Anda di halaman 1dari 32

TUGAS PBL

SKENARIO 3

Disusun oleh :

Nama : Jacob Martins

NPM : 11700036

Kelas : 2017 C

Kelompok :6

PEMBIMBING TUTOR : dr. Harsono Wiradinata, MBA, Sp.KJ.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................................


I. SKENARIO .........................................................................................................................
II. KATA KUNCI.....................................................................................................................
III. PROBLEM.........................................................................................................................
VI. PEMBAHASAN
- BATASAN.................................................................................................................
- ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI /
PATOMEKANISME (DAPAT BERUPA BAGAN ATAU SKEMA )......................
- JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN............................................
- GEJALA KLINIS.......................................................................................................
- PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT.......................................................................
- PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT..........................................................
V. HIPOTESIS AWAL ( DIFFERENTIAL DIAGNOSIS).....................................................
VI.ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS............................................................
- GEJALA KLINIS
- PEMERIKSAAN FISIK
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
VII. HIPOTESIS AKHIR ( DIAGNOSIS )..............................................................................
VIII. MEKANISME DIAGNOSIS..........................................................................................
- MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA DIAGNOSIS
IX. STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH.............................................................
- PENATALAKSANAAN
- PRINSIP TINDAKAN MEDIS
X. PROGNOSIS & KOMPLIKASI.....................................................................................
- CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN / KELUARGA
PASIEN
- TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN
- PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN
- PENCEGAHAN PENYAKIT

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
SKENARIO 2

Dedi Seorang Mahasiswa datang ke IGD sebuah RS swasta dengan keluhan nyeri
dada, palpitasi, napas terengah-engah dan gangguan pengliatan yang digambarkan
seperti ruangan gelap. Dedi merasa bahwa dia akan mati. Tidak didapatkan riwayat
sakit sebelumnya, tidak dalam pegobatan, pernah dirawat di RS karena patah tulang
maleolus medialis kiri. Tidak didapatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikis
dalam keluarga, tidak didapatkan riwayat penyalahgunaan obat-obatan.
Saat ini dedi tinggal bersama orang tua dan adik perempuannya. Dedi juga masih
kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri.
APA YANG TERJADI PADA DEDI?
BAB II
KATA KUNCI

Merasa ingin Mati.


BAB III
PROBLEM

1.Apa masalah pasien tersebut ?

2.Bagaimana prinsip anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

bagi pasien tersebut ?

3.Bagaimana cara diagnosis pasti pada pasien tersebut ?

4.Bagaimana prinsip penatalaksaan pada pasien tersebut ?


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 BATASAN
1. Identitas
 Nama : Dedi
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Usia : 20 tahun
 Alamat :-
 Pekerjaan : Mahasiswa

2. Anamnesa
 Keluhan Utama : Takut mati
 Riwayat Penyakit Sekarang :
 palpitasi
 napas terengah-rengah
 gangguan pengliatan
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Patah tulang maleolus medialis kiri
 Sejak 5 tahun yang lalu sudah berobat ke dokter umum karena kadar
gula tinggi
 Riwayat Penyakit Keluarga : -
 Riwayat Pengobatan : -
 Riwayat Sosial :-
3. Pemeriksaan Fisik Penyakit
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 135/90 mmHg
 Denyut nadi : 115x/ menit
 Suhu : 37o C
 RR : 30x/ menit
 Berat badan: -
 Tinggi badan :-

Kepala/ Leher

 A/I/C/D : -/-/-/-
 Pupil isokhor
 Refleks cahaya +/+

Thorax : - Jantung : S1 S2 tunggal reguler takikardi


- Paru : Takipnea, vesikuler, wheezing/rhonki
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

4. Pemeriksaan penunjang penyakit


Hasil pemeriksaan penunjang :
 Gula darah acak 103 mg/dl
 Toksilogi urine negatif
 EKG sinus takikardia
 TSH dan T4 dalam batas normal
4.2 GANGGUAN PANIK
4.2.1 Definisi

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak

diduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut yang intens dan

bervariasi dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit

serangan selama satu tahun. Setiap episode berlangsung sekitar 15-30 menit,

meskipun efek sisa dapat berlangsung lebih lama. Serangan panik dapat terjadi

secara spontan atau sebagai respon terhadap situasi tertentu.

Serangan panik sering disertai agoraphobia, yaitu rasa takut sendirian

ditempat umum teutama tempat yang sulit untuk keluar dengan cepat saat

terjadi serangan panik.4Perlu diperhatikan bahwa serangan panik dapat terjadi

pada gangguan anxietas lain seperti pada fobia dan gangguan stres

pascatrauma. Karena itu, perlu dengan teliti membedakan ciri-ciri gangguan

tersebut dengan gangguan panik.

4.2.2 Prevalensi

Gangguan panik seumur hidup dilaporkan sekitar 1,5%-5% dan 3%-

5,6% untuk serangan panik. Perempuan 2-3 x kali lebih mudah terkena

dibandingkan laki-laki3terutama mereka yang belum menikah serta wanita

post-partum, serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.6Faktor

sosial merupakan salah satu faktor yang diidentifikasi turut berperan dalam

timbulnya gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang

baru saja terjadi. Gangguan panik paling sering terjadi pada dewasa muda

(rata-rata usia 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agoraphobia dapat timbul

pada usia berapapun. Gangguan panik juga dilaporkan terdapat pada anak dan
remaja dan diagnosis kasus ini mungkin belum terdiagnosis pada kelompok

usia tersebut.

4.2.3 Etiologi

Faktor biologis

Satu interprestasi dari riset mengenai dasar biologi gangguan panik

ialah terkait dengan suatu kisaran abnormalitas biologi dalam struktur dan

fungsi otak. Sebagian besar penelitian dilakukan di area dengan penggunaan

stimulan biologis untuk mencetuskan serangan panik pada pasien dengan

gangguan panik. Pada sejumlah pasien dengan gangguan panik dilaporkan

menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap

stimulus berulang dan berespon berlebihan terhadap stimulus sedang.

Disfungsi serotonergik cukup terlihat pada gangguan panik dan dari

berbagai studi dikatakan obat campuran agonis-antagonis serotonin

menunjukkan peningkatan angka anxietas. Respon tersebut dapat disebabkan

oleh hipersensitifitas serotoninpasca sinaps pada gangguan panik. Terdapat

bukti bahwa melemahnya transmisi inhibisi GABAnergik di amigdala

basolateral, otak tengah, dan hipotalamus dapat mencetuskan respon fisiologis

mirip ansietas. Diantara berbagai neurotransmitter yang terlibat, sistem

noradrenergic juga menarik banyak perhatian, terutama reseptor alfa 2

prasinaps yang memegang peran yang signifikan.

Zat yang mencetuskan panik

Zat yang mencetuskan panik (panikogen) menginduksi serangan panik

pada mayoritas pasien dengan panik dan pada proporsi yang jauh lebih kecil

pada orang tanpa gangguan panik atau dengan riwayat serangan panik. Zat

yang disebut penginduksi panik pernapasan menyebabkan rangsangan


pernapasan dan pergeseran keseimbangan asam basa. Zat ini mencakup CO2,

natrium laktat dan bikarbonat.Zat penginduksi panik neurokimia mencakup

yohimbin, fenfluramin, flumazenil, kolesistokinin dan kafein. Zat penginduksi

panik pernapasan awalnya bekerja di baroreseptor kardiovaskuler di perifer

dan mengirim sinyal melalui aferen vagus ke nucleus tractus solitarii dan

kemudian ke nucleus paragingantoselularis medulla. Hiperventilasi pada

psien gangguan panik disebabkan oleh sistem alarm kekurangan udara

hipersensitif, sementara peningkatan konsentrasi PCO2 dan laktat secara

prematur mengaktifkan monitor asfiksik fisiologik. Zat penginduksi panik

neurokimia dianggap terutama mempengaruhi reseptor noradrenergic,

serotonerik, GABA di Sistem Saraf Pusat secara langsung.

Pencitraan otak

Studi pencitraan struktur otak contoh nya Magnetic Resonance

Imaging (MRI) pada pasien dengan gangguan panik melibatkan keterlibatan

patologis lobus temporalis, terutama hipokampus. Salah satu studi MRI

melaporkan abnormalitas terutama atrofi korteks di lobus temporalis kanan

pada pasien ini. Studi pencitraan otak fungsional contohnya PET melibatkan

adanya disregulasi aliran darah otak. Khususnya, gangguan ansietas dan

serangan panik disertai vasokonstriksi serebral, yang dapat menimbulkan

gejala SSP seperti pusing dan gejala sistem saraf perifer yang dapat dicetuskan

oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Sebaigian besar studi pencitraan otak

fungsional menggunakan zat penginduksi panik spesifik (laktat, kafein, dan

yohimbin) dikombinasi dengan PET atau SPECT untuk mengkaji efek saat zat

penginduksi panik dan serangan panik yang dinduksi pada aliran darah otak.

Faktor genetik
Walaupun studi mengenai dasar genetik gangguan panik dan

agoraphobia jumlahnya sedikit, data saat ini mendukung kesimpulan bahwa

gangguan ini memiliki komponen genitik yang khas. Sejumlah data

menunjukkan bahwa gangguan panik dan agoraphobia adalah bentuk parah

gangguan panik sehingga lebih mungkin diturunkan. Berbagai

studimengatakan terdapat resiko 4 hingga 8 kali untuk gangguan panik

diantara kerabat derajat serta pasien dengan gangguan panik dibandingkan

kerabat derajat pertama pasien lain. Studi kembar lain melaporkan bahwa

kedua kembar monozigot lebih mudah tekena bersamaan disbanding kemar

dizogot. Saat ini tidak ada data yang menunjukkan lokasi romosom spesifik

atau cara transmisi gangguan ini.

Teori psikoanalitik

Teori ini mengonseptualisasi serangan panik sebagai serangan yang

timbul dari pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan

ansietas. Untuk menjelaskan agoraphobia, teori psikoanalitik menekankan

hilang orangtua dimasa kanak dan riwayat ansietas perpisahan. Berada

sendirian ditempat umum membangkitkan kembali ansietas saat diabaikan

dimasa kanak. Mekanisme defens yang digunakan mencakup represi,

displacement, penghindaran dan simbolisasi.

Serangan panik secara neurofisiologis berhubungan dengan locus

ceruleus, awitan panik umunya terkait dengan faktor lingkungan atau

psikologis. Pasien dengan gangguan panik memiliki insiden yang lebih tinggi

mengalami peristiwa hidup yang penuh tekanan, khususnya kehilangan.

Hipotesis bahwa peristiwa psikologis yang penuh tekanan menimbulkan

perubahan neurofisiologis didukung oleh penelitian pada kembar perempuan.


Perpisahan dari ibu dimasa kehidupan awal dengan jelas lebih menimbulkan

gangguan panik daripada perpisahan ayah. Faktor etiologi selain pada pasien

perempuan tampaknya adalah penyiksaan fisik dan seksual dimasa kanak-

kanak. Sekitar 60% perempuan dengan gangguan panik memiliki riwayat

penyiksaan seksual pada masa kanak-kanak.

Riset menunjukkan bahwa penyebab serangan panik cenderung

melibatkan arti peristiwa yang menimbulkan stress secara tidak disadari serta

bahwa patogenesis serangan panik dapat berkaitan dengan faktor

neurofisiologis yang dicetuskan reaksi psikologis.

4.2.4 Gambaran klinis gangguan panik

Serangan panik yang pertama sering benar-benar spontan walaupun

serangan panik kadang-kadang mengikuti kegairahan, kerja fisik, aktivitas

seksual atau trauma emosi sedang. Menurut DSM IV TR menekankan bahwa

setidaknya serangan pertama harus tidak diduga untuk memenuhi kriteria

diagnostik gangguan panik. Klinisi harus berupaya untuk mendapatkan setiap

kebiasaan yang mendahului serangan panik pasien. Aktivitas tersebut dapat

mencakup penggunaan kafein, alkohol, nikotin atau zat lain, pola tidur atau

makanan yang tidak biasa, dan situasi lingkungan tertentu seperti pencahayaan

yang berlebihan.

Serangan sering dimulai dengan periode meningkatnya gejala dengan

cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah rasa takut yang ekstrim

dan rasa kematian serta ajal yang mengancam. Pasien biasanya tidak mampu

menyebutkan sumber rasa takutnya, mereka menjadi bingung dan memiliki

masalah konsentrasi. Tanda fisik sering mencakup takikardi, palpitasi,


dispneu, dan berkeringat. Pasien sering mencoba pergi untuk mencari

pertolongan. Serangan biasanya bertahan 20-30 menit jarang lebih dari 1 jam.

Pemeriksaan status mental formal selama serangan panik dapat

mengungkapkan adanya perenungan, kesulitan bicara dan gangguan memori.

Pasien dapat mengalami depresi atau depersonalisasi selama serangan. Gejala

dapat hilang segera atau bertahap. Diantara serangan pasien dapat memiliki

ansietas antisipatorik dan gangguan ansietas menyeluruh mungkin sulit,

walaupun pasien gangguan nyeri dengan ansietas antisipatorik mampu

menyebutkan fokus ansietas mereka.

Pasien biasanya khawatir akibat masalah jantung atau pernapasan.

Pasien biasanya dapat meyakini bahwa palpitasi dan nyeri dada menunjukkan

bahwa mereka akan mati. Sebanyak 20% pasien benar-benar mengalami

episode sinkop selama serangan panik.

Menurut DSM IV gejala gangguan panik antara lain adalah sebagai

berikut :

•    Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan

•    Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila

•    Takut mati

•    Leher serasa dicekik

•    Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat

•    Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada

•    Merasa sesak, bernapas pendek

•    Mual atau distress abdominal

•    Gemetaran

•    Berkeringat
•    Rasa panas dikulit, menggigil

•    Mati rasa, kesemutan

•    Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)

4.2.5 Diagnosis

DSM IV TR memasukkan 2 kriteria diagnostik gangguan panik, satu

diagnosis tanpa agoraphobia dan diagnosis yang lain dengan agoraphobia,

tetapi keduanya memerlukan adanya serangan panik seperti yang digambarkan

tabel berikut ini.

Tabel Pedoman diagnostik Gangguan Panik menurut PPDGJ III4

 Gangguan panic baru ditegakkan sebagai diagnosis utama apabila tidak


ditemukan adanya gangguan ansietas fobik (F.40.-)
 Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
ansietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-
kira satu bulan:
a. Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya;
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya (unpredictable situations);
c. Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas
pada periode diantara serangan-serangan panik (meskipun
demikian, umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik yaitu
anxieta yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi).

4.3 PEMICU PANIC


Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara

menjauhkan pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa

pemicu gangguan panik antara lain: 6,7

 Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)

 Penyakit somatik

 Adanya konflik dengan orang lain

 Pengunaan ganja

 Penyalahgunaan stimulan seperti kafein, dekongestan, kokain dan obat-

obatan simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)

 Berada pada tempat-tempat tertutup atau tempat umum (terutama

gangguan panik yang disertai agrofobia)

 Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik

yang awalnya asimptomatik

 Sindrom putus obat golongan SSRI yang dapat menginduksi gejala-

gejala yang menyerupai gangguan panik

Pada beberapa penilitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada pasien
penderita gangguan panik yang mengalami hiperventilasi, menginhalasi CO2 ,
konsumsi kafein atau yang mendapat injeksi natrium laktat hipertonis atau larutan
selain hipertonis, kolesistokinin, isoproterenol, fulamazenil atau naltrexone.
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSI

1. Gangguan panic
2. gangguan cemas menyeluruh
BAB VI
ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

Tabel analisis defferential diagnosis

Gejala Gangguan Panik Gangguan Ansietas


Menyeluruh
Nyeri dada + +

Palpitasi + +

Napas terengah-engah + +

Gangguan penglihatan + +

Perasaan akan mati + -


BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien bernama Dedi 20 tahun


datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada, palpitasi, napas terengah-engah dan
gangguan pengliatan yang digambarkan seperti ruangan gelap dan merasa bahwa dia
akan mati.

Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum : takut mati


Pemeriksaan Fisik Penyakit
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 135/90 mmHg
 Denyut nadi : 115x/ menit
 Suhu : 37o C
 RR : 30x/ menit
 Berat badan: -
 Tinggi badan :-

Kepala/ Leher

 A/I/C/D : -/-/-/-
 Pupil isokhor
 Refleks cahaya +/+

Thorax : - Jantung : S1 S2 tunggal reguler takikardi


- Paru : Takipnea, vesikuler, wheezing/rhonki
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang penyakit

Hasil pemeriksaan penunjang :


 Gula darah acak 103 mg/dl
 Toksilogi urine negatif
 EKG sinus takikardia
 TSH dan T4 dalam batas normal

Dari pemeriksaan tersebut maka diagnosis pada kasus pada pasien ini
adalah Gagguan Panik
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSA
5. Identitas
 Nama : Dedi
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Usia : 20 tahun
 Alamat :-
 Pekerjaan : Mahasiswa

6. Anamnesa
 Keluhan Utama : Takut mati
 Riwayat Penyakit Sekarang :
 palpitasi
 napas terengah-rengah
 gangguan pengliatan
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Patah tulang maleolus medialis kiri
 Sejak 5 tahun yang lalu sudah berobat ke dokter umum karena kadar
gula tinggi
 Riwayat Penyakit Keluarga : -
 Riwayat Pengobatan : -
 Riwayat Sosial :-

7. Pemeriksaan Fisik Penyakit


Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 135/90 mmHg
 Denyut nadi : 115x/ menit
 Suhu : 37o C
 RR : 30x/ menit
 Berat badan: -
 Tinggi badan :-

Kepala/ Leher

 A/I/C/D : -/-/-/-
 Pupil isokhor
 Refleks cahaya +/+

Thorax : - Jantung : S1 S2 tunggal reguler takikardi


- Paru : Takipnea, vesikuler, wheezing/rhonki
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

8. Pemeriksaan penunjang penyakit


Hasil pemeriksaan penunjang :
 Gula darah acak 103 mg/dl
 Toksilogi urine negatif
 EKG sinus takikardia

TSH dan T4 dalam batas norma

Diferential Diagnosis

1. Gangguan panic
2. Gangguan ansietas menyeluruh

Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan- pemeriksaan di atas pasien mengalami Gangguan Panik

BAB IX
STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH

Penatalaksanaan

Terapi

Dengan terapi sebagian besar pasien mengalami perbaikan. Dua terapi

yang paling efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif perilaku. Terapi

keluarga dan kelompok dapat membantu penderita dan keluarganya

menyesuaikan diri dengan keadaan pasien yang memiliki gangguan dan

menyesuaikan diri dengan kesulitan psikososial yang dapat dicetuskan oleh

gangguan tersebut.

Farmakoterapi

Alprazolam (Xanax) dan paroxetine (paxil) adalah dua obat yang

disetujui FDA untuk terapi gangguan panik. Umumnya pegalaman

menunjukkan keunggulan selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan

clomipramine (anfranil) daripada benzodiazepine, monoamine oxsidase

inhibitor (MAOI), dan obat trisiklik serta tetrasiklik dalam efektifitas dan

toleransi efek yang merugikan. Suatu pendekatan konservatif adalah memulai

dengan paroxetine, sertraline atau fluvoxamine pada gangguan panik terisolasi.


Jika diinginkan kendali yang cepat terhadap gejala yang parah pemberian

alprazolam harus dimulai bersamaan dengan SSRI diikuti penurunan dosis

benzodiazepine secara perlahan. Pada penggunaan jangka panjang, fluoxetine

adalah obat efektif untukpanik yang bersamaan dengan depresi.

Seletive serotonin reutake inhibitor.

Semua SSRI efektif untuk gangguan panik. Paroxetin memiliki efek

sedatif dan cenderung segeramembuat pasien tenang sehingga menimbulkan

kepatuhan yang lebih besar serta putus minum obat yang lebih sedikit.

Fluoxamine dan sertralin adalah obat berikutnya yang paling baik ditoleransi.

Satu pendekatan bagi pasien dengangangguan panik adalah dengan memulai

paroxetine 5-10 mg /hari selama 1-2 minggu kemudian dosisnya ditingkatkan

10 mg/hari setiap 1-2 minggu hingga maksimum 60 mg. Jika sedasi tidak

dapat ditoleransi dosis paroxetine diturunkan bertahap hingga 10 mg/hari dan

diganti menjadi fluoxetine pada 10 mg/hari dan dititrasi meningkat secara

perlahan. Strategi lain dapat digunakan berdasarkan pengalaman klinisi.

Benzodiazepin

Benzodiazepin memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat,

sering dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode waktu yang

lama tanpa timbul toleransi terhadap efek anti panik. Alprazolam adalah

benzodiazepine yang paling luas digunakan untuk gangguan panik tetapi studi

menunjukkan lorazepam atau Ativan memiliki efisiensi yang sama, dan pada

laporan kasus juga menunjukkan bahwa klonazepam atau klonopin dapat

efektif. Setelah 4-12 minggu dosis benzodiazepine dapat diturunkan sementara

obat serotonergik diteruskan. Keberatan utama para klinisi mengenai

benzodiazepine adalah potensi ketergantungannya, gangguan kognitif, dan


penyalahgunaan terutama setelah penggunaan jangka panjang. Pasien harus

diperingatkan untuk tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan yang

berbahaya selama mengkonsumsi benzodiazepine.

Obat trisiklik dan tertrasiklik

Menurut data diantara obat-obat trisiklik clomipramine dan imipramine

(tofranil) adalah obat yang paling efektif untuk terapi gangguan panik.

Pengalaman klinis menunjukkan dosis harus dinaikkan perlahan untuk

menghindari stimulus berlebihan dan bahwa seluruh manfaat klinis

membutuhkan dosis utuh dan mungkin belum dicapai selama 8-12

minggu.Obat-obatan trisiklik lebih sedikit digunakan daripada SSRI karena

obat trisiklik umunya memiliki efek simpang lebih berat pada dosis lebih

tinggi yang diperlukan untuk terapi yang lebih efektif bagi gangguan panik.

Monoamine oxidase inhibitor

Data terkuat menyokong efektifitas fenelzin (nardil) dan sejumlah data

juga menyokong tranil sifromin (parnate). Kemungkinan MAOI

menyebabkan stimulasi berlebihan lebih kecil daripada SSRI atau trisklik tapi

obat ini memerlukan dosis penuh selama sedikitnya 8-12 minggu agar efektif.

Tidak respon terhadap terapi

Jika pasien gagal memberikan respon terhadap salah satu golongan

maka golongan obat lain harus dicoba. Data terkini menunjukkan nefazodon

dan fenlafaxin efektif untuk digunakan. Laporan kasus mengesankan

efektifitas carbamazepine, valproate, dan inhibitor saluran kalsium.

Durasi farmakoterapi
Ketika efektif terapi diteruskan selama 8-12 bulan. Gangguan panik

adalah keadaan kronik mungin seumur hidup dan kambuh jika terapi

dihentikan.

Terapi perilaku dan kognitif

Dari berbagai respon disimpulkan bahwa terapi kognitif dan perilaku

mengungguli terapi farmakologi saja. Laporan lain menyimpulkan sebaliknya.

Terapi kognitif

Dua fokus utama terapi kognitif adalah instruksi mengenai keyakinan

pasien yang salah dan informasi mengenai serangan panik.

Aplikasi relaksasi

Tujuannya adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat

ansietas dan relaksasi. Melaui penggunaan teknik standar relaksasi otot dan

membayangkan situasi yang membuat santai, pasien mempelajari teknik yang

dapat membantu mereka melewati sebuah serangan panik.

Pelatihan Pernapasan

Hiperventilasi berhubungan dengan serangan panik mungkin berkaitan

dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, suatu pendekatan langsung

untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih paisen melakukan

hiperventilasi.

Pajanan invivo

Teknik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti

yang semakin lama semkain berat dari waktu ke waktu pasien menjadi

mengalami desensitisasi terhadap pnegalaman tersebut.


Psikoterapi kombinasi dan farmakoterapi

Intervensi psikoterapeutik membantu pasien menghadapi rasa takut

keluar rumah. Disamping itu, beberapa pasien akan menolak obat karena

mereka yakin obat akan menstigmatisasi mereka sebagai orang sakit jiwa

sehingga intervensi terapeutik dibutuhkan untuk membantu mereka mengerti

dan menghilangkan resistensi mereka terhadap farmakoterapi.

Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi

Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri.

Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien

serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi,

atau nyaris pingsan antara lain:

1.    Terapi oksigen 

2.    Membaringkan pasien dalam posisi Fowler

3.    Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG

4.     Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti

kelainan

kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami

serangan panik.

5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan

yang

dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. 


6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV 20min untuk menenangkan dan

mengurangi impuls tak terkontrol pasien.

Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan

pada pasien kalau kondisi yang dialaminya bukanlah disebabkan oleh kondisi

medis yang serius dan bukan pula dikarenakan oleh gangguan mental yang

parah, tapi lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh

karena respon sistem simpatik atau fight or flight response. Memberi

keyakinan seperti ini terbukti menjadi plasebo yang signifikan dalam

memperbaiki kondisi pasien. Dokter dan staf IRD harus mendengarkan

keluhan pasien secara efektif namun tetap menunjukkan empati terhadap

kondisi pasien. Kita harus hati-hati dalam menggunakan frasa seperti

“Penyakit Anda tidak serius” atau “Anda akan baik-baik saja” karena itu dapat

di-misinterpretasi oleh pasien sebagai ketiadaan empati. Bila keadaan pasien

membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan lorazepam oral atau

golongan benzodiazepin lain. Terapi ini tidak boleh lebih dari 1 minggu untuk

mencegah ketergantungan. Benzodiazepin digunakan hanya untuk

meningkatkan kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik berlalu, pasien

harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka panjang seperti CBT dan

penggunaan obat jenis SSRI.

Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan

Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat

kronik, sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan

somatik lain, maka penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat

dibutuhkan oleh pasien untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut

menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagipadapasien.RANZCP (Royal


Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan bahwa

penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan panik

adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien dalam

mengatasi kepanikannya. Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan

jangka pendek.

Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang

dianggap lebih efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika

dibandingkan dengan terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan

golongan tricyclic dan serotonin selective reuptake inhibitors (SSRI) dianggap

memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai medikasi pilihan

dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat

menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami

ketergantunganalkohol.

1. Cognitive-behavioral therapy (CBT) 

CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk

gangguan

panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi

yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah.

Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan

dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat

dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi.

Beberapa Metode CBT 

Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode

restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.Inti

dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja
pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon

emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.Terapi

restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya

dengan cara mengganti semua pikiran – pikiran negatif yang dapat

mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan

panik dengan pemikiran-pemikiran positif.Terapi relaksasi dan bernapas dapat

digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan

mencegah hypocania ketika serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti

di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.Namun

salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti berhasil

pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan

yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang

dapat menstimulus serangan panik pasien dengan cara meningkatkannya

sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami desensitasi terhadap stimulus

tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untukmendesensitasi

gangguan panik antara lain:

•    Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing,

derealisasi, dan

pandangan menjadi kabur

•    Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa

pusing dan

disorientasi

•    Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan

konstriksi saluran
napas

•    Menahan napas -  ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman

menjelang ajal

•    Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada

Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari teknik
di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik.
Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi merasakan
kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga beberapa
minggu untuk dapat mencapai hal itu. 9Pemaparan terhadap stimulus tersebut
dilakukan agar pasien dapat belajar melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal
yang dia rasakan seperti sesak napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal
yang harus ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara
otomatis, hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut
mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem
simpatik akan ikut berkurang
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

PROGNOSIS

Studi pengamatan lnjutan jangka panjang gangguan panik sulit

diartikan karena studi tersebut untuk terapi. Meskipun demikian, sekitar 30-

40% pasien tampak bebas gejala pada pengamatan jangka panjang, sekitar

50% memiliki gejala yang cukup ringan sehingga tidak mengagu kehidupan

mereka secara signifikan dan sekitar 10-20% terus mengalamai gejala yang

bermakna.

Frekuensi dan keparahan serangan dapat berfluktuasi. Serangan panik

dapat terjadi beberapa kali dalam sehari atau kurang dari sekali dalam

sebulan. Asupan kafein dan nikotin yang berlebihan dapat memperberat gejala.

Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada 40-80% pasien.

Ketergantungan alkohol dan zat lain dapat terjadi pada sekitar 20-40% pasien

dan gangguan obsesif kompusif juga dapat timbul.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Jakarta.
2. Andri. Laporan kasus: Tatalaksana Komprehensif pada Gangguan panik.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana.2012.Jakarta.
3. Yaunin, Y. Laporan kasus : Gangguan Panik dengan Agorafobia. Bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.2013.Padang
4. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
cetakan I. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Atmajaya. 2001. Jakarta
5. Maramis, Willy F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Airlangga . 2009. Surabaya
6. Ranti, SL. Referat. Penatalaksanaan Gangguan Panik. Bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.2013.Padang
7. Rini, W. Kecemasan dan Panik. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2008.Medan
8. Nuraini, N. Panic Disorders. 2010. Jakarta
9. Laila, S. Referat. Gangguan Panik. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.2015.Palembang
10. Lutfi, R. Laporan Kasus. Gangguan Panik. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2006.Medan

Anda mungkin juga menyukai