Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KELUHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


SKENARIO 4
“OLAHRAGA MEMBAWA DERITA….”

Disusun Oleh : Kelompok 9


Dosen Tutor : dr. Agung Biworo, M.kes.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN

September, 2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

1. Mahbobie Al-Faidie 1710911310025


2. Martinus Anggriawan Salim 1710911310028
3. M. Daris Izdihar p. 1710911310031
4. M. Geraldy Isfandiary 1710911310032
5. Sri Widyarsi 1710911220052
6. Tania Maharani Safitri 1710911220053
7. Vivi Dwi Aprilia Ahmad 1710911220054
8. Winona Ajiningtias 1710911220055
9. Xena Asterina Susilo 1710911220057
10. Yana Mastionita BR. Damanik 1710911220058
11. Zahra Fauziya 1710911220059
12. Zainab Maharani NR 1710911220060
13. Zenita Hendra Safitri 1710911220061
Olahraga membawa derita…

Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan nyeri hebat pada daerah belakang pergelangan kaki kirinya. Sekitar 3 jam yang lalu
pasien bermain sepak bola. Saat berebutan bola, tiba-tiba kaki kirinya berbunyi krek, pasien
langsung terjatuh dan merasakan nyeri mendadak yang hebat pada pergelangan kaki kiri
bagian belakang sehingga ia meraung kesakitan. Nyeri yang dirasakan terus menerus, seperti
ditusuk dan sangat sakit (skala 8) terutama jika digerakkan. Selain nyeripergelangan kaki kiri
belakang juga tampak bengkak dan memar tetapi tidak ada luka dan tidak bisa digerakkan.
Pasien tidak mampu berdiri kembali sehingga harus dibopong keluar lapangan. Dokter
kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta memberikan
pertolongan untuk pasien ini.

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana patomekanisme nyeri ?


2. Mengapa nyeri dirasakan terus menerus terutama jika digerakkan ?
3. Jelaskan mekanisme terjadinya bengkak ?
4. Mengapa bisa terjadi memar ?
5. Bagaimana interpretasi dari skala nyeri 8 ?
6. Apa makna dari bunyi krek dan mengapa bisa terjdi ?
7. Bagaimana penatalaksanaan awal yang dilakukan ?
8. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan ?
9. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien ?
10. Apakah kasus diskenario termasuk kegawatdaruratan ?
11. Apakah keluhan pasien ada hubungannya dengan aktifitas sebelumnya ?
12. Apa saja diagnosa banding untuk skenario diatas ?
13. Mengapa pergelangan kaki dirasakan nyeri dan tidak bisa berdiri ?

PEMBAHASAN MASALAH

1. Ketika terjadi pendarahan menyenggol serabut afferen, transduksi, transmisi,


modulasi kornu dorsalis medulla spinalis, persepsi nyeri terus menerus karena
pergerakkan pada jaringan endotel. Stimulus yang berada di daerah cedera.
2. Sama
3. Dapat terjadi pada sendi jaringan lunak, otot kemudian terjadi inflamasi dan
peningkatan permeabilitas vascular.
4. Memar akibat dinding pembuluh darah melebar ke jaringan sekitarnya.
5. Nomering rating skala 1-10
 1-3
 4-7
 8-10
6. Bisa memiirkan 2 kemungkinan :
 Fraktur yang berbunyi (krepitasi)
 Otot yang bisa terjadi rupture , trauma mis. Rupture tendon Achilles akibat
stress mekanik yang berlebihan , gerakan yang tidak sengaja yang dapat
membuat trauma.
7. Fraktur, dislokasi, sprain, proteksi, RICE, jangan diberi tekanan, kakinya ditinggikan,
Sport injury No HARM
8. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah :
 Look : melihat apakah ada bengkak ataupun memar ?
 Feel : apakah ada nyeri ataupun krepitasi ?
 Move : pasien diminta melakukan gerakan baik aktif ataupun pasif
 Thompson test :
 Pasien diminta melakukan posisi tengkurap, kemudan otot betis pasien
ditekan lalu bila tendon Achilles normal (plantar fleksi ) sedangkan
bila rupture ( tidak ada pergerakkan )
 Obrien test :
 Daerah midline 10 cm proksimal dari calcaneusmasukan jarum ukuran
25 kemudian lakukan gerak dorsofleksi secara pasif, bila jarum sperti
plantar fleksi berarti normal, bila jarum tidak bergerak berarti terjadi
rupture.
9. Biasanya terjadi pada laki-laki, semakin tua maka fungsi organ tubuh menurun ,
tingkat fleksibilitas perempuan meningkat
10. Tidak termasuk kegawatdaruratan karena termasuk kompetensi 3A
11. Berlari dan loncat dapat meningkatkan 10x bebn tubuh , sehingga jika terlalu sering
akan menyebabkan trauma.
12. Keseleo (sprain ankle ) , Rupture Tendon Achilles, Cedera Otot, Fraktur, Tendinopati
13. Nyeri respon akibat kerusakan jaringan, tidak bisa berdiri kemungkinan ada jaringan
yang putus. Kemungkinan mengani tendonnya , untuk membuat gerakan plantar fleksi
akibat factor inflamasi yang memberikan sinyal adanya patologis, tidak bisa berdiri,
kemungkinan aka nada kesalahan pada tungkai.

POHON MASALAH

FAKTOR ANAMNESIS
RESIKO
-USIA
-TRAUMA
-LAKI-LAKI PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
1. RUPTUR TENDON ACHILLES
2. TENDINITIS
3. SPRAIN ANKLE

DIAGNOSIS KERJA :
RUPTUR TENDON ACHILLES

SASARAN BELAJAR

7. MANIFESTASI
1. DEFENISI
8 DIAGNOSI
2. EPIDEMIOLOGI
9. TATALAKSANA
3. ETIOLOGI
10. KOMPLIKASI
4. KLASIFIKASI
11. PENCEGAHAN
5. FAKTOR RESIKO
12. PROGNOSIS
6. PATOFISIOLOGI

DEFINISI

Ruptur tendon Achilles adakah robekan atau terputusnya hubungan tendong (jaringan
penyambung) yang disebabkan oleh suatu cedera dari perubahan posisi kaki secara tiba-
tiba atau mendadak dalam keadaan dorso fleksi pasif maksimal, atau akibat suatu trauma
benda tajam/tumpul pada bawah betis. (muttaqin, A. 2011)

ETIOLOGI

Ruptur tendo dapat terjadi saat berlari, melompat, bermain bulu tangkis, basket,
tersandung dan jatuh dari ketinggian. Dalam beberapa kasus putusnya tendo Achilles
terjadi pada tendo yang kurang menerima aliran darah. Tendo juga dapat melemah
bergantung pada bertambahnya usia. Putusnya tendo Achilles juga bisa disebabkan oleh
peningkatan mendadak jumlah tekanan pada tendo Achilles. Biasanya ruptur tendo
Achilles lebih sering terjadi pada laki- laki dibandingkan pada wanita. Penyebab lainnya
juga bisa karena:

 Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes,


 Obat-obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotik yang dapat
meningkatkan risiko pecah,
 Cedera dalam olah raga, seperti melompat dan berputar pada olah raga
badminton, tenis, basket dan sepak bola ataupun olahraga berat lainnya,
 Trauma benda tajam atau tumpul pada bawah betis,
 Obesitas.

EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi ruptur tendon Achilles pada populasi umum dilaporkan sebesar 7-13
per 100.000 orang-tahun. Kejadian ruptur tendon Achilles dilaporkan lebih banyak pada
laki-laki dibandingkan perempuan. [1,17]

Global

Pada populasi umum, insidensi ruptur tendon Achilles dilaporkan berkisar 7-13 per
100.000 orang-tahun. Kejadian ruptur tendon Achilles dilaporkan terjadi 73% pada
olahraga rekreasional dan 6-18% kasus terjadi pada atlet. Di Amerika Utara, insidensi
bervariasi dari 5,5 sampai 9,9 kasus per 100.000 orang, sedangkan di Eropa berkisar 6-37
kasus per 100.000 orang. [8,13,17]
Indonesia

Belum ada data epidemiologi ruptur tendon Achilles di Indonesia. Kejadian terbanyak
ditemukan pada laki laki daripada perempuan dengan rasio 10:1 dan insidensi tinggi pada
usia 30 – 39 tahun. Frekuensi sebenarnya ruptur tendon achilles belum diketahui, tetapi
secara historis cedera ini dianggap kejadian langka yang terjadi kurang dari 0,2% dari
populasi dan terus meningkat dalam decade terakhir. Saat ini ruptur tendon Achilles
adalah ruptur tendon paling umum terjadi pada ekstremitas bawah dan penyebab 40%
dari seluruh keajadian kerusakan tendon. Pasien dengan ruptur tendon Achilles tidak
mampu berdiri pada ibu jari kaki dari sisi yang sakit, namun gerakan plantar fleksi tetap
dapat dilakukan terutama bila ruptur yang terjadi parsial. Nyeri ringan dan tidak adanya
gangguan gerakan plantar fleksi yang terlihat jelas dapat menyebabkan misdiagnosis
diawal kejadian pada 20-25% kasus. Kegagalan untuk menegakkan diagnosis sejak awal
adalah alasan yang paling umum yang mengakibatkan penundaan pengobatan.

KLASIFIKASI

keparahan dan derajat retraksinya, ruptur tendon achilles dibagi menjadi 4 tipe, antara
lain:
1. Tipe 1: Ruptur parsial kurang dari sama dengan 50%
2. Tipe II : Ruptur komplet dengan celah tendo kurang dari sama dengan 3 cm
3. Tipe III : Ruptur komplet dengan celah tendo 3-6 cm
4. Tipe IV : Ruptur komplet dengan defek lebih dari 6 cm (ruptur yang terabaikan).

FAKTOR RESIKO

Ada banyak faktor risiko cedera tendon achilles, yaitu:


 Usia: Usia pasien dengan penyakit ini biasanya di antara 40-50 tahun.
 Jenis kelamin: Persentase pria dengan yang mengalami cedera pada bagian
tubuh ini, 5 kali lipat lebih tinggi daripada wanita.
 Olahraga: cedera pada achilles sering terjadi dalam olahraga yang melibatkan
lari, lompat, sepakbola, basket, dan tenis.
 Suntikan steroid: Banyak dokter kadang-kadang menyuntikkan steroid ke
sendi pergelangan kaki untuk meredakan nyeri dan radang. Namun,
pengobatan ini dapat melemahkan tendon di sekitarnya dan mengakibatkan
cedera tendon achilles.
 Beberapa antibiotik: Antibiotik Fluoroquinolone, seperti Ciprofloxacin (Cipro)
atau Levofloxacin (levaquin), meningkatkan risiko cedera tendon achilles.

PATOFISIOLOGI

 Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah, kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi,
otot belum siap, terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),
hamstring (otot paha bagian bawah), dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang
baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
 Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung atau tidak langsung. Cedera
ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan
atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles
(otot pada kunci paha), hamstring (otot paha bagian bawah) ,dan otot quadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
 Saat istirahat, tendon memiliki konfigurasi bergelombang akibat batasan di fibril
kolagen. Stress tensil menyebabkan hilangnya konfigurasi bergelombang ini, hal
ini yang menyebabka pada daerah jari kaki adanya kurva tegangan-regangan. Saat
serat kolagen rusak, tendon merespons secara linear untuk meningkatkan beban
tendon. Jika renggangan yang di tempatkan pada tendon tetap kurang dari 4
persen- yaitu batas beban fisiologi secara umum serat kembali ke konfigurasi asli
mereka pada penghapusan beban. Pada tingkat ketegangan antara 4-8 persen, serat
kolagen mulai meluncur melewati 1 sama lain karena jalinan antar molekul rusak.
Pada tingkat tegangan lebih besar dari 8 persen terjadi rupture secara makroskopik
karena kegagalan tarikan oleh karena kegagalan pergeseran fibriller dan
interfibriller.
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi Klinis Rupture Tendon Achilles


1.) Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang pergelangan kaki
atau betis
2.) Bengkak, kaku dan memar
3.) Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4.) Tumit tidak bisa digerakkan turun naik

DIAGNOSIS

Diagnosis ruptur tendon Achilles dapat ditegakkan secara klinis, serta ditunjang dengan
pemeriksaan MRI dan USG. [2]
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan bagaimana riwayat kejadian, apakah ada riwayat
cedera pada tungkai bawah, riwayat pengobatan, riwayat merokok, durasi timbul gejala,
aktivitas sehari-hari, frekuensi, dan intensitas olahraga. [18]
Ruptur tendon Achilles akan memberikan gejala nyeri seperti ditembak atau dipukul yang
muncul mendadak di tumit [1]. Tanda lainnya adalah terdapat audible pop/snap saat
bermanuver, pembengkakan betis, kekakuan otot, dan sulit berjinjit. [9,19]

Pemeriksaan Fisik
Kunci pemeriksaan fisik pada gangguan muskular adalah look, feel dan move.
Look : lihat gait pasien, kemudian lakukan inspeksi kulit dan lihat apakah terdapat
pembengkakan, ecchymosis, dan benjolan pada otot. [18,20]
Feel : palpasi tendon untuk merasakan kekenyalan dan bentuk otot, apakah terdapat nyeri
tekan atau teraba gap, letak gap umumnya berada pada 2-6 cm di atas tulang calcaneus.
Namun gap bisa tidak teraba jika terdapat pembengkakan. [18,20,21]
Move: lakukan penilaian Range Of Motion (ROM) baik aktif dan pasif serta bandingkan
kekuatan otot dengan kontralateral. Jika terjadi ruptur, kekuatan plantarfleksi menurun
sedangkan pergerakan pasif dan aktif dorsofleksi tidak terpengaruh. [18,20]
Pedoman American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyarankan
pemeriksaan Thompson test dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah Matles test, Copeland test, dan O’Brien test. [2]
Thompson Test
Tes ini disebut juga Simmond test atau Calf-squeeze test. Cara pemeriksaan adalah pasien
dibaringkan posisi telungkup dengan kedua kaki dan pergelangan kaki menggantung.
Kemudian pegang betis seperti gerakan memeras. Pemeriksaan dinyatakan positif jika
tidak terjadi plantar fleksi pada kaki. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 98% dan
spesifisitas 93% [1]

Matles Test
Tes ini dilakukan dengan pasien dalam posisi telungkup, lutut fleksi sebesar 90 derajat.
Ruptur tendon Achilles ditandai dengan posisi kaki menjadi netral atau dorsofleksi. [22]

Copeland Test
Cara pemeriksaan adalah pasien berbaring telungkup dengan kedua kaki dan pergelangan
kaki menggantung di meja periksa. Kemudian letakkan sphygmomanometer di
pertengahan betis, pompa sampai tekanan 100 mmHg lalu dorsifleksikan pergelangan
kaki. Pada kondisi normal, tekanan akan naik sampai 140 mmHg, namun jika terdapat
ruptur tendon Achilles maka kenaikan tidak ada atau hanya sedikit. [23]

O’Brien Needle Test


Tes ini lebih invasif dan jarang dilakukan. Tes ini memasukkan jarum kira-kira 10 cm
pada insersi kalkaneus, kemudian dilakukan plantarfleksi pasif. Normalnya, jarum
bergerak ke arah berlawanan sementara pada ruptur tendon Achilles, posisi jarum tetap
sama. [8]

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada ruptur tendon Achilles antara lain tendinopati, retrocalcaneal
bursitis, dan paratenonitis.

Achilles Tendinopati
Sama seperti ruptur tendon Achilles, pada kondisi ini juga didapati nyeri dan kekakuan
tendon. Perbedaannya, pada achilles tendinopati, terdapat krepitasi dan penebalan tendon.
[5,21]
Retrocalcaneal Bursitis
Nyeri pada tumit belakang juga terdapat pada retrocalcaneal bursitis. Untuk membedakan
dengan ruptur tendon Achilles, pada kondisi ini terdapat penonjolan tulang atau Haglund
process. [8,18,21]
Paratenonitis
Berbeda dengan ruptur tendon Achilles, paratenonitis akan memberikan gejala nyeri
ringan dan tumpul saat plantarfleksi. Nyeri umumnya muncul saat istirahat dan
memburuk dengan aktivitas. [8,18]

Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi/USG dan Magnetic resonance imaging/MRI merupakan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk konfirmasi diagnosis, namun tidak dianjurkan dipakai
sebagai pemeriksaan ruti [2]

USG dapat memberikan penilaian dinamis dari tendon dan dapat mengevaluasi
neovaskularisasi jaringan. USG juga dapat digunakan untuk membimbing prosedur
perkutan. USG memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 90% untuk diagnosis ruptur
tendon Achilles.

MRI bermanfaat dalam diagnosis gangguan tendon karena dapat mendeteksi kelainan
pada seluruh unit alat gerak, termasuk tendon, kalkaneus, insersi Achilles, bursa
retrocalcaneal, jaringan peritendinous, dan persimpangan muskulotendinous. Temuan
MRI juga berkorelasi dengan temuan intraoperatif dan berguna untuk perencanaan bedah.
[3]

TATALAKSANA

Modalitas penatalaksanaan ruptur tendon achilles adalah tata laksana konservatif dan
operatif. tata laksana konservatif adalah dengan imobilisasi menggunakan bidai
dan functional brace. [10,24] Tindakan operatif dapat berupa open repair, minimally
invasive, percutaneous repair, dan augmented repair. Pada kasus ruptur tendon Achilles,
kompetensi dokter umum hanya sampai pada penanganan awal. Penanganan selanjutnya
dilakukan oleh spesialis ortopedi.
Tata Laksana Konservatif
 Penanganan konservatif akan efektif jika cedera terjadi kurang dari 72 jam pada
kondisi :
 Non atlet
 Pasien usia > 65 tahun
 Memiliki kebiasan merokok
 Pola hidup sedenter
 Obesitas
 Memiliki kontraindikasi operasi misalnya diabetes mellitus, neuropati, dan
imunokompromais.

Imobilisasi dilakukan dengan menggunakan cast atau functional brace selama 8-12
minggu. Efek imobilisasi adalah atrofi otot, kekakuan sendi, produktivitas berkurang, dan
memperpanjang masa rehabilitasi. Imobilisasi lebih dari 8 minggu tidak
direkomendasikan karena meningkatkan risiko ruptur ulangan, deep vein thrombosis,
serta penurunan atau kehilangan koordinasi dan propriosepsi. Pemasangan, plaster cast di
bawah lutut umumnya cukup. Pada awal terapi, kaki diposisikan dalam plantarfleksi
penuh dan tidak menumpu beban. Kemudian, dalam 8-12 minggu kaki perlahan-lahan
diubah hingga posisi netral. Kelemahan metode konservatif adalah lebih sering terjadi
ruptur ulangan, kekuatan dan ketahanan otot lebih rendah, serta lebih sering terjadi
elongasi tendon. [8,13,23,26]

Pembedahan/Operatif
Penanganan operatif dilaporkan menurunkan risiko ruptur ulangan, hasil kekuatan otot
lebih baik, dan durasi rehabilitasi lebih cepat dibandingkan tata laksana konservatif.
Pilihan pembedahan dianjurkan pada beberapa kondisi antara lain:
 Pasien muda dengan usia < 40 tahun
 Gaya hidup aktif dan butuh mobilitas tinggi
 Kasus ruptur kronik
 Gap lebih dari 5 mm
 Gejala memburuk, menetap, atau berulang setelah 6 bulan ditangani secara
konservatif.
Teknik pembedahan terdiri atas 4 jenis, antara lain open repair, percutaneous repair,
minimally invasive, dan augmented repair.
 Open Repair
Metode ini lebih dipilih pada pasien muda, gaya hidup aktif, atau atlet profesional
karena durasi rehabilitasi lebih cepat, risiko ruptur berulang paling rendah, tidak
mencederai saraf dan hasil jangka panjang lebih baik. Namun, tingkat komplikasi
pascaoperasi paling tinggi.
 Percutaneous Repair
Teknik ini juga disukai pada atlet karena waktu penyembuhan paling cepat. Insisi
minimal membuat efek kosmetik paling baik dan dapat menggunakan anestesi lokal.
Akan tetapi, pilihan pembedahan dengan teknik ini harus dilakukan sesegera mungkin
setelah cedera. Selain itu, tindakan ini membutuhkan keahlian dan instrumentasi
khusus. Komplikasi cedera nervus suralis sering terjadi. Namun, cedera saraf dapat
dihindari dengan bantuan USG dan endoskopi.
 Minimally Invasive/Mini Open Repair
Teknik ini merupakan perpaduan antara open repair dan percutaneous repair.
Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknik ini adalah insidensi ruptur
ulang lebih rendah dibandingkan open repair, dapat meningkatkan kekuatan otot,
risiko cedera saraf minimal, dan durasi penyembuhan lebih cepat. Risiko dehisensi
luka lebih rendah dibandingkan open repair.
 Augmented Repair
Augmentasi diperlukan jika ukuran defek lebih dari 3 cm dan pada ruptur yang
kronis. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan graft atau flap. Penggunaan graft
atau flap akan membantu penyembuhan dan memperkuat tendon.
Untuk obatntya sendiri bias diberikan untuk lini pertamanya NSAIDS dan opioid
Selain itu bias juga diberikan injeksi steroid tetapi masih kontroversial, serta injeksi
platelet atau stem cell.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari ruptur tendon Achilles meliputi terbentuknya jaringan parut pada
tendon dan penurunan ROM, begitu pula kelemahan pada otot. Terjadinya ruptur ulang
merupakan suatu hal yang dikhawatirkan dan dapat terjadi hingga 5% pada pasien yang
telah menjalani operasi dan hingga 40% pada pasien yang hanya dirawat secara
konservatif. Hanya saja resiko yang berkaitan dengan intervensi bedah meliputi masalah
penyembuhan luka dan kerusakan saraf.

PENCEGAHAN

 Pemanasan dan Pendinginan Setiap Saat: Sebuah rutinitas pemanasan dan


pendinginan yang terstruktur dengan baik tidak hanya mencegah cedera, tetapi
juga mempersiapkan jantung, paru-paru, otot, dan persendian untuk aktivitas berat
yang berkelanjutan

 Menggabungkan Latihan Penguatan: Bekerja dengan pelatih atletik atau profesional


kedokteran olahraga lainnya untuk menggabungkan teknik pelatihan kekuatan
yang tepat untuk punggung bagian bawah, bahu, dan kaki

 Bangun Saldo Anda: Aktivitas apa pun yang melatih kemampuan Anda untuk
menjaga keseimbangan berkontribusi pada proprioception (kemampuan tubuh
Anda untuk mengetahui di mana anggota tubuhnya berada pada waktu tertentu)

 Lakukan Latihan Plyometrik: Latihan plyometrik meliputi gerakan eksplosif seperti


melompat, melompat, dan melompat untuk kondisi dan mempersiapkan otot,
tendon, dan ligamen di tungkai bawah dan sendi pergelangan kaki.

 Investasikan dalam Alas Kaki yang Baik Dirancang untuk Berlari: Ini akan menjaga
pergelangan kaki Anda stabil, melindungi kaki dan tumit Anda, dan mendukung
kaki Anda dan kaki bagian bawah selama gerakan berjalan

 Makan untuk Kesehatan dan Aktivitas Berkelanjutan: Dapatkan banyak protein,


produksi, kalsium, vitamin D, dan magnesium dalam diet harian Anda

 Dapatkan Banyak Istirahat: Untuk menghindari latihan berlebihan dan kelelahan,


pastikan untuk memasukkan 1-2 hari istirahat per minggu dan 1-2 bulan per tahun
dari olahraga Anda
PROGNOSIS

Dengan perawatan yang tepat dan rehabilitasi, prognosis ruptur tendon Achilles baik
hingga sempurna (dubia ad bonam). Banyak atlet yang mampu kembali ke aktivitas level
semula dengan tindakan bedah atau konservatif. Namun, individu yang menjalani
pembedahan lebih sedikit mengalami ruptur tendon Achilles lagi. Tingkat ruptur ulang
untuk pengobatan operasi adalah 0%-5% dibandingkan hampir 40% pada pasien yang
menggunakan treatment konservatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buono AD, Chan O, Maffulli. Achilles tendon: functional anatomy and novel
emerging models of imaging classification. International Orthopaedics. 2012
2. Blom A et al. Apley & Solomon’s system of orthopaedics and trauma. 10th ed. UK:
Taylor & Francis Group; 2018
3. Firmansyah, dafif et al.Repair Ruptur Tendon Achilles Neglected dengan tekhnik
Lindhholm Modifikasi.jurnalkesehatan Andalas.2018; 7
4. Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan. Muskuloskeletal.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai