perlu dipertimbangkan pemakaian kelambu celup akan
efektif bila penularan terjadi di dalam rumah, kebiasaan menggigit vektor di
dalam rumah,dan puncak gigitan vektor setelah jam 22.00, penduduk tidak
tidur sampai larut malam dan penduduk tidak berada di luar rumah pada
malam hari serta masyarakat mau menggunakan kelambu (WHO,2009)
- Reduksi longevity vector
Tujuannya adalah mencegah nyamuk menjadi infektif sehingga tidak terjadi
penularan. Kegiatan dilakukan dengan penyemprotan indoors residual
spraying (IRS) terdiri dari aplikasi insektisida ke permukaan bagian dalam
rumah di mana nyamuk endophylic Anopheles sering beristirahat setelah
mengggit manusia, dengan menggunakan alat semprot yang terstandar untuk
kontrol malaria.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa IRS efektif dalam mengendalikan transmisi
malaria. Beberapa bukti pengamatan menunjukkan bahwa kombinasi dari IRS
dan LLIN lebih efektif dibandingkan intervensi tunggal, terutama jika
kombinasi ini untuk membantu meningkatkan keseluruhan cakupan kontrol
vektor.
Penyemprotan akan efektif apabila penularan terjadi di dalam rumah, vektor
istirahat (resting) di dinding, penduduk menerima penyemprotan dan tidak
berada di luar rumah serta penyebaran rumah yang tidak terpencar sehingga
tidak menyulitkan operasional penyemprotan.
- Modifikasi dan manipulasi lingkungan
Bertujuan untuk mengurangi kepadatan vektor dengan melakukan modifikasi
dan manipulasi lingkungan antara lain:
a. Penimbunan TPV: meniadakan meniadakan genangan air yang potensial
sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Luas TPV
terbatas dan mampu dikelola secara tekhnis maupun ekonomis dan
letaknya dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman
25
penduduk (2 km). Untuk TPV yang luas dilaksanakan pada musim
kemarau dan TPV yang sempit pada saat terbentuknya genangan air.
b. Pengeringan TPV : merupakan kegiatan untuk menghilangkan TPV
dengan cara mengalirkan air hingga kering. Luasnya terbatas dan mampu
dikelola secara teknis maupun ekonomis, letaknya dalam radius jarak
terbang nyamuk terhadap pemukiman penduduk (2 Km).
c. Pembersihan TPV : kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan lumut
dan tanaman air dari TPV, luasnya terbatas dan bias dikelola. Letaknya
dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman penduduk (2
Km).
d. Pengeringan sawah secara berkala: adalah kegiatan mengeringkan sawah
secara berkala dan serempak di hamparan sawah sebagai TPV. Lokasi
TPV pada hamparan sawah dalam radius jarak terbang nyamuk (2 km).
Dilakukan pada waktu padi berumur 2 minggu sampai dengan menjelang
panen.
- Larvaciding
Bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles. Dapat dilakukan
secara kimia dan biologi. Bila larvaciding secara kimia dapat dilakukan pada
TPV yang potensial , terukur dan terjangkau untuk diaplikasikan, tidak ada
vegetasi yang menghalangi aplikasi larvasida, bukan tipe TPV yang kecil dan
menyebar sehingga suulit diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan secara
biologi seperti Penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah
( Aplocheilus panchax) dan ikan nila merah (Oreochromis nilaticum) pada
TPV yang potensial dan airnya permanen
m. Apa saja komplikasi dari diagnosis?
Menurut Anies (2006) malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria
ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:
- Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).
- Kejang.
- Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.
- Mata kuning dan tubuh kuning.
- Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.
- Jumlah kencing kurang (oliguri).
- Warna air kencing (urine) seperti air teh.
- Kelemahan umum.
- Nafas pendek.
26
Pada Plasmodium falciparum prognosis berhubungan dengan tingginya
parasitemia, jika parasit dalam darah > 100.000/mm dan jika hematokrit < 30%
maka prognosisnya buruk. Apabila cepat diobati maka prognosis bisa lebih baik,
namun apabila lambat pengobatan akan menyebabkan angka kematian meningkat.
Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi. Malaria
tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat. Tanpa
pengobatan, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat berlanjut dan
menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae bisa bertahan
lebih lama daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Infeksi
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang selanjutnya
Tn. Amir 32 Tahun
dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang dan koma. Prognosis untuk
infeksi Plasmodium falciparum lebih buruk dan dapatRiwayat
berakhir pergi
dengankekematian
Bangka
o. BagaimanaMasuk
SKDI dari diagnosis?
ke aliran darah menuju ke hati
4A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Kompetensi dicapai
pada saat lulus dokter.
Menjadi skizon
Menginfeksi eritrosit
V. Kerangka Konsep
Mual
Sakit kepala Menggigil
27
Malaria Falcifarum
BAB III
SINTESIS
3.1 MALARIA
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles.
Meskipun penyakit ini telah diketahui sejak lama, penyebabnya belum diketahui.
Dahulu diduga bahwa penyakit ini disebabkan hukuman dari dewa-dewa karena
waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma. Ternyata penyakit ini banyak terdapat di
daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, maka penyakitnya
diebut dengan Malaria (Malariae : udara buruk). Baru pada abad ke-19 Laurean
melihat bentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui
bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di rawa-rawa. Malaria
dapat menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan
hewan pengerat. Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis
yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium dan mudah dikenali dari
gejala: meriang (panas dingin menggigil), demam berkepanjangan yang naik turun,
anemia dan pembesaran limpa.
Terdapat 4 spesies parasit malaria: Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, yang kesemuanya bisa menginfeksi
manusia dan menyebabkan malaria. Tetapi P. falciparum merupakan penyebab
infeksi terbanyak dan paling berbahaya.
Siklus hidup parasit malaria berawal ketika seekor nyamuk betina menggigit
penderita malaria. Nyamuk mengisap darah yang mengandung parasit malaria, yang
selanjutnya akan berpindah ke dalam kelenjar liur nyamuk. Jika nyamuk ini kembali
menggigit manusia, maka parasit akan ditularkan melalui air liurnya. Di dalam tubuh
manusia, parasit masuk ke dalam hati dan berkembangbiak disana.
ETIOLOGI
Malaria terjadi akibat invasi eritrosit masing-masing dari 4 spesies. Parasit bersel satu
yang berasal dari genus plasmodium. Terdapat sekitar 170 spesies plasmodium
yang dikenal tapi hanya 4 yang menjadi penyebab malaria pada manusia yaitu:
1. Plasmodium Falciparum. Dulu dikenal sebagai Subtertian atau malaria tertiana
maligna, merupakan spesies yang paling mematikan dan jika tidak diobati dapat
28
fatal dalam beberapa hari sejak awitan. Merupakan penyebab malaria
Tropika/malaria Serebral.
2. Plasmodium Vivax. Spesies ini dapat tersembunyi di dalam tubuh (hati) dan dapat
kambuh selama 3 tahun ke depan; merupakan penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium Ovale. Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam tubuh,
menyerupai plasmodium vivax, merupakan penyebab malaria ovale.
4. Plasmodium Malariae. Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama
bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala, walaupun orang yang setelah terinfeksi
dapat menularkan ke orang lain melalui gigitan nyamuk atau transfusi darah.
Secara khas paroksismal dan hampir-hampir tidak pernah fatal.
Tiga infeksi terakhir dapat mengalami rekurensi berminggu-minggu, setelah
terlihat penyembuhan dari suatu serangan primer secara jelas, berbeda dengan infeksi-
infeksi Falciparum yang kecuali pada kasus strain-strain yang resisten terhadap obat,
jarang mengalami rekrudesensi setelah pemberian obat standar.
MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
MEKANISME PENULARAN
29
Manusia tertulari malaria jika kemasukan sporozoit Plasmodium (P. falciparum, P.
vivax, P. malariae, atau P. ovale) lewat gigitan nyamuk Anopheles betina yang
infeksius. Nyamuk vektor terkena infeksi parasit malaria stadium gametosit yang
berhasil mengalami gametogoni, singami dan sporogoni.
Penularan malaria ke manusia bisa bermacam-macam:
Alami : secara inokulatif, sporozoit masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
vektor.
Aksidental : lewat transfusi darah, atau jarum suntik yang terkontaminasi darah
berparasit malaria yang hidup trofozoit langsung ke darah.
Secara sengaja dengan suntikan intravena atau transfusi untuk tujuan terapi layuh
saraf (paresis).
PEMBERANTASAN
Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria, terutama
jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian, menurunkan angka kesakitan
(insidensi dan prevalensi), meminimalkan kerugian sosial dan ekonomi akibat
malaria.Pemberantasan malaria haruslah rasional, harus berbasis pada
epidemiologinya; sarannya: manusia / penduduk, parasit malaria, vektor dan
lingkungannya.
PATOFISIOLOGI
Pada malaria belum diketahui dengan pasti. Perubahan patofisiologi pada malaria
terutama berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat
melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini
cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa
mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis
terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak
menimbulkan perubahan patofisiologik.
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial yg mungkin berhubungan dengan hal
sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit
yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit
dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia
jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria
(blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
30
b. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang
berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit
malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat
melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam
darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang
berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada
orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel
neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium
falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit
pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria
falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum
stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan
tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum
terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di
sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada
endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler
dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi
permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup
meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada
tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk
sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.
Patogenesis
Setelah melalui jaringan hati, P. falcifarum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam
sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan
menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit.
Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa
terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah
patogenesa malaria yang disebabkan oleh P.falcifarum. pathogenesis malaria falcifarum
31
dipengaruhi oleh factor parasit dan factor penjamu (host). Yang termasuk dalam factor
parasit adalah intensitas, densitas, dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam
factor penjamu (host) adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia,
status nutrisi dan status imunologi.
Gejala klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala awalnya seringkali berupa demam ringan
yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil, bersamaan dengan perasaan
tidak enak badan (malaise).
Kadang gejalanya diawali dengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini
berlangsung selama 2-3 hari dan sering diduga sebagai gejala flu. Gejala berikutnya dan
pola penyakitnya pada keempat jenis malaria ini berbeda: Pada malaria falciparum bisa
terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu komplikasi yang disebut malaria serebral.
Gejalanya adalah demam minimal 40Celsius, sakit kepala hebat, mengantuk, delirium
(mengigau) dan linglung. Malaria serebral bisa berakibat fatal. Paling sering terjadi pada
bayi, wanita hamil dan pelancong yang baru datang dari daerah malaria. Pada malaria
vivax, mengigau bisa terjadi jika demamnya tinggi, sedangkan gejala otak lainnya tidak
ada.
Pada semua jenis malaria, jumlah sel darah putih total biasanya normal tetapi jumlah
limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak diobati, biasanya akan timbul jaundice ringan
(sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa. Kadar gula darah rendah dan hal ini lebih
berat pada penderita yang di dalam darahnya mengandung lebih banyak parasit. Kadar
gula darah bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin.
Jika sejumlah kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malari bersifat menetap.
Gejalanya adalah apati, sakit kepala yang timbul secara periodik, merasa tidak enak
badan, nafsu makan berkurang, lelah disertai serangan menggigil dan demam.
Gejala tersebut sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dari
serangan pertama. Blackwater fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi.
Demam ini timbul akibat pecahnya sejumlah sel darah merah. Sel yang pecah melepaskan
pigmen merah (hemoglobin) ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air
kemih dan merubah warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu
terjadi pada penerita malaria falciparum menahun, terutama yang mendapatkan
pengobatan kuinin.
32
Gejala & pola malaria
Malaria Vivax & Ovale. Suatu serangan bisa dimulai secara samar-samar dengan
menggigil, diiukuti berkeringat dan demam yang hilang-timbul. Dalam 1 minggu, akan
terbentuk pola yang khas dari serangan yang hilang timbul. Suatu periode sakita kepala
atau rasa tidak enak badan akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8
jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil
berikutnya.
Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
Malaria falciparum. Suatu serangan bisa diawali dengan menggigil. Suhu tubuh
naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20-36
jam. Penderita tampak lebih sakit dibandingkan dengan malaria vivax dan sakit kepalanya
hebat. Diantara serangan (dengan selang waktu 36-72 jam), penderita biasanya merasa
tidak enak badan dan mengalami demam ringan.
Malaria malariae. Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar.
Serangannya menyerupai malaria vivax dengan selang waktu antara dua serangan
adalah 72 jam.
Diagnosis
Differential diagnosis:
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada system respiratorius ,
Influenza,Bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bacterial lainnya seperti
pneumonia, Infeksi saluran kemih, Tuberkulosis.
Pada daerah Hiperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi
sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukan gejala klinis malaria.
Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria beratnya.
Pada malaria dengan ikterus demam tifoid dengan Hepatitis, Kolesistitis, abses hati dan
leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterusnya tidak dijumpai demam lagi.
Pada malaria Cerebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti
Meningitis, Ensefalitis, Tifoid ensefalopati, Tripanosiasis.
Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik ( diabetes, uremi
), Gangguan cerebrovaskuler (stroke), Eklampsia, dan tumor otak.
Manifestasi kilinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat.
33
Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai
berikut: Demam tifoid, demam dengue, infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
leptospirosis ringan, infeksi virus akut lainnya.
Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain
sebagai berikut: radang otak (meningitis/ensefalitis), stroke (gangguan serebrovaskuler),
tifoid ensefalopati, hepatitis, leptospirosis berat, glomerulonefritis akut atau kronik,
sepsis, demam berdarah dengue atau Dengue Shock Syndrome.
Working diagnosis
Pemeriksaan tetes darah utk malaria.
Tetesan preparat darah tebal dan tipis.
Tes antigen: P-F test 95% sensitif.
Tes serologi ELISA, RIA, dll.
PCR utk penelitian
A. Anamnesis
Penatalaksanaan
Penggunaan obat anti malaria tidak terbatas pada pengobatan kurattif saja, tetapi juga
termasuk:
1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau
timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini
pada infeksi malaria oleh P.falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase ekso-
eritrosit
2. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid
3. Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau
mempengaruhi sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti
gametosid atau sporontosid.
Pencegahan (Kemoprofilaksis)
Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis maupun subtropis. Majunya
sarana perhubungan memudahkan terjadinya penyebaran malaria dari daerah endemis ke
daerah lain.
Kemoprofilaksis malaria pada orang sehat yang memasuki daerah endemis malaria
penting bagi si pendatang dan sebagai upaya pencegahan. Obat-obatan bisa diminum
untuk mencegah malaria selama melakukan perjalanan ke daerah malaria. Obat ini mulai
diminum 1 minggu sebelum perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama tinggal di daerah
malaria dan 1 bulan setelah meninggalkan daerah malaria. Obat yang paling sering
36
digunakan adalah klorokuin. Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium
falciparum yang sudah resisten terhadap obat ini. Obat lainnya yang bisa digunakan
adalah meflokuin dan doksisiklin. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak
dibawah usia 8 tahun dan wanita hamil.
Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah
malaria bisa melakukan hal-hal berikut:
Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah
Memasang tirai di pintu dan jendela
Memasang kawat nyamuk
Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit
Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang
digigit nyamuk.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif
Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk
Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza
Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting, terutama pada malaria falciparum, yang bisa
berakibat fatal pada lebih dari 20% penderita
Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat
eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus
digunakan terus-menerus mulai minimal 1 - 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 - 6
minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria. OAM yang dipakai dalam kebijakan
pengobatan di Indonesia adalah : Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia
secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis
pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan
GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan
meminum obat sesudah makan.
Pencegahan pada anak : OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin.
Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya
dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi. Untuk
mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur. Obat pengusir
nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak digunakan untuk anak
berumur < 2 tahun.
37
Pencegahan perorangan. Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan
pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin. Cara pengobatannya :
- Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria,
selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan
daerah malaria.
- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap : Pemakaian klorokuin
seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa efek samping. Bila
transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama musim penularan, obat diminum 2
kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu dianjurkan hanya untuk 3 - 6 bulan saja.
Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Lihat tabel berikut
Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal) ( frekuensi 1 x seminggu )
01 Pencegahan kelompok. Ditujukan pada sekelompok penduduk,
1-4 khususnya pendatang non-imun yang sedang berada di daerah
59 1
10 14 1 endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan
>15 2 yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan,
pos-pos pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau
melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti
malaria. Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.
Pengobatan
Obat antimalaria yang tersebar di seluruh dunia umumnya dikelompokkan sebagai berikut:
obat anti malaria kelompok kuinolin (klorokuin, kina, primakuin, amodiakuin, meflokuin, dan
halofantrin), obat anti malatia kelompok anti-folat (sulfadoksin, primetamin, proguanil,
klorproguanil, dan dapson), dan kelompok obat antimalaria baru (artemisinin, lumefantrin,
atovakuon, tafenokuin, pironaridin, piperakuin, artemison, WR99210 dan antibiotik). Di
Indonesia saat ini selain tersedia obat antimalaria standar (klorokuin, kina, primakuin dan
sulfadoksin-pirimetamin) juga obat antimalaria artesunat dalam kemasan kombinasi dengan
amodiakuin.
38
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh
bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin,
dan amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid
dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ
Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik, tidak
menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps,
sedangkan P. Malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan relaps,
39
pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa penyulit berlangsung
sampai satu tahun. Infeksi P. falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk,
apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada
gizi buruk.
3.2 DEMAM
Definisi
Dema
Tempat Rentang; rerata m
Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC)
(oC)
Air raksa, 34,7 37,3;
Aksila 37,4
elektronik 36,4
Air raksa,
Rektal 36,6 37,9; 37 38
elektronik
40
36,6
Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila
kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis,
pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38 oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC,
atau suhu membran tympani mencapai 37,6 oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam
yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).5
Pola demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat
antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat
yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis
untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel
2.).1
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu
selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.
Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu
tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi
diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
41
Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak
kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12
jam)
42
Gambar 4. Demam quotidian
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran
nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem
organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan
African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular
atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu
atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah
tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi
setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
43
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi
yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6 oC pada tick-borne fever
dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri
perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai
Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang
umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan
endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering
ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada
kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam
ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan
gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien
dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.
Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti
oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin
berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia
hemolitik.
Klasifikasi demam
Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam
Klasifikasi Penyebab tersering
pada umumnya
44
Demam dengan localizing
Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Istilah Definisi
Demam dengan Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
localization didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas
setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi
dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan
sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk,
cyanosis, hipo atau hiperventilasi
45
Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs
Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
atas herpetika
Kesimpulan
Tn. Amir 32 tahun mengalami demam intermitten e.c malaria plasmodium falciparum dengan
riwayat berpergian ke daerah endemik malaria
DAFTAR PUSTAKA
Harijanto PN. 2006. Malaria. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI.
Mansjoer A(editor). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Cet. Ke-1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Widoyono. 2008. Malaria. Penyakit tropis-epidemiologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasan. Jakarta: Erlangga.
Gandahusada S., Herry H., Pribadi W., 1998, Parasitologi, Kedokteran, Edisi Ketiga, Jakarta:
FKUI.
47
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Ditjen
P2PL, Jakarta, 2006.
Depkes RI. Malaria Direktorat Jenderal Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Menular
dan Lingkungan Pemukiman, Jakarta 1995.
Gilles. H.M. Management of Severe and Complicated Malaria. WHO Geneva 1991.
Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.
Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
Sutawanir. D., Metode Survei Sampel. Penerbit Karunika, UT, Jakarta 1986.
The Clinical Management of Acute Malaria, WHO Regional Publications, South -East Asia
Series No. 9. 1986.
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.
Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting.
Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New
York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke- 3.
:Butterworths;1990.h.990-3.
Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting.
Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-
Raven;1997.h.215-36
48