SKENARIO 4
Disusun oleh :
NPM : 11700036
Kelas : 2017 C
Kelompok :6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
SKENARIO 2
Seorang usia 1 tahun dibawa ibunya pada IRD dengan keluhan kejang. Kejang mulai
semalam dan sudah berulang 3 kali. Bentuk kejang kelojotan tangan dan kaki kanan
dan kiri. Lama kejang berkisar 1 menit setelahnya berhenti sendiri. Keluhan lain
adalah demam sejak 3 hari sebelumnya dengan suhu yang tinggi yang disertai batuk
dan pilek. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat kehamilan, kelahiran,
trauma kepala tidak didapatkan. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu 39oC dengan UUB
membonjol, bayi tampak tidur dan tidak menangis walau dirangsang.
BAB II
KATA KUNCI
PEMBAHASAN
4.1 BATASAN
1. Identitas
Nama : an. Toni
Usia : 1 tahun
Alamat : dukuh kupang Surabaya
Nama ibu : Ny. Sukiah
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Nama bapak : Tn. Margo
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : sales otomotif
2. Anamnesa
Keluhan Utama : kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang sejak 1 hari sebelum ke IRD
Kejang berulang 3x @ 1 menit
Kejang umum
Panas 3 hari tinggi, naik turun
Batuk, pilek ringan
Masih mau makan dan minum sedikit - sedikit sampai 2 hari sebelum
ke IRD
1 hari sebelum ke IRD anak tampak banyak tidur tapi masih dapat
dibangunkan tetapi kemudian tidur kembali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kejang sebelumnya (-)
Trauma kepala (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Pengobatan : paracetamol dan obat batuk pilek
Riwayat kehamilan normal
Kepala/ Leher
A/I/C/D : -/-/-/-
UUB cembung
Pharunx hiperemi
T1/T1
4.2 ANATOMI/FISIOLOGI
2. Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal
a. Otak depan menjadi hemister serebri, korpus striatum, talamus serta
hipotalamus
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus
c. Otak belakang, menjadi pons varol, mediula oblongata dan serebellum
3. Meingitis (Selaput Otak)
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (Cairan
Serebro spinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan.
a. Duramater (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat,
dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan duramater propia di
bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah.
Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena
dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua
hemisfer otak.
b. Arakhnoid (Lapisan Tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater
membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf sentral.
Medula spinalis terhenti setinggi dibawah Lumbal I – II terdapat sebuah kantong
berisi cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medula spinalis dapat dimanfaatkan
untuk mengambil cairan otak yang disebut lumbal.
c. Piamater ( Lapisan Sebelah Dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piamater
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel.
Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis
inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium, memisahkan serebri
dengan serebulum.
Diafragma sellae, lipatan berupa cincin dalam duramater dan menutupi sela
tursika sebuah lekukan pada tulang stenoid yang berisi hipofiser.
Sistem Ventrikel. Terdiri dari beberapa bagian rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lainnya ke dalam rongga itu, fleksus koroid mengalirkan
cairan (liquor serebro spinalis).
Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak tepi, bagian
paimater membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan serebro spinalis. Cairan
serebro spinalis adalah hasil sekresi fleksus koroid. Cairan ini bersifat alkali bening
mirip plasma.
Sirkulasi Caitan Serebro Spinalis. Cairan ini disalurkan oleh fleksus koroid
kedalam ventrikel yang ada dalam otak, kemudaian cairan masuk ke dalam kanalis
sumsum tulang belakang adn ke dalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis.
Setelah melintasi ruangan seluruh otak dan sumsum tulang belakang maka kembali ke
sirkulasi melaluigranulasi arakhnoid pada sinus (sagitalis superior).
4. Perjalanan Cairan-Cairan Serebro Spinalis.
Setelah meninggalkan ventrikel lateralis (ventrikel I dan II) cairan otak dan
sumsum tulang belakang menuju ventrikel III melalui foramen monroi dan terus ke
ventrikel IV melalui aquaduktus silvi cairan di alirkan ke bagian medial foramen
magendi selanjutnya ke sisterna magma dan ke kanalis spinalis. Dari sisterna magma
cairan akan membasahi bagian-bagian dari otak, selanjutnya, cairan ini akan di
absorpsi oleh vili-vili yang terdapat pada arakhnoid, cairan ini jumlahnya tiodak tetap
biasanya berkisar antara 80 – 200 cm mempunyai reaksi alkalis.
Fungsi cairan serebro spinalis :
a. Kelembaban otak dan medula spinalis.
b. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.
c. Melicinkan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.
Komposisi cairan serebro spinalis terdiri dari air, protein, glukosa, garam, dan
sedikit limfosit dan CO2.
Meningitis bakteri adalah suatu peradangan pada selaput otak yang mengenai
lapisan piamater dan ruang subaraknoid termasuk CSS yang dapat disebabkan oleh
bakteri yang menyebar masuk ke dalam ruang subaraknoid (Sáez-Llorens dan
McCracken, 2003; Hoffman dan Weber, 2009).
4.2.3 Etiologi
Tabel .
Penyebab umum meningitis bakteri berdasarkan usia dan faktor risiko (Roper
monocytogenes
Bayi dan anak (usia >3 bulan) S. pneumonia; N. meningitidis; H. infl uenzae
Dewasa usia <50 S. pneumonia; N. meningitides
tahun(imunokompeten)
Dewasa usia >50 tahun S. pneumonia; N. meningitidis; Listeria monocytogenes
Fraktur kranium/pasca-bedahsaraf Staphylococcus epidermidis; Staphylococcus aureus; bakteri
Staphylococcus aureus
S.suis merupakan penyebab meningitis paling sering pada usia 47-55 tahun
Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi individu atau host yaitu : usia,
demografi/faktor sosial ekonomi, paparan kuman, dan status imun yang rendah
(Mace, 2008).
Usia dan demografi
Meningitis dapat terjadi pada semua usia dan pada individu yang sebelumnya
sehat. Pasien lanjut usia(>60 tahun) dan pasien anak (<5 tahun, terutama bayi /
neonatus) memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap insiden meningitis (Choi,
1992; Chavez-Bueno dan McCracken, 2005).
Sedangkan yang termasuk faktor demografi dan sosial ekonomi meliputi:
jenis kelamin laki-laki, ras Afrika Amerika, status sosial ekonomi yang rendah dan
komunitas yang hidup di asrama atau kamp militer (Geiseler et al., 1980; Mace,
2008). Pasien dengan status imun rendah Terdapat hubungan antara imunosupresi dan
peningkatan risiko terjadinya meningitisbakteri. Yang termasuk kondisi
imunosupresi : diabetes, alkoholik, sirosis / penyakit hati, spelenektomi, gangguan
hematologi (misalnya, penyakit sel sabit, talasemia mayor), keganasan,
gangguan imunologi (defisiensi komplemen, defisiensi immunoglobulin),
Human Immunedeficiency Virus (HIV), dan terapi obat imunosupresi (Schutzeetal.,
2002; Mace, 2008).
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSI
1. Meningitis bakterial
2. esenfalitis
BAB VI
ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
Tanda Vital
Tekanan darah: 110/70mmHg
Denyut nadi : 106x/ menit
Suhu : 39o C
RR : 30x/ menit
Berat badan : 9,5 kg
Tinggi badan : -
Kepala/ Leher
A/I/C/D : -/-/-/-
UUB cembung
Pharunx hiperemi
T1/T1
Lab.
Hb 11,6g/dL, leukosit 16.900/mm3, diff count shift to the left
Analisa CSS : Ʃ sel 15.000 dengan dominasi PMN, glukosa menurun, protein
meningkat, none/pandy +/+
USG : kepala dalam batas normal
Dari pemeriksaan tersebut maka diagnosis pada kasus pada pasien ini
adalah Meningitis Bakterial
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSA
6. Identitas
Nama : an. Toni
Usia : 1 tahun
Alamat : dukuh kupang Surabaya
Nama ibu : Ny. Sukiah
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Nama bapak : Tn. Margo
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : sales otomotif
7. Anamnesa
Keluhan Utama : kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang sejak 1 hari sebelum ke IRD
Kejang berulang 3x @ 1 menit
Kejang umum
Panas 3 hari tinggi, naik turun
Batuk, pilek ringan
Masih mau makan dan minum sedikit - sedikit sampai 2 hari sebelum
ke IRD
1 hari sebelum ke IRD anak tampak banyak tidur tapi masih dapat
dibangunkan tetapi kemudian tidur kembali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kejang sebelumnya (-)
Trauma kepala (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Pengobatan : paracetamol dan obat batuk pilek
