Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUTORIAL KASUS 2

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. MONALIZA KASUMADEWI (21119113)


2. MUHAMMAD RAHMADI (21119114)
3. NIA REHMA LEMNA DEPARI (21119115)
4. NOVI LESTARI (21119116)
5. NURUL AINI (21119117)
6. PUTRI NURAULIA (21119118)
7. RAHMAISA LUBIS (21119119)
8. REDY NOVRIAN UTAMA (21119120)
9. RENI APRIYANTI (21119121)
10. RESTIA NORA SUSTENY (21119122)
11. RIKEK RIDHOLA (21119123)

DOSEN PENGAMPUH : Joko Tri Wahyudi S.Kep.Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021 / 2022
KETUA KELOMPOK : M. RAHMADI
SEKRETARIS : NOVI LESTARI

SKENARIO KASUS

“MENYERINGAI KESALITAN”

Tn. Didi, 50 tahun, seorang tukang bangunan dibawa keluarganya ke IGD RSMP
dengan keluhan kejang berulang sejak 1 hari yang lalu, lama setiap kejang ± 15 menit, Tn.
Didi dalam kondisi sadar, kejang tercetus jika mendengar suara dan terkena cahaya, bentuk
kejang kaku seluruh tubuh, wajah tampak menyeringai, mulut tidak bisa dibuka lebar.
Satu minggu yang lalu, kaki Tn. Didi terluka tertusuk besi berkarat dan hanya diberi obat merah. Tiga hari
yang lalu, Tn. Didi demam, sakit kepala, susah menelan, tanpa disertai mual dan muntah. Riwayat kejang
sebelumnya tidak ada. Riwayat imunisasi tidak lengkap. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak
ada. Seluruh tubuh, wajah tampak menyeringai, mulut tidak bisa dibuka lebar.
Pada saat di IGD dokter jaga yang bertugas meminta perawat untuk melakukan
perawatan luka pada kaki Tn. Didi. Perawat bertanya kepada dokter apakah boleh
melakukan perawatan luka padahal kondisi pasien masih kejang.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: apatis
Tanda Vital: TD 120/80mmHg, nadi 96 x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
24x/menit. Suhu 38.5oC
Keadaan Spesifik:
Kepala : mata: pupil isokor, muka ricus sardonicus, trismus (+).
Leher : neck rigidity (+)
Thorak : dalam batas normal
Abdomen : perut kaku seperti papan, epistotonus (+), hepar dan lien tidak bisa dinilai.
Extremitas : inferior sinistra: tampak luka tusuk sepanjang 1 cm dengan kedalaman 4 cm,
dengan kondisi bernanah dan kemerahan.

Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan dan
Kekuatan
Belum bisa dinilai
Tonus Hipertonus Hipertonus Hipertonus Hipertonus

Klonus - - - -

Refleks Fisiologis normal normal normal Normal

Refleks Patologi - - - -

Fungsi sensorik: tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal: tidak ada

THE SEVEN JUMPS METHOD


A. STEP I : Clarify Unfamiliar Terms ( Mengklarifikasi Istilah atau Identifikasi Kata-
Kata Sulit)
1. Craniales (M.Rahmadi)
Jawaban:
12 Pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak.(Reni apriyanti)
2. Epistotonus (Nia rehma lemna)
Jawaban:
Sikap abnormal tubuh yang ditandai dengan tubuh menjadi kaku dan melengkung
kebelakang dengan kepala terlempar kebelakang dan siku terlipat(Nurul aini)
3. Trismus (Rikek ridhola)
Jawaban:
Keterbatasan seseorang dalam membuka dan menutup mulut (Monaliza kasuma
dewi)
4. Ricus sardonicus (Restia nora susteny)
Jawaban:
Gambaran yang khas pada tetanus berupa spasme pada otot wajah dimana
otot bibir mengalami retraksi,mata tertutup sebagian,elevasi alis yang
membuat wajah pasien tampak seperti sedang menyeringai.(Novi lestari)

B. STEP II : Define The Problems ( Membuat Pertanyaan)

1. apa gejala dan penyebab tetanus? (Rahmaisa Lubis)


2. Apa penyebab kejang berulang pada pasien tersebut? (Monaliza Kasumadewi)
3. Apa yang harus dilakukan pada pasien kejang? (Nurul Aini)
4. Jelaskan dampak terhadap pasien jika penanganan luka tertusuk besi yang tidak
tepat? (Rikek ridhola)
5. Bagaimana cara mengobati pasien yang susah menelan? (Novi lestari)
6. Bagaimana cara melakukan perawatan luka? (Putri nuraulia)
7. Apa penanganan pertama pada pasien luka tusuk? (Restia Nora Susteny)
8.Apa yang menjadi faktor resiko pasien kejang? (Reni Apriyanti)
9. Apa penyakit tetanus bisa mengakibatkan kematian? (Nia rehma lemna depari)
10. Apakah perawat boleh melakukan perawatan luka pada pasien yang masih kejang?
(M.Rahmadi)
11. Bagaimana cara pencegahan agar tidak terken tetanus atau infeksi pada kasus tertusuk
benda berkarat? (Redy novrian utama)

C. STEP III: Brainstorm Possible Hypothesis (Menjawab Pertanyaan Sementara)

1.Tetanus merupakan penyakit yang berbahaya yang muncul dalam 4-21 hari setelah terkena
kuman tetanus.segera temui dokter jika anda mengalami luka dan tidak mendapat antiracun
tetanus,terutama jika muncul beberapa gejala seperti:
-Demam
-Pusing
-Berkeringat berlebihan
-Jantung berdebar

Terlebih lagi sudah muncul gejala yang khas untuk tetanus,antara lain:
-Tegang dan kaku pada otot rahang(trismus)
-Otot leher atau otot perut terasa kaku
-Sulit menelan
-Sulit bernafas
Penyebabnya bermacam macam bisa tertusuk atau lainnya. (M.Rahmadi)

2. Penyebab kejang pada pasien yaitu infeksi tetanus yang sudah menyebar sampai ke saraf otak.
(Nurul aini)

3. Yang harus dilakukan pada pasien kejang adalah:


a. Baringkan penderita di tempat aman dan jauhkan dari benda berbahaya atau benda tajam.
b. Gunakan bantal atau alas lain untuk menyangga kepala penderita.
c. Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut penderita selama kejang.
d. Longgarkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher penderita.
7. Miringkan kepala penderita. Bila penderita muntah, posisi miring akan mencegah muntahan
masuk ke dalam paru-paru. Setelah kejang berhenti, baringkan penderita pada posisi miring.
Kemudian, periksa gerakan napas serta denyut nadi penderita. (Monaliza Kasumadewi)

4. Luka tusuk yang tidak di tangani dengan tepat bisa menyebabkan infeksi jaringan lunak yang
parah atau fasciitis nekrotikans yang disebabkan oleh berbagai bakteri termasuk Clostridium dan
Streptococcus yang dapat menyebabkan kehilangan jaringan dan sepsis. Serta menyebabkan
tetanus. (Restia Nora Susteny)

5. Disfagia merupakan kondisi yang membuat pengidapnya mengalami kesulitan


menelan. Kondisi ini bisa membuat pengidapnya membutuhkan waktu lama dan usaha
ekstra untuk nenelan.
Beberapa upaya untuk mengatasi disfagia, antara lain:
a. Mengganti makanan yang dikonsumsi.
b. Melebarkan area kerongkongan dengan alat khusus (dilasi).
c. Operasi jika terdapat sumbatan pada kerongkongan, seperti tumor atau divertikula.
d. Bila disfagia disebakan oleh asam lambung, dokter akan memberikan obat-obatan
untuk mencegah naiknya asam lambung.
e. Obat-obatan antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri pada kerongkongan.(Rikek
ridhola)

6.Perawatan luka ialah sebagai berikut:


a.Kontrol perdarahan
b.Cuci bagian luka
c. Tutup area luka
d. Perban bagian luka
e. Perhatikan apa ada tanda tanda infeksi
f. Rajin ganti perban
g. Rutin minum obat antibiotik yang sudah diberikan dokter(Nia rehma lemna depari)

7. Penanganan pertama pada luka tusuk yaitu :


a. Mencuci tangan dan peralatan
b. Menghentikan perdarahan dan bersihkan luka
Tekan area yang terkena luka tusuk untuk menghentikan perdarahan, lalu bersihkan luka
dengan air dingin dan sabun berbahan ringan.
Cuci luka di bawah air mengalir selama 5-10 menit. Bila ada sisa-sisa kotoran di pinggir
luka, usap lembut dengan handuk.
Jangan menggunakan alkohol untuk luka, hidrogen peroksida, atau garam sebagai upaya
pembersihan karena malah akan merusak jaringan serta memperlambat penyembuhan.
c. Mengoleskan antibiotik jika perlu(Putri Nuraulia)

8.Faktor pasien kejang yaitu:


-Usia
-Faktor genetika atau riwayat keluarga dengan kejang
-Etnisitas atau ras
-Infeksi virus
-Riwayat berat badan lahir rendah
-Demam tinggi(Rahmaisa lubis)

9.Bisa, Tetanus bisa terjadi akibat infeksi bakteri Clostridium tetani yang terdapat pada
kotoran, seperti debu, tanah, kotoran manusia, dan besi berkarat. Bakteri ini masuk ke
dalam tubuh manusia melalui luka yang kotor, berkembang biak, dan menyerang sistem
saraf.( Reni Apriyanti )

10.Kalau dilihat dari kasus tersebut tentu saja boleh karena pasiennya masih dalam
kondisi sadar tetapi lebih perlu melakukan penanganan kejangnya terlebih dahulu karena
Kondisi ini tergolong gawat dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan berakibat fatal.
Dan kejang yang dialami pasien tersebut bisa disebabkan oleh dia tertusuk Besi berkarat
karena bisa Infeksi dapat mengalami kejang pada saat mengalami demam akibat infeksi
virus atau infeksi bakteri. (Redy Novrian utama)

11. Salah satu upaya untuk mencegah tetanus adalah dengan melakukan vaksinasi
tetanus. Vaksin ini mengakibatkan tubuh membuat antibodi untuk melawan racun
tetanus. Pemberian vaksin ini wajib di Indonesia, dan diberikan sebanyak 3 kali pada
anak sebelum usia 1 tahun(Novi lestari)

D. STEP IV: Inventory And Analyse The Problems (Pathway) /Pohon masalah

E. STEP V: Learning Objective (Merumuskan Tujuan Pembelajaran)


1. Mahasiswa mampu memahami definisi Tetanus (Nia rehma lemna depari)
2. Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi Tetanus (Novi lestari)
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis Tetanus (Reni Apriyanti)
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penatalaksanaan pada pasien
tetanus. (Monaliza Kasumadewi)
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pengobatan pada pasien
tetanus.(Nurul Aini)
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam tetanus(Rikek
Ridhola)
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyebab tetanus (Putri
Nuraulia)
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan pada tetanus. (Restia
Nora Susteny)
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan gejala awal tetanus. (Rahmaisa
Lubis)
10.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan gejala pada saat terjadinya
tetanus (Rahmadi)
11.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari tetanus (Redy
novrian utama)

F. STEP VI : Belajar Mandiri

G. STEP VII: Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Information


( Mensinstesis & Menguji Informasi yang Diperoleh)

1. Tetanus adalah penyakit infeksi sporadis yang melibatkan sistem saraf disebabkan oleh
eksotoksin, tetanospasmin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Karakteristik penyakit ini
adalah peningkatan tonus dan spasme otot pada individu yang tidak memiliki kekebalan tubuh
terhadap tetanus. Terkadang infeksi juga menyerang individu yang sudah memiliki Imunitas
tetapi gagal mempertahankan daya imun tubuh yang adekuat. Sehingga meskipun penyakit ini
dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi insidensinya di masyarakat masih cukup tinggi
(Gautam et al., 2009)
Sumber : https://journals.ums.ac.id/index.php/biomedika/article/download/1872/1312Jurnal:
CEPHALIC TETANUS A RARE LOCAL TETANUSIin Novita NM1, Doni Priambodo2
Biomedika, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2015 (Nia rehma lemna)

2. Patofisiologi tetanus neonatorum, antara lain di jelaskan berikut ini :


a. Kelainan patologi biasanya terdapat pada otak, sumsum tulang belakang, dan terutama
pada nukleus motorik kematian disebabkan oleh Asfeksia akibat spasmus laring pada
kejang yang lama.
b.Selain itu, dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan
peredaran darah.
c.Sebab kematian yang lain ialah Pneumonia Aspirasi dan Sepsis.
d.Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian
Tetanus Neonatorum di Indonesia.
e. Pada bayi, penyakit ini ditularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena
pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril. 6. Selain itu infeksi dapat juga melalui
pemakaian obat (dermator), bubuk daun- daunan yang digunakan dalam perawatan tali
pusat.(11)
https://scholar.google.co.id/scholar?start=0&q=patofisiologi+tetanus&hl=id&as_sdt
=0,5#d=gs_qabs&u=%23p%3DAOO0Ws2zxuIJ (Novi lestari)

3. Manifestasi klinis pada tetanus


Ada tiga manifestasi klinis dari infeksi tetanus 1.tetanus generalisata adalah bentuk
tetanus yang paling umum ditandai dengan peningkatan tonus otot dan spasme otot
generalisata. 2.Tetanus neonatorum adalah jenis tetanus yang generalisata dan berakibat
fatal apabila tidak ditangani dengan adekuat. Sedangkan tipe tetanus lokal adalah infeksi
tetanus dimana manifestasi klinisnya terbatas pada otot-otot dekat luka yang menjadi
sumber inokulasi kuman.

Pada cephalic tetanus masa inkubasi umumnya lebih pendek yaitu 1-2 hari. Dengan
manifestasi klinis yang paling sering dijumpai adalah parese N VII (Ismanoe, 2009).
Parese nervus cranialis ini bisa dijumpai single nervus atau multiple. Pada umumnya N
VII, VIII dan IX terlibat sejak awal muncul keluhan penyakit.Parese nervus cranialis ini
pada 42 % kasus mendahului munculnya trismus sehingga cephalic tetanus sering
disalahartikan sebagai penyakit lain (Gautam et al., 2009).
Tetanus general paling sering terjadi karakteristik adanya peningkatan tonus otot dan
spasme menyeluruh. Median onset setelah luka 7 hari, 15% kasus terjadi dalam 3 hari
dan 10% setelah 14 hari. Pada awalnya terjadi peningkatan tonus otot messeter berupa
trismus (lockjaw). Kemudian diikuti disfagia, kekakuan atau nyeri di leher, bahu dan
otot-otot lengan punggung, refleks spasme.

Gejala lain perut mengeras, otot-otot lengan atas (Abrutyn, 2004).Kekakuan otot meluas
dari dagu dan otot-otot fasial, dalam waktu 24 sampai 48 jam meluas ke otot-otot
ekstensi lengan. Disfagia terjadi pada tetanus derajat sedang sampai berat, disebabkan
oleh spasme otot faring. Refleks spasme pada sebagian besar pasien dapat dicetuskan
oleh rangsang eksternal minimal seperti cahaya, sentuhan atau bau. Spasme dalam
beberapa detik sampai menit menjadi lebih intensif dan meningkatkan progresivitas
penyakit. Spasme laring dapat terjadi setiap saat yang dapat menyebabkan asfiksia dan
apnea (Dire, 2005).

Referensi : CEPHALIC TETANUS A RARE LOCAL TETANUSIin Novita NM1,


DoniPriambodo2https://scholar.google.co.id/scholar?q=manifestasi+klinis+tetanus&hl=e
n&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&u=%23p%3D8Gdgx6u4vtUJ.(Reni
apriyanti)

4.Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari, terapi suportif sampai efek toksin yang telah
terikat habis.Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU agar bisa
diobservasi secara kontinu. Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal yang
dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan tenang.
Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus diberikan,
pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting sebagai penuntun terapi.
Penanganan jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau
dosis besar sedatif semuanya dapat mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang
berlebihan memerlukan tindakan suctioning yang sering

Tjung, H., & Aryabiantara, I. W. (2021). Perawatan pasien dengan penyakit Tetanus
yang menjalani perawatan di ruang Intensif. MEDICINA, 52(1), 36-
38https://medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/view/1045 (Monaliza
kasuma dewi)

5. Pengobatan pasien dengan tetanus diarahkan untuk mengendalikan kejang otot


rangka, mencegah hiperaktif sistem saraf simpatis, mendukung ventilasi, menetralkan
sirkulasi exotoxin, dan pembedahan pembedahan daerah yang terkena untuk
menghilangkan sumber eksotoksin. Eksotoksin yang beredar dinetralisir dengan
hyperimmunoglobulin manusia intramuskular. Netralisasi ini tidak mengubah gejala
yang ada namun mencegah eksotoksin tambahan mencapai sistem saraf pusat. Penisilin
menghancurkan bentuk vegetatif penghasil exotoxin dari C. tetani.

Sumber : Tjung, H., & Aryabiantara, I. W. (2021). Perawatan pasien dengan penyakit
Tetanus yang menjalani perawatan di ruang Intensif. MEDICINA, 52(1), 36-
38.https://medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/view/1045 (Nurul aini)

6. Ada beberapa macam tetanus seperti tetanus generalis, tetanus neonatal, tetanus
sefalik, dan tetanus lokal. Tetanus lokal dan tetanus sefalik jarang ditemukan, sedangkan
yang paling banyak ditemukan adalah tetanus generalis dan tetanus neonatal. Pada
tetanus lokal ditemukan kekakuan otot yang persisten di area yang sama dengan luka.
Kekauan ini mungkin tetap ada untuk beberapa minggu hingga menghilang perlahan
(Deepak, 2018).
Sumber : Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 2 Nomor 4, November
2020,PENCEGAHAN TETANUS,Sisy Rizkia Putri (Rikek ridhola)

7. Tetanus yang terjadi pada non neonatal paling banyak didapatkan dikarenakan
pekerjaan terutama pekerjaan yang memiliki potensial bahaya tinggi seperti pekerja
agrikultural, pekerja industry, dan pekerja kesehatan, pekerja konstruksi dan pekerja
besi. Dapat juga didapatkan pada luka-luka yang tidak ditangani dengan benar. Luka
yang dimaksud seperti luka akibat terpotong gelas ataupun luka tersayat metal(Mahadev,
et al. 2020).
Infeksi tetanus juga bisa disebabkan oleh sebab lain. Seperti dikatakan Novi, pada
penelitian yang dilakukannya kepada 40 orang anak, didapatkan bahwa infeksi tetanus
disebabkan karena otitis media sebanyak 52.5% dan sisanya dikarenakan luka tusuk dan
laserasi di ekstremitas dan kepala (Novie, et al. 2012).Tetanus neonatal terjadi pada bayi
berusia kurang dari 28 hari. Gejala akan muncul biasanya pada hari ke 4-14 setelah lahir,
rata-rata 7 hari setelah kelahiran. Penyebabnya adalah pemotongan tali pusar bayi saat
lahir menggunakan alat yang tidak steril. Kasus tetanus neonatal banyak terjadi pada
negara berkembang yang masyaraktnya masih banyak menggukan layanan kesehatan
rendah untuk persalinannya (Selvy, 2017).

Sumber: Jurnal Penelitian Perawat ProfesionalVolume 2 Nomor 4, November 2020e-


ISSN27156885;pISSN2719757http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JP
PP (Putri Nuraulia)

8. Pencegahan tetanus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, dan
booster untuk efek imunitas yang lebih panjang terhadap toksin tetanus. Imunisasi
tetanus pada bayi dan anak diperlukan untuk meningkatakan imunitas. Imunisasi tetanus
juga diberikan pada ibu hamil untuk menghindari tetanus pada bayi setelah dilahirkan.
Penanganan luka yang baik juga dapat menjadi salah satu cara pencegahan tetanus.
Pencegahan tetanus juga dapat dilakukan oleh ibu hamil dengan melakukan persalinan di
pelayanan kesehatan terlatih dan terjamin kebersihannya.

Sumber : Jurnal Putri Ziskia S, Pencegahan tetanus (2020),


2(4).http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/189/14
1/ (Restia Nora susteny)

9. Masa inkubasi adalah interval antara waktu terjadi luka dan gejala awal tetanus.
Period of onset adalah interval antara gejala awal dengan kejang pertama, sedangkan
periode gejala klinis adalah waktu dari gejala awal sampai gejala kejang/kekakuan
terakhir meliputi period of onset, progresifitas penyakit dan kesembuhan sampai remisi
kejang. Sembuh dikatakan apabila tidak adanya kekambuhan kejang setelah penurunan
dosis benzodiazepin. Data dianalisis secara deskriptif
.
Sumber : https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/359/295
(Rahmaisa lubis)

10. Menurut studi yang dilakukan oleh Amare dkk, 3 gejala tersering pada pasien
tetanus adalah trismus, rigiditas , dan spasme otot. Masa inkubasi dari tetanus umumnya
sekitar 3 sampai 21 hari, namun dapat lebih.Semakin pendek masa inkubasi pasien,
semakin buruk prognosanya yang berhubungan dengan resiko kematian.
Gejala awal berupa spasme otot maseter atau trismus yang berkembang menjadi sulit
menelan, nyeri dan spasme pada otot leher, abdomen, ekstremitas dan rigiditas abdomen,
dengan pola menyebar ke bagian distal. Tetanus tipe general sering mengalami gangguan
otonom meliput peningkatan suhu, berkeringat, peningkatan tekanan darah, takikardia
yang dapat berujung pada henti jantung.

Tertia, C., Sumada, I. K., & Wiratmi, N. K. C. (2019). LAPORAN KASUS: TETANUS
TIPE GENERAL PADA USIA TUA TANPA VAKSINASI. Callosum
NeurologyJournal,2(3),108114.http://callosumneurology.org/index.php/callosumneurolo
gy/article/download/82/63 (M.Rahmadi)

11. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran
binatang.2, 6 Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. tetani merupakan bakteri yang motil karena
memiliki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan
memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan
terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. tetani
dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan
autoclavepada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.

Sumber
http://eprints.undip.ac.id/55169/3/Danawan_Rahmanto_22010113130141_Lap.KTI_Bab
2.PDF (Redy novrin utama)

Anda mungkin juga menyukai