Anda di halaman 1dari 18

Laporan kasus internship

Oleh

dr. Hatif Azwen


dr. Hesziananda Pradana
dr.M.Arief
dr.Saura Kamisna

Pembimbing:
dr. Fiza

RSUD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PERIODE 2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Internship

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RSUD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO 2022-2023

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan Pada 1 April 2023

Pembimbing

dr. Fiza
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Intersnship di Puskesmas Bangko

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Fiza , selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga Laporan Kasus ini dapat terselesaikan
dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Laporan
Kasus ini.

Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya
Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada
umumnya.

Bangko, Maret 2023


BAB I
PENDAHULUAN

Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus Varisela Zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh. Varisela juga dikenal sebagai
cacar air atau chicken pox. 1,2
Varisela merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia menyerang
terutama anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Epidemik varisela
terjadi pada musim dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000
rawat inap, dan 100 kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, insidennya cukup tinggi
dan terjadi secara sproradis sepanjang tahun. Varisela merupakan penyakit serius
dengan persentasi komplikasi dan angka kematian tinggi pada dewasa, serta orang
imun yang terkompromi. Pada rumah tangga, presentasi penularan dari virus ini
berkisar 65%-86%. VVZ merupakan infeksi yang sangat menular dan menyebar
biasanya dari oral, udara atau sekresi respirasi dan terkadang melalui transfer
langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal.2,3
Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan anggota famili herpesviridae dan sub
famili alfa herpes. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus
ini menyebabkan varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.2
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel
datia berinti banyak.2
Pengobatan biasanya bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik dan
analgesik. Anti histamin oral dapat diberikan untuk menghilangkan rasa gatal,
sedangkan pemberian anti virus dapat memperpendek perjalanan penyakit.2
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh perawatan yang teliti dan komplikasi
yang mungkin timbul, namun pada umumnya prognosisnya baik.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS :
Nama : H. F
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pl. Rengas
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal pemeriksaan : 10 Febriari 2023

ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan utama :
Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan sejak ± 2 hari yang lalu dan disertai
demam.

Riwayat penyakit sekarang :


Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan dialami sejak ± 2 hari yang lalu.
Awalnya timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah dada yang kemudian menyebar
ke leher, wajah, punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol merah kemudian berubah
menjadi lepuh dan berisi cairan. Penderita juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah
yang terdapat lepuh, rasa nyeri disangkal penderita.
Demam dialami pasien sejak ± 3 hari yang lalu, dan disertai dengan rasa
lemah badan, sakit kepala dan batuk. Menurut keterangan pasien, keponakan pasien
menderita penyakit yang sama 2 minggu yang lalu. Pasien belum pernah berobat ke
dokter ataupun mendapat pengobatan.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien belum pernah mendapat sakit seperti ini.
Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, diabetes melitus disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Keponakan pasien juga mengalami sakit kulit seperti ini 2 minggu yang lalu.

Riwayat alergi :
Makanan : Disangkal
Obat : Disangkal

Riwayat atopi :
Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal
Riwayat asma disangkal

Riwayat kebiasaan:
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air
yang digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata:
Keadaan umum: Cukup kesadaran: Kompos mentis
TD: 120 / 80 mmHg, Nadi: 88 x/menit, Respirasi: 22 x/menit, SB: 37,5 0C
Kepala : Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Sclera Ikterus (-/-)
Mulut: lesi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (–)
Thoraks : Pergerakan napas kiri = kanan
Suara pernapasan vesikuler
Wheezing (–), rhonki (–)
Stem fremitus kiri = kanan
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (–), bising usus (+) normal,
Hati dan limpa tidak teraba
Ektremitas : Akral hangat, edema (–)
Status dermatologis :
Regio fasialis et coli et thorakalis et abdomen et skapularis: Papulae dengan
dasar eritematous, vesikulae, pustulae, erosi (+), krusta (+).
Regio cruris dextra et sinistra : vesikel dengan dasar eritematous.

(a) Regio coli, regio thorakalis a/p, regio abdomen

(b) Regio fasialis


(c) Regio cruris dextra et sinistra

DIAGNOSIS KERJA
Varisela

DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster

PENANGANAN
1. Non-medikamentosa
a. Istirahat yang cukup.
b. Makan makanan yang bergizi
c. Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi walaupun masih banyak terlihat
bintik-bintik.
d. Tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh tersebut karena dapat
menimbulkan bekas luka garukan dikulit.
e. Tujuh hari kemudian datang kontrol ke poliklinik pusekesmas Bangko untuk
dilakukan kontrol terhadap perkembangan penyakitnya.

2. Medikamentosa
Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari

Parasetamol 3 x 500 mg/hari, bila panas

Bedak salisil 2% pada lesi yang kering

Cetrizine 2x 10mg/hari

N-Acetylsistein 3x200mg/hari

PROGNOSIS

Prognosis pada kasus ini adalah :

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang
kulit dan mukosa. Manifestasi klinis penyakit ini didahului gejala konstitusi, diikuti
kelainan kulit polimorf yang berawal dari bagian sentral tubuh sebelum menyebar ke
seluruh tubuh.10

3.2 Patofisiologi

Penyebab varisela adalah virus varisela-zoster (VVZ). Penamaan tersebut


memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini akan menyebabkan penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi virus ini akan menyebabkan penyakit herpes zoster.
VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran nafas atas atau orofaring.
Selanjutnya virus akan bermultiplikasi di tempat masuknya (port d’entry), menyebar
secara hematogen dan limfogen, dan menyebabkan viremia primer. Tubuh akan
berupaya mengeliminasi virus terutama melalui sistem imunitas non-spesifik maupun
imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila sistem imunitas tubuh gagal mengeliminasi
virus, maka akan terjadi viremia sekunder yang onsetnya kurang lebih dua minggu
setelah infeksi primer.
Viremia sekunder ditandai oleh timbulnya erupsi varisela berupa lesi kulit
yang polimorf terutama di bagian sentral tubuh dan menyebar ke bagian perifer
(sentrifugal). Setelah muncul gejala erupsi kulit dan mukosa, virus selanjutnya akan
masuk ke ujung saraf sensorik dan menjadi laten di ganglion dorsalis posterior. Saat
terjadi reaktivasi VVZ yang bisa disebabkan beberapa kondisi seperti
imunokompromis, akan muncul manifestasi klinis dari herpes zoster dengan pola
penyebaran lesi mengikuti dermatom tempat laten VVZ.
3.3 Gejala klinis dan diagnosis

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung selama 14-21 hari. Gejala klinis
dimulai dengan gejala prodormal, yaitu demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan
sakit kepala. Setelahnya diikuti munculnya erupsi kulit berupa papul eritematosa
yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Vesikel ini memiliki
bentuk yang khas seperti tetesan air (tear drop) di atas dasar kulit yang eritematosa.
Vesikel awalnya berisi cairan berwarna jenih, kemudian akan berubah menjadi keruh
menyerupai pustul dan berubah menjadi krusta. Proses perubahan vesikel menjadi
krusta ini berlangsung cepat dan selama proses ini berlangsung muncul vesikel-
vesikel baru sehingga akan tampak lesi kulit yang polimorf. 1 Vesikel berisi virus
matang yang infeksius dan dapat menular secara airborne saat vesikel pecah.11
Penyebaran lesi diawali terutama di daerah sentral tubuh seperti abdomen,
thoraks, dan lumbal, selanjutnya lesi menyebar secara sentrifugal ke wajah dan
ekstremitas. Penyebaran lesi dapat mencapai mukosa mata, mulut, dan saluran nafas
bagian atas. Keluhan utama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal. 1 Penderita
yang telah menerima vaksinasi varisela tetap dapat tertular namun dengan gejala
yang lebih ringan dan jarang menimbulkan komplikasi.11
Diagnosis varisela ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa rasa gatal dan
gejala prodormal serta menifestasi klinis sesuai tempat predileksi, morfologi, dan
pola penyebaran lesi yang khas varisela.
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan pada varisela tanpa komplikasi.
Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium kemungkinan akan ditemukan
peningkatan leukosit dan enzim hepatik (SGOT dan SGPT). Pemeriksaan
histopatologis dengan tes Tzanck akan didapatkan gambaran sel datia berinti banyak,
namun gambaran ini tidak spesifik untuk varisela.

3.4 Komplikasi
Penyakit ini jarang menimbulkan komplikasi pada anak-anak. Komplikasi
lebih sering ditemukan pada pasien dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arthritis, dan
purpura.1 Infeksi yang timbul pada 20 minggu pertama kehamilan dapat
menimbulkan sindrom varisela kongenital pada bayi yang dilahirkan. Sindrom ini
berupa sekumpulan kelainan pada otak, mata, ekstremitas, dan kulit. Pasien ini
seringkali mengalami reaktivasi virus VZV dan menimbulkan gejala herpes zooster.11

3.5 Tatalaksana

Pengobatan varisela bersifat simtomatik dengan pemberian antipiretik dan


analgesik untuk mengatasi gejala prodormal. Sedatif atau antihistamin dapat
diberikan untuk mengurangi rasa gatal. Antipiretik yang dianjurkan adalah
parasetamol. Adapun pemberian aspirin atau salisilat sebaiknya dihindari karena
dapat menimbulkan sindrom Reye.

Terapi topikal bertujuan untuk mencegah agar vesikel tidak pecah terlalu dini
(agen keratoplasti), karena itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal
seperti mentol atau camphor. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
oral atau topikal.

Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya ada anggota keluarga


serumah yang menderita varisela, pada pasien imunokompromis seperti penderita
penyakit keganasan, infeksi HIV/AIDS, pasien dalam terapi imunosupresan jangka
panjang seperti penderita penyakit autoimun, pasien dalam terapi sitostatik, dan
varisela pada kehamilan. Adapun dosis pemberian antivirus adalah sebagai berikut:

Status Dosis
Bayi/anak Asiklovir: 10-20 mg/kgBB/hari; dosis terbagi 4-5 x 20
mg/kgBB/kali (maks. 800 mg/kali) selama 7 hari
Dewasa Asiklovir: 5x800 mg/hari selama 7 hari
Valasiklovir: 3x1 gram/hari selama 7 hari
Famsiklovir: 3x250 mg/hari selama 7 hari
Imunokompromis Asiklovir: 10 mg/kgBB IV atau IV drip, 3x sehari
minimal 10 hari, atau 5x800 mg/hari/oral minimal 10
hari
Valasiklovir: 3x1 gram/hari minimal 10 hari
Famsiklovir: 3x500 mg/hari selama minimal 10 hari

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis varisela pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang Perempuan berumur
20 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan bahwa varisela dapat juga
menyerang orang dewasa. Keluhan utama pada pasien ini adalah timbulnya bentol-
bentol kecil di badan, yang mula-mula timbul di dada dan kemudian menyebar ke
leher, wajah, punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol kemudian berubah menjadi
lepuh-lepuh berisi cairan. Dari anamnesis ini diketahui bahwa penyebaran dari lesi
terjadi dari sentral ke perifer, yaitu dari daerah badan menyebar ke wajah dan lengan
dan lesi berbentuk khas seperti tetesan embun. Hal ini sesuai kepustakaan dimana
disebutkan bahwa penyebaran lesi kulit dari varisela pada umumnya pertama kali di
daerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta
lesinya yang khas seperti tetesan embun (tear drops). Lesi kulit dari varisela dapat
juga menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.2,4
Satu hari sebelum timbulnya lepuh-lepuh kecil tersebut, pasien merasa
badannya demam, lemah badan, kepala terasa sakit, dan batuk. Berdasarkan
kepustakaan disebutkan bahwa gejala prodromal dari varisela biasanya berupa
demam, nyeri kepala, dan malaise ringan, yang umumnya muncul sebelum pasien
menyadari bila telah timbul erupsi kulit. Masa prodromal ini kemudian disusul oleh
stadium erupsi.5
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat kontak dengan pasien varisela yang
lain, yaitu keponakan pasien kurang lebih 2 minggu yang lalu. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan dimana dikatakan bahwa jalur penularan VVZ bisa secara aerogen,
kontak langsung, dan transplasental. Droplet lewat udara memegang peranan penting
dalam mekanisme transmisi, tapi infeksi bisa juga disebabkan melalui kontak
langsung. Krusta varisela tidak infeksius, dan lamanya infektifitas dari droplet berisi
virus cukup terbatas. Manusia merupakan satu-satunya reservoir, dan tidak ada vektor
lain yang berperan dalam jalur penularan.6
Pada pemeriksaan fisik didapati pada status generalis suhu badan aksiler
37,5°C yang menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sub febris kemudian dari
status dermatologis yang didapati pada wajah, leher, dada, perut, dan punggung
pasien tampak vesikel yang seperti tetesan embun dan papul dengan dasar
kemerahan, pustul, erosi dan krusta. Pada lengan kiri dan kanan pasien tampak papul
dengan dasar kemerahan. Jadi terdapat gambaran lesi kulit yang bermacam-macam.
Hal ini sesuai kepustakaan dikatakan bahwa varisela mempunyai bentuk vesikel yang
khas yaitu seperti tetesan embun (tear drops) dan memiliki gambaran polimorf.7
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis varisela juga
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan kepustakaan
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tzanck, yaitu
dengan cara mengerok bagian dasar dari vesikel yang diwarnai dengan giemsa
kemudian dapat ditemukan sel datia berinti banyak, dan serologi, misalnya
flourescent antibody dan pemeriksaan antibodi dengan cara ELISA. 2.4,6 Pada kasus ini
pemeriksaan Tzanck, maupun pemeriksaan serologi tidak dilakukan.
Pasien ini tidak mengalami komplikasi. Ini dilihat dari hasil pemeriksaan fisik
yang meliputi keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya yang masih
dalam batas normal. Pada orang yang immunocompromised (leukemia, pemberian
kortikosteroid dengan dosis tinggi dan lama, atau pasien AIDS) bila terinfeksi VVZ
maka manifestasi varisela lebih berat (lesi lebih lebar, lebih dalam, berlangsung lebih
lama, dan sering terjadi komplikasi).8
Varisela dapat didiagnosis banding dengan herpes zoster namun karena dari
anamnesis pasien belum pernah mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya
dan dari pemeriksaan fisik pada status dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit
yang polimorf, tidak bergerombol, dan tidak terasa nyeri, maka herpes zoster dapat
dieliminasi sebagai diagnosis banding varisela. Pada herpes zoster, pasien
sebelumnya sudah pernah terpapar dengan VVZ dan gambaran lesi kulit berupa
vesikel yang bergerombol, unilateral sesuai dengan daerah persarafan saraf yang
bersangkutan dan biasanya timbul di daerah thorakal. Pada herpes zoster lesi dalam
satu gerombol sama, sedangkan usia lesi pada satu gerombol dengan gerombol lain
berbeda.9
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan
penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan pemberian anti virus
yaitu asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari, hal ini dimaksudkan untuk menekan
atau menghambat replikasi dari virus varisela zoster, analgetik dan antipiretik
parasetamol 3 x 500 mg/hari jika demam, topikal yaitu bedak salisil 2% diberikan
dengan maksud untuk mempertahankan vesikel agar tidak pecah dan pemberian N-
Acetylsistein untuk gejala Batuk pasien .2,5,9
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi,
menjaga kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Pasien kemudian
dianjurkan untuk kontrol dipoliklinik 7 hari kemudian. Hal-hal diatas bertujuan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya infeksi sekunder,
mencegah terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut serta untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya.2
Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam
adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari pemeriksaan
fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad functionam adalah
bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad
sanationam adalah bonam karena varisela merupakan penyakit yang bersifat self-
limiting disease dan tidak mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan
yang cepat maka perjalanan penyakit dapat diperpendek.4,6,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Straus SE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. In : Fredberg IM, et
all, ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 5 th ed. Vol. 2,
New York : Mc. Grawhill inc, 1999 : 2427-50

2. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda A, dkk, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2010; 107-15

3. Harahap M. Varisela. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Gramedia,


1990 : 127-29

4. Sterling JC, Kurtz JB. Viral Infection (Varicella and Zoster). In : Text
book of Dermatology, Rook/Wilkonsn/Ebing, 6th ed. Oxford : Blackwell
Science, 2000 : 995-1095

5. Rampengan TH, Laurente IR. Varisela. Dalam : Penyakit infeksi tropik


pada anak. Jakarta : EGC, 1996 :74-184

6. Landow RK. Infeksi Virus dan Infeksi Seperti Infeksi Virus. Dalam :
Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakarta : EGC, 1995 : 31-61

7. Arnold HI, Odom RB, James WD. Varicella. In : Andrews Diseases of the
Skin Clinical Dermatology. 8th ed. Philadelphia : WB. Saunders Comp,
1990 : 451-3

8. Martodiharjo S. Penatalaksanaan Klinik Herpers Zoster dan varisela.


Dalam : Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya. 1993 : 45-
53
9. Mitaart AH. Penyakit Kulit karena Virus. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. Jakarta : EGC, 1995 : 74-184

10. Aisah A, Handoko RP. Varisela. Dalam:Menaldi SL, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016. hal. 128-30.

11. Kennedy PGE, Gershon AA. Clinical features of varicella-zoster virus


infection. Vol. 10, Viruses. 2018. p. 1–11.

Anda mungkin juga menyukai