Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

VARICELLA

Oleh :

dr. Aisyah Cholifaur Rohmah

Pendamping :
dr. Cahyo Sukowidodo, M. Kes

Program Internsip Kedokteran Indonesia


Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Sumberrejo Bojonegoro
2022 – 2023
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS

VARICELLA

Mengetahui,

Pendamping Penulis

dr. Cahyo Sukowidodo, M. Kes dr. Aisyah Cholifaur Rohmah


BAB 1

TINJAUAN KASUS

1. Identitas
 Nama : Nn. D
 Jenis kelamin : Perempuan
 Usia : 28 tahun
 Alamat : Balen
 Pekerjaan : Guru
 Suku : Jawa
 Agama : Islam

2. Anmanesis
 Keluhan utama :
bentol-bentol seluruh tubuh

 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan bentol-bentol berisi air hampir di
seluruh tubuh. Keluhan sejak 4 hari SMRS. Awalnya hanya timbul
bercak-bercak kemerahan di dada, kemudian bercak-bercak itu
menyebar ke seluruh tubuh. Lalu bercak-bercak tadi berubah menjadi
bentol-bentol yang berisi air. Pasien merasakan keluhan bentol-bentol
ini disertai rasa gatal, panas, perih. Pasien sempat demam 3 hari
sebelum timbul bentol-bentol di tubuh. Keluhan demam itu juga
disertai dengan nyeri tenggorokan dan sariawan di mulut. Nafsu makan
menjadi turun. Keluhan lain seperti pusing, mual, muntah disangkal.
BAB dan BAK dbn.

 Riwayat Penyakit dahulu


Belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.
Riwayat HT dan DM disangkal.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang sedang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.

 Riwayat Penyakit Sosial


Sehari-hari pasien mengajar

3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: composmentis
GCS: 456
TTV
TD: 121/71 mmHg
N : 98 x/menit
S: 36.2
RR: 20 x/menit
SpO2 98% dengan udara ruangan

Head To Toe:
Kepala / Leher :
A/I/C/D -/-/-/-
Mata cowong (-), Mukosa bibir kering (-).

Toraks
Paru
Inspeksi :
Statis : normochest, barrel chest (-), scar (-), venektasi (-)
Dinamis : gerakan dinding dada kanan kiri simetris, penggunaan otot
napas tambahan (-/-), retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di lapangan paru kiri dan kanan
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba di SIK V di linea midclavikula sinistra
Perkusi :Batas jantung kanan: SIK IV parasternalis dextra
Batas jantung kiri: di SIK V linea midclavikula sinistra
Auskultasi :BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, caput medusa (-), vena kolateral (-)
Auskutasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : supel,nyeri tekan umbilical (+),hepatomegali(-),splenomegaly(-)
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
Ekstremitas
Atas : Ekstremitas teraba hangat, pitting udem (-), CRT< 2 detik.
Bawah : Ekstremitas teraba hangat, pitting udem (-), CRT < 2 detik.

Status lokalis:

At regio facialis, thorax, abdomen anterior, extremitas superior dan inferior ter
dapat multiple papul eritematosa dan multiple vesikel.

Tatalaksana

- Acyclovir PO 800mg 5 dd 1 selama 7 hari

- Cetrizine po 2x1 prn

- Paracetamol po 3x500 mg prn


BAB 2

TINJAUAN PUSTKA

2.1. DEFINISI
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan
oleh Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan
ditandai dengan adanya vesikel vesikel.15

2.2. EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering
menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi
penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular terutama
melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa
penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7
hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular
pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali
menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada
herpes zoster.1,2,4,6

Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi


kejadian varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi
lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum
pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan
tiap tahun.4,5

2.3. ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus
ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit
varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus
(VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200
nm.1,2,6

Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena


kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus
disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai
pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom
virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7

VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini


mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan
menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer,
kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada
di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan
kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7

VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru

embrio manusia.4
Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster

2.4. PATOFISIOLOGI
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas
dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut
diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa
inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9

Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga
dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar
ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi
kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia,
yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas
humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear,
terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil
viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain
kulit.2,9

Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat


berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV
berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi
serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel
mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella, berlangsung
selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang
berat.9

Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa


diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit
system imun, neoplasia, supresi imun).3

2.5. MANIFESTASI KLINIS


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap varicella.1,9

Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan


stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan
ditengah (unumbilicated).4

Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses
ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi
bergelombang.1,2,4

Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1

Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak
yang lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal.
Ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise,
anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai
nyeri tenggorokan dan batuk kering.9

Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan
skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas.
Lesi baru muncul berturut turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam
cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula
dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering
muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan,
seperti daerah yang terkena sengatan matahari.9

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang
dari 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang
menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3
mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit.
Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa
sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat
menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi
pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga
menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-
3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur
menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan
parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi
yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.9,14

Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea,


saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah
sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9,14
Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara
simultan (terus menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak
yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah
gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini
mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga
inokulasi virus lebih banyak.5,9

Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya
demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39 oC, tetapi pada
keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC. Demam
yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi
sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah
gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.9,14

Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan


kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1

Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat


besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000
kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat
varicella ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit
(cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan
atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau
kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat
varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang
dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu dilahirkan
sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan
tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat
varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan
memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan
penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25- 30%.
Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.4

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk
akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster
dan herpes simpleks.5,6

Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.9

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara


membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari
kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas
object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon.
Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.1,9
Gambar 6.1 Sel raksasa berinti banyak

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction


(PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi
dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi
dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang
cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode yang
paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa
jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat
digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan
pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,9

Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara


komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup
kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV. ELISA
sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia secara
komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat
untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun
dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan
untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap
varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan
terhadap varicella.5,12

2.7. DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama
apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.9

Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase


prodromal ringan atau bahkantanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan
gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan
penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa.
Penularannya berlangsung cepat.2

Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan


pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

2.8. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat
simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan
asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal
diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak
salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta
menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika
berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat antivirus. VZIG (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan
intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus,
umumnya adalah istirahat / tirah baring. 1,2,4

Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa


analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim
selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang
mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV
kira kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.9

Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-
12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga
tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana
harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu
yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan
untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali
bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.6,9

Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian


acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.9

Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800
mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa.

Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten


dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36
jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat
mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius
lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.9

Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela


menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit
berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama
7 hari.6,9

Asiklovir adalah turunan guanosin. Virus herpes mengandung timidin


kinase yang dapat menambah fosfat baru pada guanosin dan deoksiguanosin.
Senyawa ini akan menfosforilasikan aasiklovir 30-100 kali lebih cepat daripada
kinase sel inang. Produknya setelah fosforilasi menjadi asikloguanosin trifosfat
yang menghambat herpes DNA polymerase 10-30 kali lebih kuat dari pada
polymerase sel inang. Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai
gugus glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode
hervers virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan.
Asiklovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah
dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat. Asiklovir bekerja pada DNA Polimerase
virus, seperti DNA polymerase virus herpes. Sebelum dapat menghambat sintesis
DNA virus, asiklovir harus mengalami fosforilasi intra seluler dalam tiga tahap
untuk menjadi bentuk trifosfat. Fosforilasi pertama dikatalisis oleh timidin kinase
virus, proses selanjutnya berlangsung dalam sel yang terinfeksi virus. Langkah
yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat yang
dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus hospes
atau vericella zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh
sitomeganovirus. Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk
membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat
menghambat sintesis DNA virus dengan cara berkompetensi dengan 2’-
deoksiguanosi trifosfat sebagai substrat DNA polymerase virus dan masuk ke
dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Jika
asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosi trifosfat) yang masuk ketahap replikasi
DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus
bersifat irreversible karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada
proses ini, DNA polymerase virus menjadi inaktif. Timidin kinase yang sudah
berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa
strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi
pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase. Pemberian obat bisa
secara intravena, oral atau topical. Efek samping tergantung pada cara pemberian.
Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical, sakit kepala, diare,
mual, dan muntah merupakan hasil pemberian oral, gangguan fungsi ginjal dapat
timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara
intravena.

Efek farmakologis asiklovir tergantung pada perubahannya menjadi


metabolit aktif oleh enzim timidinkinase didalam Herpes simplek.

Mekanisme kerja asiklovir yaitu:


Asiklovir
↓ Timidinkinase (Herpes simplek)
Monofosfat
↓ Fosforilasi oleh enzim pejamu
Asikloguanosin 3P

Menghambat: – Polimerase DNA virus
– Sintesis DNA virus

Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA melalui dua mekanisme:


menghambat deoxyGTP secara kompetitif untuk selanjutnya bereaksi lebih lanjut
oleh polymerase DNA, dengan cara mengikat diri pada cetakan DNA membentuk
kompleks yang tidak mudah lepas, dan memutus pembentukan rantai DNA virus.

2.9. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari
jalur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan
zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4

Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama


dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah
sembuh dari infeksi herpes

zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan
penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak
dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya,
pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi pula
diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.4

ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari
herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian
ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan
defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan
menurunnya insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi
ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-
gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak mencegah
timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi
yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda
varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut. 4,5

Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih.
Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat
diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5

Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai


12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara
7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah
vaksinasi.1

Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus


hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak
sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan
umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin

ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan
dan yang lebih tua.9,12

Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku


digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.4

2.10. KOMPLIKASI

Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih


sering terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan
kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2

Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000
kasus, namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering
umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya
disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus grup A,
sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi
gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang
terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat
menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.9,14

Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya


disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia
varicella jarang didapatkan pada anak dengan system imunologis normal,
sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak
jarang ditemukan.4

Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering
terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang
dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah
seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan
batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.9,14

Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada


pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus
dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan,
dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama
dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan.
Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin
dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi
berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella
malignansi.9,14

Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis,


gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-
Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum
diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan endovascular,
atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi kompleks, tampaknya
menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.9,12

2.11. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
BAB 3

PEMBAHASAN

Berdasarkan pada kasus didapatkan data pasien seorang wanita, Ny.A


dengan usia 38 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama bentol-bentol
seluruh tubuh. Dari anamnesis didapatkan keluhan bentol-bentol berisi air hampir
di seluruh tubuh sejak 4 hari SMRS. Awalnya hanya timbul bercak-bercak
kemerahan di dada, kemudian bercak-bercak itu menyebar ke seluruh tubuh. Lalu
bercak-bercak tadi berubah menjadi bentol-bentol yang berisi air. Pasien merasakan
keluhan bentol-bentol ini disertai rasa gatal, panas, perih. Pasien sempat demam 3
hari sebelum timbul bentol-bentol di tubuh. Keluhan demam itu juga disertai
dengan nyeri tenggorokan dan sariawan di mulut. Nafsu makan menjadi turun.
Keluhan lain seperti pusing, mual, muntah disangkal. BAB dan BAK dalam batas
normal. Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat HT dan DM
disangkal. Keluarga pasien tidak ada yang sedang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan data diantaranya: Tekanan darah 121/71


mmHg, Nadi 98 x/menit, Suhu 36.2℃ dan RR 20 x/menit serta SpO2 98%. Status
lokalis didapatkan At regio facialis, thorax, abdomen anterior, extremitas superior
dan inferior terdapat multiple papul eritematosa dan multiple vesikel.

Adapun terapi yang dapat dilakukan diantaranya yaitu: Pasien harus


menjalani isolasi agar tidak menulari individu lain. Mendapatkan diet makanan
lunak dengan gizi yang cukup dan seimbang. Dapat diberikan medikamentosa
berupa: Acyclovir PO 800mg 5 x 1 selama 7 hari, cetrizine po 2x1 bila diperlukan
dan paracetamol po 3x500 mg bila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-
96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth
Edition.
United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta:
EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from: .emedicine.com. 19

8. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008.
P.1885-1895. 10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures.

Anda mungkin juga menyukai