Riwayat kehamilan normal
Kepala/ Leher
A/I/C/D : -/-/-/-
UUB cembung
Pharunx hiperemi
T1/T1
Diferential Diagnosis
1. Ensefatis
Diagnosis
Penatalaksanaan
Terapi
PROGNOSIS
Komplikasi akut yang umumnya terjadi pada meningitis bakteri dapat berupa :
syok, gagal napas, apnu, perubahan status mental/koma, peningkatan TIK, kejang,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), efusi subdural, abses subdural, abses
intraserebral dan bahkan kematian. Pasien dapat mengalami perubahan status mental
atau bahkan koma.Sekitar 15% dari pasien anak yang menderita meningitis
pneumokokus mengalami syok (Kornelisse et al., 1995). Syok dan DIC sering
berhubungan dengan meningitis meningokokus. Apnu atau gagal napas dapat juga
terjadi, 19 terutama pada bayi. Kejang terjadi pada sekitar sepertiga pasien. Kejang
yang menetap (lebih dari 4hari) atau mulai akhir cenderung terkait dengan gejala sisa
neurologis. Kejang fokal membawa prognosis yang lebih buruk dibandingkan kejang
umum. Jika terjadi kejang fokal harus diwaspadai kemungkinan komplikasi seperti
empiema subdural, abses otak, atau peningkatan TIK dan disarankan dilakukan
pemeriksaan neuroimaging. Efusi subdural yang terjadi pada sepertiga pasien anak
umumnya asimptomatik, dapat membaik secara spontan dan tidak menyebabkan
gejala sisa neurologi permanen. Dapat juga terjadi Sindrom of Inappropriate Anti
Diuretic Hormone (SIADH) sehingga elektrolit dan keseimbangan cairan harus
dipantau ketat.Semua komplikasi seperti syok, DIC, perubahan status
mental/koma,gangguan pernapasan, kejang, peningkatan TIK, SIADH dan gejala
lainnya ditangani dengan terapi yang lazim diberikan (Mace, 2008). Fatality rate
kasus meningitis bakteri dilaporkan sebesar 25% pada orang dewasa dan sampai 50%
pada pasien usia lanjut (Duran et al., 1993; Adedipe dan Lowenstein, 2006). Fatality
rate kasus meningitis bakteri yang disebabkan oleh H. influenzae atau N. meningitidis
atau kelompok streptokokus B, sebesar 3% sampai 7%. Sedangkan pada S.
pneumonia sebesar 20% sampai 25% dan 30% sampai 40% pada
Listeriamonocytogenes (Schuchatet al., 1997). Fatality rate yang lebih tinggi terjadi
pada pasien usia ekstrim (lansia dan bayi, terutama neonatus) (Chavez-Bueno dan
McCracken, 2005). Prognosis bervariasi tergantung pada beberapa faktor: usia,
adanya komorbiditas, bakteri penyebab dan tingkat keparahan dan adanya gangguan
neurologis saat datang ke rumah sakit. Indikator klinis yang mempengaruhi tingkat
kematian yaitu : derajat penurunan kesadaran saat masuk rumah sakit, adanya tanda
peningkatan TIK, kejang dalam 24 jam masuk rumah sakit, usia >50 tahun atau bayi,
adanya komorbiditas, kebutuhan akan alat bantu napas, keterlambatan pemberian
terapi. Sebuah studi padameningitis bakteri dewasa 20 (51% S. pneumonia, 37% N.
meningitidis) menunjukkan bahwa faktor risiko terkait prognosis buruk adalah usia
lanjut, adanya osteoitis atau sinusitis, Glasgow Coma scale (GCS) yang rendah saat
masuk, takikardi, tidak adanya ruam, trombositopeni, peningkatan laju endap darah,
jumlah sel dalam CSS yang rendah dan kultur darah positif (van de Beek et al., 2004).
Insiden gejala sisa bervariasi kurang lebih 25% yang mengalami sekuele sedang atau
berat. Telah dilaporkan bahwa 40% memiliki gejala sisa berupa gangguan
pendengaran dan gejala sisa neurologi lainnya sementara yang lain menyebutkan 60%
mengalami morbiditas (Miller dan Choi, 1997; Tunkel dan Scheld, 2005). Gejala sisa
dari meningitis bakteri meliputi: gangguan pendengaran sensori neural (terutama
sering terjadi pada anak yang mendapat infeksi H.influenzae), penurunan fungsi
intelektual/kognitif, gangguan memori, pusing, gangguan gaya berjalan, defisit
neurologis fokal termasuk kelumpuhan dan kebutaan, hidrosefalus, efusi subdural,
dan kejang (Mace, 2008)
DAFTAR PUSTAKA