Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus

Varicella

Oleh:

Sumantri Romadhon

1730912310149

Pembimbing:

dr. Robiana M. Noor, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2020
LAPORAN KASUS
VARICELLA

Sumantri Romadhon/1730912310149

SMF Kulit dan Kelamin


FK ULM/RSUD Ulin Banjarmasin
Pendahuluan
Varicella adalah infeksi akut oleh virus Varicella zoster yang bersifat swasirna,
mengenai kulit dan mukosa, yang ditandai dengan gejala konstitusi (demam, malaise) dan
kelainan kulit polimorfik (vesikel yang tersebar generalisata terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh).1
Varicella merupakan penyakit dengan penularan yang cukup tinggi. Rerata penularan
dilaporkan sekitar 87% diantara individu saudara rentan dalam suatu rumah tangga dan
sekitar 70% diantara pasien rentan pada rawat inap rumah sakit. Varicella menular
terutama melalui transmisi melalui saluran pernafasan atau kontak langsung. Tingkat
penularan Varicella sebagian besar tergantung pada pelepasan virus pada membrane
mukosa saluran pernafasan atas.2,3
Penggunaan vaksin secara luas telah banyak mengubah epidemiologi penyakit
Varicella. Meskipun begitu, tidak semua negara memiliki protokol vaksinasi Varicella
nasional, sehingga penyebaran Varicella secara alamiah dapat ditemukan di negara-negara
yang tidak memiliki protokol vaksin yang ketat, seperti Bulgaria. Insidensi rata-rata kasus
Varicella selama 2013-2015 di Bulgaria sebesar 400/100.000. Beberapa karakteristik suatu
area yang dapat mempengaruhi peningkatan prevalensi Varicella antara lain: kepadatan
penduduk, ketersediaan layanan kesehatan yang kurang, serta rata-rata usia <10 tahun
pada suatu populasi penduduk.4
Cakupan vaksin di Amerika Serikat pada populasi anak rentan meningkat dari 0%
pada tahun 1995 menjadi 88% pada tahun 2004. Hal ini menghasilkan penurunan
signifikan pada insidensi kasus Varicella. Pada tahun 2002 insidensi Varicella mengalami
penurunan dari 2,63 menjadi 0,92 kasus/1000 individu tahun. Jumlah rawat inap terkait
kasus Varicella per tahun juga mengalami penurunan dari >0.5 per 10.000 individu pada
tahun 1993-1995 menjadi 0,1 per 10.000 pada tahun 2001.2
Efektivitas dari program vaksinasi ini dapat dilihat pula di Hong Kong, dimana
sebelum tahun 2014 belum ada protokol vaksinasi Varicella nasional dan untuk
mendapatkan vaksin, orang tua harus membawa anak ke layanan swasta. Chan et al.
meneliti epidemiologi sebelum protokol vaksinasi nasional diterapkan dan mendapatkan
sejak vaksin tersebut pertama kali memasuki Hong Kong yakni 1996, terdapat
peningkatan cakupan vaksin secara bertahap hingga mencapai 50% pada anak usia < 20
bulan. Insidensi rata-rata kasus Varicella selama tahun 1999-2014 adalah sebesar
173/100.000, dibandingkan dengan insidensi tahunan Hong Kong saat penelitian
dilakukan yakni 156/100.000.5
Jalan masuk virus Varicella zoster yaitu melalui mukosa saluran pernafasan atas dan
orofaring. Multiplikasi awal pada jalan masuk ini menghasilkan penyebaran kecil virus
lewat darah dan limfatik. Virus ini kemudian dibersihkan oleh sel pada sistem
retikuloendotel yang menjadi tempat replikasi pada sisa periode inkubasi. Infeksi pada
masa inkubasi secara sebagian ditahan oleh pertahanan tubuh innate dan respon imun
spesifik Variccella zoster. Pada kebanyakan individu, replikasi virus pada akhirnya
melebihi pertahanan tubuh sehingga sekitar 2 minggu setelah infeksi, viremia sekunder
terjadi dengan gejala sistemik dan lesi terkait.6
Lebih dari 95 % kasus Varicella memiliki tampakan klinis meskipun terkadang
eksantema tampak jarang dan singkat sehingga sering terlewat tanpa disadari. Pasien
dengan tampakan klinis khas Varicella yaitu adanya fase prodromal dengan gejala demam,
malaise, anorexia, nyeri kepala, nyeri tenggorkan, dan batuk sekitar 2-3 hari sebelum
muncul eksantema atau ruam. Gejala berikutnya yaitu muncul ruam yang dimulai dari
wajah dan kulit kepada yang kemudian menyebar ke badan dengan distribusi jarang ke
ekstremitas. Karakteristik lesi khas pada Varicella yaitu lesi dengan evolusi progresi dari
macula kemerahan, papule, vesikel, pustule, dan krusta yang cukup cepat sekitar 12 jam.
Vesikel tipikal Varicella berdiamter sekitar 2-3 mm, elips, dikellingi oleh eritema yang
memberikan tampakan “titik air pada bunga mawar” (dewdrop on rose petal). Vesikel
kemudian menjadi keruh dipenuhi sel inflamasi yang kemudian berubah menjadi pustule.
Pustule kemudian mongering menjadi krusta. Krusta terlepas secara spontan dalam 1-3
minggu meninggalkan depresi berwarna merah muda yang perlahan menghilang. Gejala
yang sering paling mengganggu yaitu gatal yang muncul pada lesi veskular.1,2,3
Diagnosis Varicella dapat ditegakkan secara klinis dengan melihat fase prodromal dan
fase ruam dengan karakteristik tampakan klinis berupa evolusi lesi ruam, macula, vesikel,
pustule, krusta. Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali pada Varicella dengan
komplikasi, misalnya presentasi klinis yang tidak meyakinkan atau pada pasien
imunokompromais dengan kecurigaan adanya resistensi obat. Beberapa pilihan
pemeriksaan penunjang diantaranya Tzank test dapat ditemukan sel datia berinti banyak,
kultur virus, dan deteksi antigen virus dengan PCR.3,8
Tatalaksana kasus Varicella yaitu dengan pemberian obet oles bedak antipruritus atau
salep antibiotik. Obat sistemik dapat diberikan antivirus Acyclovir dengan dosis 4x10-20
mg/kgBB (maksimal 800 mg/hari) selama 7 hari. Selain itu dapat diberikan terapi
simptomatik dengan antipiretik atau antihistamin.
Vaksin Varicella diindikasikan kepada semua pasien sehat yang tidak menunjukkan
adanya imunitas terhadap varisela, kecuali mereka memiliki kontraindikasi (alergi,
imunodefisiensi parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan jarak 4 minggu.7

