NAMA KELOMPOK : B1
DOKTER TUTOR : dr. Maria Widijanti Sugeng, M.Kes
KETUA KELOMPOK : Rafly Pradipda (22700058)
SEKRETARIS : Ulfi Diah Fatmawati (22700056)
ANGGOTA KELOMPOK :
Febrisma Bangun Sanjaya(22700005)
Clarissa Joceline Mulyana (22700009)
Rizal Muhaimin (22700035)
Ulfi Diah Fatmawati (22700056)
Rafly Pradipta (22700058)
Ahista Saskirana Putri (22700066)
Nisa Priamita Kusumaningtyas (22700069)
Nurul Izzah (22700070)
Ilham Fahmi Akbar (22700071)
Muhamad Firmansyah Idrus (22700072)
Ahmad Maulidi (22700083)
Ahmad Syauqi (22700105)
BAB I :
SKENARIO……………………………………………………………………
BAB II : KATA SULIT…………………………………………………………………
BAB IV : HIPOTESIS……………………………………………………………………
Anda adalah mahasiswa kedokteran di tahun ketiga yang sedang bertugas di ruang gawat
darurat traumatologi. Anda diperkenalkan dengan Tn. Slamet, seorang pasien berusia 56
tahun dengan banyak luka akibat kecelakaan saat dirampok. Polisi membawanya ke UGD
bersama dengan permintaan laporan medis (Visum et Repertum). Dia datang dalam kondisi
umum yang buruk dengan penurunan kesadaran. Dokter penanggung jawab melakukan
pemeriksaan fisik. Gambar pasien ditunjukkan di bawah ini.
Instruksi :
1. Identifikasi masalah dari Tn. Slamet!
- Penurunan kesadaran
- Lubang hidung kanan tersumbat oleh bekuan darah.
- Peningkatan denyut nadi
- Keluar darah dari mulut.
- Luka robek
- Bengkak pada mata
- Frekuensi nafas meningkat
2. Buat daftar hipotesis untuk setiap masalah!
- Patah tulang hidung
3. Informasi lebih lanjut apa yang dapat membantu dari kondisi pasien?
- Pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
PR:
1. Apa yang dimaksud dengan “primary survey” dan bagaimana cara menilainya?
- Merupakan penilaian awal untuk mempertahankan kehidupan, pemeriksaann :
pernafasan, pemeriksaan nadi (denyut nadi cepat dan nadi kuat atau tidak), tekanan
darah menurun, konjungtiva mulai memucat.
Secara umum, setiap pasien dengan cedera kepala ditangani dengan prinsip-prinsip berikut :
- Primary survey
Lakukan primary survey pada seluruh pasien cedera kepala, terutama pasien dengan
penurunan kesadaran, meliputi pemeriksaan dan penatalaksanaan : o A = Airway (
Jaga jalan nafas dengan perlindungan terhadap servikal spine).
o B = Breathing (pernafasan). o C = Circulation (nadi, tekanan darah, tanda-
tanda syok dan kontrol perdarahan). o D = Disability (level kesadaran dan status
neurologis lain).
Pada primary survey ini dilakukan pemeriksaan status neurologis dasar yang disebut AVPU
(Alert, Verbal stimuli response, Painful stimuli response or unresponsive). Evaluasi
neurologis yang cepat dan berulang dilakukan setelah selesai primary survey, meliputi derajat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan gejala cedera spinal. GCS
adalah metode yang cepat untuk menentukan level kesadaran dan dapat memprediksi outcome
pasien.
o E = Exposure (Seluruh tubuh pasien diekspose untuk pemeriksaan dan
penanganan menyeluruh, dengan memperhatikan faktor suhu dan lingkungan).
- Secondary survey
Setelah primary survey selesai, tanda vital pasien sudah normal, maka dimulai secondary
survey, mengevaluasi head to toe (seluruh tubuh pasien), meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
- Penanganan Cedera kepala
Penanganan kasus cedera kepala secara umum dapat mengikuti alur sebagai berikut :
Diagnosis klinis cedera kepala (Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik/neurologis) Pemeriksaan penunjang (schedel x-ray, CT Scan, Laboratorium)
Diagnosis morfologis (EDH/SDH/ICH, dsb) Penanganan Operatif atau Non
Operative
Halaman 2
2. Pemeriksaan fisik:
A. Kepala Leher
• Kepala: terdapat bengkak di wajah kanan. Laserasi pada pipi kanan, bibir atas dan bawah
tanpa adanya perdarahan aktif, dengan ukuran laserasi 1x cm sampai 5 x cm. Tepi luka tidak
teratur dan memiliki dasar jaringan subkutis. Terdapat luka ekskoriasi di pipi kanan dan
mandibula. Terdapat hematoma di daerah temporal kanan.
• Mata : oedema kelopak mata bawah, bola mata dapat bergerak bebas ke segala arah,
penglihatan : sulit diperiksa, pupil : bulat & responsif terhadap cahaya.
• Hidung: Tidak ada deformitas pada tulang hidung. Ada beberapa gumpalan darah di dalam
lubang hidung.
• Telinga: tampak normal pada kedua sisi, tidak ada perdarahan, membran timpani utuh.
• Mulut: edema rahang kanan; laserasi bibir atas; kehilangan gigi insisivus sentralis rahang
atas kanan, insisivus lateral dan kaninus rahang bawah kiri, tanpa adanya perdarahan aktif.
Terdapat diskontinuitas tulang dan maloklusi pada penutupan rahang.
Instruksi :
1. Masalah baru apa yang dapat Anda identifikasi setelah secondary survey?
- terdapat bengkak di wajah kanan
- Laserasi pada pipi kanan, bibir atas dan bawah tanpa adanya perdarahan aktif, dengan
ukuran laserasi 1x cm sampai 5 x cm. Tepi luka tidak teratur dan memiliki dasar
jaringan subkutis.
- Terdapat luka ekskoriasi di pipi kanan dan mandibula.
- Terdapat hematoma di daerah temporal kanan.
- oedema kelopak mata bawah
- Ada beberapa gumpalan darah di dalam lubang hidung.
- Mulut: edema rahang kanan; kehilangan gigi insisivus sentralis rahang atas kanan,
insisivus lateral dan kaninus rahang bawah kiri
- Terdapat diskontinuitas tulang dan maloklusi pada penutupan rahang.
- Ekstremitas : Di daerah bahu kanan adanya pembengkakan dan deformitas, hilangnya
kontur deltoid, lengan dalam keadaan adduksi dan rotasi internal
- Pada palpasi : nyeri tekan (+), spasme otot (+),
- Rentang gerak aktif dan pasif (Range of Motion/ROM) semuanya sangat terbatas
karena adanya rasa nyeri dan deformitas pada bahu.
2. Hipotesis apa yang dapat diubah, dihapus, atau ditambahkan dari hipotesis
sebelumnya?
- fraktur pada tulang wajah
- fraktur pada bahu
- dislokasi bahu
PR:
1. Apa yang dimaksud dengan “secondary survey” dan bagaimana menilainya?
Secondary survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Halaman 3
Pemeriksaan X-Ray :
Instruksi :
Halaman 4
Tn. Slamet bertanya kepada ahli bedah apakah akan ada bekas luka pada robekan wajah?
Instruksi :
1. Penjelasan seperti apa yang akan Anda berikan untuk menjawab pertanyaan
seperti itu?
- Menjelaskan tentang komplikasi atau resiko yang akan dihadapi apabila tidak
dilakukan Tindakan, seperti bisa terjadi infeksi akibat tidak di debridement
dan pada dislokasi bahunya, maka pasien bisa merasakan rasa sakit serta
tidak bisa menggunakan tangannya seperti fungsi normal
EPILOG
Tn. Slamet kemudian setuju untuk menjalani debridement, penutupan luka, sekaligus reposisi
sendi bahunya. Tujuh hari setelah operasi, dia keluar dari rumah sakit dalam kondisi baik.
Dokter memberikan hasil laporan pemeriksaan ke bagian kepolisian. Kasus selesai
Instruksi :
1. Bagaimana mind mapping pada kasus ini?
2. Bagaimana aspek PHOP pada kasus ini?
BAB II
KATA SULIT
Halaman 1 :
Halaman 2 :
Halaman 3 :
1. Bleeding time : Penilaian seberapa cepat darah dapat menggumpal dan dapat
menghentikan pendarahan
2. Clotting time : Waktu yang diperlukan darah untuk membeku
3. Foto Skull : Tengkorak
4. FotoWaters : Pemeriksaan yang paling sering yang digunakan untuk mengevaluasi
infeksi, untuk pemeriksaan terhadap sesuatu yang ada di sinus
5. Parasymphysial : Dagu
6. Epidural hematoma : Pendarahan yang menggumpal diarea antara Tulang tengkorak
dan lapisan dura meter
Halaman 4 :
Halaman 5 :
-
BAB III
DAFTAR MASALAH
1. Tn. Slamet datang dalam kondisi umum yang buruk dengan penurunan kesadaran
2. Lubang hidung kanan tersumbat oleh bekuan darah
3. Syok hipovolemik yang ditandai dengan peningkatan denyut nadi
4. Luka robekan karena benda tajam/pukulan pada saat dirampok
5. Bengkak pada mata dikarenakan infeksi/peradangan luka pada bola mata
6. Frekuensi nafas meningkat karena salah satu lubang hidung tersumbat
BAB IV
HIPOTESIS
1. Anatomi tengkorak
2. Anatomi kepala
3. Fisiologi penyembuhan luka (penyembuhan luka normal dan penyembuhan luka
abnormal serta komplikasinya
4. Menggambarkan secara umum inflamasi sitokin yang berhubungan dengan cedera dan
penyembuhan luka
5. Memahami dan mendeskripsikan anatomi mulut beserta gangguan infeksi pada mulut,
maksilofasial, dan leher.
6. Klasifikasi luka (luka akut & kronis; klasifikasi luka bedah)
7. Prinsip-prinsip manajemen luka.
8. Trauma life support: survei primer dan sekunder
9. Prinsip umum manajemen penatalaksanaan fraktur wajah.
10. Prinsip-prinsip manajemen penatalaksanaan cedera kepala
11. Gambaran klinis dan radiografi tengkorak
12. Klasifikasi fraktur wajah
19. Pentingnya investigasi medico legal dengan menjelaskan hak dan tanggung jawab
dokter.
20. Berita Acara Pemeriksaan (menjelaskan tata cara penulisan berita acara pemeriksaan)
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Tengkorak
Secara anatomis, tempurung kepala dapat dibagi lagi menjadi atap dan alas:
- Atap kranial (cranial roof)– terdiri dari tulang frontal, occipital dan dua tulang parietal.
Hal ini juga dikenal sebagai calvarium.
- Basis kranial – terdiri dari enam tulang: frontal, sphenoid, ethmoid, oksipital, parietal
dan temporal. Tulang-tulang ini berartikulasi dengan vertebra serviks 1 (atlas), tulang
wajah, dan mandibula (rahang).
Kerangka wajah (juga dikenal sebagai viscerocranium) mendukung jaringan lunak wajah.
Ini terdiri dari 14 tulang, yang menyatu untuk menampung orbit mata, rongga hidung dan
mulut, dan sinus. Tulang frontal, biasanya tulang calvaria, kadang-kadang dimasukkan sebagai
bagian dari kerangka wajah.
a. Anatomi kepala
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue
atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau
jaringan penunjang longgar dan perikranium (Japardi, I., 2002).
Tulang Tengkorak
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium
(kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas
tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak,
licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan giligili dan lekukan
supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal
sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang
supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah (Pearce, EC.,2008).
Tulang dasar tengkorak ( basis cranii ) dibentukdari jaringan tulang rawan( chondrocranium ).
Viscerocranium menjadi tulang pengunyah danalat pendengaran ( maxilla, mandibula, tulang-
tulang pendengaran, os hyoideum ) Neurocranium disusun dari :
- Os frontale
- Os parietale
- Ala major ossis sphenoidalis
- Squama occipitalis
- Pars squamosa ossis temporalis
- Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah). Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang
memisahkan durameter dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
- Piameter (Lapisan sebelah dalam). Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat
pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui
struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk
sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari
flaks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum dengan serebellum (Pearce, EC.,2008)
3. Fisiologi penyembuhan luka (penyembuhan luka normal dan penyembuhan luka
abnormal serta komplikasinya
Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen dan alterasi mekanis dalam
jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera.
Peradangan adalah sinyal dimediasi menanggapi seluler oleh agen infeksi, racun, dan tekanan
fisik. Sementara peradangan akut adalah penting bagi respon kekebalan tubuh, peradangan
kronis yang tidak tepat, dapat menyebabkan kerusakkan jaringan (autoimunitas).
Inflamasi sitokin adalah jenis molekul persinyalan (sitokin yang disekresikan dari sel-sel imun
seperti Sel T helper (Th), makrofag, dan tipe sel tertentu lainnya yang memicu peradangan.
Mereka termasuk 1(I-1), IL-12, dan IL-18, tumor necrosis factor alpha (INFa), Interferron
Gamma (IFN-8), dan factor stimulasi koloni granulosit-makrofag. Sitokin inflammation
Sebagian besar diproduksi dan terlihat dalam peningkatan reaksi inflamasi. Produksi sitokin
inflamasi kronis yang berlebihan berkontribusi dalam penyakit tulang, yang telah dikaitkan
dengan berbagai penyakit. Keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan antiinflamasi
diperlukan untuk menjaga Kesehatan.
5. Memahami dan mendeskripsikan anatomi mulut beserta gangguan infeksi pada mulut,
maksilofasial, dan leher.
Ilmu dasar gigi dan mulut
Rongga Mulut
Bibir, mukosa ipi, mukosa gingiva, lidah, palatum(langit”), dasar mulut, gigi
Macam gigi :
Gigi susu(20) : Incisivus central & lateral, Caninus, Molar 1 & 2
Zigmondy : Medial ke Lateral I – V
WHO : Angka depan 5 (Kanan Atas), 6 (Kiri Atas), 7 (Kiri Bawah), 8 (Kanan Bawah)
Angka Belakang sesuai Zigmondy
Gigi sulung(32) : Incisivus Central & lateral, Caninus, Premolar 1 & 2, Molar 1 2 3
Zigmondy : Medial ke Lateral 1-8
WHO : Angka depan 1 (Kanan Atas), 2 (Kiri Atas), 3 (Kiri Bawah), 4 (Kanan Bawah)
Angka Belakang sesuai Zigmondy
Karies gigi bisa terjadi karena adanya bakteri streptococcus dan penumpukan karbohidrat dan
gula pada daerah gigi tersebut, radang dan gangguan pada saluran akar menyebabkan abses
pada bagian bawah gigi.
Periapikal > Et (Melalui) : Karies Gigi, Dx : Pulpitis > Kematian Pulpa > Periodontitis, Ases,
Kista > Berat (Prognosa Buruk), Osteomyelitis, Ludwig angina
Perikronal > Et : Impaksi Sebagian, Dx : Priokoronitis > Parah : wajah/leher menghambat jalan
nafas (missal Ludwig Angina)
Gejala Sistemik :
Infeksi Bakteri Clostridium Tetani melalui luka terbuka (Masa inkubasi : 3-21 hari)
Patofisiologi : Spora bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka, luka bakar, crush
injury, insect bites, infeksi gigi > bakteri tsb memproduksi neurotoxin (TETANOSPASMIN)
sgt bahaya > Menyebakan kerusakan neuron motoric, kekakuan (rigit) & kejang otot >
penyakit disaat spasme otot tonik dan hiperrfleksia menyebabkan trismus (Locking
Jaw/kekauan otot”masseter), hipersalivasi
Infeksi Gigi (Odontogen) & hubungan dgn infeksi tetanus : adanya multiple dental caries,
riwayat ekstraksi gigi, trauma region dento alveolar dan maksilofasial.
Fraktur dentoalveolar
Trauma orofasial
Trauma dental
1. Luksasi
2. Avulsi
3. Akstrusi (supreposisi)
4. Intrusi (infraposisi)
Tatalaksana Trauma :
Pembagian luka ada 2 yaitu luka terbuka(Vulnus appertum))dan luka tertutup (Vulnus
occlusum) :
Luka terbuka(Vulnus appertum)
- Luka robek(Vulnus Laceratio)
- Luka lecet (Vulnus Excoratio)
- Luka abrasi/luka gores
- Luka sayat((Vulnus Scissum)
- Luka tusuk(Vulnus ictum)
- Luka gigitan(Vulnus morsum)
- Luka tembak(Vulnus sclopetum)
- Luka insisi
- Luka avulsi
- Luka remuk(Crush injury)
Luka tertutup
- Hematom
- Contusio
Luka akut biasanya berlangsung melalui proses reparative yang teratur dan tepat waktu yang
menghasilkan pemulihan intergritas anatomi dan fungsional yang berkelanjutan Luka akut :
Luka kronis :
Cedera jaringan, fibrosis Biasanya ringandan sembuh Seringkali parah dan progresif
sendiri
Luka bedah :
- Bersih (kelas 1)
Luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak ada inflamasi yang ditemukan dan infeksi
menembus respiratorius, tractus gastrointestinalis, dan tractus urogenitalis.
- Bersih terkontaminasi (kelas 2)
Luka operasi yang menembus respiratorius, tractus gastrointestinalis, dan tractus urogenitalis
namun masih dalam kondisi terkendali dan tanpa kontaminasi yang bermakna
- Kotor/terinfeksi (kelas 3)
Luka akibat kecelakaan, terbuka, dan masih segar. Ditambah operasi dengan daerah
kerusakkan yang luas dengan Teknik steril atau tumpahnya cairan yang terlihat jelas dari
tractus gastrointestinalis dan insisional yang akut, inflamasi tidak purulent yang ditentukan
adalah termasuk dalam kategori ini.
2. Menilai apakah luka akut atau kronis. Penilaian luka dilakukan terhadap 2 aspek, yaitu
terhadap pasien dan terhadap luka itu sendiri
Primary Survey :
Airway, dengan kontrol cervical :
- Pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau traea
- Bila pendedita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara = jalan nafas bebas
- Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur = ada
obstruksi pasial
- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8, keadaan tersebut
definitive memerlukan pemasangan selang udara
- Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada
leher
- Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang karena multiple
trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher sampai kemungkinan
adanya fraktur servikal dapat disingkirkan
Secondary Survey :
- Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe examination)
- Termasuk re-evaluasi tanda vital
- Dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap
- Dilakukan foto X-Ray pada bagian yang terkena trauma dan terlihat jelas
a. Kontrol perdarahan
1. Maloklusi
2. Asimetri wajah
3. Gangguan saat membuka mulut
4. Sakit pada waktu mengunyah
5. Gangguan pada daerah persyarafan n. alveolaris inferior (parastesi, anestesi)
6. Pseudoatrosis
7. Osteomyelitis
19. Pentingnya investigasi medico legal dengan menjelaskan hak dan tanggung jawab
dokter.
20. Berita Acara Pemeriksaan (menjelaskan tata cara penulisan berita acara
pemeriksaan)
Permintaan harus secara tertulis, tdk dibenarkan secara lisan / telepon / via pos. Korban
adalah BB, maka permintaan VetR harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama
korban/tersangka. Tidak dibenarkan permintaan V et R ttg sesuatu peristiwa yang telah
lampau, mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).
1. Pro Justitia Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak
perlu bermeterai.
2. Pendahuluan Memuat identitas pemohon VeR, tanggal dan pukul diterimanya
permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang
diperiksa: nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan
pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan
3. Pemberitaan (hasil pemeriksaan) Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai
dengan apa yang diamati, terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak
ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah
jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau
cedera, karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari
: a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang dikeluhkan dan apa
yang diriwayatkan yang menyangkut tentang ‘penyakit’ yang diderita korban sebagai
hasil dari kekerasan atau tindak pidana atau diduga kekerasan.
b. Hasil pemeriksaan, yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil
pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian
tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis)
c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya, yakni
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian meliputi
juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal
tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/tidaknya
penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.
d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal
penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada
bagian pemberitaan memuat 6 (enam) unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka
pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan
yang diberikan.
BHP :
- Beneficence: Dokter melakukan pertolongan yang terbaik untuk pasien ini, bantuan
Pertolongan ABCDE, menyarankan pengobatan/penatalaksanaan guna mengembalikan
fungsi yang yang hilang
- Non Maleficence :
i. Pasien dalam kondisi tidak sadar , dokter berusaha mencegah pasien jatuh
dalam kondisi yang lebih buruk sehingga dilakukan tindakan untuk
menyelamatkan pasien atau DO NO HARM
ii. Dokter ugd melaporkan kondisi pasien ke pada dokter Bedah untuk tindakan
lebih lanjut
iii. Prinsip paternalism dilakukan dokter tahu yang terbaik untuk pasien,
berdasarkan SOP RS untuk melakukan tindakan.
- Autonomi :
o Pasien dalam kondisi tidak sadar otomatis kehilangan otonomi o Tindakan
dilakukan untuk mencegah perburukan
o Polisi yang mengantar diberi tahu tentang tindakan yang akan dilakukan tanpa
meminta tanda tangan pada lembar IC
o Bila keluarga bisa dihubungi maka IC bisa diminta pada keluarga
- Justice :
o Dokter tidak membedakan pasien terbukti tindakan tetap dilakukan walau tanpa
adanya keluarga
o Pasien mendapatkan haknya atas pelayanan Kesehatan o dokter akan
melakukan hal yang sama pada setiap pasien sesuai SOP RS
PHOP
KIE :
- Mencegah kecelakaan yg tidak diinginkan misal lalu lintas dg memakai perlindungan
dan taat peraturan.
- Jika terjadi kecelakaan segera ke rs untuk di bonescan, bukan ke dukun tulang, karena
harus tau lokasi fraktur dimana
- Rehabilitasi harus patuh agar penyembuhan tulang cepat.
CRP
Penelitian di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2006 hingga 2010
menyebutkan terdapat sejumlah 404 kasus fraktur tulang wajah. Tingginya kejadian
kecelakaan lalu lintas setara dengan meningkatnya angka kejadian fraktur tulang
wajah. Data yang dikeluarkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). menyebutkan
bahwa setiap tahun sekitar 1,3 juta orang atau setiap hari sekitar 3.000 orang
meninggal dunia akibat kecelakaan, 90% terjadi di negara berkembang. Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang juga memiliki permasalahan dengan tingginya
kejadian kecelakaan lalu lintas khususnya kecelakaan sepeda motor sebesar 52.2%
berdasarkan data KORLANTAS POLRI tahun 20112013. Dari seluruh fraktur di
daerah wajah sekitar dua per tiga adalah fraktur mandibula atausetara dengan 61%
kasus dibandingkan dengan fraktur tulang pipi 27% dan tulang hidung 19.5%. Daerah
mandibula yang lemah adalah daerah kondilus-subkondilus, angulus dan daerah
simfisis parasimfisis mandibula. Frekuensi kejadian fraktur di daerah
kondilussubkondilus 29%, angulus mandibula 24% dan daerah simfisis parasimfisis
mandibula 22%.
BAB VIII
PETA KONSEP
- GCS
- Jenis : Primer&Sekunder
- Pemeriksaan penunjang
- Penatalaksanaan UGD Primary, secondary
survey, SOP
- Wound closure
Prinsip manajemen - Wound
- Facial trauma
Examination report
dr. I made Subhawa Harsa, M.Si. 2022. Patofisiologi Luka. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma
Dr. dr. Ibrahim Njoto, M. Hum., M. Ked., PA. 2022. Anatomy of Facial Muscles. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Dr. dr. Ibrahim Njoto, M. Hum., M. Ked., PA. 2022. Cavum Nasi. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Dr. dr. Ibrahim Njoto, M. Hum., M. Ked., PA. 2022. Cavum Oris & Regio Colli. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Dr. dr. Ibrahim Njoto, M. Hum., M. Ked., PA. 2022. Meninges, CSF, dan Cerebrum.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Dr. HARI TJAHJONO FICS SPOT FWPOA. 2022. FRACTURES DISLOCATIONS AND
SOFTTISSUE INJURIES. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
drg. Wahyuni Diah Parmasari. 2022. ILMU DASAR GIGI DAN MULUT. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma