Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 9

Kelompok 7
Tutor Pembimbing : dr. Ratika Febriani, M.Biomed.
Nama Anggota :
1. M. Valeri Rivaldo (702017080)
2. Barratush Febby Wulan (702014085)
3. Iffat Nabila Ikbar (702017041)
4. Neva Fiyolla Palupi (702014087)
5. Aufaa Rifqi Rizqullah (702017054)
6. Muhammad Akip Aprianto (702017011)
7. Retno Aqilah Fatma Pertiwi (702017072)
8. Savira Chairunnisa (702017081)
9. Romzi Khairrullah (702014091)
10. Wishandra Inestasia Susilo (702017051)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “ Laporan
Tutorial Skenario A Blok 9“ sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat
beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir
zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.


2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Ratika Febriani, M.Biomed. selaku tutor kelompok 7.
4. Teman-teman sejawat.
5. Semua pihak yang membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Oktober 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada semester III dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Pembelajaran blok ini sangat penting
untuk dipelajari dalam komponen pendidikan blok di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan yang memaparkan kasus Tina, anak perempuan 3 tahun, dibawa
ibunya ke IGD RSUD BARI dengan keluhan kejang yang terjadi 1 jam yang
lalu sebanyak 2 kali, lama kejang pertama ±25 menit, dan kejang kedua ± 5
menit, bentuk kejang klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat
kejang berlangsung Tina tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Tina
sadar.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari


sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Ratika Febriani, M.Biomed.
Moderator : Romzi Khairrullah
Sekretaris papan : Muhammad Akip Aprianto
Sekretaris meja : Neva Fiyolla Palupi
Waktu Tutorial : Tutorial Sesi 1
Senin, 22 Oktober 2018 (pukul 08.00-10.30 WIB)
Tutorial Sesi 2
Rabu, 24 Oktober 2018 (pukul 08.00-10.30 WIB)

Peraturan :

1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.


2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argument.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Tenang dan memperhatikan saat tutor memberi pengarahan.
5. Selama tutorial berlangsung menjaga sikap dan perkataan.
2.2 Skenario Kasus

“Demam Membawa Derita”

Tina, anak perempuan 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI


dengan keluhan kejang yang terjadi 1 jam yang lalu sebanyak 2 kali, lama kejang
pertama ±25 menit, dan kejang kedua ± 5 menit, bentuk kejang klojotan, tangan
dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang berlangsung Tina tidak sadar tetapi
sebelum dan sesudah kejang Tina sadar.

Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Tina panas tinggi disertai batuk pilek.
Tiga jam dari mulai timbul panas, Tina mengalami kejang selama kurang dari 5
menit. Tina belum pernah kejang sebelumnya. Ibu Tina pernah kejang demam
saat bayi. Tina lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan, tidak langsung
menangis.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Kesadaran compos mentis.

Tanda vital : Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
32x/menit, suhu 40°C.

Pemeriksaan Spesifik :

Kepala : mata : pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : tidak hiperemis, tonsil : T1/T1.

Leher : tidak ada kaku kuduk.

Thorak : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising


jantung (-), paru : vesikuler normal, ronki tidak ada.

Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada.

Status neurologikus

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Refleks - - - -
Patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.3 Klarifikasi Istilah

1. IGD : salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan


awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidup.
2. Kejang : kaku dan menegang pada otot atau urat.
3. Mata mendelik : mata terbuka lebar-lebar.
4. Tidak sadar : situasi darurat medis ketika seseorang mengalami keadaan
tidak sadar dalam jangka waktu tertentu yang disebabkan oleh
menurunnya aktivitas yang dipicu oleh otak dalm beberapa kondisi.
5. Panas tinggi (demam) : pireksia peningkatan temperatur suhu tubuh diatas
normal.
6. Batuk : eksplusi udara dari dalam paru yang tiba-tiba sambil mengeluarkan
suara berisik dan menghasilkan eksklusi udara sedemikian.
7. Pilek (rinorea) : sekresi mukus encer dari hidung.
8. Kompos mentis : kesadaran sepenuhnya.
9. Pupil isokor : kesamaan ukuran pupil pada kedua mata.
10. Eutoni : keadaan kekuatan dari tonus otot normal.
11. Akral hangat : suhu panas yang dirasakan pada ujung ekstremitas.
12. Ronki : bunyi kontinyu seperti mengorok pada tenggorokan atau tabung
bronkial terjadi karena obstruksi parsial.
13. Tonus : kontraksi otot yang ringan dan terus-menerus yang pada otot
rangka membantu dalam mempertahankan postur dan pengambilan darah
ke jantung.
14. Klonus : kontraksi berulang dari otot ketika meregang.

2.4 Identifikasi Masalah

1. Tina, anak perempuan 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI


dengan keluhan kejang yang terjadi 1 jam yang lalu sebanyak 2 kali, lama
kejang pertama ±25 menit, dan kejang kedua ± 5 menit, bentuk kejang
klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang berlangsung
Tina tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Tina sadar.
2. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Tina panas tinggi disertai batuk pilek.
Tiga jam dari mulai timbul panas, Tina mengalami kejang selama kurang
dari 5 menit. Tina belum pernah kejang sebelumnya.
3. Ibu Tina pernah kejang demam saat bayi. Tina lahir spontan ditolong
bidan, cukup bulan, tidak langsung menangis.
4. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis.
Tanda vital : Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
32x/menit, suhu 40°C.
5. Pemeriksaan Spesifik :
Kepala : mata : pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea
(+/+), faring : tidak hiperemis, tonsil : T1/T1.
Leher : tidak ada kaku kuduk.
Thorak : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal,
bising jantung (-), paru : vesikuler normal, ronki tidak
ada.
Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada.
6. Status neurologikus

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Refleks - - - -
Patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

2.5 Analisis Masalah

1. Tina, anak perempuan 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI


dengan keluhan kejang yang terjadi 1 jam yang lalu sebanyak 2 kali, lama
kejang pertama ±25 menit, dan kejang kedua ± 5 menit, bentuk kejang
klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang berlangsung
Tina tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Tina sadar.
a) Bagaimana anatomi dan fisiologi pada otak dan sistem saraf?
Jawab :

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua


bagian Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis
terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem
( batang otak) dan limbic system (sistem limbik).
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang
terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak
besar terdiri atas corteks (permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem
limbik. Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat
yang disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4
lobus, yaitu lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak
paling belakang), lobus parietalis dan lobus temporalis.

Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan


melekat pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat
(nuklei) dan Thalamus suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal
sensori dan memancarkannya ke struktur otak diatasnya, terutama ke
korteks serebri.

Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,


berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas
diensefalon ( bagian batang otak paling atas terdapat diantara
cerebellum dengan mesencephalon, mesencephalon (otak tengah),
pons varoli ( terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan
medulla oblongata), dan medulla oblongata (bagian dari batang otak
yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis.

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam


kaitan ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan
merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan.

(Moore K.R. 2007)


Gambar 2.1.Anatomi Otak Normal

Struktur saraf

Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya


terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua
macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson.

Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf,


sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke sel
saraf yang lain atau ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang.
Sebaliknya, dendrit pendek. Pada ujung akhir dari akson
terdapat sinapsis yang merupakan celah antara ujung saraf di mana
neurotransmiter dilepaskan untuk menghantar impuls ke saraf
selanjutnya atau organ yang dituju.

Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu


dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar
akson terdapat lapisan lemak disebut myelin yang dibentuk oleh sel
Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann merupakan sel
glia utama pada sistem saraf perifer yang berfungsi membentuk
selubung myelin. Fungsi myelin adalah melindungi akson dan
memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin
disebut nodus ranvier, yang dapat mempercepat penghantaran impuls.

Potensial aksi adalah peristiwa elektris (listrik) yang terlokalisir


menggunakan ATP secara aktif untuk mengangkut Na+ keluar dari sel
dan K+ masuk ke dalam, yaitu depolarisasi membran pada titik
perangsangan yang spesifik.
Potensial aksi timbul karena membran plasma sel- sel yang dapat
dirangsang, mempnyai saluran ion bergerbang voltase, mempunyai
gerbang yang membuka dan menutup sebagai respon terhadap
perubahan potensial membran serta adanya peningkatan permeabilitas
membran terhadap ion Na secara transien (dalam rentang fraksi dari
satu milidetik) kemudian diikuti oleh peningkatan permeabilitas
membran terhadap ion K secara transien serta penurunan drastis pada
permeabilitas membran terhadap ion Na.
Mekanisme perambatan potensial aksi :
 Potensial aksi pertama : Potensial aksi dibangkitkan ketika ion
natrium mengalir ke dalam melintasi membran pada satu lokasi,
membran mengalami repolarisasi ketika K+ mengalir keluar.
 Potensial aksi kedua : Depolarisasi potensial aksi pertama telah
menyebar ke wilayah yang bersebelahan pada membran tersebut,
mendepolarisasi wilayah itu dn memulai potensial aksi kedua.
 Potensial aksi ketiga : Merambat secara berurutan saat repolarisasi
berlangsung. Melalui mekanisme ini aliran  ion lokal menembus
membran plasma dan menghasilakan impuls saraf yang meeambat
di sepanjang akson itu.
Besarnya potensial aksi tidak bergantung pada kekuatan
stimulus pendepolarisasi yang menyebabkan potensial aksi tersebut.
Selama fase depolarisasi, polaritas membran berbalik sebentar, bagian
dalam sel lebih positif dibandingkann  bagian luar. Depolarisasi yang
kuat dari suatu potensial aksi akan menyebabkan daerah disekitar titik
membran yang mengalami depolarisasi itu jug aterdepolarisasi di atas
harga ambang, yang memicu potensiakl aksi baru pada posisi tersebut
dan demikian seterusnya sampai ke ujung akson.

Fisiologi :
Serebrum
• Persepsi sensorik
• Control gerakan sadar
• Bahasa
• Sifat kepribadian
Serebelum
• Mempertahankan keseimbangan
• Meningkatkan tonus otot
• Mengoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
Batang otak (medulla oblongata, pons, mesenchepalon)
• Pusat control kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan
• Regulasi reflex otot yang berperan dalam keseimbangan
• Penerimaan dan integrasi semua masukkan sinaps
Korda Spinalis
• Penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian
tubuh
• Mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukkan dan keluaran
afferent
(Sherwood, L. 2014)

b) Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?


Jawab :
Kejang demam terjadi pada usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya
terjadi pada usia 18 bulan. Selain itu, kejang berulang umumnya terjadi
pada balita usia dibawah 12 bulan. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki.
(Ruspeno, 2007).

c) Apa makna kejang yang terjadi 1 jam yang lalu sebanyak 2 kali?
Jawab :
Maknanya Tina mengalami kejang demam yang dikategorikan dalam
kejang demam kompleks. Karena kejang demam kompleks ini terjadi
lebih dari 15 menit dan mengalami kejang berulang yaitu lebih dari 1x
dalam 24 jam.
(Sihaloho. 2015)

d) Bagaimana etiologi kejang?


Jawab :
- Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran. Secara umum tidak
ada resiko jika hilangnya kesadaran <30 menit.
- Infeksi serebral : bakteri/virus meningitis, radang otak, abses otak
- Faktor genetik, seperti kromosom yang abnormal.
- Gangguan pembuluh darah serebral. Seperti : hemoragis dan
trombosis.
- Asidosis hipoksia
- Riwayat keluarga
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-1-_-Kejang.pdf
http://eprints.unsri.ac.id/858/1/Penatlaksanaan_OMA_pada_anak.p
df
e) Bagaimana klasifikasi kejang?
Jawab :
1. Kejang Parsial (fokal)
 Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
 Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
b. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
c. Dengan automatisme
d. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
e. Dengan gangguan kesadaran saja
f. Dengan automatisme
g. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik
atau klonik)
h. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang
umum
i. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang
umum
j. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan
k. berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang Generalisata
a. Lena/ absens
b. mioklonik
c. klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. atonik/ astatik
3. Kejang epileptik yang tidak tergolong
( Price & wilson,2006)

Klasifikasi kejang demam


 Kejang demam sederhana :
a. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
b. Akan berhenti sendiri
c. tidak terulang dalam waktu 24 jam
d. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digolongkan
kejang demam sederhana.
 Kejang demam kompleks :
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam

f) Bagaimana patofisiologi kejang?


Jawab :
Suhu tubuh meningkat → metabolisme karbohidrat meningkat →
tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak → hipoksia jaringan otak
→ gangguan pompa ion Na+ → permeabilitas membrane terhadap ion
Na+ → Na lebih banyak masuk ke dalam membrane sel →
menghasilkan potensial aksi yang di hantarkan sel saraf oleh
neurotransmiter, apabila neurotransmiter tidak seimbang ( eksibisi,
inhibisi) → peningkatan nueromuskular junction Ca2+ → kejang.
(Price & Wilson. 2006)

g) Apa saja dampak dari kejang?


Jawab :
• Kecacatan otak
• Kematian
• Asidosis laktat
(Ain, dkk. 2015)

h) Apa makna bentuk kejang klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke
atas?
Jawab :
Maknanya tina mengalami kejang generalisata tonik klonik.

i) Apa makna saat kejang berlangsung Tina tidak sadar tetapi sebelum
dan sesudah kejang Tina sadar?
Jawab :
Maknanya adalah mengalami kejang generalisata dimana kejang
generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum & diensefalon
ditandai serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral
dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa
kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadat dan tidak
mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang.
(Price & Wilson, 2010)
2. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Tina panas tinggi disertai batuk pilek.
Tiga jam dari mulai timbul panas, Tina mengalami kejang selama kurang
dari 5 menit. Tina belum pernah kejang sebelumnya.
a) Apa makna 1 hari sebelum masuk RS Tina panas tinggi disertai batuk
pilek?
Jawab :
Panas tinggi atau kenaikan suhu tubuh merupakan bentuk kompensasi
tubuh untuk mempercepat proses fagositosis patogen yang masuk ke
dalam tubuh. Batuk pilek menunjukkan adanya infeksi pada saluran
nafas.
(Sherwood, 2015)

b) Bagaimana klasifikasi demam?


Jawab :
a. Demam septik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
pada malam hari, dan turun kembali (tidak mencapai normal) pada
pagi hari.
b. Demam hektik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat normal pada pagi
hari.
c. Demam remiten : suhu badan naik dan turun setiap hari, tapi tidak
mencapai suhu badan normal.
d. Demam intermiten : suhu badan turun ke tingkat normal selama
beberapa jam dalam 1 hari.
e. Demam kontinyu : variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari 1 derajat.
f. Demam siklik : terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari, yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
(Guyton, AC dan Hall, JE, 2008)
c) Bagaimana etiologi demam?
Jawab :
 Faktor infeksi
1. Bakteri : pneumonia, bronkitis, meningitis, ensefalitis, otitis
media.
2. Virus : influenza, DBD, demam chikungunya.
3. Jamur : criptococcosis.
4. Parasit : malaria, toksoplasmosis.
 Faktor non infeksi
1. Faktor lingkungan.
2. Penyakit autoimun : lupus, arthritis.
3. Keganasan : penyakit hodgkin, leukemia.
4. Pemakaian obat : antibiotik, antihistamin
(Nelwan, 2009).

d) Bagaimana patofisiologi demam?


Jawab :
Demam terjadi karena stimulasi WBC ( Monosit,Limfosit,Neutrofil)
oleh pirogen eksogen berupa respon imun, kemudian WBC akan
mengeluarkan pirogen endogen yang kemudian pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan menstimulus endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostalglandin uang kemudian meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi di hipotalamus kemudian terjadilah
demam.
(Guyton & Hall, 2014)

e) Bagaimana etiologi batuk pilek?


Jawab :
Batuk :
- Batuk dapat ditimbulkan dari sekresi mukus yang berlebihan,
sehingga tubuh melakukan respon batuk untuk mengurangi mukus
berlebih.
- Batuk dapat juga disebabkan oleh debu atau zat asing yang dapat
mengganggu pernafasan, semakin banyak partikel yang harus
dikeluarkan semakin banyak frekuensi batuk seseorang.
Pilek :
- Disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke hidung sehingga
tubuh melakukan kompensasi dengan pengeluaran mukus.
(Sherwood, 2014)

f) Bagaimana patofisiologi batuk pilek?


Jawab : Antigen masuk ke saluran pernapasan

Penutupan glottis Sekresi mediator inflamasi

Relaksasi diafragma dan kontraksi otot Sekresi kelenjar mukus

Penyempitan trakea Pilek

Glotis terbuka dan adanya perbedaan

tekanan atmosfer dan saluran udara

Batuk

(Price & Wilson, 2005)

g) Apa makna tiga jam mulai timbul panas dan mengalami kejang ± 5
menit?
Jawab :
Maknanya adalah Tina memiliki kemungkinan mengalami kejang
tonik klonik demam,yang sering disebut sebagai kejang demam dan
sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun.
h) Apa makna tina belum pernah kejang sebelumnya?
Jawab :
Maknanya tina tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya dan dapat
menyingkirkan diagnosis epilepsi karena tidak ada riwayat kejang
sebelumnya dan tanpa demam.

3. Ibu Tina pernah kejang demam saat bayi. Tina lahir spontan ditolong
bidan, cukup bulan, tidak langsung menangis.
a) Apa makna ibu tina pernah kejang demam saat bayi?
Jawab :
Maknanya kemungkinan tina kejang demam di karenakan ibu tina
pernah mengalami kejang demam dimana apabila salah satu orang tua
mempunyai riwayat tersebut memiliki resiko 20-22%, dan jika kedua
orang tua memiliki riwayat tersebut mempunyai resiko 60-80%.
(Blunstein MD, 2007)

b) Apa makna tina lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan, tidak
langsung menangis?
Jawab :
Maknanya pada saat lahir tina mengalami asfiksia. Asfiksia menurut
IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
yaitu disebabkan oleh kurangnya oksigen yang menyebabkan hipoksia
jaringan terutama jaringan otak. yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik
iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, R. 2013)

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis.
Tanda vital : Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
32x/menit, suhu 40°C.
a) Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :

Keadaan Interpretasi

Keadaan umum Kesadaran kompos mentis Normal

Tanda Vital Nadi 124x/menit (isi dan Normal


tegangan cukup)
Frekuensi napas 32x/menit Normal
Suhu 40°C Demam

b) Bagaimana patofisiologi abnormal dari pemeriksaan fisik?


Jawab :
Suhu tubuh meningkat (demam) : Infeksi mikroorganisme -> difagosit
oleh leukosit,makrofag,limfosit -> pengeluaran pirogen endogen yaitu
sitokin (IL1, IL2, TNF α) -> merangsang sel endotel hipotalamus ->
pengeluaran as. Arachidonat (bantuan enzim fosfolipase) ->
merangsang pengeluaran prostaglandin E2 ( bantuan enzim
siklooksigenase) -> perubahan set point di hipotalamus -> set point
meningkat -> demam.
(Price & Wilson. 2006)

5. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : mata : pupil isokor, refleks cahaya (+), hidung : rinorea (+/+),
faring : tidak hiperemis, tonsil : T1/T1.
Leher : tidak ada kaku kuduk.
Thorak : simetris, retraksi tidak ada, jantung : BJ I dan II normal, bising
jantung (-), paru : vesikuler normal, ronki tidak ada.
Abdomen : bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, kaku sendi tidak ada.
a) Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik ?
Jawab :

Keadaan Interpretasi

Kepala Mata : pupil isokor Normal

Refleks cahaya (+) Normal

Hidung: rinorea (+/+) Abnormal

Faring: tidak hiperemis Normal

Tonsil: T1/T1 Normal

Leher Tidak ada kaku kuduk Normal

Thorax Simetris, retraksi tidak ada Normal

Jantung: BJ I dan II normal Normal

Bising jantung (-) Normal

Paru Vesikuler normal Normal

Ronki tidak ada Normal

Abdomen Bising usus normal Normal

Hepar dan lien tidak teraba Normal

Extremitas Akral hangat Normal

Kaku sendi tidak ada Normal


b) Bagaimana patofisiologi abnormal dari pemeriksaan spesifik?
Jawab :
Antigen masuk di saluran pernafasan yang kemudian di tangkap
makrofag dan mengaktifkan sekresi mediator inflamasi (histamin, IL
-1 , IL -6, TNF) kemudian hisitamin akan menyebabkan vasodilatasi,
tekanan kapiler menurun yang menyebabkan sekresi mukus oleh sel
goblet dan antigen keluar bersamaan dengan pengeluaran mukus
(rinorea).
(Guyton & Hall , 2014)

6. Status neurologikus

Nn. Craniales : tidak ada kelainan

Fungsi motorik :

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Refleks - - - -
Patologi
Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

a) Bagaimana interpretasi dari status neurologikus?


Jawab :
Semuanya normal

7. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab :
Keluhan utama : keluhan yang dialami Tina terjadi satu jam yang lalu
sebanyak dua kali, lama kejang pertama ±25 menit, dan kejang kedua ± 5
menit, bentuk kejang klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas,
pada saat kejang berlangsung Tina tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah
kejang Tina sadar. Tina juga mengalami panas tinggi disertai batuk pilek
dan belum pernah kejang sebelumnya.
Faktor resiko : Ibu Tina pernah mengalami kejang demam saat bayi. Tina
tidak langsung menangis saat lahir.
Pemeriksaan Fisik : Demam (Suhu = 40ºC)
Pemeriksaan Spesifik : Rinorea (+/+)
Status Neurologikus : Normal

8. Bagaimana Diagnosis Banding pada kasus?


Jawab :
 Kejang demam kompleks
 Kejang demam sederhana
 Ensefalitis
 Meningitis
 Epilepsi

9. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab :

1. Pemeriksaan Elektroensefalografi : Pemeriksaan penunjang yang


paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi
(EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada
wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi
fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan
laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan
beberapa alasan sebagai berikut. Pemeriksaan ini merupakan alat
diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan kejang
yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan
membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis
serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.
2. Pemeriksaan radiologi : Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala
dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat
apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak . CT Scan kepala
ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak
pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik
dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil
diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat
mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini
biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted“ dengan minimal dua irisan
yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.

10. Bagaimana Working Diagnosis pada kasus?


Jawab :
Kejang demam kompleks tipe tonik klonik.

11. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawab :
Pada saat kejang : - Diazepam rektal : 5 mg unt BB < 10 kg
10 mg unt BB > 10 kg
atau 0,5 – 0,75 mg/kgBB/kali
- Diazepam iv : 0,2 – 0,5 mg/kgBB
Masih kejang : Fenitoin iv 20 mg/kgBB perlahan-lahan
Setelah pengobatan berhenti :
Pengobatan rumatan
Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun)
- Asam valproat : 10-40 mg/ kgBB dibagi 2-3 dosis
- Fenobarbital : 3-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Pengobatan interminten
Antipiretik :
- paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
- ibuprofen 10 mg/kgBB /kali diberikan 3 kali

12. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab :
a. Kemungkinan kecacatan ( tidak pernah dilaporkan)
b. Kelainan neurologis (sebagian kecil)
c. Kemungkinan kematian ( tidak pernah dilaporkan)
d. Kemungkinan berulangnya kejang demam
(Irdawati. 2010)

13. Bagaimana prognosis pada kasus ?


Jawab :
Bonam, penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian.

14. Bagaimana SKDU pada kasus ?


Jawab :
Tingkat Kemampuan 4 : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan
tuntas.
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)

15. Bagaimana pandangan islam pada kasus ?


Jawab :

ِ ‫الض ُّر َوأَ ْنتَ أَ ْر َح ُم ال َّر‬


َ‫اح ِمين‬ َّ ‫َر ِّب أَنِّي َم‬
ُّ ‫سـنِ َي‬
Ya tuhanku sesungguhnya aku telah ditimpakan penyakit dan engkau
adalah tuhan yang maha penyayang diantara semua penyayang. (Q.S. Al-
Anbiya : 83)
2.7 Kesimpulan

Tina, anak perempuan 3 tahun mengalami kejang demam kompleks tipe tonik-
klonik yang disebabkan oleh infeksi pada saluran nafas.

2.8 Kerangka Konsep


Batuk
Infeksi pada
saluran nafas
Pilek

Demam

Metabolisme karbohidrat

Hipoksia jaringan otak

Gangguan pompa ion


Na+

Menghasilkan
potensial aksi

Peningkatan neuromuskular
junction Ca2+

Kejang
Daftar Pustaka

Ain,dkk. 2015. Tindakan Ibu dalam menangani Balita yang Mengalami Kejang
Demam di Rumah dalam jurnal terapan diakses pada tanggal 23 oktober
2018.
Blunstein MD, Friedman. MJ. Childhood seizurers. Emerg med clin N Am, 2007.
Guyton, AC dan Hall, JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hasan, Rusepno dan Husein Alatas (editor), 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. jilid III. Jakarta: FKUI.
Irdawati. 2010. Kejang Demam dan Penatalaksanaanya . Surabaya.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG
%20DEMAM%20DAN%20PENATALAKSANAANNYA.pdf;sequence=1.
Diakses tanggal 22 Oktober 2018.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Moore K.R., Argur K.M. R. 2007. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipocrates.h.
114- 116.
Nelwan, Demam : Tipe dan Pendekatan, 2009. Universitas Sumatera Utara .
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31365/Chapter
%20II.pdf;sequence=4 . Diakses pada tanggal 23 oktober 2018.
Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis.
Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006, Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. UKKNeurologi PP IDAI : Jakarta.
Q.S. Al-Anbiya : 83
Sherwood,L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sihaloho, 2015. Kejang Demam Kompleks. Universitas Lampung.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/772.
Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai