Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Traumatologi adalah blok kedua puluh dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang
memaparkan kasus Rita, anak perempuan berusia 4 tahun, berat badan 16 kg
datang dibawa ibunya dibawa ke Puskemsas dalam keadaan kejang.Kurang
lebih 15 menit yang lalu, Rita mengalami kejang umum klojotan. Kejang ini
baru terjadi pertama kali. Menurut ibunya, Rita diajak oleh ibunya mengantri
pembagian sembako lebaran ditengah terik matahari dari pukul 12.00 WIB
sampai 14.00 WIB. Menurut ibunya, Rita mulai berkeringat badannya teraba
panas, dan kulitnya memerah sebelum timbul kejang. Riwayat demam
sebelum timbul kejang disangkal.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario mengenai
kasus Trauma dengan metode analisis dan diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Thia Prameswarie,M.Biomed
Waktu : Senin, 24 Juni 2019
Moderator :Tania Alsyabilla
Sekretaris Meja : Della Peratiwi
Sekretaris Papan : Mutiara Resya
Rule Tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat.
3. Berbicara yang sopan dan penuh tata karma.

2.2 Skenario Kasus


Rita, anak perempuan berusia 4 tahun, berat badan 16 kg datang dibawa
ibunya dibawa ke Puskemsas dalam keadaan kejang.Kurang lebih 15 menit
yang lalu, Rita mengalami kejang umum klojotan. Kejang ini baru terjadi
pertama kali. Menurut ibunya, Rita diajak oleh ibunya mengantri pembagian
sembako lebaran ditengah terik matahari dari pukul 12.00 WIB sampai 14.00
WIB. Menurut ibunya, Rita mulai berkeringat badannya teraba panas, dan
kulitnya memerah sebelum timbul kejang. Riwayat demam sebelum timbul
kejang disangkal.
Pemeriksaan fisik:
Primary Survey :
− Airway :Tidak ada sumbatan jalan nafas
− Breathing : RR 24x/menit, tidak ada ronki dan tidak ada
wheezing
− Circulation : TD 90/70 mmHg, nadi 140x/menit, ekstremitas
hangat, capillary refilled time <3 detik.
− Disability : Mata mendelik ke atas dan terdapat gerakan
kejang tonik klonik di keempat ektremitas
− Exposure : Temp 41˚C, kemerahan suluruh tubuh
Secondary Survey
− Kepala
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis
b. Hidung : Nafas cuping hidung (-)
c. Telinga : dalam batas normal
d. Mulut : tampak kering
− Leher : dalam batas normal
− Thoraks : dalam batas normal
− Abdomen : dalam batas normal
Ektremitas atas dan bawah : dalam dapat nilai (masih dalam keadaan
kejang)

2.3 Klarifikasi Istilah

No Istilah Klarifiskasi
1 Kejang Klojotan Spasme atau kejang yang terdiri dari kedutan
(Tonik klonik) otot yang konfulsif
2 Capillary refilled Tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku
time untuk monitor dehidrasi dan jumlah aliran
darah ke jaringan
3 Wheezing Jenis bunyi kontinu seperti bersiul
4 Demam Peningkatan temperatur tubuh diatas norma
(37˚C)
5 Kemerahan seluruh Kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh
tubuh kongesti pembuluh kapiler
6 Ronki Bunyi kontinu seperti mengorok pada
tenggorokan atau tabung bronkial, terjadi
karena obstruksi parsial

2.4 Identfikasi Masalah


1. Rita, anak perempuan berusia 4 tahun, berat badan 16 kg datang
dibawa ibunya dibawa ke Puskemsas dalam keadaan kejang.Kurang
lebih 15 menit yang lalu, Rita mengalami kejang umum klojotan.
Kejang ini baru terjadi pertama kali.
2. Menurut ibunya, Rita diajak oleh ibunya mengantri pembagian
sembako lebaran ditengah terik matahari dari pukul 12.00 WIB sampai
14.00 WIB. Menurut ibunya, Rita mulai berkeringat badannya teraba
panas, dan kulitnya memerah sebelum timbul kejang. Riwayat demam
sebelum timbul kejang disangkal.
3. Pemeriksaan fisik:
Primary Survey :
Airway :Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : RR 24x/menit, tidak ada ronki dan tidak
ada wheezing
Circulation : TD 90/70 mmHg, nadi 140x/menit,
ekstremitas hangat, capillary refilled
time <3 detik.
Disability : Mata mendelik ke atas dan terdapat
gerakan kejang tonik klonik di keempat
ektremitas
Exposure : Temp 41˚C, kemerahan suluruh tubuh
4. Secondary survey
− Kepala
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis
b. Hidung : Nafas cuping hidung (-)
c. Telinga : dalam batas normal
d. Mulut : tampak kering
− Leher : dalam batas normal
− Thoraks : dalam batas normal
− Abdomen : dalam batas normal
Ektremitas atas dan bawah : dalam dapat nilai (masih dalam keadaan
kejang)