Meskipun memiliki prognosis yang baik, virus Varicella dapat dorman dalam waktu
yang lama di ganglion saraf, dimana tempat paling sering adalah dorsal root ganglia,
namun dapat pula ditemukan di cranial nerve ganglia, autonomic ganglia, dan enteric
ganglia. Karena terlindungi dari antibodi yang bersirkulasi di darah, virus Varicella dapat
menetap dan laten selama bertahun-tahun dan mengalami reaktivasi sehingga timbul
Herpes Zoster, dimana gejala prodromal seperti pada infeksi Varicella muncul namun
diikuti ruam dengan distribusi dermatomal yang terasa nyeri khas neuralgia. Oleh karena
beban penyakit Herpes Zoster yang lebih besar dibanding infeksi primer Varicella, telah
dilakukan berbagai penelitian terkait vaksinasi untuk Herpes Zoster, dimana vaksinasi
tetap menggunakan material virus Varicella yang dilemahkan namun dengan dosis 14 kali
lipat untuk memicu imunitas cell-mediated yang melemah karena faktor usia.8,9,10

Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus Varicella dengan
gambaran klinis berupa vesikel multiple pada daerah badan.

KASUS

Seorang remaja berumur 17 tahun, bangsa Indonesia, suku Banjar, alamat kampung
melayu, Banjarmasin, datang berobat ke poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Ulin Banjarmasin pada tanggal 22 september 2020, dengan keluhan bintil berair dan
kemerahan.
(I) ANAMNESIS

Pasien datang dengan keluhan ruam dengan bintil di wajah sejak 1 hari yang lalu
disertai rasa gatal pada daerah badan kemudian menyebar ke bagian wajah. Pada awalnya
hanya tampak ruam kemerahan kemudian berubah menjadi bintil berair. Pasien
mengatakan 2 hari yang lalu mengalami demam, batuk, flu dan tidak nafsu makan.
Kemudian pasien mengeluh gata-gatal. Tidak ada hal yang memperberat gejala gatal atau
demam. Pasien mengaku tidak terlalu menyukai kegiatan fisik yang membuat berkeringat
berlebih, pasien mengaku merasa tidak nyaman jika berkeringat sehingga jika pakaian
dirasa mulai tidak nyaman dipakai maka ia akan menggant pakaiannya atau bahkan
mandi. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Keluhan serupa di keluarga
disangkal, namun pasien mengatakan ada temannya yang mengalami keluhan yang sama
mengalami gejala serupa. Pasien mengaku baru pertama kalinya mengalami keluhan
tersebut. Riwayat alergi makanan atau obat disangkal. Riwayat gigitan serangga
disangkal.

(II) PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESEN

Keadaan Umum : Baik RR : 20x/menit


Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 37,9oC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg SpO2 : 99% (tanpa suplementasi O2)
HR : 85x/menit

STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, alopesia (-), rambut hitam, lurus
Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), nystagmus (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : Jantung dalam batas normal, bising jatung (-), paru dalam batas normal,
vesicular, ronki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, timpani, bising usus 8x/m, nyeri tekan (-) di seluruh region abdomen,
nyeri nyetakan suprapubik (-) pembesaran kelenjar inguinal (-)

- -

- -
Ekstremitas: hangat + + edema

+ +

STATUS DERMATO-VENEROLOGIK

1) Gambaran Umum :
Warna Kulit : Sawo Matang
Turgor kulit : cepat kembali
Suhu : 37,9oC

2) Gambaran khusus
Regio axillaris
UKK I : Papul eritema, vesikel dele, pustul, tear drop appearance
UKK II : -

(III) DIAGNOSIS BANDING


1. Varicella
2. Folikulitis
3. Miliaria

(IV) DIAGNOSIS SEMENTARA


Varicella

(V) PEMERIKSAAN LAB/ USULAN PEMERIKSAAN


1. Pemeriksaan Gram
2. Tzank Test
3. Kultur virus

(VI) DIAGNOSIS KERJA


Varicella
(VII) PENGOBATAN

Bedak salisil 2 kali/hari


Acyclovir 5x800 mg selama 7 hari
Paracetamol. 3x500/hari kalau perlu

(VIII) PROGNOSIS
1. Ad Vitam : ad bonam
2. Ad Sanationam : dubia ad bonam
3. Ad Functionam : ad bonam

(IX) ANJURAN/SARAN
1. Bila mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah.
2. Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan mengering dan
lepas sendiri.
3. Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai stadium krustasi.
4. Menjaga asupan nutrisi agar kebutuhan tercukupi.

PEMBICARAAN
Diagnosis Varicella pada kasus ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien seorang remaja berusia 17 tahun datang dengan keluhan
bintil kemerahan, disertai gatal pada badan. 2 hari sebelumnya pasien mengatakan ada
gejala demam, batuk, dan tampak tidak nafsu makan. Terdapat riwayat keluhan serupa
pada teman pasien. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa varicella adalah penyakit
dengan yang pada umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda (remaja) dengan
adanya gejala prodromal, lesi progresif, dan faktor risiko penularan varicella.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien terdapat lesi berupa papulaeritema disertai
vesikel dan pustul. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa setelah
fase prodromal muncul lesi ruam progresif dengan perubahan cepat minimal 12 jam.
Gejala berikutnya yaitu muncul ruam yang dimulai dari region aksilaris yang kemudian
menyebar ke badan dengan distribusi jarang ke ekstremitas. Karakteristik lesi khas pada
Varicella yaitu lesi dengan evolusi progresi dari macula kemerahan, papule, vesikel,
pustule, dan krusta yang cukup cepat sekitar 12 jam. Vesikel tipikal Varicella berdiamter
sekitar 2-3 mm, elips, dikellingi oleh eritema yang memberikan tampakan “titik air pada
bunga mawar” (dewdrop on rose petal). Vesikel kemudian menjadi keruh dipenuhi sel
inflamasi yang kemudian berubah menjadi pustule. Pustule kemudian mongering menjadi
krusta. Krusta terlepas secara spontan dalam 1-3 minggu meninggalkan depresi berwarna
merah muda yang perlahan menghilang. Gejala yang sering paling mengganggu yaitu
gatal yang muncul pada lesi veskular.

Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak diperlukan pada kasus non komplikata
karena diagnosis varicella dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Berdasarkan kepustakan 95% kasus varicella memiliki tampakan klinis khas berupa fase
prodromal dan fase ruam dengan karakteristik tampakan klinis berupa evolusi lesi ruam,
macula, vesikel, pustule, krusta. Berdasarkan kepustakaan pilihan pemeriksaan penunjang
untuk kasus Varicella diantaranya Tzank test dapat ditemukan sel datia berinti banyak,
kultur virus, dan deteksi antigen virus dengan PCR.

Diagnosis banding pada kasus ini dapat disingkirkan yaitu folikulitis dan miliaria.
Folikulitis dapat disingkirkan karena folikulitis merupakan infeksi bakteri akut pada
kantong rambut dengan predileksi kulit kepala dan tidak ada gejala prodromal. Gejala
pada umumnya berupa papul eritem, pustule, dan krusta. Keluhan dapat disertai gatal dan
nyeri. Diagnosis banding lainnya pada kasus ini dapat disingkirkan yaitu miliari, dimana
miliaria memilki predileksi daerah yang tertutup dan lipatan tubuh seperti leher, badan,
dan ketiak. Gejala dipengaruhi oleh perubahan cuaca panas dan membaik dengan
pemberian kaladin tanpa disertai gejala prodromal sebelumnya. Sedangkan pada kasus ini
pasien mengeluhkan gatal yang tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca panas disertai
gejala prodromal, kontak dengan pasien gejala serupa, dan riwayat imunisasi tidak
lengkap.

Diagnosis banding miliaria dapat disingkirkan secara klinis. Miliaria adalah kelainan
kulit akibat retensi keringat yang disebabkan oklusi duktus ekrin, ditandai dengan erupsi
papul-vesikel, tersebar di tempat predileksi, dapat mengenai bayi, anak dan dewasa.
Miliaria memilki predileksi daerah yang tertutup dan lipatan tubuh seperti leher, badan,
dan ketiak. Miliaria kristalina terdiri atas vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda
radang, mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari. Miliaria rubra merupakan jenis
tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar eritematosa, tersebar diskret.
Gejala dipengaruhi oleh perubahan cuaca panas dan membaik dengan pemberian kaladin.
Hal ini tidak ditemukan pada kasus tersebut.

Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum yaitu dengan pemberian terapi
topical dan sistemik. Pemberian terapi topical dapat diberikan bedak salisil atau mentol
2% atau antiprutitus lain untuk mengurangi gatal pada lesi vesikel. Obat topical antibiotik
dapat diberikan pada lesi pustule dengan krusta. Terapi sistemik dapat diberikan antivirus
acyclovir dengan dosis 5x800 mg selama 7 hari. Selain itu dapat diberikan antipiretik
untuk menurunkan demam serta pemberian anthistamin untuk mengurangi gatal.
Prognosis pada pasien ini baik jika mematuhi pengobatan yang diberikan dan
mengikuti anjuran yang diberikan. Varicella bersifat swasirna tetapi pada beberapa kasus
dapat menjadi berat. Keluarga pasien perlu diedukasi untuk diberikan vaksinasi lengkap.
Vaksin Varicella diindikasikan kepada semua pasien sehat yang tidak menunjukkan
adanya imunitasterhadap varisela, kecuali mereka memiliki kontraindikasi (alergi,
imunodefisiensi parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan jarak 4 minggu.

RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus varicella pada anak dengan gambaran klinis adanya
lesi papuleritem, vesikel dele dan pustule, epada region aksilaris dengan adanya gejala
prodromal sebelumnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pengobatan pada


penderita diberikan diberikan bedak salisil 2 kali/hari, acyclovir 5x800 mg selama 7 hari,
paracetamol. 3x500mg (kalau perlu). Prognosis pada penderita ini baik.

Dibacakan tanggal : 24 september 2020

Mengetahui :

dr. Robiana M. Noor, Sp.KK, FINSDV, FAADV


DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.

2. Wolff, K., Johnson, R. A., Saavedra, A. P., & Roh, E. K. (2017). Fitzpatrick's
color atlas and synopsis of clinical dermatology. McGraw-Hill.

3. Perkumpulan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, P. D. S. K. (2017). Indonesia


(PERDOSKI). Panduan Keterampilan Klinis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
89-91.

4. Todorova, T.T. (2018). Varicella infection in a non-universally vaccinated


population: Actual epidemiology in Bulgaria (2013-2015). J Infect Public Health,
11(3):326-330

5. Chan, D. Y. W, Edmunds, W. Y., Chan, H. L., Lam, Y. C. K., Thomas, S. L., van
Hoek, A. J. & Flasche, S. (2018). The changing epidemiology of varicella and
herpes zoster in Hong Kong before universal varicella vaccination in 2014.
Epidemiol Infect, 146(6): 723–734.

6. Gabutti, G., Franchi, M., Maniscalco, L., & Stefanati, A. (2016). Varicella-zoster
virus: pathogenesis, incidence patterns and vaccination programs. Minerva
pediatrica, 68(3), 213.

7. Soegijanto, S. (2016). IMUNISASI. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan


Infeksi di Indonesia Jilid 6, 6, 169.

8. Gershon, A. A. & Gershon, M. D. (2013). Pathogenesis and Current Approaches


to Control of Varicella-Zoster Virus Infections. Clin Microbiol Rev, 26(4): 728–
743

9. Saguil, A., Kane, S., Michael, M. & Lauters, R. (2017). Herpes Zoster and
Postherpetic Neuralgia: Prevention and Management. Am Fam Physician,
15;96(10):656-663

10. Gershon, A., Takahashi, M. & Seward, J. F. (2013). Live attenuated varicella
vaccine, p 837–869 In Plotkin S, Orenstein W, Offit P. (ed), Vaccines, 6th ed.
W.B. Saunders, Philadelphia, PA

Anda mungkin juga menyukai