Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

Oleh:

dr. Norman Yudha M

RSAU Esnawan Antariksa Jakarta

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus Varisela Zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh. Varisela juga dikenal sebagai
cacar air atau chicken pox. 1,2
Varisela merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia menyerang
terutama anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Epidemik varisela
terjadi pada musim dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000
rawat inap, dan 100 kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, insidennya cukup tinggi
dan terjadi secara sproradis sepanjang tahun. Varisela merupakan penyakit serius
dengan persentasi komplikasi dan angka kematian tinggi pada dewasa, serta orang
imun yang terkompromi. Pada rumah tangga, presentasi penularan dari virus ini
berkisar 65%-86%. VVZ merupakan infeksi yang sangat menular dan menyebar
biasanya dari oral, udara atau sekresi respirasi dan terkadang melalui transfer
langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal.2,3
Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan anggota famili herpesviridae dan sub
famili alfa herpes. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus
ini menyebabkan varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.2
Berdasarkan gejala klinisnya, varisela memiliki tiga stadium yang terdiri dari:
1. Stadium Prodromal
Biasanya 2 – 3 hari dan bervariasi seperti demam yang tidak terlalu tinggi,
malase, dan nyeri kepala, batuk, sakit tenggorokan, gatal bervariasi dari
ringan hingga berat.

2
2. Stadium Erupsi
Pada mulanya timbul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini berupa
tetesan embun (tear drops) dan kemudian menjadi pustul dan krusta.
Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru
sehingga menimbulkan gambaran polimorf. Penyebarannya terutama
didaerah badan, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan
ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran
napas bagian atas.
3. Stadium Penyembuhan
Masa penyembuhan sekitar 2 minggu dan pelepasan krusta bervariasi
dalam 2 hari sampai 2 minggu.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Tzanck dengan


pewarnaan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel
datia berinti banyak.2
Pengobatan biasanya bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik dan
analgesik. Anti histamin oral dapat diberikan untuk menghilangkan rasa gatal,
sedangkan pemberian anti virus dapat memperpendek perjalanan penyakit.2
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh perawatan yang teliti dan komplikasi
yang mungkin timbul, namun pada umumnya prognosisnya baik.
Berikut ini dilaporkan kasus varisela pada seorang laki-laki berumur 33 tahun
yang datang berobat di poliklinik Kulit dan Kelamin BLU Prof R.D Kandou tanggal
27 Juli 2011.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS :
Nama : M. S
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Menikah
Alamat : Kebon Pala
Pekerjaan : Pegawai swasta (bekerja sebagai teknisi TV kabel)
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : Rabu, 27 Maret 2019

ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan utama :
Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan sejak ± 2 hari yang lalu dan disertai
demam.

Riwayat penyakit sekarang :


Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan dialami sejak ± 2 hari yang lalu.
Awalnya timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah dada yang kemudian menyebar
ke leher, wajah, punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol merah kemudian berubah

4
menjadi lepuh dan berisi cairan. Penderita juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah
yang terdapat lepuh, rasa nyeri disangkal penderita.
Demam dialami pasien sejak ± 3 hari yang lalu, dan disertai dengan rasa
lemah badan, sakit kepala dan batuk. Menurut keterangan pasien, keponakan pasien
menderita penyakit yang sama 2 minggu yang lalu. Pasien belum pernah berobat ke
dokter ataupun mendapat pengobatan. Pasien kemudian datang ke poliklinik penyakit
kulit dan kelamin untuk mendapat pengobatan.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien belum pernah mendapat sakit seperti ini.
Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, diabetes melitus disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :


Keponakan pasien juga mengalami sakit kulit seperti ini 2 minggu yang lalu.

Riwayat alergi :
Makanan : Disangkal
Obat : Ampicilin

Riwayat atopi :
Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal
Riwayat asma disangkal

Riwayat kebiasaan:
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air
yang digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.

Riwayat sosial:

5
Rumah permanen, lantai dan dinding beton, atap seng, dihuni oleh 3 orang
dengan jumlah kamar 3. Kamar mandi dan WC berada di dalam rumah dan terpisah.
Sumber air sumur dan sumber listrik PLN.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata:
Keadaan umum: Cukup kesadaran: Kompos mentis
TD: 120 / 80 mmHg, Nadi: 88 x/menit, Respirasi: 22 x/menit, SB: 37,5 0C
Kepala : Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Sclera Ikterus (-/-)
Mulut: lesi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (–)
Thoraks : Pergerakan napas kiri = kanan
Suara pernapasan vesikuler
Wheezing (–), rhonki (–)
Stem fremitus kiri = kanan
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (–), bising usus (+) normal,
Hati dan limpa tidak teraba
Ektremitas : Akral hangat, edema (–)

Status dermatologis :
Regio fasialis et coli et thorakalis et abdomen et skapularis: Papulae dengan
dasar eritematous, vesikulae, pustulae, erosi (+), krusta (+).
Regio brachii et antebrachii dextra et sinistra : papula dengan dasar
eritematous.

6
(a) Regio coli, regio thorakalis a/p, regio abdomen

(b) Regio fasialis

7
(c) Regio brachii et antebrachii dextra et sinistra

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Tzanck : Tidak ditemukan sel datia berinti banyak.

DIAGNOSIS KERJA
Varisela

DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster

PENANGANAN
1. Non-medikamentosa
a. Istirahat yang cukup.
b. Makan makanan yang bergizi
c. Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi walaupun masih banyak terlihat
bintik-bintik.
d. Tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh tersebut karena dapat
menimbulkan bekas luka garukan dikulit.

8
e. Tujuh hari kemudian datang kontrol ke poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSU Prof. dr. R. D. Kandou Manado untuk dilakukan kontrol
terhadap perkembangan penyakitnya.

2. Medikamentosa
Antivirus : Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari

Analgesik/antipiretik : Parasetamol 3 x 500 mg/hari, bila panas

Salep antibiotika : Asam Fusidat krim 2 x aplikasi pada lesi yang pecah

Topikal : Bedak salisil 2% pada lesi yang kering

Imunostimulan : 1 x 1 tablet selama 7 hari

PROGNOSIS

Prognosis pada kasus ini adalah :

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis varisela pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki - laki berumur
33 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan bahwa varisela dapat juga
menyerang orang dewasa. Keluhan utama pada pasien ini adalah timbulnya bentol-
bentol kecil di badan, yang mula-mula timbul di dada dan kemudian menyebar ke
leher, wajah, punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol kemudian berubah menjadi

9
lepuh-lepuh berisi cairan. Dari anamnesis ini diketahui bahwa penyebaran dari lesi
terjadi dari sentral ke perifer, yaitu dari daerah badan menyebar ke wajah dan lengan
dan lesi berbentuk khas seperti tetesan embun. Hal ini sesuai kepustakaan dimana
disebutkan bahwa penyebaran lesi kulit dari varisela pada umumnya pertama kali di
daerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta
lesinya yang khas seperti tetesan embun (tear drops). Lesi kulit dari varisela dapat
juga menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.2,4
Satu hari sebelum timbulnya lepuh-lepuh kecil tersebut, pasien merasa
badannya demam, lemah badan, kepala terasa sakit, dan batuk. Berdasarkan
kepustakaan disebutkan bahwa gejala prodromal dari varisela biasanya berupa
demam, nyeri kepala, dan malaise ringan, yang umumnya muncul sebelum pasien
menyadari bila telah timbul erupsi kulit. Masa prodromal ini kemudian disusul oleh
stadium erupsi.5
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat kontak dengan pasien varisela yang
lain, yaitu keponakan pasien kurang lebih 2 minggu yang lalu. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan dimana dikatakan bahwa jalur penularan VVZ bisa secara aerogen,
kontak langsung, dan transplasental. Droplet lewat udara memegang peranan penting
dalam mekanisme transmisi, tapi infeksi bisa juga disebabkan melalui kontak
langsung. Krusta varisela tidak infeksius, dan lamanya infektifitas dari droplet berisi
virus cukup terbatas. Manusia merupakan satu-satunya reservoir, dan tidak ada vektor
lain yang berperan dalam jalur penularan.6
Pada pemeriksaan fisik didapati pada status generalis suhu badan aksiler
37,5°C yang menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sub febris kemudian dari
status dermatologis yang didapati pada wajah, leher, dada, perut, dan punggung
pasien tampak vesikel yang seperti tetesan embun dan papul dengan dasar
kemerahan, pustul, erosi dan krusta. Pada lengan kiri dan kanan pasien tampak papul
dengan dasar kemerahan. Jadi terdapat gambaran lesi kulit yang bermacam-macam.
Hal ini sesuai kepustakaan dikatakan bahwa varisela mempunyai bentuk vesikel yang
khas yaitu seperti tetesan embun (tear drops) dan memiliki gambaran polimorf.7

10
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis varisela juga
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan kepustakaan
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tzanck, yaitu
dengan cara mengerok bagian dasar dari vesikel yang diwarnai dengan giemsa
kemudian dapat ditemukan sel datia berinti banyak, dan serologi, misalnya
2.4,6
flourescent antibody dan pemeriksaan antibodi dengan cara ELISA. Pada kasus
ini dilakukan pemeriksaan Tzanck, namun tidak ditemukan sel datia berinti banyak,
hal ini mungkin dikarenakan adanya kesalahan dalam pengambilan sampel atau
karena kurang terampil dalam menggunakan mikroskop. Sedangkan pemeriksaan
serologi tidak dilakukan.
Pasien ini tidak mengalami komplikasi. Ini dilihat dari hasil pemeriksaan fisik
yang meliputi keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya yang masih
dalam batas normal. Pada orang yang immunocompromised (leukemia, pemberian
kortikosteroid dengan dosis tinggi dan lama, atau pasien AIDS) bila terinfeksi VVZ
maka manifestasi varisela lebih berat (lesi lebih lebar, lebih dalam, berlangsung lebih
lama, dan sering terjadi komplikasi).8
Varisela dapat didiagnosis banding dengan herpes zoster namun karena dari
anamnesis pasien belum pernah mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya
dan dari pemeriksaan fisik pada status dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit
yang polimorf, tidak bergerombol, dan tidak terasa nyeri, maka herpes zoster dapat
dieliminasi sebagai diagnosis banding varisela. Pada herpes zoster, pasien
sebelumnya sudah pernah terpapar dengan VVZ dan gambaran lesi kulit berupa
vesikel yang bergerombol, unilateral sesuai dengan daerah persarafan saraf yang
bersangkutan dan biasanya timbul di daerah thorakal. Pada herpes zoster lesi dalam
satu gerombol sama, sedangkan usia lesi pada satu gerombol dengan gerombol lain
berbeda.9
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan
penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan pemberian anti virus
yaitu asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari, hal ini dimaksudkan untuk menekan
atau menghambat replikasi dari virus varisela zoster, analgetik dan antipiretik

11
parasetamol 3 x 500 mg/hari jika demam, topikal yaitu bedak salisil 2% diberikan
dengan maksud untuk mempertahankan vesikel agar tidak pecah dan asam fusidat 2
kali aplikasi/hari untuk lesi yang sudah pecah, dan pemberian imunostimulan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.2,5,9
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi,
menjaga kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Pasien kemudian
dianjurkan untuk kontrol dipoliklinik kulit dan kelamin 7 hari kemudian. Hal-hal
diatas bertujuan untuk memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya
infeksi sekunder, mencegah terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut serta
untuk mengetahui perkembangan penyakitnya.2
Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam
adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad functionam adalah
bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad
sanationam adalah bonam karena varisela merupakan penyakit yang bersifat self-
limiting disease dan tidak mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan
yang cepat maka perjalanan penyakit dapat diperpendek.4,6,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Straus SE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. In : Fredberg IM, et
all, ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 5th ed. Vol. 2,
New York : Mc. Grawhill inc, 1999 : 2427-50

2. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda A, dkk, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2010; 107-15

3. Harahap M. Varisela. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Gramedia,


1990 : 127-29

12
4. Sterling JC, Kurtz JB. Viral Infection (Varicella and Zoster). In : Text
book of Dermatology, Rook/Wilkonsn/Ebing, 6th ed. Oxford : Blackwell
Science, 2000 : 995-1095

5. Rampengan TH, Laurente IR. Varisela. Dalam : Penyakit infeksi tropik


pada anak. Jakarta : EGC, 1996 :74-184

6. Landow RK. Infeksi Virus dan Infeksi Seperti Infeksi Virus. Dalam :
Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakarta : EGC, 1995 : 31-61

7. Arnold HI, Odom RB, James WD. Varicella. In : Andrews Diseases of the
Skin Clinical Dermatology. 8th ed. Philadelphia : WB. Saunders Comp,
1990 : 451-3

8. Martodiharjo S. Penatalaksanaan Klinik Herpers Zoster dan varisela.


Dalam : Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya. 1993 : 45-
53

9. Mitaart AH. Penyakit Kulit karena Virus. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. Jakarta : EGC, 1995 : 74-184

13

Anda mungkin juga menyukai