2.5 Analisis Masalah

1. Rita, anak perempuan berusia 4 tahun, berat badan 16 kg datang dibawa


ibunya dibawa ke Puskemsas dalam keadaan kejang.Kurang lebih 15
menit yang lalu, Rita mengalami kejang umum klojotan. Kejang ini baru
terjadi pertama kali.
a) Bagaimana anatomi dan fisiologi yang terlibat pada kasus ?
Jawab :
 Fisiologi
1) Hipotaslamus mengintegrasikan berbagai masukan
termosensorik
Hipotalamus merupakan termostat tubuh. Termostat rumah
memantau suhu dalam suatu ruangan dan memicu mekanisme
pemanas (tungku) atau mekanisme pendingin (air conditioner)
sesuai kebutuhan untuk mempertahankan suhu ruangan pada
tingkat yang telah ditentukan. Demikian juga, hipotalamus,
sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima
informasi aferen tentang suhu di berbagai bagian tubuh dan
memicu penyesuaian yang sangat kompleks dan terkoordinasi
dalam mekanisme penerimaan panas dan pembuangan panas
sesuai kebutuhan untuk mengoreksi setiap penyimpangann
suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus jauh lebih peka
daripada termostat rumah anda. Hipotalamus dapat berespons
terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01ºC.
Untuk menyeimbangkan mekanisme pengeluaran panas dan
mekanisme pembentuk dan penghemat panas, hipotalamus
harus diberi informasi secara terus menerus tentang suhu inti
dan suhu kulit oleh reseptor peka-suhu khusus yang disebut
termoreseptor. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral,
yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di organ abdomen
dan tempat lainnya. Termoreseptor prifer memantau suhu kulit
di seluruh tubuh.
Di hipotalamus terdapat dua pusat regulasi suhu, regio
posterior, diaktifkan oleh dingin, memicu refleks-refleks yang
memerantarai produksi dan penghematan panas. Regio
anterior, diaktifkan oleh panas, memicu refleks-refleks yang
memerantarai pengeluaran panas.

Gambar 1 : Jalur-jalur utama termoregulasi


Sumber : Sherwood, 2013
2) Respon terkoordinasi tehadap pajanan panas
Pada keadaan yang berlawanan-pajanan panas- bagian
anterior hipotalamus mengurangi produksi panas dengan
menurunkan aktivitas otot rangka dan meningkatkan
pengeluaran panas dengan memicu vasodilatasi kulit. Ketika
vasodilatasi maksimal kulit tidak mampu membuang panas
yang berlebiha dari tubuh, terjadi proses berkeringat untuk
meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi. Jika suhu
udara meningkat melebihi suhu kulit dengan vasodilatasi
maksimal, gradien suhu berbalik sendiri sehingga terjadi
penambahan panas dari lingkungan. Berkeringat adalah satu-
satunya cara untuk mengeluarkan panas pada keadaan ini.
Manusia juga melakukan tindakan volunter, misalnya
menggunakan kipas, membasahi tubuh, minum minuman
dingin dan menggunakan baju tipis, untuk mengeluarkan panas.
Berbeda dari anggapan umum, menggunakan pakaian longgar
berwarna terang lebih dingin daripada telanjang. Kulit
telanjang menyerap hampir semua energi radiasi yang
mengenainya, sementara busana berwarna terang memantulkan
hampir semua energi radiasi yang jatuh padanya. Karena itu,
jika busana berwarna terang itu cukup longgar dan tipis untuk
memungkinkan terjadinya pengeluaran panas melalui arus
konveksi dan evaporasi, pemakaiannya sebenarnya lebih
mendinginkan daripada tidak mengenakan busana sama sekali.
3) Zona termonetral
Aktivitas vasomotor kulit sangat efektif untuk mengontrol
pengeluaran panas pada suhu lingkungan antara batas atas 60-
an dan pertengahan 80-an. Kisaran ini, ketika suhu inti dapat
dipertahankan konstan oleh respon vasomotor tanpa
memerlukan bantuan dari mekanisme produksi panas atau
pengeluaran panas tambahan, disebut zona termonetral. Ketika
suhu udara eksternal turun lebih rendah daripada batas bawah
kemampuan vasokonstriksi kulit untuk mengurangi
pengeluaran panas lebih lanjut, peningkatan produksi panas,
terutama dengan menggigil, menjadi diperlukan untuk
mempertahankan suhu inti. Pada situasi ekstrem yang lain,
ketika suhu eksternal melebihi batas atas kemampuan
vasodilatasi kulit untuk meningkatkan pengeluaran panas lebih
lanjut, berkeringat menjadi penting dalam mempertahankan
suhu inti (Sherwood, 2013).

 Mekanisme Peningkatan Suhu Saat Tubuh Terlalu Dingin

Ketika tubuh terlalu dingin, sistem kontrol suhu melakukan


prosedur yang berlawanan. Mereka:
1. Vasokonstriksi kulit ke seluruh tubuh. Ini disebabkan oleh stimulasi
pusat simpatis hipotalamus posterior.
2. Piloerection. Piloerection berarti rambut "berdiri di ujung."
Stimulasi simpatik menyebabkan otot pili arrector yang melekat
pada folikel rambut berkontraksi, yang membuat rambut berdiri
tegak. Ini tidak penting pada manusia, tetapi pada hewan yang lebih
rendah, proyeksi rambut yang lurus memungkinkan mereka untuk
menjebak lapisan tebal "udara penyekat" di sebelah kulit, sehingga
perpindahan panas ke lingkungan sangat tertekan.
3. Peningkatan thermogenesis (produksi panas). Produksi panas oleh
sistem metabolisme meningkat dengan mempromosikan menggigil,
eksitasi simpatik dari produksi panas, dan sekresi tiroksin. Metode
peningkatan panas ini membutuhkan penjelasan tambahan, yang
mengikuti (Guyton, 2006).

b) Apa saja kemungkinan penyebab dari kejang dan termasuk kejang apa
pada kasus ?
Jawab:
Penyebab Kejang :
- Kejang demam
- Infeksi: meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hiponatremia,
hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin,
gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan, dll
- Trauma kepala
- Keracunan seperti alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain seperti ensefalopati, hipertensi, tumor otak, perdarahan
intrakranial, idiopatik.(Handryastuti, 2017).
Sedangkan penyebab kejang pada kasus karena adanya gangguan
elektrolit.

c) Apa makna 15 menit yang lalu, Rita mengalami kejang umum


klojotan?
Jawab:
Makna 15 menit yang lalu menandakan kejang parsial sederhana
dan makna kejang umum kelojotan menandakan kejang tonik-klonik

d) Apa dampak dari kejang lebih dari 15 menit ?


Jawab:
Dampak kejang bisa mengakibatkan cacat fisik, cacat mental,
gangguan perilaku, gangguan belajar, epilepsi, bahkan meninggal.
Beberapa penyakit yang bisa timbul akibat kejang adalah cerebral
palsy atau lumpuh otak, development delay (lambat pertumbuhan)
yang meliputi motoric delay (lambat motorik atau gerak), speech
delay (lamban bicara) dan cognitive delay (lamban kognitif), terjadi
kelumpuhan, epilepsi, kelainan perilaku hingga keterlambatan mental
(Irdawati, 2009).
e) Bagaimana klasifikasi kejang ?
Jawab:
1. Bangkitan Umum
Terjadi pada seluruh area otak. Kesadaran akan terganggu pada
awal kejadian kejang. Kejang umum dapat terjadi diawali dengan
kejang parsial simpleks atau kejang parsial kompleks. Jika ini terjadi,
dinamakan kejang umum tonik-klonik sekunder.
1. Tonik – Klonik (Grand Mal)
Jenis kejang yang paling dikenal. Diawali dengan
hilangnya kesadaran dan sering penderita akan menangis. Jika
berdiri, orang akan terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti
sentakan otot (klonik). Bernafas dangkal dan sewak-tu-waktu
terputus menyebabkan bibir dan kulit terlihat keabuan/ biru.
Air liur dapat terakumu-lasi dalam mulut, terkadang bercampur
darah jika lidah tergigit. Dapat terjadi kehilangan kontrol
kandung kemih. Kejang biasanya berlangsung sekitar dua
menit atau kurang. Hal ini sering diikuti dengan periode
kebingungan, agitasi dan tidur. Sakit kepala dan nyeri juga
biasa terjadi setelahnya.
2. Absens ( Petil Mal)
Kejang ini biasanya dimulai pada masa anak-anak (tapi
bisa terjadi pada orang dewasa), seringkali keliru dengan
melamun atau pun tidak perhatian. Sering ada riwayat yang
sama dalam keluarga. Diawali mendadak ditandai dengan
menatap, hilangnya ekspresi, tidak ada respon, menghenti-kan
aktifitas yang dilakukan. Terkadang dengan kedipan mata atau
juga gerakan mata ke atas. Durasi kurang lebih 10 detik dan
berhenti secara tiba-tiba. Penderita akan segera kembali sadar
dan melanjutkan aktifitas yang dilakukan sebelum kejadian,
tanpa ingatan tentang kejang yang terjadi. Penderita biasanya
memiliki kecerdasan yang normal. Kejang pada anak-anak
biasanya teratasi seiring dengan pubertas.
3. Mioklonik
Kejang berlangsung singkat, biasanya sentakan otot secara
intens terjadi pada anggota tubuh atas. Sering setelah bangkitan
mengakibatkan menjatuh-kan dan menumpahkan sesuatu.
Meski kesadaran tidak terganggu, penderita dapat merasa
kebingun-gan dan mengantuk jika beberapa episode terjadi
dalam periode singkat. Terkadang dapat memberat menjadi
kejang tonik-klonik.
4. Tonik
Terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada otot seluruh
tubuh, menyebabkan orang menjadi kaku dan terjatuh jika
dalam posisi berdiri. Pemulihannya cepat namun cedera yang
terjadi dapat bertahan. Kejang tonik dapat terjadi pula saat
tertidur.
5. Atonik
Terjadi mendadak, kehilangan kekuatan otot, menye-
babkan penderita lemas dan terjatuh jika dalam posisi berdiri.
Biasanya terjadi cedera dan luka pada kepala. Tidak ada tanda
kehilangan kesadaran dan cepat pemulihan kecuali terjadi
cedera.
2. Bangkitan Parsial / Fokal
Kejang parsial mungkin tidak diketahui maupun
dibingungkan dengan kejadian lain. Terjadi pada satu area otak dan
terkadang menyebar ke area lain. Jika menyebar, akan menjadi
kejang umum (sekunder), paling sering terjadi kejang tonik klonik.
60 % penderita epilepsi merupakan kejang parsial dan kejang ini
terkadang resisten terhadap terapi antiepileptik.
1. Parsial sederhana
Kejang singkat ini diistilahkan “aura” atau “warn-
ing” dan terjadi sebelum kejang parsial kompleks atau
kejang tonik klonik. Tidak ada penurunan kesadaran,
dengan durasi kurang dari satu menit.
2. Parsial kompleks
Serangan ini dapat sangat bervariasi, bergantung
pada area dimulai dan penyebaran di otak. Banyak kejang
parsial kompleks dimulai dengan tatapan kosong,
kehilangan ekspresi atau samar-samar, penampilan
bingung. Kesadaran terganggu dan orang mungkin tidak
merespon. Kadang-kadang orang memiliki perilaku yang
tidak biasa. Perilaku umum termasuk mengunyah, gelisah,
berjalan di sekitar atau bergumam. Kejang parsial dapat
berlangsung dari 30 detik sampai tiga menit. Setelah
kejang, penderita sering bingung dan mungkin tidak ingat
apa-apa tentang kejang.
(Kristanto,2017).

f) Apa makna kejang ini baru pertama kali ?


Jawab:
Menyingkirkan Epilepsi karena salah satu terjadinya epilepsi
mempunyai riwayat kejang yang berulang.

g) Apa hubungan usia,berat badan, dan jenis kelamin dengan keluhan ?


Jawab:
Bayi, anak-anak, dan orang tua memiliki insiden heat stroke yang
lebih tinggi daripada orang dewasa muda yang sehat. Bayi dan anak-
anak berisiko terkena heat stroke karena berkeringat yang tidak
efisien, tingkat metabolisme yang lebih tinggi, dan ketidakmampuan
mereka untuk merawat diri mereka sendiri dan mengendalikan
lingkungan mereka (Helman, 2017).
Dengan faktor risiko yang sama dan di bawah kondisi lingkungan
yang sama, heat stroke mempengaruhi kedua jenis kelamin dengan
persentasi yang sama. Jadi tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kasus ini. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko heat stroke
(Helman, 2017).

h) Bagaimana mekanisme kejang pada kasus ?


Jawab:
Terjadi lonjakan listrik  impuls sarah berlebihan Serabut impuls
saraf (potensial aksi), pada saat mencapai membran prasinaptik motor
end plate, membuka saluran voltage-gated Ca2+masuk akson 
pelepasan asetilkolin yang belebihan ke celah sinaptik mencapai
reseptor pascasinaptik  saluran asetilkolin (Ach) terbuka 
membran pascasinaptik menjadi lebih permeabel terhadap Na+
Na+terlalu banyak mask ke dalam sel otot menyebabkan permeabel
K+ menurun  K+ tetap di intrasel  penumpakan Na+ dan K+ di
intrasel potensial lokal (potential end-plate) yang tinggi 
depolarisasi berlebihan gelombang depolarisasi diteruskan ke
serabut otot oleh sistem tubulus T menuju miofibril yang kontraktil 
pelepasan ion Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik  konraksi otot
berlebihan  kejang
(Snell, Richard., 2007).
2. Menurut ibunya, Rita diajak oleh ibunya mengantri pembagian sembako
lebaran ditengah terik matahari dari pukul 12.00 WIB sampai 14.00 WIB.
Menurut ibunya, Rita mulai berkeringat badannya teraba panas, dan
kulitnya memerah sebelum timbul kejang. Riwayat demam sebelum
timbul kejang disangkal.

a) Apa hubungan Rita diajak oleh ibunya mengantri pembagian sembako


lebaran ditengah terik matahari dengan keluhan utama ?
Jawab:
Hubungannya adalah faktor risiko heat stroke. Ada banyak faktor
risiko heat stroke salah satunya adalah suhu lingkungan (Grogan &
Hopkins, 2002).

b) Apa saja klasifikasi dari cedera panas ?


Jawab:
 Heat sinkop: adalah gangguan transfer panas yang serius.
Gangguan ini ditandai dengan pusing dan diikuti pingsan. Secara
umum, karena berolahraga di lingkungan yang panas untuk jangka
waktu yang lama. Vasodilatasi sistemik yang berlebihan karena
peningkatan suhu tubuh diperkirakan sebagai penyebabnya
 Heat cramp: adalah jenis penyakit kelainan panas yang ditandai
dengan perasaan sakit dan kejang di perut, kaki, tangan dan tubuh
berkeringat. Kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan
antara cairan dan garam dalam tubuh. Ketidakseimbangan ini terjadi
selama latihan berat dan berkepanjangan di dalam lingkungan yang
panas. Menghabiskan banyak garam bersama keringat hanya diganti
dengan air.
 Heat exhaustion: adalah reaksi seluruh tubuh terhadap paparan
panas dalam waktu yang lama (berjam-jam atau bahkan berhari-hari).
Pengeluaran keringat selama atau setelah latihan tidak sepenuhnya
diganti. Gejala penyakit ini adalah berkeringat sangat banyak, kulit
pucat tubuh lemah dan pusing, sesak nafas dan cepat, mual dan
pusing, kemudian diikuti pingsan. Dalam kondisi ini suhu tubuh
meningkat hingga 37 ° C - 40 ° C.
 Heat stroke: adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan panas
yang dapat menyebabkan koma dan kematian. Situasi ini disebabkan
pindah ke lingkungan yang panas dan kelembaban yang tinggi.
Gejalanya adalah detak jantung tinggi, peningkatan suhu tubuh
mencapai 40 ° C dan bahkan lebih, kulit kering dan kebiru-biruan.
Kirim juga dengan menggigil, mual, pusing, kebingungan, tidak
berkeringat dan pingsan.
(Giriwijoyo, 2007).

c) Apa makna menurut ibunya Rita mulai berkeringat badannya teraba


panas, dan kulitnya memerah sebelum timbul kejang ?
Jawab:
Saat tubuh terpajan panas, pusat termoreseptor di hipotalamus akan
merespon dan menimbulkan respon saraf simpatis di kulit dan
kelenjar keringat. Respon ini akan menyebabkan kulit bervasodilatasi
dan berkeringat sebagai usaha untuk menurunkan suhu. Selama
terjadinya heat stroke, suhu tubuh mulai naik karena mekanisme
pengeluaran panas akhirnya dikalahkan oleh peningkatan panas yang
berlebihan dan terus-menerus. Setelah suhu inti mencapai titik ketika
pusat kontrol suhu di hipotalamus rusak oleh panas, suhu tubuh cepat
meningkat lebih tinggi karena terhentinya secara total mekanisme
pengeluaran panas. Selain itu, dengan bertambahnya suhu tubuh, laju
metabolisme juga meningkat karena suhu yang lebih tinggi
mempercepat laju semua reaksi kimia; akibatnya adalah produksi
panas yang semakin besar. Keadaan umpan balik positif ini
menyebabkan suhu melonjak tak terkendali. Rusaknya pusat kontrol
suhu (termoregulator) di hipotalamus akhirnya menyebabkan
vasokonstriksi dari kulit sehingga tidak ada usaha pengeluaran panas
melalui kulit dan keringat, hal ini akhirnya menyebabkan kulit teraba
panas dan memerah (Sherwood, 2013).

d) Apa makna riwayat demam sebelum timbul kejang disangkal ?


Jawab:
Makna riwayat demam seelum timbul kejangdisangkal adalah untuk
menyingkirkan DD kejang demam

e) Bagaimana mekanisme berkeringat badannya teraba panas, dan


kulitnya memerah sebelum timbul kejang ?
Jawab:

Terpapar sinar
matahari dari jam
12.00-14.00

Heat stress

Peningkatan panas
Badan teraba panas dalam tubuh

Respon
thermoregulasi tubuh

Vasodilatasi kulit Kompensasi untuk


mengeluarkan

Kulit memerah Berkeringat


f) Apa saja klasifikasi heat stroke?
Jawab:
Heat stroke terdiri atas dua jenis, yaitu:
1.Nonexertional Heat Stroke (NEHS) Nonexertional heat stroke
(NEHS) atau sering disebut classic heat stroke merupakankondisi
yang terutama mempengaruhi orang tua, bayi atau anak-anak dan
orang-orangdengan penyakit kronis. Hal ini disebabkan oleh paparan
lingkungan dan pada umumnyamenyerang orang yang tidak bisa
mengontrol suhu lingkungannya.Classic NEHS biasanya terjadi pada
suhu lingkungan sangat tinggi dan biasanya terjadi pada daerahyang
tidak pernah mengalami suhu tinggi, namun mendadak terjadi
perubahan suhumenjadi tinggi, sehingga banyak individu yang
mengalami kegagalan adaptasi suhu didaerah tersebut dan terjadilah
heat stroke. Panas seperti itu juga dapat mengurangi nafsumakan dan
secara bertahap menyebabkan dehidrasi. !kibatnya, semakin banyak
oranglanjut usia yang didiagnosis menderita penyakit ini setelah
beberapa hari berturut-turutmengalami panas yang ekstrem

2.Exertional Heat Stroke (EHS) Exertional heat stroke merupakan


penyakit yang diinisiasi oleh aktivitas fisik "exercise-induced dan
biasanya mempengaruhi orang muda yang sehat seperti atlet, tentara,
pemadam kebakaran, dan anggota militer, selama latihan berat dalam
lingkungan yang panas dalam jangka waktu yang lama pada
lingkungan yang panas.
Jenis heat stroke pada kasus adalah nonexertional heat stroke yang
disebabkan karena suhu lingkungan yang panas
3. Pemeriksaan fisik:
Primary Survey :
Airway :Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : RR 24x/menit, tidak ada ronki dan tidak
ada wheezing
Circulation : TD 90/70 mmHg, nadi 140x/menit,
ekstremitas hangat, capillary refilled
time <3 detik.
Disability : Mata mendelik ke atas dan terdapat
gerakan kejang tonik klonik di keempat
ektremitas
Exposure : Temp 41˚C, kemerahan suluruh tubuh

a) Bagaimana interpretasi dari primary survey ?


Jawab:

Interpretasi Primary Survey


Primary Kasus Normal Interpretasi
survey
Airway Tidak ada Tidak ada sumbatan jalan Normal
sumbatan jalan nafas
nafas
Breathing
Respiration 24x/menit, 20-25x/ menit Normal
Rate tidak ada ronki tidak ada ronki Normal
tidak ada wheezing tidak ada wheezing Normal

Circulation
Tekanan 90/70 mmHg TD : <2 tahun : <104/70 Hipotensi
darah 3-5 th : <108/70
6-9 th : 114/74
140x/menit 105x/menit Takikardi
Nadi ekstremitas hangat Suhu ekstremitas normal Hipertermia
Ekstremitas CRT <3 detik. CRT <2 detik CRT
Capillary memanjang
refilled time
Disability Mata mendelik ke Mata tidak mendelik dan Abnormal
atas dan terdapat tidak ada kejang (kejang tonik
gerakan kejang klonik)
tonik klonik di
keempat ektremitas
Exposure
Temperature 41˚C 35,8-37,5 ˚C Hipertermia
Kemerahan seluruh Tidak merah
tubuh

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan primary survey ?


Jawab:
Paparan panas terik matahari --> kenaikan panas > kehilangan panas
--> peningkatan suhu inti --> vasodilatasi dan berkeringat -->
penurunan curah jantung --> penurunan tekanan darah (hipotensi) -->
kompensasi tubuh --> takikardi

c) Apa saja penilaian yang dilakukan pada pemeriksaan primary survey ?


Jawab:
Penanganan awal dalam Primary Survey membantu
mengidentifikasi keadaan-keadaan yang mengancam nyawa, yang
terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
A : Airway, pemeliharaan airway dengan proteksi servikal
B : Breathing, pernapasan dengan ventilasi
C : Circulation, kontrol perdarahan
D : Disability, status neurologis
E : Exposure/Environmental control, membuka seluruh baju
penderita, tetapi cegah hipotermia
1) Airway
Menilai jalan nafas apakah terdapat obstruksi, suara nafas tambahan
(gurgling, snoring atau stridor)
1) Breathing
Menilai ventilasi yang baik meliputi fungsi paru, dinding dada dan
diafragma dengan memeriksa gerak naik turun dada apakah simetris
dan adekuat; auskultasi kedua sisi dada, suara nafas normal atau
tidak; pasang pulse oxymetri untuk melihat saturasu oksigen
2) Circulation
Mengetahui volume darah, perdarahan dan cardiac output yang
dinilai dengan mengukur tekanan darah, nadi, melihat warna kulit,
suhu dan sumber perdarahan.
3) Disability
Menentukan keadaan neurologis dengan menilai tingkat GCS (eye,
movement dan verbal) dan ukuran serta retraksi pupil mata.
4) Exposure
Membuka pakaian pasien untuk memerisa dan mengevaluasi pasien
dengan tetap menjaga suhu tubuh pasien agar tidak terjadi hipotermi.
4. Secondary Survey
− Kepala
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis
b. Hidung : Nafas cuping hidung (-)
c. Telinga : dalam batas normal
d. Mulut : tampak kering
− Leher : dalam batas normal
− Thoraks : dalam batas normal
− Abdomen : dalam batas normal
Ektremitas atas dan bawah : dalam dapat nilai (masih dalam keadaan
kejang)

a) Bagaimana interpresi dari pemriksaan secondary survey ?


Jawab:

Interpretasi Secondary Survey


Secondary Kasus Normal Interpretasi
survey
Kepala
Mata Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak anemis Normal
anemis
Hidung Nafas cuping Nafas cuping hidung (-) Normal
hidung (-)
Telinga Dalam batas normal Batas normal Normal

Mulut Tampak kering Tidak kering Abnormal


Leher Dalam batas normal Dalam batas normal Normal
Thorak Dalam batas normal Dalam batas normal Normal
Abdomen Dalam batas normal Dalam batas normal Normal
Ekstremitas Belum dapat dinilai Dalam batas normal Abnormal
atas (masih dalam
keadaan kejang)
Ekstremitas Belum dapat dinilai Dalam batas normal Abnormal
bawah (masih dalam
keadaan kejang)

b) Bagaiman mekanisme abnormal dari pemeriksaan secondary


survey?
Jawab:
Terpajan sinar matahari yang cukup lama -> Termoregulasi oleh
hipotalamus untuk menurunkan suhu inti tubuh -> Berkeringat
(Evaporasi) -> Dehidrasi, cairan tubuh banyak yang hilang -> Terjadi
gangguan elektrolit ->ketidakseimbangan ion mengubah asam basa
atau elektrolit yang akan mengganggu kimiawi neuron sehingga
terjadi depolarisasi neuron -> terjadi peningkatan neurotransmitter
eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik -> Kejang

c) Apa saja penilaian yang dilakukan pada pemeriksaan secondary


survey?
Jawab:
 Setelah dilakukannya ABCDEs (primary survey)
 Anamnesis (alonamnesis), jika pasien tidak sadar
 Pemeriksaan fisik (head-to-toe)

5. Bagaimana cara diagnosis pada kasus ?


Jawab:
 Anamnesis
Rita, anak perempuan berusia 4 tahun, berat badan 16 kg datang
dibawa ibunya dibawa ke Puskemsas dalam keadaan
kejang.Kurang lebih 15 menit yang lalu, Rita mengalami kejang
umum klojotan. Kejang ini baru terjadi pertama kali. Menurut
ibunya, Rita diajak oleh ibunya mengantri pembagian sembako
lebaran ditengah terik matahari dari pukul 12.00 WIB sampai
14.00 WIB. Rita mulai berkeringat badannya teraba panas, dan
kulitnya memerah sebelum timbul kejang. Riwayat demam
sebelum timbul kejang disangkal.

 Primary survey
 Interpretasi Primary Survey
Primary Kasus Normal Interpretasi
survey
Airway Tidak ada Tidak ada sumbatan jalan Normal
sumbatan jalan nafas
nafas
Breathing
Respiration 24x/menit, 20-25x/ menit Normal
Rate tidak ada ronki tidak ada ronki Normal
tidak ada wheezing tidak ada wheezing Normal

Circulation
Tekanan 90/70 mmHg TD : <2 tahun : <104/70 Hipotensi
darah 3-5 th : <108/70
6-9 th : 114/74
140x/menit 105x/menit Takikardi
Nadi ekstremitas hangat Suhu ekstremitas normal Hipertermia
Ekstremitas CRT <3 detik. CRT <2 detik CRT
Capillary memanjang
refilled time
Disability Mata mendelik ke Mata tidak mendelik dan Abnormal
atas dan terdapat tidak ada kejang (kejang tonik
gerakan kejang klonik)
tonik klonik di
keempat ektremitas
Exposure
Temperature 41˚C 35,8-37,5 ˚C Hipertermia
Kemerahan seluruh Tidak merah
tubuh
 Secondary survey

Interpretasi Secondary Survey
Secondar Kasus Normal Interpretasi
y survey
Kepala
Mata Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak anemis Normal
anemis
Hidung Nafas cuping hidung Nafas cuping hidung (-) Normal
(-)
Telinga Dalam batas normal Batas normal Normal

Mulut Tampak kering Tidak kering Abnormal


Leher Dalam batas normal Dalam batas normal Normal
Thorak Dalam batas normal Dalam batas normal Normal
Abdomen Dalam batas normal Dalam batas normal Normal

6. Bagaimana different diagnosis pada kasus Bagaimana diagnosis banding


pada kasus ?
Jawab:

- Nonexertional Heat Stroke


- Heat Exhaustion

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ?


Jawab:
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk kasus heat stroke, pemeriksaan
penunjang yang dilakukan ditujukan untuk mengetahui adanya
komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan lab :
− Kadar elektrolit
− Analisis gas darah
− Pemeriksaan kadar gula darah
2. Elektroensefalografi (EEG) (Schwich PJ, 2000).

8. Bagaimana working diagnosis pada kasus ?


Jawab:
Nonexertional Heat Stroke (NEHS)

9. Bagaimana tatalaksana pada kasus ?


Jawab:
Pendinginan segera dan dukungan terhadap fungsi sistem organ
merupakan dua hal utama dalam pengobatan pasien dengan heat stroke.
Pembuangan panas yang efektif bergantung pada kecepatan perpindahan
panas dari inti menuju kulit dan dari kulit menuju lingkungan luar. Pada
pasien dengan hipertermia, perpindahan panas difasilitasi oleh
vasodilatasi aktif pembuluh darah kulit. Teknik pendinginan yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan gradien temperatur antara kulit
dan lingkungan (untuk pendinginan dengan konduksi atau dengan
meningkatkan gradien tekanan uap air antara kulit dan lingkungan (untuk
pendinginan dengan cara evaporasi/penguapan) atau dengan
meningkatkan kecepatan udara yang berdekatan dengan kulit (untuk
pendinginan dengan cara konveksi).
Dalam praktek, air dingin atau es diletakkan di kulit, dan dengan
sambil dikipasi. Kebanyakan metode seperti itu dapat menurunkan
temperatur kulit sampai dibawah 30oC, memicu terjadinya vaasokontriksi
pembuluh darah kulit dan menggigil. Untuk menghadapi respons tersebut
dapat dilakukan pemijatan yang banyak pada pasien, dilakukan
penyemprotan dengan air hangat (40oC), atau pemajanan terhadap air
panas yang bergerak (45oC), baik bersamaan dengan saat pendinginan
dilakukan maupun dilakukan bergiliran. Sampai saat ini belum terdapat
obat-obatan yang mempercepat pendinginan yang dapat menolong
pengobatan heat stroke (Darmo, 2014).
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis.
Terapi obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan
menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat
dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable
pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat
dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 %
anak epilepsy. Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat
kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi
letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau
mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat
antikonvulsan yang umum dipakai
1. Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik,
status epileptikus; kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml
2. Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik,
status epileptikus; kadar terapeutik 10-20mcg/ml
3. Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-
klonik; kadar tapeuretik: 4-12 mcg/ml
4. Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang
mioklonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama
bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-
100 mcg/ml
5. Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk
mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.
6. Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.
7. Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-
klonik, spasme infantile. (Department of Health. 2009)

10. Bagaimana komplikasi pada kasus ?


Jawab:
Heat stroke dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, tergantung
pada
berapa lama suhu tubuh tinggi. Komplikasi parah termasuk:
 Sindrom kompartemen, diamati paling umum pada pasien
dengan rhabdomyolysis parah dan pada pasien yang tidak
bergerak.
 Cidera ginjal akut, dapat terjadi pada sebanyak 25-30%
pasien yang mengalami stroke panas (terutama EHS).
 Kerusakan organ vital, tanpa respons cepat untuk
menurunkan suhu tubuh, dapat menyebabkan otak Anda atau
organ vital lainnya membengkak, kemungkinan
mengakibatkan kerusakan permanen.
 Kematian, perawatan cepat dan memadai, stroke panas dapat
berakibat fatal. (Helman, 2017).

11. Bagaimana pragnosis pada kasus ?


Jawab:

Quo ad Vitam: Dubia ad bonam


Quo ad Fungsionam: Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam: Dubia ad bonam

12. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ?


Jawab:

3B. Gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

13. Bagaimana pandangan islam pada kasus ?


Jawab:
Surah Al – Maidah ayat 41

............... . ....

Artinya : maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini
maka hati-hatilah"

2.6 Kesimpulan
Rita, anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya dalam keadaan kejang tonik
klonik karena mengalami Nonexertional Heat Stroke

2.7 Kerangka konsep

Mengantri sembako
dibawah terik
matahari

Terpanjan panas

Gangguan
Nonexetional
DAFTAR Heat
PUSTAKA
Stroke
Ambarwati, W.N. & Irdawati, 2009. Hubungan Preeklamsia dengan Kondisi Bayi
yang Dilahirkan secra Sectio Caesarea di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
II(1).

Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines. NSW


Department of Health. 2009.

Darmo, Budiman. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakt Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Grogan H. & Hopkins PM. 2002. Heat Stroke: Implication for Critical Care and
Anaesthesia. British Journal of Anaesthesia.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC

Handryastuti. 2017. Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan


Tata laksana. Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo,
Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 9, No. 2, Agustus 2007Helman, Robert S. 2017.
Heat Stroke. E-Medicine: Medscape Reference

Schwich PJ. 2000. Selected Topic in Emergency Medicine Philadelphia :


Lippincot Williams
Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Ed. 8. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Indonesia
Snell, Richard S.2006 Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai