Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

TENSION TYPE HEADACHE

Disusun oleh:
Astri Ocvitasari 22004101028

Dosen Pembimbing:
dr. Fathia Annis Pramesti, Sp.S, M.Biomed

LABORATORIUM ILMU NEUROLOGI


KEPANITERAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang saya junjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas
ini saya dapat memilah antara yang baik dan buruk. Saya mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing pada Laboratorium Ilmu Neurologi yang memberikan bimbingan dalam
menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Laporan kasus ini membahas penyakit Tension Type Headache. Saya menyadari bahwa
laporan kasus ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu saya menerima
masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan
pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalahini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Banyuwangi, 23 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................... 1
Kata pengantar .................................................................................... 2
Daftar isi ............................................................................................. 3
Bab I. Pendahuluan .......................................................................... 4
Latar belakang .................................................................................... 4
Tujuan ................................................................................................ 5
Manfaat .............................................................................................. 5
Bab II. Laporan Kasus ..................................................................... 6
Identitas Pasien .................................................................................. 6
Subjektif .............................................................................................. 6
Objektif ............................................................................................... 7
Assesment ........................................................................................... 13
Planning .............................................................................................. 13
Prognosis............................................................................................. 14
Bab III. Tinjauan Pustaka ............................................................... 15
Tension Type Headache ..................................................................... 15
Bab IV. Pembahasan ........................................................................ 18
Bab V Penutup .................................................................................. 21
Kesimpulan ........................................................................................ 21
Daftar pustaka ..................................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tension Type Headache atau TTH merupakan jenis sakit kepala yang paling sering
ditemukan. Terdapat dua jenis TTH, yaitu episodik dan kronik. Kebanyakan yang diderita
oleh penderita TTH adalah TTH episodik, dimana terjadi berulang rata-rata 1-2 kali tiap
bulan. Tension-type headache adalah penyakit yang tidak begitu serius namun dapat
menimbulkan kesulitan untuk beraktivitas normal sehari-hari. Beberapa orang yang
menderita TTH merasa terganggu dan memerlukan penanganan medis ketika bertambahnya
frekuensi serangan (World Headache Alliance, 2009).
Tension-type Headache dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia. Pada studi
populasi di Denmark, prevalensi TTH mencapai 78%, sebanyak 24%-37% mengalami TTH
beberapa kali dalam sebulan, 10% mengalami TTH tiap minggu, dan 2%-3% mengalami
TTH kronis. Penelitian Rasmussen et al., 59% dari populasi pernah mengalami TTH selama
1 hari atau kurang dari 1 hari perbulannya. Wanita lebih banyak dari pria dengan
perbandingan 1,5:1. Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa risiko untuk terjadinya
migren maupun TTH lebih tinggi pada penduduk yang berpendidikan dan berpendapatan
rendah (Sjahrir, 2008). Penelitian di negara Brazil menyebutkan prevalensi sakit kepala
yang pernah dialami penduduk Brazil didapatkan hasil yaitu 93% pada pria dan 99% pada
wanita di beberapa daerah. Jenis nyeri kepala yang paling sering dialami yaitu TTH dengan
prevalensi sebesar 69% pada laki-laki dan 88% pada wanita (Asosiasi Medika Brasil, 2013).
Penelitian di Indonesia tepatnya di poliklinik bagian neurologi FK USU/RS H Adam Malik
Medan, penderita TTH mencapai 78%, sedangkan di bagian Neurologi FK UNPAD/RS
Hasan sadikin mencapai 65% (Sjahrir, 2008).
Penderita yang mengalami TTH akan mengeluhkan adanya nyeri kepala yang
menekan seperti terdapat ikatan erat di dahinya. Rasa nyeri dapat dirasakan secara intensif
di area mata, dahi, kepala, dan leher. Kebanyakan penderita TTH akut tidak memeriksakan
dirinya ke dokter, namun langsung melakukan pengobatan sendiri.
Berdasarkan seringnya kasus ini terjadi, maka penulis tertarik untuk menulis laporan
kasus TTH dengan gejala sesuai dengan keluhan pasien yang datang dan akan dibahas
hingga tatalakasana dalam laporan ini.

4
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, etiologi, dan patofisiologi penyakit TTH?
2. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien TTH?
3. Bagaimana penanganan kasus TTH?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana definisi, etiologi, dan patofisiologi penyakit TTH?
2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan diagnosis pada pasien TTH?
3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan kasus TTH?

1.4. Manfaat
Menambah keilmuan mengenai penyakit TTH dari definisi, etiologi, patofisiologi,
penegakan diagnosis dan penanganannya.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : Sdr.A
b. Umur : 18 tahun
c. Jenis Kelamin :-
d. Alamat :-
e. Status Pernikahan :-
f. Status Pendidikan : Pelajar
g. Suku :-
h. Agama :-
i. No. RM :-
j. Tanggal Masuk :-

2.2 SUBJEKTIF
a. Keluhan Utama : nyeri kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien menderita nyeri kepala sejak 1 bulan ini, terasa berat seperti diikat di daerah
temporal kanan dan kiri sampai di daerah belakang kepala, nyeri tidak menjalar
sampai daerah telinga, pundak, atau lengan dan tidak memberat dengan perubahan
posisi kepala, batuk atau bersin.
- Nyeri kepala dirasakan kurang lebih 30 menit sampai 45 menit, hilang timbul, timbul
terutama kalau pasien berpikir setelah menghadapi ujian nasioal, intensitas ringan
sampai sedang (tidak sampai mengganggu tidur), tidak bersifat progresif. Serangan
dalam 1 bulan ini masih kurang dari 15 hari.
- Nyeri kepala tidak memberat pada pagi hari, tidak ada muntah, tidak ada mual.
- Lemah setengah badan -, tebal/kesemutan setengah badan -, pelo -, merot-,
penglihatan double -, pandangan kabur-, pendengaran menurun -, berdenging-,
kejang-, halusinasi visual -, halusinasi auditori -, jalan geloyoran -, ngompol -,
ngebrok -
- Pasien juga mengeluh nyeri perut, mual dan nyeri ulu hati

6
c. Riwayat Penyakit Dahulu : HT (-), DM (-), hiperurisemia (-), infeksi telinga
(-), trauma (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga :-
e. Riwayat kebiasaan :
minum kopi (-), olahraga (-), kadang makan makanan asin dan berlemak
f. Riwayat pengobatan :
Sudah mencoba beberapa obat, tetapi sakit kepalanya membaik sementara
g. Riwayat sosial ekonomi :
Pasien mempunyai masalah, pasien sedang menghadapi ujian akhir, tetapi pasien masih
bisa tidur. Ekonomi menengah.

2.3 OBJEKTIF
a. Status Generalis
1. Keadaan Umum : baik
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : tidak ada data
3. Kepala : Bentuk normosephalic, luka (-), makula (-), papula (-), nodul (-).
4. Leher : bruit carotis (-)
5. Thorax
6. Cor :
I : tidak ada data
P : tidak ada data
P : tidak ada data
A : BJ I-II tunggal, regular, murmur (-)
7. Pulmo : statis (depan dan belakang)
I : tidak ada data
P : tidak ada data
P : tidak ada data

7
A : vesikuler normal, suara tambahan (-)
Suara nafas Rhonki Wheezing

Ves Ves - - - -

Ves Ves - - - -

Ves Ves - - - -

8. Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada (flat)
A : bruitz (-), peristaltik normal
P : supel, nyeri tekan epigastrium (+)
P : tidak ada data
9. Ekstremitas :
Atas : Edema (-/-)
Bawah : Edema (-/-)
b. Status Neurologis
1. Kesadaran (Glasgow Coma Scale): E4M6V5 (15)
2. Fungsi Luhur :
- Penilaian orientasi : DBN
- Penilaian berbahasa (afasia) : DBN
- Penilaian apraksia : DBN
- Penilaian agnosia : DBN
- Penilaian memori : DBN
- Penilaian konsentrasi : DBN
3. Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk : (-/-)
- Laseq : tidak ada data
- Kernig : (-/-)
- Brudzinsky I : (-/-)
- Brudzinsky II : (-/-)
4. Nervi Kranialis : KANAN KIRI
 N. I
a. Subjektif tidak ada data

8
b. Objektif tidak ada data
 N. II
a. Visus : tidak ada data
b. Pupil,Diameter : isokor 3 mm/3 mm
Reflek pupil cahaya tidak langsung : +/+
c. Lapang Pandang : tidak ada data
d. Melihat Warna : tidak ada data
e. Fundus Okuli : tidak ada data
 N. III
Gerak Bola Mata (‘H shape”):
M. Rectus medius : tidak ada data
M.Rectus Superior : tidak ada data
M. Rectus Inferior : tidak ada data
N. Obliqus Inferior : tidak ada data
M. Levator Palpebra
Reflek.pupil (Cahaya langsung) : +/+
Tes Akomudasi : tidak ada data
Tes konvergensi : tidak ada data
 N.IV
M. obliqus superior : tidak ada data
 N. VI
M.Rectus lateralis : tidak ada data
 N. V
Motoris:
a. Membuka mulut : tidak ada data
b. Menggigit : tidak ada data
Sensoris
a. Reflek Kornea : +/+
b. Sensibilitas Muka (V1,V2,V3) : tidak ada data
c. Jaw reflek : tidak ada data
 N. VII
Motoris:
a. Mengangkat dahi : DBN
b. Mengerutkan dahi : DBN

9
c. Menutup mata : DBN
d. Memperlihatkan gigi : DBN
e. Lekukan nasolabialis : DBN
Sensoris :
Sensibilitas lidah 2/3 anterior : DBN
Stetoscope loudness balance test : DBN
 N. VIII
a. Vestibularis
Nistagmus : tidak ada data
b. Koklearis:
Tes bisik : tidak ada data
Tes Schwabach : tidak ada data
Tes Rinne : tidak ada data
Tes Webber : tidak ada data
 N. IX dan X
a. Sensibilitas Faring : tidak ada data
b. Arkus Faring : tidak ada data
c. Gag reflek : tidak ada data
d. Sensibilitas 1/3 posterior lidah : tidak ada data
 N. XI
a. M. Sternocleidomastoideus : tidak ada data
b. M.Trapezius : tidak ada data
 N. XII
a. Inspeksi lidah saat istirahat : DBN
b. Motoris lidah saat digerakkan :
Deviasi lidah : DBN
Trofi lidah : DBN
Tremor lidah : DBN
Kekuatan otot lidah : DBN

5. Motorik KANAN KIRI


a. Kekuatan (power)
Ekstrmitas atas 5 5
Ekstremitas bawah 5 5

10
b. Trofi
Ekstrmitas atas tidak ada data
Ekstremitas bawah tidak ada data
c. Tonus
Ekstrmitas atas tidak ada data
Ekstremitas bawah tidak ada data
6. Reflek Fisiologis
Reflek tendon:
a. Biceps : +2
b. Triceps : +2
c. Patella : +2
d. Achiles : +2
Reflek Abdominal : tidak ada data
Reflek kremaster : tidak ada data
Reflek anal : tidak ada data
7. Reflek Patologis
a. Hoffman : (-/-)
b. Tromner : (-/-)
c. Babinski : (-/-)
d. Chaddock : (-/-)
e. Oppenheim : (-/-)
f. Gordon : (-/-)
g. Schaeffer : tidak ada data
h. Mendel : tidak ada data
i. Rossolimo : tidak ada data
j. Warternberg : tidak ada data
8. Reflek Primitif
a. Snout reflex : tidak ada data
b. Reflek menghisap (rooting reflex) : tidak ada data
c. Reflek menggenggam (grasphing reflex): tidak ada data
d. Reflek glabella : tidak ada data
e. Reflek palmomental : tidak ada data

11
9. Sensoris KANAN KIRI
a. Taktil tidak diperiksa
b. Nyeri tidak diperiksa
c. Suhu tidak diperiksa
d. Posisi (propioseptif) tidak diperiksa
e. Diskriminasi 2 titik tidak diperiksa
f. Getar tidak diperiksa
10. Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan
a. Cara Berjalan (gait) : tidak diperiksa
b. Tes Romberg : tidak diperiksa
c. Tes Romber dipertajam : tidak diperiksa
d. Disdiadokokinesis : tidak diperiksa
e. Ataksia : tidak diperiksa
f. Rebound Phenomen : tidak diperiksa
g. Tes telunjuk hidung : tidak diperiksa
h. Tes tumit lutut : tidak diperiksa
11. Gerakan – gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Chorea : (-)
12. Tulang belakang
Inspeksi saat istirahat : tidak diperiksa
Inspeksi saat bergerak : tidak diperiksa
Perkusi tlg.belakang : tidak diperiksa
Palpasi tlg.belkang : tidak diperiksa
Deteksi nyeri akibat tekanan vertical : tidak diperiksa
Penilaian fleksi lumbal : tidak diperiksa

13. Tes provokasi lain : status lokalis


- Trigger point (+) diatas telinga kiri
- Kaku leher (+)
- Lhermitte (-), valsava (-), nafziger (-)

12
2.4 ASSESMENT
a. Diagnosa utama
Diagnosis Klinis : Cephalgia/nyeri kepala bilateral, kaku leher, trigger point (+)
di M.temporalis sinistra
Diagnosis Topis : M.temporalis dan M.occipitalis-suboccipitalis
Diagnosis Etiologis : Tension Type Headache tipe episodik frekuen
b. Diagnosis Banding:
Dx 2 : Cluster headache
Dx 3 : Migrain
Dx 4 : Nyeri kepala tumor otak
2.5 PLANNING
Tatalaksana
Terapi Farmakologi :
Terapi cephalgia
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam mefenamat,
ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 mg aspirin atau asetaminofen + 40 mg kafein.
Ditambahkan (mencegah kambuhan atau terjadinya tipe kronik) :
6. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai pencegahan
tension-type headache.
7. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan obat ini bersifat
adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepalanya.

Terapi epigastric pain:


1. H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali)
2. PPI 2x/hari (Omeprazol 20 mg/kali, Lansoprazol 30 mg/kali)
3. Antasida 3 x 500-1000 mg/hari

13
Terapi Non farmakologis
Terapi non farmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour treatment, dukungan psikososial

Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).

2.6 EDUKASI
1. Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau penyakit
intrakranial lainnya.
2. Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien, serta menilai adanya
kecemasan atau depresi pada pasien.

2.7 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi, Etiologi, dan Patofisiologi


TTH merupakan episode nyeri kepala yang terjadi secara rekurens selama hitungan
menit sampai minggu. Kualitas nyerinya terasa seperti tertekan, intensitasnya ringan hinga
sedang, lokasi nyeri bilateral, dan tidak memberat dengan aktifitas fisik. Fotofobia dan
fotofonia dapat terjadi pada TTH.
“Tension” dan “headache” mewakili patogenesis yang tidak tentu dan dapat
disebabkan oleh adanya tekanan muskular dan mental. TTH dibagi menjadi dua, yaitu
Episodic TTH (ETTH) dan Chronic TTH (CTTH). ETTH dibagi menjadi dua, frekuen dan
infrekuen. Berikut klasifikasi TTH berdasarkan frekuensinya:
ETTH Infrekuen ETTH Frekuen CTTH
<12 hari/tahun atau 1 >12 hari/tahun dan <180 >180 hari/tahun
serangan per bulan hari/tahun
>15 hari/bulan dalam
Minimal 10 episode yang minimal 3 bulan.
terjadi >1 hari dan <15
hari/bulan dalam minimal 3
bulan.

Gambar 1. Patofisiologi Nyeri pada TTH

15
Meskipun banyak studi klinis dan neurofisiologis, penyebab pasti dari TTH masih
sulit dipahami. Mekanisme myofascial perikranial mungkin berperan dalam TTH episodik,
sedangkan sensitisasi jalur nyeri di sistem saraf pusat yang dihasilkan dari rangsangan
nosiseptif berkepanjangan dari jaringan myofascial perikranial nampaknya berperan dalam
mengkonversi TTH episodik menjadi TTH kronis. Berikut model yang diusulkan oleh
Bendtsen et al (2000):

Gambar 2. Konversi ETTH ke CTTH

3.2 Penegakan Diagnosis


Diagnosis TTH ditegakkan berdasarkan data klinis dan bergantung pada gejala yang
ada. Riwayat lengkap yang didapatkan dari pemeriksaan wajib dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyebab sekunder. Dapat dikatakan TTH apabila memiliki 2 gejala
dari 4 karakteristik TTH:
1. Kualitas nyerinya terasa seperti tertekan,
2. Intensitasnya ringan hinga sedang,
3. Lokasi nyeri bilateral, dan
4. Tidak memberat dengan aktifitas fisik.
dan syarat lain:
5. Tidak ada mual atau muntah
6. Tidak ada >1 fotofobia atau fonofobia

16
Pemeriksaan fisik harus mencakup palpasi manual pada otot perikranial untuk
mengidentifikasi titik nyeri dan titik pemicu. Titik nyeri adalah area dimana tekanan manual
menginduksi nyeri lokal, dan titik pemicu berada di area tekanan dalam yang terlokalisasi
dimana tekanan tersebut daat menginduksi nyeri di area lain.

3.3. Pencegahan dan Penanganan


Pencegahan
1. hindari hal yang diketahui dapat merangsang sakit kepala, seperti telat makan, temuan
baru juga menyebutkan bahwa estrogen dapat merangsang TTH.

2. Konsumsi obat yang berlebihan harus dihentikan.

Farmakologi
1. Untuk pasien ETTH frekuen bisa diberi analgesik sederhana dan NSAID

2. Aspirin (500 mg dan 1000 mg) dan acetaminophen (1000 mg) efektif untuk terapi akut
TTH

3. Obat paling efektif untuk mencegah ETTH kembali adalah amitriptyline yang dimulai
dari dosis rendah (10 mg - 25 mg/hari) dan dinaikkan secara gradual bila perlu.

4. Tricyclic antidepressant amitriptyline merupakan pengobatan paling efektif untuk CTTH

Nonfarmakologi:
 Terapi fisik: perbaikan postur, relaksasi, program latihan, hot and cold packs,
ultrasound, dan stimulasi elektrik.
 Terapi psikologik: latihan relaksasi, EMG biofeedback and terapi kognitif-perilaku.
 Perawatan lain: perawatan oromandibular dengan bidai oklusal, namun belum ada
data ilmiah sehingga tidak direkomendasikan.

17
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Resume

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 1 bulan ini, terasa berat seperti diikat di
daerah temporal kanan dan kiri sampai di daerah belakang kepala, nyeri tidak menjalar sampai
daerah telinga, pundak, atau lengan dan tidak memberat dengan perubahan posisi kepala, batuk
atau bersin. Nyeri kepala dirasakan kurang lebih 30 menit sampai 45 menit, hilang timbul,
timbul terutama kalau pasien berpikir setelah menghadapi ujian nasioal, intensitas ringan
sampai sedang (tidak sampai mengganggu tidur), tidak bersifat progresif. Serangan dalam 1
bulan ini masih kurang dari 15 hari. Nyeri kepala tidak memberat pada pagi hari, tidak ada
muntah, tidak ada mual. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut, mual dan nyeri ulu hati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmHg, HR 80x/menit, RR 18x/menit.
Pemeriksaan abdomen terdapat nyeri epigastrik. Status neurologi dalam batas normal. Status
lokalis didapatkan trigger point positif di atas telinga sinistra dan kaku leher positif.

4.2 Penegakan Diagnosis


Pasien didiagnosa etiologi sebagai tension type headache episodik frekuen yang
disebabkan oleh stress psikologi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
neurologi (status lokalis). Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri kepala kurang lebih 30
menit sampai 45 menit, hilang timbul sejak 1 bulan ini, terasa berat seperti diikat di daerah
temporal kanan dan kiri sampai di daerah belakang kepala, nyeri tidak menjalar sampai daerah
telinga, pundak, atau lengan dan tidak memberat dengan perubahan posisi kepala, batuk atau
bersin. Nyeri kepala timbul terutama jika pasien berpikir setelah menghadapi ujian nasioal,
intensitas ringan sampai sedang (tidak sampai mengganggu tidur), tidak bersifat progresif.
Serangan dalam 1 bulan ini masih kurang dari 15 hari. Nyeri kepala tidak memberat pada pagi
hari.
Hasil anamnesis tersebut sesuai dengan kriteria diagnosis TTH berdasarkan kriteria
International Classification of Headache Disorders (ICHD) yaitu Nyeri kepala dengan
intensitas ringan–sedang (nonprohibitive) dan kepala terasa kencang. Kualitas nyerinya khas,
yaitu: menekan (pressing), mengikat (tightening), tidak berdenyut (nonpulsating). Rasa
menekan, tidak enak, atau berat dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga di leher, pelipis,

18
dahi. Leher dapat terasa kaku. TTH tidak dipengaruhi aktivitas fisik rutin. Dapat disertai
anorexia, tanpa mual dan muntah. Dapat disertai photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di
mata saat terpapar cahaya) atau phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang suara). TTH
terjadi dalam waktu relatif singkat, dengan durasi berubah-ubah (TTH episodik) atau terus-
menerus (TTH kronis). Disebut TTH episodik frekuen bila nyeri kepala berlangsung selama
30 menit dapat terus-menerus selama 7 hari, minimal 10 kali, dan kurang dari 180 kali dalam
setahun (IHS, 2013). Berdasarkan analisis multivariat karakteristik klinis, kriteria diagnostik
TTH yang memiliki nilai sensitivitas tinggi adalah tidak disertai muntah (99%), tidak disertai
mual (96%), lokasi bilateral (95%), tidak disertai fotofobia (94%). Sedangkan yang memiliki
nilai spesifisitas tinggi adalah intensitas ringan (93%), kualitas menekan atau mengikat (86%),
tidak disertai fonofobia (63%), kualitas tidak berdenyut (57%) (Pacheva, et al., 2012).

Anamnesis yang menunjukkan adanya faktor psikis sebagai latar belakang nyeri kepala
ini semakin mengarahkan ke jenis nyeri kepala tegang otot atau TTH, yaitu dalam kasus ini
pasien mengatakan keluhan timbul terutama jika pasien berpikir setelah menghadapi ujian
nasioal. Hal ini menunjukkan adanya faktor psikis yaitu adanya kondisi stress psikologis. Selain
itu adapun keluhan penyerta ialah nyeri perut, mual dan nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik
juga didapatkan adanya nyeri epigastrik. Sesuai dengan penelitian Saroinsong (2014), stress
psikologis dapat menyebabkan peningkatan asam lambung. Terdapat hubungan yang bermakna
antara stress dengan kejadian gastritis, dimana produksi asam lambung yang berlebihan dapat
mengakibatkan munculnya rasa nyeri pada lambung (epigastric pain) (Rahma, 2013).

Status neurologi dalam batas normal dan didapatkan kaku leher positif, juga sesuai
dengan kriteria International Classification of Headache Disorders (ICHD) oleh International
Headache Society (IHS). Status lokalis didapatkan trigger point positif di atas telinga sinistra,
hal ini menunjukkan titik pencetus dari nyeri otot pasien yaitu pada musculus temporalis
sinistra. Menurut Mercer, et al (1993), pada TTH dijumpai variasi pemeriksaan TrPs, yaitu titik
pencetus nyeri otot (muscle trigger points). Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai di otot-otot
leher dan bahu penderita TTH. TrPs berlokasi di otot-otot splenius capitis,splenius cervicis,
semispinalis cervicis, semispinalis capitis, levator scapulae, upper trapezius, atau suboccipital.
TrPs di otot-otot superior oblique, upper trapezius, temporalis, suboccipital, dan
sternocleidomastoid secara klinis relevan untuk diagnosis TTH episodik dan kronis (Mercer, et
al., 1993).

19
4.3 Tatalaksana

Acetaminophen efektif untuk sakit kepala sedang sampai berat dalam dosis tinggi. Efek
samping acetaminophen lebih jarang ditemukan, tetapi penggunaan dalam dosis besar untuk
waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan hati yang berat. NSAID efektif dalam dosis
yang lebih rendah. Efek samping yang ditemukan antara lain mual, diare atau konstipasi, sakit
perut, perdarahan dan ulkus. Nyeri kepala tegang otot atau TTH ini pada kondisi tertentu dapat
menyebabkan nyeri yang menyakitkan, tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh
dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika
merupakan TTH yang timbul akibat pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan
terapi obat berupa analgetik. TTH biasanya mudah diobati sendiri yaitu dengan pengobatan,
relaksasi, perubahan pola hidup, dan terapi lain, lebih dari 90% pasien sembuh dengan baik
(Goetz, 2003).

20
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan, mengikat,
tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan
hingga sedang, tidak disertai/minimal mual dan/atau muntah, serta tidak disertai
fotofobia/fonofobia. Etiopatofisiologi TTH adalah multifaktorial, terutama dalam kasus ini
adalah karena stress psikologi. Diagnostik klinis ditegakkan berdasarkan kriteria International
Classifi cation of Headache Disorders (ICHD). Pemeriksaan fisik dapat dilakukan muscle
trigger point. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan bila perlu, namun dalam
kasus ini tidak perlu dilakukan. Penatalaksanaan meliputi farmakologis dan non farmakologis.
Pencegahan dengan medikamentosa dan berpola hidup sehat-seimbang. Prognosis baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Annals of Indian Academic Neurology. 2012. Tension Type Headache.


http://ncbi.nlm.nih.gov diakses pada 23 Mei 2021.
Goetz GC. 2003. Headache and Facial Pain.In : Texbook of Clinical Neurology. Second
edition.Elsevier Science. USA: 1187-94.
Headache Classifi cation Subcommittee of the International Headache Society: The
International Classifi cation of Headache Disorders, 3rd edn. Cephalalgia
2013;24(Supp 1):1–150.
Higuera, Valencia. 2020. Tension Headaches. http://healthline.com diakses pada 23 Mei
2021.
IDI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 162, 364.

Machfoed, M. H. 2016. PANDUAN PRAKTIK KLINIK NEUROLOGI. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Mercer S, Marcus DA, Nash J. Cervical musculoskeletal disorders in migraine and tension
type headache. Presented at the 68th Annual Meeting of the American Physical
Therapy Association;Cincinnati,OH;1993.
Pacheva I, Milanov I, Ivanov I, Stefanov R. Evaluation of diagnostic and prognostic value of
clinical characteristics of Migraine and Tension type headache included in the
diagnostic criteria for children and adolescents in International Classifi cation of
Headache Disorders–second edition. Int J Clin Pract Dec 2012;66(12):1168–77.
Ravishankar K, Chakravarty A, Chowdhury D, Shukla R, Singh S. Guidelines on the
diagnosis and the current management of headache and related disorders. Ann Indian
Acad Neurol. 2011 July;14(Suppl1):S40–S5
Sjahrir, H. 2004. Nyeri Kepala 1,2 &3. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.

22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai