Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

BLOK INTEGUMEN

Oleh : Kelompok 3

Nama Tutor : dr. Prida Ayudianti, Sp.KK.

Ketua : Ibrahim Fadhil Senjaya (18910028)

Sekertaris 1 : Ardellya Elfidaa Salsabila (18910007)

Anggota : Muhammad Kemal Jalaluddin (18910005)

Husna Nur Ridha (18910010)

Fikri Holly Jihadi Al Hasan (18910017)

‘Amaliah ‘Isyatun Mufidah (18910019)

Intan Nadiyah Rahma (18910029)

Putri Indah Palupi (18910035)

Tiara Annisa (18910044)

Retno Dewi Atmiyanti (18910048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi ……...……………………………………………………………………………….. i

Skenario ……………………………………………………………………………………….. 1

BAB I Kata Sulit …………………………………………………………………………….… 2

BAB II Rumusan Masalah …………………………………………………………………….. 3

BAB III Brainstorming ………………………………………………….…………………….. 4

BAB IV Peta Masalah ……………………………………………………………………........ 6

BAB V Tujuan Pembelajaran ……………………………………….……………………….. . 7

BAB VI Tinjauan Pustaka …………………………………………………………………...… 8

BAB VII Peta Konsep ……………………………………..……………………………….... .. 22

BAB VIII SOAP………………………………………………………………………....….... .. 23

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………….. 25

i
SKENARIO 2

Nyeri pada wajahku yang tak tertahankan

Seorang wanita bernama Ny. Tini berusia 65 tahun datang ke Poliklinik UIN Malang
dengan keluhan timbul lenting isi air di area mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai
dengan rasa nyeri dan panas seperti terbakar di tempat tersebut. Awalnya muncul bintil-bintil kecil
berisi air di dahi kanan kemudian meluas hingga ke mata dan hidung kanan. Kemudian disertai
keluhan mata merah dan mengeluarkan cairan. Dua hari sebelumnya pasien mengeluh pusing dan
sedikit terbakar di area dahi dan mata. Pasien tidak mengeluhkan adanya kelainan kulit ditempat
lain. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan tersebut. Riwayat penyakit cacar air pernah
diderita saat pasien masih SD. Tidak didapatkan riwayat kontak dengan serangga sebelum timbul
keluhan. Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes mellitus, dan rutin mengkonsumsi obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,7°C. Pemeriksaan
kepala/leher dalam batas normal. Pemeriksaan jantung, paru dalam batas normal. Pemeriksaan
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis : regio frontalis dekstra, palpebra superior dekstra, regio nasal
didapatkan makula eritematous, sebagian terdapat vesikel-vesikel bergombol dengan dasar eritema,
sirkumskrip, multiple berkelompok, sebagian telah pecah membentuk ulkus dangkal dan tertutup
krusta, distribusi regional. Hutchinson sign +
Dokter kemudian membuat hapusan dari cairan dalam vesikel, dan ditemukan gambaran
sel datia berinti banyak. Kemudian dokter memberikan obat minum yang harus diminum sebanyak
5x dalam sehari, obat antinyeri, dan merujuk pasien ke dokter mata untuk pemeriksaan lebih lanjut.

1
BAB I

KATA SULIT

1. Hutchinson sign: salah satu indikator HZO. Timbul vesikel di puncak hidung. Keterlibatan
dari cabang opthalmikus dari cabang saraf trigerminal. Menginervasi daerah kornea
melibatkan sistem okular.
2. Sirkumskrip: berbatas tegas, menandakan lesi di superficial.
3. Cacar air: biasa dikenal dengan istilah Varicella. Merupakan infeksi awal yang disebabkan
oleh virus varicella zooster (VZV) yang ditandai dgn muncul bintik kerah berisi cairan.
Virus mudah menyebar pada org yg belum di vaksin.
4. Sel datia: (multinucleatied giant cell) sel yang mempresentasikan antigen yang terletak
diantara stratum spinosum terbentuk dari gabungan makrofag. Merupakan proses
hibridisasi alami. Contoh; fisiologi sel datia ada di sel langerhans.
5. Lenting: keadaan lepuh pada kulit, bentuk gelembung yg mengandung cairan dg ukuran
bervariasi, bisa diakibatkan oleh kejadian terbakar, alergi, dan virus Herpes zooster.
6. Makula eritematous = perubahan warna kulit menjadi merah tanpa ada peninggian.

2
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1) Apakah ada hub dengan gender dan usia pasien dengan keluhan?
2) Mengapa muncul bintil berisi air di dahi kanan pasien dan menyebar ke mata dan hidung?
3) Mengapa keluhan pada pasien disertai mata merah dan mengeluarkan cairan?
4) Mengapa dua hari sebelumnya pasien mengeluh pusing?
5) Mengapa terjadi nyeri dan terasa terbakar?
6) Apakah ada hubungan riwayat cacar air dengan keluhan pasien?
7) Apakah ada hubungan Diabetes Mellitus dengan kondisi pasien saat ini?
8) Bagaimana hasil pemeriksaan fisik dan status dermatologi pasien?
9) Mengapa perlu ditanyakan ada tidaknya riwayat kontak dengan serangga?
10) Apakah hubungan ditemukan sel datia berinti banyak dengan keluhan pasien?
11) Apakah diagnosis penyakit pasien?
12) Apakah kemungkinan obat yang diberikan sebanyak 5 kali sehari?
13) Mengapa dokter itu merujuk ke dokter mata?

3
BAB III

BRAINSTORMING

1. Apakah ada hub dengan gender dan usia pasien dengan keluhan?

 Usia: lebih sering pada tua , karena: bertambahnya usia terjadi penurunan fungsi imun
ditambah lagi riwayat peyakit DM yang menandakan imunodefisiensi

 Pasien di skenario: predisposisi => penyakit cacar air sebelumnya => meningkatkan
kemungkinan

 Gender tidak berkorelasi dengan penyakitnya, bisa menyerang pada wanita dan pria

2. Mengapa muncul bintil berisi air di dahi kanan pasien dan menyebar ke mata dan hidung?

 Sebelumnya pernah mengalami cacar air yang dimana masih terdapat virus ditubuh pasien
sehingga terjadi reaktivasi. Nervus yang terkena adalah cabang dari nervus trigerminal
(opthalmikus) yang terbagi menjadi 3 cabang lagi yang berinervasi ke hidung dan mata

 Bintil berisi cairan terjadi karena reaktivasi VZV => mengaktivasi sitem imun tubuh =>
pelepasan mediator inflamasi=> meningkatkan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
kebocoran plasma protein darah=> ke jaringan=> bintil vesikel

3. Mengapa keluhan pada pasien disertai mata merah dan mengeluarkan cairan?

 Salah satu cabang dari N. opthalmicus yaitu N. lakrimalis memegang peranan kelenjar
lakrimalis (penghasil air mata) sehinggal menyebabkan keluarnya cairan

 Ketika ada penyebab agen infeksi => dilatasi pembuluh conjungtiva posterior=> hiperemia=>
pembengkakan=> timbul panas dan gatal=> merangsang untuk pengeluaran air mata

4. Mengapa dua hari sebelumnya pasien mengeluh pusing?

VZV dormannya ada di ganglion sel dasar tersebut. Diamnya di ganglion N. terminal=> aktivasi =>
mediator inflamasi=> nyeri dan => pusing sebelum muncul ke permukaan kulit

5. Mengapa terjadi nyeri dan terasa terbakar?

- Virus masuk => dibagian saraf => bereplikasi => infeksi => merusak saraf dan kulit =>
merangsang reseptor nyeri => interpretasi nyeri

- Rasa terbakar dari inflamasinya juga , dermatom

- Kemungkinan sarafnya rentan terhadap infeksi akibat riwayat DM nya-> rasa terbakar

4
6. Apakah ada hubungan riwayat cacar air dengan keluhan pasien?

 Primary infeksi dari varicella zooster => pernapasan mukosa hidung, tenggorokan =>
menyerang sistem limfe dan pembuluh darah => bereplikasi di hati dan limpa => viremia
sekunder => menimbulkan ruam dan vesikel => laten dalam saraf => reaktivasi => herpes

 Reaktivasi oleh virus varicella zooster, terjadi karena stress, imunodefisiensi

7. Apakah ada hubungan Diabetes Mellitus dengan kondisi pasien saat ini?

Dm penyakit kronis, dpt menyebabkan sistem imun turun -> infeksi laten -> keluhan di skenario

8. Bagaimana hasil pemeriksaan fisik dan status dermatologi pasien?

- Pemeriksaan fisik = normal

- Pemeriksaan status lokalisnya = lokasi frontalis dekstra, palpebra, regio nasal,

- Efloresensi = , vesikel, makula eritomatus (primer), ulkus dangkal dengan krusta (sekunder)

- Bentuknya = bergrombol

- Distribusinya = regional

9. Mengapa perlu ditanyakan ada tidaknya riwayat kontak dengan serangga?

Menyingkirkan diagnosis banding dari penyakit ini

10. Apakah hubungan ditemukan sel datia berinti banyak dengan keluhan pasien?

 Sel datia (gabungan dari makrofag yang mencoba untuk melawan patogen) -> muncul ketika
adanya penyakit kronis

 Pemeriksaan histologisnya = tzanck test ( ditemukan adanya datia dan sel akantolitik)

11. Apakah diagnosis penyakit pasien?

Herpes zooster opthalmicus -> mengarah ke bagian saraf trigerminus (opthalmicus), manifestasi
reaksi setelah penyakit varicella

12. Apakah kemungkinan obat yang diberikan sebanyak 5 kali sehari?

Antivirus Asiclovir 800 mg x 5/ hari

13. Mengapa dokter itu merujuk ke dokter mata?

Cabang dari n. opthalmicus -> penurunan dari saraf tersebut -> dirujuk ke dokter mata

Menyebabkan komplikasi ke mata

5
BAB IV

PETA MASALAH

Ny Tini, 65 tahun

Timbul lenting isi air di area mata kanan sejak 3 hari yang lalu
disertai dengan rasa nyeri dan panas seperti terbakar di tempat Manifestasi klinis
tersebut

R. Sosial : RPS :
Etiologi
Px baru pertama kali mengalami keluhan tersebut. Awalnya muncul bintil-bintil kecil berisi air di
Tidak ada kelainan kulit di tempat lain. Tidak
dahi kanan kemudian meluas hingga ke mata dan
didapatkan kontak dengan serangga sebelum timbul
keluhan.. hidung kanan. Kemudian disertai keluhan mata
merah dan mengeluarkan cairan
Faktor risiko RPD : Px memiliki riwayat Diabetes Mellitus, dua hari
sebelumnya pasien mengeluh pusing dan rasa terbakar
di dahi dan mata

Patofisiologi
Pemeriksaan

TTV Pemeriksaan fisik Pemeriksaan


Penunjang

Keadaan umum : tampak sakit sedang. Pemeriksaan Status Lokalis


Pemeriksaan Penunjang:
Kesadaran : komposmentis Regio frontalis dekstra, palpebra superior
Dilakukan hapusan dari cairan dalam
Tanda Vital : Tekanan darah 13/80 mmHg, dekstra, regio nasal didapatkan macula
vesikel, dan ditemukan gambaran sel datia
denyut nadi 88 x/menit, frekuensi napas eritematus, Sebagian terdapat vesikel
berinti banyak
20x/menit, suhu aksiler 36,7 C vesikel dengan dasar eritema, sirkumskrip,
Pemeriksaan kepala/leher dalam batas multiple berkelompok, sebagian telah pecah
normal membentuk ulkus dangkal dan tertutup
Pemeriksaan jantung paru dalam batas krusta, distribusi regional.
normal Hutchinson sign +
Pemeirksaan abdomen dan ekstremitas
dalam batas normal

Kriteria Diagnosis DD: Herpes zoster,


Herpes simpleks,
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak

Wdx: Herpes zoster

Tata Laksana
Pemberian: Asiklovir 5x 800 mg
Pencegahan diberikan sebelum 72 jam Tata Laksana
awitan lesi selama 7 hari

6
BAB V

LEARNING OBJEKTIF

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Herpes Zoster


2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Epidemiologi Herpes Zoster
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi Herpes Zoster
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Risiko Herpes Zoster
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi Herpes Zoster
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi Klinis Herpes Zoster
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Herpes Zoster
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kriteria Diagnosis Herpes Zoster
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding Herpes Zoster
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana Herpes Zoster
11. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Prognosis Herpes Zoster
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Komplikasi Herpes Zoster
13. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pencegahan Herpes Zoster
14. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Integrasi Islam Herpes Zoster

7
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Herpes Zoster


Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
(Permenkes, 2014)

Berdasarkan variasi klinis herpes zoster, antara lain:

 Zoster sine herpete bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi
kulit.
 Herpes zoster abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa
vesikel yang langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya
berlangsung singkat.
 Herpes zoster aberans bila erupsi kulitnya melalui garis tengah.
 Sindrom Ramsay-Hunt yaitu bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus
auditorius, erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai
paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah;
tinitus, vertigo dan tuli.
 Herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama nervus trigeminus.
Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel di puncak hidung yang
dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan besar terjadi kelainan mata.
Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam. (Djuanda, 2018)
 Herpes zoster pada imunokompromais Perjalanan penyakit dan manifestasi
klinisnya berubah, seringkali tidak spesifik, sering rekurens, berlangsung lebih lama
(lebih dari 6 minggu), cenderung kronik persisten, menyebar ke alat--alat dalam
terutama paru, hati, dan otak. Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit lebih berat
(bula hemoragik, hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas (aberans/
multidermatom/diseminata), lebih nyeri, dan komplikasi lebih sering terjadi.
 Herpes zoster pada ibu hamil Ringan, kemungkinan terjadi komplikasi sangat
jarang. Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil dengan HZ juga sangat
kecil. Karena alasan tersebut, HZ pada kehamilan tidak diterapi dengan antiviral.
 Herpes zoster pada neonatus Jarang ditemukan. Penyakit biasanya ringan, sembuh
tanpa gejala sisa. HZ pada neonatus tidak membutuhkan terapi antiviral.

8
 Herpes zoster pada anak : ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah.
Juga tidak membutuhkan pengobatan dengan antiviral. (Buku Panduan Herpes Zoster,
2014)

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Epidemiologi Herpes Zoster


Penyakit herpes zooster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidensnya 2-3 kasus per-1000 orang /tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada usia lebig dari 60tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di usia
tua. Jarang di jumpai pada usia dini (anak dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan
dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit meningkat dengan
adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak
terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya kecil bila
dibandingkan dengan varisela. (Linuwih Sri, 2016)

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi Herpes Zoster


Varicella zoster virus (VZV) adalah herpes virus yang merupakan penyebab dari 2
penyakit berbeda yaitu varicella (juga dikenal cacar air) dan herpes zoster (juga dikenal
sebagai (shingles/cacar ular/cacar api/dompo)

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Faktor Risiko Herpes Zoster


 Usia Lanjut (Immunosenescence)
Insiden HZ meningkat tajam pada usia 50-60 tahun dan terus meningkat pada usia >
60 tahun, bahkan pada studi kohort menunjukan pada usia 85 tahun,1 dari 2 orang
akan terkena HZ. Hal ini terjadi akibat penurunan imunitas seluler.
 Immunokompromais
Disfungsi imunitas seluler pada pasien immunokompromais merupakan pemicu HZ
yang potensial sehingga insiden HZ meningkat pada pasien pasien
immunokompromais sebagai berikut: Gangguan limfoproliferatif, kanker, pemberian
kemoterapi, transplantasi organ dan sumsum tulang, defisiensi imunitas selular,
infeksi HIV, penyakit hodgkin’s, limfoma non Hodgkin’s, leukemia, penyakit otoimun,
seperti sistemik, lupus,eritematosus, pemakaian obat immunosupresif.
 Stress Psikologis
 Komorbid

9
Faktor komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronis, penyakit jantung koroner,
depresi, diabetes mellitus, gout, hiperlipidemia, hipertension, hipotiroidism dan
osteoarthritis. (Nilasai Hanny dkk,2014)

5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patofisiologi Herpes Zoster


Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel epitel dan
limfosit di orofaring dan saluran nafas atas atau pada konjungtiva, kemudian limfosit
terinfeksi akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk kekulit melalui sel
endotel pembuluh darah dan menyebar ke sel epitel menyebabkan ruam vesikel varicella.
Selama varicella, VZV berpindah dari lesi pada kulit dan permukaan mukosa ke
ujung saraf sensorik yang berdekatan dan diangkut secara sentripetal ke atas serat sensorik
ke ganglia sensorik. Di ganglia, virus membentuk infeksi laten yang berlangsung seumur
hidup. Infeksi laten ini tidak menular, tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Herpes zoster
paling sering terjadi pada dermatom di mana ruam varicella mencapai densitas tertinggi -
yang dipersarafi oleh cabang pertama (oftalmik) saraf trigeminal dan oleh ganglia sensorik
tulang belakang dari T1 ke L2 (Gambar 1).Patofisiologi Herpes Zoster

Gambar 1. Varicella dan herpes zoster, A. Selama infeksi virus varicella-zoster (VZV) primer
(varicella atau chickerpox), virus menginfeksi ganglion sensorik. B. VZV menetap dalam fase
laten di dalam ganglion seumur hidup. C. Dengan fungsi imunitas yang berkurang, VZV kembali
aktif dalam ganglion sensorik, turun melalui saraf sensorik, dan replikasi di kulit.

Mekanisme yang terlibat dalam aktivasi ulang VZV laten tidak jelas, tetapi aktivasi
ulang telah dikaitkan dengan imunosupresi; stres emosional; iradiasi kolum spinal;
keterlibatan tumor pada cord, ganglion akar dorsal, atau struktur yang berdekatan; trauma
lokal; manipulasi bedah spinal; dan sinusitis frontal (sebagai pencetus oftalmikus zoster).

10
Namun, yang paling penting adalah penurunan imunitas seluler spesifik VZV yang terjadi
seiring bertambahnya usia.
Ketika imunitas seluler spesifik VZV turun, virus yang direaktivasi. Virus
berkembang biak dan menyebar di dalam ganglion, menyebabkan nekrosis saraf dan
peradangan hebat, suatu proses yang sering kali disertai dengan neuralgia parah. VZV
menular kemudian menyebar mengikuti dermatom saraf sensorik, menyebabkan neuritis
intens, dan dilepaskan dari ujung saraf sensorik di kulit, di mana ia menghasilkan gugus
vesikula zoster yang khas. Vesikel-vesikel tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian
pecah lalu menjadi krusta dan menghilang. Infeksi ganglionik menyebar ke proksimal
sepanjang akar saraf posterior ke meninges dan medula spinalis menyebabkan
leptomeningitis lokal, pleositosis cairan serebrospinal, dan mielitis segmental. Infeksi
neuron motorik di anterior horn dan peradangan pada akar saraf anterior untuk kelumpuhan
lokal yang mungkin menyertai erupsi kulit, dan perluasan infeksi di dalam sistem saraf
pusat (SSP) dapat menyebabkan komplikasi herpes zoster yang jarang terjadi (misalnya,
meningoensefalitis, mielitis transversal).
Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan kerusakan pada saraf. Sistem
imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga seseorang dapat dikatakan sembuh.
Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun virus akan tetap bersifat laten pada
ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion gasseri) pada dasar tengkorak.
Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami multiplikasi dan menyebar sepanjang
ganglion menyebabkan nekrosis di neuron yang ditandai oleh neuralagia.

6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi Klinis Herpes Zoster


 Ditemukan penyebaran infeksi varisela yang rekuren tanpa adanya gejala Herpes
Zoster, dimana lesi vesikel dan pustule sangat banyak.
 Ditemukan adanya gejala Herpes Zoster yang menyerang beberapa dermatom
sekaligus adanya gejala Herpes Zoster yang disertai dengan vesikel dan bula yang
tersebar (Herpes Zoster Generalisata).
 Adanya lesi herpes zoster yang menetap berupa papul dan nodul yang menjadi
hiperkeratosis dan verukous pada satu dermatom.
 Ulkus kronik yang menetap selama berbulan bulan dimana penyembuhan dari ulkus
sangat lambat.
 Terjadinya gambaran bula di daerah tangan dan tumit, dilanjutkan penyebaran tanpa
mengikuti dermatome. Lesi kronis yang berupa nodul ulkus, krusta. Reaksi pasca
inlfamasi berupa hipo atau hiperpigmentasi.
 Ditemukan adanya gejala sistemik yang menyerang: mata. Dan retina,gangguan
penglihatan sampai buta.
11
 Gejala sistem saraf (Nilasai Hanny dkk,2014)

Herpes zoster dapat dimulai dengan timbul- nya gejala prodromal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark
jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal
dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari). Setelah awitan gejala
prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di
satu dermatom) berupa makula kemerahan. Kemudian berkembang menjadi
papul,vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh
dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit
mengalami involusi setelah 2-4minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster,erupsi
kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa. (Linuwih Sri, 2016)

7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Herpes Zoster


- Tes Tzanck: dilakukan secara mikroskopi dan ditemukannya perubahan sitologi sel epitel
dimana terlihat multi nucleated giant cell. (Permenkes, 2014)
Tujuan awal tes Tzanck adalah untuk menemukan sel akantolitik (sel Tzanck) pada
penyakit kulit vesikobulosa, tetapi saat ini metode apusan Tzanck mulai digunakan untuk
menunjang diagnosis berbagai penyakit kulit lain. Prosedur sederhana ini terbukti
bermanfaat dalam menegakkan atau menyingkirkan penyakit kulit, antara lain penyakit
infeksi, autoimun bulosa, dermatitis spongiosis, tumor kulit, dan genodermatosis.
Langkah-langkah Tes Tzanck:
 Untuk infeksi virus, sediaan harus diambil dalam keadaan vesikel masih baru, utuh,
dan tidak terinfeksi, bukan dalam bentuk krusta, agar memastikan terambilnya sel
terinfeksi virus dalam jumlah yang memadai
 Lesi diapus dengan alkohol dan dikeringkan selama satu menit pada suhu udara.
 Kemudian bagian atas atau atap vesikel dibuka dari satu sisi, dilipat ke arah samping,
cairan dibersihkan secara hati-hati kemudian dasar lesi dikerok dengan tepi tajam
skalpel (ukuran 15) atau ujung spatula
 Sampel dipindahkan dengan menyentuhkan skalpel ke kaca objek berulang kali
secara satu arah dengan lembut, kemudian spesimen dikeringkan dalam suhu udara
 Gelas kaca harus bersih mengingat sel sulit menempel pada permukaan kaca dengan
bekas sidik jari.

12
 Proses fiksasi harus dilakukan secepatnya karena dapat terbentuk artefak akibat
proses pengeringan
 Apusan Tzanck dapat diwarnai dengan berbagai bahan pulasan dan tersering adalah
pewarnaan Giemsa
 Apusan yang sudah diwarnai dicuci dengan air, dikeringkan, ditetesi minyak emersi,
dan diperiksa di bawah mikroskop
 Karakteristik sitologi infeksi herpes adalah sel akantolitik dan sel datia dengan inti
multipel (multinucleated giant cell).

Gambar 2. Sel datia berinti banyak pada lesi varisela (Lusiana, dkk. 2019)

- Identifikasi antigen/asam nukleat VVZ dengan metode PCR


(Permenkes, 2014)
- Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
◦ Hasil pemeriksaan cepat.
◦ Membutuhkan mikroskop fluorescence.
◦ Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
◦ Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
- Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrate.

8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kriteria Diagnosis Herpes Zoster


Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya memiliki
karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas diperlukan pemeriksaan
laboratorium.
Gambaran Klinis

13
1) Pra-erupsi Kulit
Gejala prodromal berlangsung 1-5 hari biasanya mendahului erupsi kulit. Keluhan
biasanya diawali dengan nyeri pada daerah dermatom yang akan timbul lesi dan dapat
berlangsung dalam waktu yang bervariasi. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau sebagai serangan yang hilang timbul. nyeri prodormal herpes zoster
sering dikacaukan dengan penyebab nyeri lokal lainnya. Keluhan bervariasi dari rasa gatal,
kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi sampai rasa ditusuk tusuk. Selain nyeri,
dapat didahului dengan cegukan atau sendawa. Gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia,
other flu like symptom yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit timbul. Kadang
kadang terjadi limfadenopati regional.
2) Erupsi kulit
Begitu erupsi muncul, karakter dan lokasi dermatom atau ruam, ditambah dengan
nyeri atau ketidaknyamanan dermatom, biasanya membuat diagnosis menjadi jelas. Erupsi
kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh satu
ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering du daerah
ganglion torakalis.
Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan
dalam waktu 12-48 jam lesi berkembang menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit
eritematosa dan edema. Pada hari ketiga berubah menjadi pustule yang akan mengering
menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian
mengelupas. Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan. Pada saat
ini biasanya nyeri segmental juga menghilang.
Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ketiga dan kadang-kadang sampai hari
ketujuh. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar). Erupsi umumnya disertai nyeri (60-90% kasus).

Pemeriksaan Laboratorium
1) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Deteksi antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus lesi
atau pemeriksaan antibodi lgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan teknik polymerase
chain reaction (PCR) merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat
mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel).
2) Tzank test
Pada pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanck), terlihat
gambaran sel raksasa berinti banyak. Gambaran tersebut terjadi pada fase erupsi vesikel
(tidak spesifik). Sel tersebut tidak ada pada vesikel nonherpetik. Antigen virus intraselular
dapat diperlihatkan dengan pewarnaan imunofluoresensi dari apusan yang sama.

14
3) Kultur Virus
Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes labil dan sulit to
recover dari cairan vesikel.
4) Direct immunofluorecent antigen-staining
Pemeriksaan ini lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada kultur
dan dipakai sebagai tes diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.

9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosis Banding Herpes Zoster


Diagnosis banding dari herpes zoster yaitu: HSV, impetigo, kandidiasis, dermatitis
kontak, gigitan serangga, autoimun, dermatitis herpetiformis, dan erupsi narkotika.
Herpes zooster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis venenata atau
dermatitis kontak. Herpes zooster yang timbul didaerah genitalia mirip dengan herpes
simpleks, sedangkan herpes zooster diseminata dapat mirip dengan vaaricela. (Linuwih Sri,
2018)

10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tatalaksana Herpes Zoster


Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal strategi 6 A:
1. Attract patient early
Pasien: Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan sedini mungkin
dalam 72 jam setelah erupsi kulit.
Dokter: Diagnosis dini, anamnesis, dan pemeriksaan fisik secara seksama dan lengkap.

2. Asses patient fully


Memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut, risiko NPH, risiko komplikasi
mata, sindrom Ramsay Hunt, kemungkinan immunokompramais, defisit motorik, dan
kemungkinan terkenanya organ dalam.

3. Antiviral therapy
Efektivitas antiviral dalam menurunkan insidens, beban penyakit HZ durasi HZ, serta
nyeri berkepanjangan telah dievaluasi secara metaanalisis, multicenter randomized double-
blind controlled trial. Masuk, dalam kategori high degree of confidence.

Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :

o usia > 50 thn


o dengan risiko terjadinya NPH
o HZO / sindrom Ramsay Hunt / HZ servikal / HZ sacral

15
o imunokompromais, diseminata/ generalisata, dengan komplikasi
o anak--anak, usia < 50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral bila disertai:
risiko terjadinya NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt, imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi.

Pengobatan Antivirus :

o Asiklovir dewasa, 5 x 800 mg/hari selama 7-10hari atau


o Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB/hari
o Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari.

Pengobatan Antivirus pada pasien imunokompromais

o Asiklovir dewasa : 4-5 x 800 mg/hari atau


o Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/hari pada highly imunocompromais, multi
semental/diseminata
o Valasiklovir untuk dewasa : 3 x 1 gram/hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa : 3 x 500 mg/hari.
o Pada kasus yang hebat selain pemberian IV acyclovir ditambahkan Interferon Alpha2a
o Acyclovir resisten diberi Foscarnet
o Pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi supresi terutama bila gejala klinik belum
menghilang : berikan acyclovir 2 x 400 mg perhari atau Valacyclovir 500 mg perhari.
o Peningkatan sistem imun
1. Pemberian imunomodulator seperti interferon
2. Pemberian Isoprinosine
o Suportif sel Jaringan mencegah stress jaringan dan apoptosis:
1. Anti oksidan
2. Memperbaiki protein dan karbohidrat
Catatan : lama pemberian antiviral sampai stadium krustasi
Catatan Khusus :
 Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul lesi baru/
terdapat vesikel berumur < 3 hari.
 Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir
 intravena 10 mg/kgBB, 3x per hari selama 5--10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc
NaCl 0,9% dan diberikan tetes selama satu jam.
 Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
 Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polineuritis, dan keterlibatan SSP

16
dikombinasikan dengan kortikosteroid walaupun keuntungannya belum dievaluasi
secara sistematis
Dosis Asiklovir anak
< 12 tahun : 30 mg/kgBB 7 hari
> 12 tahun : 60 mg/kgBB 7 hari

4. Analgetik
Nyeri ringan: parasetamol/NSAID
Nyeri sedang sampai berat: kombinasi opioid ringan (tramadol, kodein)

5. Antidepressant/anticonvulsant
Penelitian-penelitian terkahir menunjukkan bahwa kombinasi terapi asiklovir dengan
antidepresan triskilik atau gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi

6. Allay anxietas-counselling
Edukasi mengenai penyakit herpes zoster untuk mengurangi kecemasan serta ketidak-
-pahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya
Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik agar tetap optimal
Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi penyakitnya.

Terapi suportif
- Istirahat, makan cukup
- Jangan digaruk
- Pakaian longgar
- Tetap mandi

 Indikasi Rawat
- Penderita HZ yang luas sampai mengganggu keadaan umum (tidak dapat makan atau
minum)
- HZO/HZ dengan komplikasi HZ.
- Imunokompromais yang mult segmental atau diseminata.
 Rujukan
- Bila tidak tersedia terapi nonfarmakologis dirujuk ke neurologi.
- HZ oftalmik: rujuk ke dokter mata.
- Sindrom Ramsay-Hunt: rujuk ke dokter THT.
- HZ dengan komplikasi: rujuk ke spesialis sesuai dengan organ yang terkena.

17
- Bila eruspi kulit tidak menyembuh sesuai dengan waktunya, rujuk (kemungkinan
resisten dengan asiklovir). (Perdoski, 2017)

Bagan Alur Penatalaksanaan Herpes Zoster

11. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Prognosis Herpes Zoster


Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan sempurna
membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan imunokompromais membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk resolusi. Dalam studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster
yang dirawat di rumah sakit memiliki mortalitas 3% dengan berbagai penyebab.33 Tingkat
rekurensi herpes zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%. (Perdoski, 2017)
Prognosis tergantung usia.
1. Usia <50 tahun:
Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam

18
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Komplikasi Herpes Zoster
Komplikasi dari Herpes Zoster dapat diklasifikasikan berdasarkan letaknya, yaitu
komplikasi kutaneus, komplikasi neurologis, komplikasi mata, komplikasi THT, dan
visceral.
A. Komplikasi Kutaneus
1. Infeksi sekunder
Dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan parut (Selulitis,
Impetigo, dll)
2. Gangren Superfisialis
Menunjukkan Herpes Zoster yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
B. Komplikasi Neurologis
1. Neuralgia Pasca Herpes (NPH)
Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar 10--40% dari kasus HZ. NPH
merupakan aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara fungsional. dan
psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,
berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk--tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus
seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll).
Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat);; nyeri prodromal lebih
lama atau lebih hebat;; erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau
intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain: Distribusi di daerah oftalmik,
ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes.
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10--20%
pasien HZ, dan sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan
sudah optimal, 40 % tetap merasa nyeri.
2. Meningoensefalitis
3. Arteritis granulomatosa
4. Mielitis
5. Motor Neuropati (defisit motorik)
6. Stroke
7. Bell’s palsy
C. Komplikasi Mata
1. Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ Oftalmikus,
terjadi pada 10--25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut
2. Keratitis (2/3 dari pasien HZO)

19
3. Konjungtivitis
4. Uveitis
5. Episkleritis
6. Skleritis
7. Koroiditis,
8. Neuritis Optika
9. Retinitis
10.Retraksi kelopak,
11.Ptosis
12.Glaukoma.
D. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi
pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat
reaktivasi VZV di ganglion genikulata saraf fasialis.
Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi HZ di liang telinga luar
atau membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi,
gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak
pasien yang tidak pulih sempurna.
E. Visceral
1. Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen
2. Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi
misalnya hepatitis, miokarditis, pericarditis, artitis (Pusponegoro, 2014).
F. Superinfeksi bakteri
Komplikasi lain juga dapat berupa superinfeksi bakteri pada kulit yang
menyebabkan lamanya proses penyembuhan dan komplikasi lainnya. Superinfeksi
disebabkan oleh karena rendahnya imunitas pasien dan ketika terdapat lesi terbuka.
Bakteri yang sering menyerang adalah bakteri Streptococcus dan Staphylococcus.
Pemberian antibiotik spektrum luas diperlukan untuk pengobatan awal untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Virus herpes zoster dan superinfeksi
bakteri dapat menyerang tidak hanya terbatas pada saraf spinalis, namun juga bisa
menyebar ke bagian saraf sentralis, yang menyebabkan inflamasi meningeal dan
meningitis. Terkadang reaktifasi VZV dapat mengenai neuron motorik pada spinal
cord yang menyebabkan neuropati motorik. Pasien dengan satu atau lebih
komplikasi lebih sering terjadi pada pasien dengan komorbiditas contohnya
diabetes, kanker, HIV, dan pasien transplantasi (Wung PK, 2000).

13. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pencegahan Herpes Zoster

20
Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan perlu diberikan
pada orang ≥ 50 tahun, dengan atau tanpa episode zoster sebelumnya, dan tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan antibodi sebelumnya, untuk mencegah terjadinya penyakit,
meringankan beban penyakit, serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH.
Vaksin Herpes Zoster [Oka/Merck] disetujui oleh FDA.A.S. sejak Mei 2006, pada
Oktober 2006 direkomendasikan oleh CDC ACIP, dan pada Januari 2014 disetujui oleh
BPOM Indonesia. (Pusponegoro, 2014)
Perbedaan antara vaksin varicella (yang telah digunakan untuk mencegah cacar air
pada anak-anak) adalah bahwa vaksin herpes zoster berisi 19.400 plaque forming unit per
dosis, 14 kali lipat lebih virion. (Pusponegoro, 2014)
Vaksinasi tidak diindikasikan untuk :
A. Riwayat reaksi anafilaksis/anakfilatoid terhadap gelatin, neomisin atau komponen
lain dari vaksin
B. Imunosupresi atau imunodefisiensi
C. Tuberkulosis aktif yang tidak diterapi
D. Kehamilan. (Pusponegoro, 2014)

14. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Integrasi Islam Herpes Zoster


Dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah yang artinya
“Janganlah mengumpulkan unta yang sehat dengan kumpulan unta yang lagi sakit”. Dari
hadits di atas dapat diambil makna yaitu penyakit yang diderita oleh makhluk hidup itu
dapat ditularkan ke makhluk hidup lain yang masih sehat. Maka dari itu, jika seseorang
mempunyai penyakit yang diklasifikasikan sebagai penyakit yang menular, sebaiknya
dilakukan isolasi dari orang-orang yang sehat agar tidak menularkan penyakitnya.

21
BAB VII
PETA KONSEP

22
BAB VIII
SOAP

S = Subjective
Nama Pasien : Ny. Tini
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 65 tahun
Keluhan utama : Lenting isi air sejak 3 hari lalu terasa nyeri dan panas seperti terbakar
Riwayat penyakit sekarang:
Lokasi : Regio frontalis dextra, palpebra superior dextra, regio nasal
Karkteristik : Makula eritematous, sebagian terdapat vesikel-vesikel bergombol
dengan dasar eritema, sirkumskrip, multiple berkelompok, sebagian telah pecah membentuk ulkus
dangkal dan tertutup krusta, distribusi regional. Hutchinson sign (+)
Progresi : Awal muncul bintil-bintil kecil berisi air di dahi kanan, lalu meluas
hingga ke mata dan hidung kanan
Keluhan lain : Mata merah dan mengeluarkan cairan, 2 hari sebelumnya pusing dan
terasa terbakar di area dahi dan mata
Riwayat penyakit dahulu: Cacar air saat masih SD
Riwayat penyakit lain : Diabetes mellitus (rutin konsumsi obat)
Riwayat penyakit keluarga: -
Riwayat kontak serangga : -
O = Objective
Tanda vital:
HR : 88 x/menit (N)
RR : 20 x/menit ( N)
Suhu : 36,7oC (N)
TD : 130/80 mmHg (↑)
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan kepala/leher: dbn
Pemeriksaan jantung, paru: dbn
Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas: dbn
Pemeriksaan status lokalis: Makula eritematous, sebagian terdapat vesikel-vesikel bergombol
dengan dasar eritema, sirkumskrip, multiple berkelompok, sebagian telah pecah membentuk ulkus
dangkal dan tertutup krusta, distribusi regional. Hutchinson sign +

23
A1 = Initial Assessment
Differential Diagnosis (DD): Herpes Zooster , Herpes simpleks, Varicella, Dermatitis kontak,
P1 = Planning Diagnostic
Pemeriksaan Penunjang: Hapusan cairan dalam vesikel (Tes Tzanck): berisi sel datia berinti
banyak (multinucleated giant cell)
A2 = Assessmet
Diagnosis: Herpes Zoster Opthalmicus
P2 = Plan
Tatalaksana farmakologis:
Sistemik
1. Asiklovir 5 x 800 mg tab/hari selama 7-10hari
2. Parasetamol 3 x 500mg tab/hari selama 7 hari
Topikal
1. Kompres NaCl 0,9% dan antibiotik topikal
Tatalaksana non farmakologis atau suportif:
1. Istirahat, makan cukup
2. Bila panas atau gatal tidak digaruk
3. Tetap menjaga hygine

4. Memperhatikan kondisi khusus pasien seperti usia lanjut, riwayat penyakit DM,
risiko NPH, dan risiko komplikasi mata.
5. KIE untuk rencana vaksin untuk menghindari resiko NPH
Rujuk : ke dokter spesialis mata

24
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2007. Jawetz, Melnick and Adelbergs, Mikrobiologi
Kedokteran Ed. 23, Alih Bahasa oleh Retna Neary Elferia et al. Jakarta : EGC.

Goldsmith, L.A., Katz, S. & Gilchrest,B.A, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
Seventh Edition. USA: The Mc Graw-Hill Companies; 2008.

Gudjonsson JE, Elder JT. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United Statesof
America: McGraw Hill; 2008
Harahap, Marwali, 2000, Ilmu penyakit kulit, Hipokrates, Jakarta.
Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella, October 21, 2002. www.emedicine. com.
Linuwih Sri,dkk.2016.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7.Jakarta.FK UI
Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999
Menaldi SLSW. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Nilasai Hanny dkk.2014.Buku Panduan Herpes Hozter di Indonesia.Jakarta:Penerbit FK UI
Paramitha, L., Rihatmadja, R., Menaldi, S. and Yusharyahya, S., 2019. TES TZANCK DI
BIDANG DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI. Media Dermato Venereologica
Indonesiana, 46(1)
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI.
Pusponegoro, Erina HD, Nilasari, Hanny, Dkk., 2014, Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia,
Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
Sampathkumar P, Drage LA, Martin DP. Herpes zoster (shingles) and postherpetic neuralgia. Mayo
Clin Proc. 2009;84(3):274–280.
Utama, Hendra. 2014. Buku panduan herpes zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Widaty,Sandra et all. 2017. “Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia”. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta :
Indonesia

25

Anda mungkin juga menyukai