Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KELUHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


SKENARIO 2
“KENAPA KAKIKU…..”

Disusun Oleh : Kelompok 1


Dosen Tutor : dr. Husna Dharma Putra, M. Si, Sp. OT(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN

September, 2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

1. Muhammad Kholish Abiyyu NIM 1710911110019


2. Muhammad Naufal Daffa NIM 1710911110020
3. Muhammad Rafagih NIM 1710911110021
4. Abdullah Zuhair NIM 1710911210001
5. Alfina Hilma NIM 1710911120001
6. Alievia Febriyantiningrum Fauzi.P NIM 1710911120002
7. Amalia Rahman NIM 1710911120003
8. Ana Khawarizna Maulida NIM 1710911120004
9. Asmah Aulia NIM 1710911120006
10. Ciendy Shintya Alhadi NIM 1710911120007
11. Desy Amalia NIM 1710911120008
12. Dina Niswatin NIM 1710911120009
SKENARIO 2

Kenapa kakiku…..

Seorang laki-laki berusia 24 tahun dibawa keluarganya ke IGD sebuah rumah sakit
karena merasa nyeri tungkai kiri atas sejak 1 jam yang lalu. Nyeri muncul mendadak setelah
jatuh dari sepeda motor. Saat pasien sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan
tinggi, tiba-tiba ada motor lain dari arah depan yang menabrak motor penderita dan motornya
menindih kaki sebelah kiri pada pasien. Nyeri dirasakan terus menerus, seperti ditusuk dan
sangat sakit (skala 7-8) terutama jika digerakkan. Selama nyeri tungkai atas kanan juga
tampak bengkak dan memar tapi tidak ada luka dan tidak bisa digerakkan. Saat kejadian
pasien menggunakan helm dan tidak sedang mengonsumsi alcohol. Tidak ada riwayat
pingsan, nyeri kepala, maupun muntah. Tidak ada riwayat trauma maupun patah tulang
sebelumnya.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta
memberikan pertolongan untuk pasien ini.
LANGKAH 1. IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH

1. Nyeri tungkai dan bengkak. Nyeri tungkai dan bengkak dirasakan di sebelah
kiri

LANGKAH 2. MEMBUAT DAFTAR MASALAH

1. Apa makna klinis dari tidak pingsan, sakit kepala, dan muntah?
2. Tulang apa yang mengalami tubrukan?
3. Mengapa pasien mengalami nyeri terus menerus khususnya saat digerakkan?
4. Mekanisme bengkak dan memar pada pasien?
5. Pemeriksaan fisik dan penunjang apa pada pasien?
6. Bagaimana tata laksana awal pada pasien?
7. Apa yang terjadi pada pasien jika tidak ditangani secara dini?
8. Apa saja yang bisa menyebabkan keluhan pasien?
9. Faktor apa saja yang memperburuk keadaan pasien?
10. Apakah keadaan pasien termasuk kegawatdaruratan?
11. Faktor apa saja yang mempengaruhi keadaan pasien?

LANGKAH 3. ANALISIS MASALAH

1. Sangkalan pingsan nyeri kepala, dan muntah adalah untuk menggugurkan diagnosis
yaitu gegar otak atau concussion. Gegar otak adalah jenis cedera kepala yang sering
disebabkan benturan terhadap benda tumpul, seperti cedera saat berolah raga,
mengalami kecelakaan lalu lintas, atau terkena pukulan. Gegar otak disebabkan oleh
benturan, sentakan, atau guncangan yang sangat keras yang dialami kepala hingga
menganggu fungsi otak.

Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, yang melindunginya dari trauma


ringan. Dampak yang lebih parah, atau kekuatan yang terkait dengan akselerasi
cepat, mungkin tidak diserap oleh bantal ini. Gegar otak dapat disebabkan oleh
kekuatan tumbukan, di mana kepala memukul atau terkena sesuatu, atau kekuatan
impulsif, di mana kepala bergerak tanpa sendirinya menjadi subjek trauma tumpul
(misalnya, ketika dada mengenai sesuatu dan kepala) bentak ke depan).

Kekuatan dapat menyebabkan gerakan linear, rotasi, atau sudut otak atau
kombinasi dari mereka. Dalam gerakan rotasi, kepala berputar di sekitar pusat
gravitasinya dan dalam gerakan bersudut, kepalanya berputar pada sumbu, bukan
melalui pusat gravitasinya. Jumlah gaya rotasi dianggap sebagai komponen utama
dalam gegar otak dan tingkat keparahannya. Studi dengan atlet telah menunjukkan
bahwa jumlah kekuatan dan lokasi dampak tidak selalu berkorelasi dengan
keparahan gegar otak atau gejalanya, dan telah mempertanyakan ambang batas
untuk gegar otak yang sebelumnya diperkirakan ada pada sekitar 70- 75 g.

Bagian-bagian otak yang paling terpengaruh oleh kekuatan rotasi adalah


otak tengah dan diencephalon. Diperkirakan bahwa kekuatan dari cedera
mengganggu aktivitas seluler normal dalam sistem pengaktif retikuler yang terletak
di area ini dan bahwa gangguan ini menghasilkan hilangnya kesadaran yang sering
terlihat dalam gegar otak. Area otak lain yang mungkin terpengaruh termasuk
bagian atas batang otak , fornix , corpus callosum , lobus temporal , dan lobus
frontal. Akselerasi sudut 4600, 5900, atau 7900 rad / s 2 diperkirakan masing-
masing memiliki 25, 50, atau 80% risiko MTBI/cedera otak traumatis ringan atau
gegar otak..

Gejala gegar otak akibat cedera kepala bisa jadi tidak akan segera terasa,
namun dapat berlangsung mulai dari hitungan hari hingga lebih dari beberapa
minggu. Berikut ini beberapa gejala yang umumnya dirasakan:

• Pingsan/tidak sadarkan diri selama beberapa waktu.

• Terasa seperti berada di tengah kabut.

• Telinga berdenging.

• Mual dan muntah.


• Mata berkunang-kunang dan pusing.

• Sakit kepala.

• Cara bicara yang menjadi kurang jelas.

• Kelelahan.

• Gangguan pada keseimbangan tubuh.

• Linglung, tidak dapat segera menjawab ketika ditanya.

2. Berdasarkan anatomi kaki maka tulang yang bisa terkena adalah os. Femur, os.
Patella, os. Tibia, dan os. Fibula dengan pembuluh darah yang terkumpul disana.
Khususnya dalam kasus ini adalah tulang bagian tungkai atas adalah os. Femur.

3. Hematoma yang terjadi pada pasien adalah respon tubuh atas tabrakan yag terjadi.
Setelah terjadi tabrakan, selain hematoma, bisa terjadi trauma pada soft tissue atau
jaringan lunak yang memberikan informasi sensasi nyeri. Pasien akan
mempertahankan gerakan agar tidak bergerak untuk menjauhkan rasa sakit karena
hematoma atau rusaknya soft tissue tadi sehingga jika digerakkan, pasien akan
menyampaikan pesan bahwa pasien sedang nyeri dengan adanya trauma di
tubuhnya.

4. Pola cedera akibat kecelakaan lalu lintas memiliki perbedaan dengan pola cedera
akibat kekerasan lain. Informasi mengenai pola cedera ini dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu acuan dalam tata laksana medis kasus kecelakaan lalu lintas.
Dinamika gaya fisika yang terlibat pada suatu cedera akibat gaya mekanik telah
dijelaskan secara terperinci oleh DeHaven untuk memberi konsep dasar dalam
menjelaskan dan memperkirakan jejas yang diasosiasikan dengan trauma dan
mekanisme yang mendasarinya. Walaupun demikian tetap diperlukan suatu studi
mengenai pola cedera yang diharapkan dapat melengkapi manfaatnya untuk
kepentingan praktis. Selain itu, penyampaian rasa nyeri dan timbulnya memar
berdasarkan dari kerusakan pembuluh darah berupa kapiler dan soft tissue di sekitar
tulang yang mengalami tabrakan.

5. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan status


generalis seperti keadaan umum,kesadaran,tanda vital berupa tekanan darah,denyut
nadi,vrespiration rate Dengan look, feel, movement maka dapat dilihat pasien
trauma sederhananya sampai mana. Lalu, pemeriksaan penunjang dilakukan dengan
pemeriksaa darah rutin dan khusus seperti Hb, trombosit, dan leukosit, serta perlu
foto polos bagian kaki.

6. Dengan 3A, amankan pasien, amankan penolong, dan amankan tempat kejadian.
Selain itu pemantau ABC yaitu airway, breathing, dan circulation sangat diperlukan.
Setelah itu dapat melakukan PRICE yaitu protection, rest, icing, compression, dan
elevation jika sudah ditangani traumatic awalnya di UGD untuk penyembuhan.
Diberikan analgesic juga diperlukan untuk mengurangi memar dan rasa nyeri.

7. Komplikasi yang tidak diinginkan seperti syok. Syok ditandai dengan takikardi,
hipotensi, dll apabila dicurigai syok hipovolemik, anafilatik, atau hemoragik.
Sementara jika pasien dengan keadaan bradikardi dan hipotensi, dicurigai
mengalami syok neurogenic. Selain itu, jika muncul pain, pulseless, paralysis,
paresthesia, dan pallor, maka dicurigai pasien mungkin mengalami sindrom
kompartemen.

8. Cedera bagian os. Femur baik bagian trochanter major et minor, collum os. Femur,
corpus os. Femur atau barangkali pembuluh darah dan nervus disana.

9. Faktor yang memperburuk keadaan pasien

 Terlambat ditangani

 Petugas kurang memadai

 Traumatik yang tinggi

 Pasien takut ditangani

 Alat tidak memadai

 Salah diagnosis

 Salah tata laksana awal

10. Termasuk kegawatdaruratan apabila

 Nyeri yang hebat

 Pasien mengalami : hal yang berbahaya, mengancam nyawa

Gangguan fungsi organ

Dalam kasus ini, pasien mengalami nyeri di kaki kiri tungkai atas dan susah
saat digerakkan

11. Kesehatan pasien, kemauan sembuh, traumatik yang tinggi, fasilitas kesehatan yang
memadai. Dan golden hour dalam penanganan darurat.
LANGKAH 4. POHON MASALAH
Closed
Opened fracture Fracture
fracture os
os femur sinistra incomplete
femur sinistra

Anamnesis

- Laki-Laki, 24 Th + + +

- Nyeri seperti ditusuk-tusuk,sangat sakit, + + +


nyeri skala 7-8

- Kecelakaan motor
+ + +
- Pingsan, sakit kepala, muntah(-)
Px. Fisik + + +

- Status generalis normal + +/- +/-


- GCS 456
+ +/- +/-
- Thorax – gineko normal
+ - +/-
Look :

- edema(+)
+ + +
- redness(+)
- defomitas(+) + + +
Feel :
+ + +
- krepitasi (+)
+ +. +/-
- tendernees(+)
- pulsasi dext et sin (+) + + +
- luka (-)
+ - -
Movement :

- gerakan pasif aktif terhambat


+ + +/-
Px Penunjang :
+ + +/-
- foto polos fraktur os. Femur
+ + +/-
- Hb 9,8
- Leukosit 17.000 + + +/-
- Trombosit 361.000
+ + +/-

tabrakan
tungkai kiri Intensitas kecelakaan

Jenis kealmin
faktor risiko

Tempat tinggal
manifestasi
klinis Nyeri seperti ditusuk-tusuk,sangat
sakit, nyeri skala 7-8

pemeriksaan
fisik
Look : edema(+), redness(+), defomitas(+)

Pemeriksaan
Feel : krepitasi (+), tendernees(+), pulsasi dext et sin (+),
penujang tidak ada luka

Movement : gerakan pasif aktif terhambat

Penunjang : foto polos fraktur os. Femur

Definisi
Closed fracture os. Femur
prognosis
sinistra
epidemiolog
i pencegahan
Etiologi
komplikasi

klasifikasi
Tata laksana
Faktor risiko

patofisiologi diagnosis
Manifestasi
klinis

LANGKAH 5. SASARAN BELAJAR

1. Memahami Definisi ,Etiologi,Epidemiologi,Faktor


Risiko,Klasifikasi,,Patofisiologimanifestasi Klinis Diagnosis Dan Tata Laksana
Pencegahan ,Komplikasi Serta Prognosis

LANGKAH 6. BELAJAR MANDIRI


LANGKAH 7. SINTESIS HASIL BELAJAR
DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya 1

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan usia fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki di bandingka. Perempuan dengan
usia dibawah 45 tahun Dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaa. Atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki
menjadi penyebab tingginya resiko fraktur sedangkan pada orang tua perempuan lebih sering
mengalami fraktur dari pada perempuan yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubaha hormon pada saat menopause. Dinegara maju,
masalah fraktur mendapat perhatian serious Karena bisa mengakibatkan ketidakmampuan
penderita dalam beraktivitas . Tahun 2001 di Amerika serikat terdapat lebih daru 135.000
kasus yang disebabkan olah raga.2

Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pengguna kendaraan bermotor Dan 3-4 X lebih banyak terjadi
pada laki-laki daru pada perempuan.2
ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat rapuh,namun cukup memiliki keuatan untuk menahan daya
pegas dan tekanan.penyebab fraktur femur antara kain:
 fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
 fraktur femur tertutup
Disebabkan trauma langsung atau kondisi tertentu,seperti degenersi
tulang(osteoporosis),tumor,atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.3

FAKTOR RESIKO
 Risk Factor
 Ciggarate smoking
 Alcohol consumption
 Previous history of menopause
 Age 15-59
 BMI<24
 Education
 Manual worker and farmer
 Lacking vitamin D and calcium intake
 Low economy3
KLASIFIKASI
Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis dan
klasifikasi radiologis.

1) Klasifikasi berdasarkan penyebab


a. Fraktur traumatic
Oleh karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan besar.

b. Fraktur patologis
Oleh kelemahan tulang sebelumnya karena kelainan patologis di dalam tulang.
Contoh karena tumor, baik primer atau metastasis.

c. Fraktur stress
Oleh karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

2) Klasifikasi jenis fraktur


- Fraktur terbuka
- Fraktur tertutup
- Fraktur kompresi
- Fraktur stress
- Greenstick fracture
- Fraktur transversal
- Fraktur komunitif
- Fraktur impaksi

3) Klasifikasi klinis
Klinis yang didapatkan, akan memberikan gambaran pada kelainan tulang.
a) Fraktur tertutup (close fracture)
Fraktur dimana kulit tidak ditembuas oleh fragmen tulang.

b) Fracture terbuka (open fracture)


Fracture yang mempunyai hubungan dengan dunia luar, melalui luka yang ada
pada kulit dan jaringan lunak.

c) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)


Fraktur yang disertai dengan komplikasi. Misalnya, mal-union, delayed union,
non-union, dan infeksi tulang.

4) Klasifikasi radiologis
Penilaian berdasarkan lokalisasi/ letak fraktur. Meliputi :
- Diarfisial
- Metafisial
- Intraartikular
-
Fraktur dengan dislokasi.5
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya antara lain:

1. Fraktur Collum Femur

Gambar 2. Ilustrasi dan gambar radiologis fraktur intrakapsular leher femur. A, Fraktur
Impaksi. B, Fraktur Leher Femur tanpa perubhan letak. C, Fraktur Leher Femur dengan
perubahan letak.

Fraktur terjadi karena jatuh pada derah trokanter, baik karena kecelakaan lalu lintas maupun
jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti terpeleset dikamar mandi ketika panggul
dalam keadaan fleksi dan rotasi.5
2. Fraktur Subtrochanter Femur

Gambar 3. Ilustrasi fraktur Subtrokanter Femur

Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm distal dari trokhenter
minor.

3. Fraktur Batang Femur

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di
kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah.5

4. Fraktur Supracondyler Femur


Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu menjadi dislokasi ke posterior. Hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot gastroknemius. Biasanya fraktur
suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya aksial dan stres valgus atau varus, dan disertai gaya rotasi.5

5. Fraktur Intercondylair 
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,


sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. 


6. Fraktur Condyler Femur 
Mekanisme traumanya biasanya merupakan kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan abduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.5

PATOFISIOLOGI
Saat terjadi fraktur yang diakibatkan oleh jatuh dari ketinggian, terjadi pembebanan
yang berlebih pada tulang femur sehingga tulang tidak mampu menahan beban dan terjadilah
fraktur. Patahnya fragmen tulang ini menyebabkan robeknya pembuluh darah pada tulang dan
jaringan lunak disekitarnya sehingga terjadinya hematoma.7
Nyeri timbul beriringan dengan rusaknya jaringan sekitar fragmen tulang dan adanya
proses hematoma. Kondisi ini akan menyebabkan pasien atau penderita membatasi
pergerakannya bahkan enggan untuk bergerak karena khawatirakan rasa nyeri yang timbul.
Tidak terjadinya gerakan berarti tidak adanya aktifitas dari otot yang dapat mengurangi
kekuatan otot.7
Saat terjadi gangguan pada jaringan lunak baik akibat cedera mekanis (termasuk
pasca operasi) maupun iritasi kimia, memiliki respon sel dan vaskuler yang sama. Kisner
membagi respon tersebut menjadi tiga tahap, yaitu :
• Acute stage
Tahap ini biasanya terjadi 4-6 hari. Pada tahap ini terjadi bengkak, nyeri saat istirahat
dan kehilangan fungsi. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh teriritasinya saraf oleh cairan
kimia lokal didaerah cedera (edema). Saat adanya gerakan, nyeri akan timbul dan
menyebabkan pasien cenderung menahan atau membatasi gerakan. Apabila hal ini terjadi
secara terus menerus dalam waktu yang lama akan megakibatkan perunan aktifitas otot dan
kekakuan sendi.7
• Subacute stage
Pada tahap ini sudah terjadi penurunan nyeri progresif. Nyeri saat adanya gerakan
sudah berkurang atau nyeri timbul saat adanya gerakan maksimal. Pada tahap ini terjadi
kelemahan otot akibat dari tahap sebelumnya dan mengakibatkan keterbatasan fungsional.
Tahap ini biasanya berlangsung selama 10-17 hari.7
• Chronic stage
Pada tahap ini tanda-tanda peradangan sudah tidak lagi muncul. Keterbatasan gerak
masih terjadi akibat dari adanya kontraktur atau adhesi serta adanya kelemahan otot yang
menyebabkan keterbatasan fungsional. Selain kelemahan otot, penyebab dari terjadinya
keterbatasan fungsional juga dikarenakan oleh daya tahan otot yang berlangsung 6bulan-
1tahun tergantung tingkat kerusakan dari jaringannya.7
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya terjadi hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut, aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakinatkan kerusakan
syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment.7

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
 . Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
 . Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampaig 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). Saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
 Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap
fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.6
DIAGNOSIS
a.Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada xray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.6

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin KinaseLaktat Dehidrogenase (LDH-
4), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.6

c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.6

TATALAKSANA
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum
diangkut dengan ambulans.8
2. Penilaian klinis Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
lukaitu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah4 saraf ataukah ada traumaalat-alat
dalam yang lain.".
3. Resusitasi

Prinsip pengobatan
Recognitiondiagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengananamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan
perludiperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuaiuntuk pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.8
Reduction
reduksi fraktur apabila perlu restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapatditerima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapatmungkin
mengembalikan fungsi normal dan men)egah komplikasi sepertikekakuan, deformitas, serta
perubahan osteoartritis di kemudian hari.Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan posisi
yang sempurna. fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi. Angulasi 9/
-kurangnya /;<, dan
over-riding tidak melebihi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.8
Retention
imobilisasi fraktur.8
Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Bila keadaan penderita stabil dan luka telah
diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:
a. traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau
gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalahuntuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme
otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi
menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang
digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme
otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah
pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita
yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.8
b.fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul
dan patah tulang disertai komplikas.8
c.pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk
mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan
suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonim, 2010).
d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras daerah yang
mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang
patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara
mengimobilisasi tulang yang patah tersebut.8
Edukasi :
-Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi
-Menginformasikan penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang , sehingga
dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini
tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan.8

KOMPLIKASI
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani
segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).7
PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya
fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat.
Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian
tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis
dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto
radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat
dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau
dengan fiksasi internal maupun eksternal.
C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk
menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan
jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis
diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi
seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif,
memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang
yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau
status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.8

PROGNOSIS
Baik fraktur terbuka/tertutup umumnya adalah dunia ad bonam tergantung jepada kecepatan Dan
ketepatan tindakan.9
Daftar Pustaka
1. Price, A. W. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit Edisi IV. Jakarta: EGC;
2005.
2. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2018.
3. Ji C, Li J, Zhu Y, Liu S, Fu L, Chen W, et al. Assessment of incidence and various
demographic risk factors of traumatic humeral shaft fractures in China. Scientific
Reports 2019;9. doi:10.1038/s41598-018-38035-y.
4. Helmi, Zairin Noor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Salemba Medika.
2016.
5. Setiati, S. et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing. 2014.
6. Kisner, C. Colby L.A. Therapeutic Exercise: Foundation and Techniques. Ed 5th.
Philadelpia: FA Davis Company: 2007
7. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the MusculoskeletalSystem. 2nd ed.
Baltimore:Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275..
8. Kajja, GS Bimenya, B. Eindhoven, et al. Blood Loos and Contributing factors in
femoral fracture surgery. African Health Sciences. 2010; 10 (1) :18-25.
9. Subagjo, A. and Lestari, M. Panduan Praktik Klinis (PPK) . 2016

Anda mungkin juga menyukai