Loogbook Blok Imunologi Dan Infeksi sk2
Loogbook Blok Imunologi Dan Infeksi sk2
DOSEN TUTOR
dr. Andi Asda Astiah, M.Biomed
DISUSUN OLEH:
Adam Satria Erawan (61121014)
Alpredo Syahputra (61121108)
Ance purnama (61121004)
Andesma Saputra (61121008)
Aulia Amanda Rahman (61121105)
Christiana Lo (61121002)
Edwin Paulus ( 61121109 )
Gardha Fadjar Rizqie (61121005)
Melisa supardi (61121012)
Moch Topas Rafsanjani (61121006)
Nabilah Sillah Nur Rizkal (61121102)
Nadia Salsabila Ritonga (61121013)
Nita Ade Anggraini (61121101)
Silvia Haryati Angela Putri (61121003)
Yennitha Fathia (61121010)
Varicella
Herpes zoster
Makulovesikular
makulovesikuler: secara anatomi suatu bercak bintik atau penebalan suatu
area yang dapat di bedakan dengan warna atay lain disekitarnya (dorland
ed 30 hal 449)
Ruam
Vaksinasi
Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh untuk
menghasilkan kekebalan (kamus kedokteran dorland edisi 29 hal.817)
Medial
Medial : terletak di dekat bidang median atau garis tengah tubuh atau
suatu struktur (Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 30 halaman 457)
Demam
Gatal
berasa sangat geli yang merangsang pada kulit tubuh (karena kutu dan
sebagainya) (KBBI)
Tungkai
RUMUSAN MASALAH
HIPOTESIS
1. Penyebab Cacar air atau Varicella adalah infeksi virus varicella zoster.virus
tersebut dapat menyebar melalui kontak langsung dengan ruma, selain itu
penularan virus varicella zoster juga dapat menyebar ketika seseorang dengan
cacar iar batuk atau bersin terhirup oleh seseorang melalui droplet di udara.
a. Tes Darah
Tes darah dilakukan untuk mendeteksi apakah seseorang memiliki infeksi cacar
air aktif atau menguji kekebalan tubuh seseorang terhadap penyakit tersebut.
Pemeriksaan ini akan dilakukan melalui pengambilan sejumlah sampel darah
yang akan diperiksa di laboratorium.
• Kelelahan atau perasaan tidak nyaman dan merasa tidak sehat (malaise)
• Demam yang berlangsung 3-5 hari dan biasanya kurang dari 39 °C.
• Kehilangan selera makan
• Nyeri otot atau sendi
• Gejala seperti pilek seperti batuk atau pilekSakit kepala
5. Struktur partikel virus berukuran 120-300 nm. Genom virus ini berukuran
125 kb (kilo-basa) dan mengandung sedikitnya 69 daerah yang mengkodekan
gen-gen tertentu. Virion terdiri dari glikoprotein, kapsid, amplop (selubung)
virus, dan nukleokapsid yang melindungi bagian inti berisi DNA genom utas
ganda. Bagian nukleokapsid berbentuk ikosahedral, berdiameter 100-110 nm,
dan terdiri dari 162 protein yang disebut kapsomer. Virus ini akan mengalami
inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan menjadi tidak berbahaya apabila bagian
amplop (selubung) dari virus ini rusak.
7. Ya ada komplikasi. Komplikasi nya bias berupa infeksi sekunder pada kulit
yang disebabkan oleh bakteri, munculnya scar, pneumonia, ataxia, dan
encephalitis.
8. Varicella bukan sepenuhnya tidak berbahaya, sehingga kita periu mengetahui
etiologi, cara/ gejala klinis dan terapinya . Penatalaksanaannya dengan
pemberian antiviral ditambah dengan antihistamin dan antipiuretika.
10. Ya benar. risiko anak tertular cacar air bisa diturunkan dengan pemberian
vaksin cacar air atau vaksin varicella. Setelah disuntikkan ke dalam tubuh, virus
varicella-zoster yang telah dilemahkan tersebut akan merangsang sistem
kekebalan tubuh anak untuk membentuk antibodi yang dapat melawan virus-
virus tersebut. Karena sudah dilemahkan, virus di dalam vaksin cacar air
tersebut tidak dapat menimbulkan infeksi.
PEMBAHASAN
Varisela
Infeksi akut oleh virus Varisela zoster yang bersifat swasirna, mengenai kulit dan mukosa,
yang ditandai dengan gejala konstitusi (demam, malaise) dan kelainan kulit polimorfik
(vesikel yang tersebar generalisata terutama berlokasi di bagian sentral tubuh).
Klinis :
1.Gejala prodromal berupa demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul ruam kulit.
2.Ruam kulit muncul mulai dari wajah, skalp dan menyebar ke tubuh. Lesi menyebar
sentrifugal (dari sentral ke perifer) sehingga dapat ditemukan lesi baru di ekstremitas,
sedangkan di badan lesi sudah berkrusta.
3. Lesi berupa makula eritematosa yang cepat berubah menjadi vesikel ”dewdrop on rose
petal appearance”. Dalam beberapa jam sampai 1-2 hari vesikel dengan cepat menjadi keruh,
menjadi pustul dan krusta kemudian mulai menyembuh. Ciri khas varisela adalah
ditemukannya lesi kulit berbagai stadium di berbagai area tubuh.
4. Pada anak, erupsi kulit terutama berbentuk vesikular: beberapa kelompok vesikel timbul
1-2 hari sebelum erupsi meluas. Jumlah lesi bervariasi, mulai dari beberapa sampai ratusan.
Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit, biasanya lebih banyak pada bayi (usia < 1
tahun), pubertas, dan dewasa.
5. Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau hemoragik.
6. Selaput lendir sering terkena, terutama mulut, dapat juga konjungtiva palpebra, dan vulva.
7. Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dsb) dapat
memberikan petunjuk tentang berat ringannya penyakit.
8. Status imun pasien perlu diketahui untuk menentukan apakah obat antivirus perlu
diberikan. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat membantu menentukan
status imun pasien, antara lain: keadaan imunokompromais (keganasan, infeksi HIV/AIDS,
pengobatan dengan imunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang atau sitostatik,
kehamilan, bayi berat badan rendah) akan menyebabkan gejala dan klinik lebih berat.
Daftar Pustaka :
Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-7. New York:
Mc Graw-Hill;2012.h.2383.
KSHI. Penatalaksanaan kelompok penyakit herpes di Indonesia. Edisi revisi. Jakarta:
2002.
CDC. Varicella. In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Disease.
13th ed.April 2015.h.353-76.
Herpes zoster (HZ)
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella
zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis setelah infeksi primer.
Klinis :
1.Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadangkadang selama ±1
minggu.
2. Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait biasanya
mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal, parestesi, panas, pedih, nyeri
tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk. Dapat pula disertai dengan gejala konstitusi
seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms yang akan menghilang setelah erupsi kulit
muncul.
3. Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48 jam menjadi
vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih,
kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya
bertahan hingga 2-3 minggu.
5. Bentuk khusus:
Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan kulit di daerah persarafan
cabang pertama nervus trigeminus.
Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan.
6. Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri menetap pada dermatom yang
terkena setelah erupsi herpes zoster (HZ) menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri yang
menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.
Daftar Pustaka :
Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based Dermatology. Edisi ke-2. USA:
People’s Medical Publishing House; 2011.h.337-345.
Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, et al. Buku
Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2014.
Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-7. New York:
Mc Graw-Hill,2012;2383.
B.Diagnosis Klinik
Varicella biasanya mengalami proses dari ruam dalam waktu 2-3 minggu. Gejala prodormal
dari erupsi papulo-vesikular dan gejala konstitusi. Lesi yang terlihat/dengan distribusi pada
bagian pusat termasuk skalp. Lesi dengan evolusi cepat pada individu dari makula ke papul
menjadi vesikel dengan dinding tipis menjadi pustul dan akhirnya menjadi krusta. Lesi
disemua daerah anatomi menjadi penyakit akut. Lesi di mukosa mulut.
C.Diagnosis Banding
1. Eritema neonatorum: 50% neonatus dapat terkena (eritema pada umur 36 jam) – 4
hari pada bayi terutama pada dada depan, muka, lengan, dan paha.
2. Miliaria: Papulovesikel simetris di leher, dada atas, kemaluan, ketiak.
3. Impetigo: Vesikel, namun cepat berubah menjadi krusta, dengan distribusi sentrifugal.
4. Coxsadine Ag -> demam, malaise, examtem, erupsi dari muka ke extremitas.
5. Ricketsia -> Ada bekas gigitan berupa papul 0,5-2 cm berupa vesikel setelah 2-3 hari
-> papul yang lebih dalam dibanding varicella.
6. Variola (small poks) -> faringitis 3 hari, diikuti exantema dibagian akral tubuh.
2. Penegakan diagnosis herpes zoster
A.Diagnosis herpes zoster
Herpes zoster ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis berupa nyeri prodromal dan
erupsi kulit dengan distribusi yang khas. Pada beberapa kasus, diagnosis HZ dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang antara lain Tzanck smear, biopsi kulit, direct
fluorescent assay (DFA), dan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan Tzanck smear
pada HZ memberikan sensitivitas sekitar 84%, menunjukkan multinucleated giant cells (sel
raksasa berinti banyak). Pemeriksaan Tzanck tidak dapat membedakan antara VVZ dan virus
herpes simpleks, tetapi dapat membedakan dengan lesi erupsi vesikuler lainnya (misalnya,
yang disebabkan oleh variola dan pox virus lainnya, coxsackieviruses dan echoviruses).
Pemeriksaan biopsi dilakukan bila klinis meragukan. Pada hasil pemeriksaan
histopatologis tampak vesikel intraepidermis dengan degenerasi sel epidermis dan akantolisis,
pada dermis bagian atas dijumpai infiltrat limfosit Pemeriksaan DFA memberikan hasil yang
cepat untuk membantu membedakan antara infeksi virus VVZ dan virus herpes simpleks.
Pemeriksaan ini kurang sensitif karena tidak dapat menemukan antigen VVZ. Pemeriksaan
PCR adalah metode sangat sensitif (97-100%) dengan hasil yang cepat untuk mendeteksi
DNA VVZ sehingga PCR menjadi pemeriksaan baku emas untuk diagnosis.2 Pemeriksaan
PCR berguna pada kasus-kasus atau spesimen yang tidak biasa (misalnya lesi hanya berupa
krusta), tidak muncul ruam (kecurigaan HZ sine herpete) dengan spesimen diambil dari
kerokan dasar vesikel atau lesi saat terbentuk krusta
Keluhan nyeri akut segmental pada stadium prodormal HZ sulit dibedakan dengan
nyeri yang timbul akibat penyakit sistemik, sedangkan stadium erupsi perlu dibedakan
dengan herpes simpleks zosteriformis, dermatitis kontak, gigitan serangga, luka bakar, dan
pioderma. Pada penderita Herpes Zoster yang telah sembuh dapat terjadi gejala nyeri
Neuralgia pasca herpetika, biasa terjadi pada usia diatas 40 tahun dengan gejala:
Nyeri menetap pada bekas lesi kulit
Berlangsung beberapa bulan – tahun
Gradasi nyeri bervariasi
Biasa pada penderita yang mendapat HZ pada usia > 40 tahun
Herpes zoster abortif : Penyebab berlangsung singkat
Hanya beberapa vesikel dan eritem
Herpes zoster generalisata :
Ada kelainan kulit dermatomal + penyebaran generalisata
Pada orang tua, fisik lemah, gangguan immunologic AIDS
Pembantu Diagnosis : Percobaan Tzank.
B.Diagnosa Banding :
1. Herpes simpleks
2. Nyeri otot → rematik, angina pectoris.
1. Pemeriksaan Tzank smear untuk mengetahui adanya sel datia berinti banyak. Hal ini
dilakukan dengan mengikis dasar vesikel, membuat apusan menggunakan pewarnaan
Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau pewarnaan lainnya.1,2 Pemeriksaan ini tidak
spesifik dengan sensitivitas 60%.
2. Pemeriksaan dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) merupakan
pemeriksaan diagnostik terbaik dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik, serta
hasil yang cepat (satu hari atau kurang). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari
DNA VVZ dari cairan vesikel (spesimen terbaik) atau spesimen lain (pengikisan lesi,
krusta, biopsi jaringan, darah, air liur, atau cairan serebrospinal), 1-4 PCR dapat
membedakan VVZ dari virus herpes simpleks, atau membedakan strain liar dari strain
vaksin Oka.
3. Pemeriksaan kultur VZV adalah standar emas untuk mendiagnosis varisela. Isolasi
virus dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah timbulnya ruam. kultur membutuhkan
waktu satu minggu atau lebih. Sensitivitas kultur lebih rendah dari PCR. Kultur dapat
digunakan untuk menentukan sensitivitas terhadap antivirus. Spesimen diaspirasi dari
vesikel baru dengan cairan bening. Risiko kegagalan meningkat setelah vesikel
menjadi pustula, dan tidak pernah diisolasi dari kerak.
4. Histopatologi juga dapat dilakukan di mana varicella dapat ditemukan akantosis,
degenerasi balon, badan inklusi intranuklear eosinofilik (asidofilik), dan sel raksasa
berinti banyak (akibat fusi sel epitel yang terinfeksi dengan selsekitarnya). Pada
dermis dapat ditemukan edema dan infiltrat sel mononuklear. Pemeriksaan dengan
imunofluoresensi atau pewarnaan imunoperoksidase dari bahan seluler vesikel baru
atau prevesikular dapat mendeteksi VVZ lebih sering daripada kultur.
5. Pemeriksaan serologis digunakan untuk membuat diagnosis secara retrospektif
dengan membandingkan serum akut dan serum penyembuhan.2 Tes ini jarang
dilakukan, dan biasanya dilakukan untuk pasien rentan yang merupakan kandidat
untuk isolasi atau profilaksis. Tes serologis dapat dilakukan dengan fase padat
enzymelinked immunosorbent assay, fluorescent-antibody to membrane antigen of
VZV, atau latex aglutination test. Beberapa tes tambahan adalah tes darah perifer,
yang dapat mengungkapkan penurunan leukosit.1 Mungkin juga ada peningkatan
moderat pada enzim hati .
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) yang digunakan untuk mengidentifikasi antigen/ asam nukleat VZV.Material
yang diambil berasal dari vesikel (swab, cairan), saliva pasien yang tidak terdapat gejala
manifestasi kulit, dan cairan serebrospinal jika terdapat gejala tanda neurologis. Pemeriksaan
DNA melalui PCR memiliki sensitivitas dan specificity yang paling tinggi dan merupakan
baku emas untuk diagnosis dengan mengetahui genom dari VZV. Kultur virus merupakan
pemeriksaan yang sangat spesifik namun tidak sensitif, selain itu hasilnya baru bisa
didapatkan lebih dari 1 minggu.
Pemeriksaan serologis dapat membantu penegakan diagnosis VZV bila di dalam serum
convalescence terdapat peningkatan 4 kali lipat titer VZV relatif terhadap serum akut. PCR
merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif, relatif cepat, dan mulai banyak digunakan
sebagai metode deteksi VZV. PCR juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya resistansi
aciclovir.
B. Herpes zoster (HZ) merupakan penyakit neurokutaneus yang disebabkan oleh reaktivasi
dan multiplikasi varicella zoster virus (VZV) pada ganglion yang terinfeksi secara laten di
akar dorsal serabut sensorik maupun ganglion saraf kranial. Karakteristik HZ berupa vesikel
berkelompok dengan dasar kemerahan yang terasa nyeri pada daerah persarafan ganglion
yang bersifat unilateral dan dermatomal. Herpes zoster menjadi penyakit yang umum terjadi
dan berpotensi menyebabkan komplikasi serius yang memengaruhi kualitas hidup.
TATA LAKSANA HERPES ZOSTER
Pada dasarnya, penyakit herpes zoster bersifat self-limiting atau dapat sembuh dengan
sendirinya. Terapi pada HZ bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan lesi,
mengurangi keluhan nyeri akut, mengurangi risiko komplikasi PHN, dan memperbaiki
kualitas hidup pasien.
Tata laksana HZ didasarkan pada strategi 6A yaitu:
1. Attract patient early (penilaian pasien sejak dini dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2. Assess patient fully (menilai pasien dengan lengkap berdasarkan pada kondisi khusus)
3. Antiviral therapy (pengobatan dengan antivirus)
4. Analgesic (tata laksana nyeri)
5. Antidepressant dan anticonvulsant (pengobatan dengan antidepresan dan antikonvulsan
pada kasus yang membutuhkan)
6. Allay anxiety-counselling atau konseling kecemasan.
Penjelasan mengenai strategi 6A pada penatalaksanaan HZ antara lain :
1. Penilaian pasien sejak dini (attract patient early)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang
benar sehingga dapat pasien menerima terapi
yang tepat. Pengobatan dilakukan dalam 72 jam setelah muncul erupsi kulit untuk
mendapatkan hasil yang optima
2. Penilaian pasien secara lengkap (assess patient fully)
Penilaian pasien secara lengkap yaitu dengan memperhatikan kondisi khusus pada pasien
seperti usia lanjut, risiko PHN, risiko
komplikasi mata, sindrom Ramsay Hunt, kondisi immunocompromised, defisit motorik, dan
kemungkinan komplikasi organ dalam
berupa pneumonia, hepatitis, dan peradangan otak
3. Pengobatan antivirus (antiviral therapy)
Tujuan utama pemberian obat antivirus adalah untuk menurunkan tingkat keparahan,
memperpendek durasi lesi, dan mencegah penyebaran lesi agar terbatas pada dermatom
primer. Berbagai studi mengenai tata laksana HZ merekomendasikan pemberian antivirus
dalam waktu 72 jam sejak berkembangnya lesi kulit. Pemberian antivirus dapat diberikan
lebih dini sejak muncul lesi pada beberapa kondisi seperti usia lebih 50 tahun, risiko terjadi
PHN, sindrom Ramsay Hunt, kondisi immunocompromised dengan penyebaran generalisata,
HZ dengan komplikasi, serta pada anak-anak dan wanita hamil dengan dosis obat. Antivirus
pada infeksi HZ memiliki target kerja untuk menghambat aktivitas DNA virus dalam proses
transkripsi sehingga dapat menekan replikasi virus. Antivirus yang memiliki mekanisme
tersebut yaitu golongan analog nukleosida seperti aciclovir, famciclovir, valaciclovir,
brivudin, dan foscarnet menunjukkan efikasi dalam tata laksana infeksi VZV. Terapi sistemik
baik melalui rute per oral maupun parenteral lebih diutamakan dibandingkan terapi topikal
karena profil farmakokinetik yang lebih baik serta mampu mengatasi keterbatasan adanya
barrier untuk masuknya obat antivirus ke jaringan pada sisi-sisi replikasi VZV
5. Komplikasi dan prognosis varicella dan herpes zoster
Komplikasi varicella
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga jarang
dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu :
2. Scar
ㆍ Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau streptococcus yang
berasal dari garukan.
3. Pneumonia
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar 1 : 400
kasus.
4. Neurologik
- Acute postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah timbulnya varicella.
Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
- Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak mampu
untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.
Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella.
- Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala yang sering dijumpai.
- Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang cepat dapat
menimbulkan koma yang dalam.
- Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5 - 20 %.Insiden
berkisar 1,7 / 100.000 penderita.
5. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa bulan
hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster virus menetap pada ganglion
sensoris.
6. Reye syndrome
ㆍ Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty.
ㆍ Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan.
Prognosis Varicella
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi prognosis
biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas dan
mortalitasnya signifikan.
KOMPLIKASI HERPES ZOSTER
Postherpetic neuralgia
Komplikasi yang umum terjadi dari penyakit herpes zoster (HZ) adalah postherpetic
neuralgia (PHN), yang merupakan sejenis nyeri neuropati yang menetap selama 90 hari atau
lebih setelah ruam kemerahan sembuh. Nyeri dapat menetap dalam waktu beberapa bulan
atau tahun, serta berdampak pada kualitas hidup penderita karena mengganggu tidur dan
aktivitas sehari-hari, menyebabkan anoreksia, kehilangan berat badan, lemas, mengganggu
fungsi sosial, produktivitas, dan menyebabkan dependensi.18 Terdapat dua bentuk
karakteristik nyeri pada PHN yaitu nyeri terus menerus dengan penurunan sensasi raba, atau
bersifat hilang timbul dengan rasa gatal disertai parestesia. Nyeri tersebut menjadi keluhan
yang paling mengganggu dan terjadi 90% pada orang dengan PHN.5 Faktor risiko terjadinya
PHN antara lain usia di atas 40 tahun, keparahan nyeri pada kondisi akut, keparahan lesi kulit
kemerahan, dan keparahan gejala prodromal dengan lokasi paling berisiko yaitu daerah
trigeminal.
Kelemahan otot
Selain nyeri, HZ juga dapat menyebabkan disabilitas permanen, seperti komplikasi pada
mata, komplikasi neurologis (kelumpuhan saraf perifer dan kranial, defisit motorik, paresis)
yang diikuti rasa nyeri pada daerah lesi.6 Herpes zoster yang mengenai regio sakrum dapat
bermanifestasi menjadi retensi urin dan kelainan defekasi.4,11 Pada kondisi herpes sine
herpete dapat terjadi Bell’s palsy, sindrom Ramsay Hunt (bermanifestasi berupa adanya
vesikel pada kanalis auditori eksternal, hilangnya sensasi rasa 2/3 anterior lidah, kelemahan
wajah), transverse myelitis, meningoencephalitis, sindrom yang melibatkan arteri serebral
atau disebut varicella zoster virus vasculopathy dapat menyebabkan sindrom stroke.
Daftar Pustaka:
Arthur Rook / Wilkinson / Ebling,Text Book Of Dermatology Fourth Edition.
Volume 2, Fifth, Edition, RH. Champion, 2005 : 680-684.
Johnson RW. Herpes Zoster-Predicting and Minimizing the Impact of Postherpetic
Neuralgia. Journal of Antimicrobial Chemotheraphy 2001: 104.
Levin MJ, Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. Dalam: Kang S,
Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS,
penyunting.
http://cme.medicinus.co/cme/pluginfile.php/2376/course/summary/MR1_Herpes
%20Zoster.pdf
https://eprints.umm.ac.id/92855/3/BAB%20II.pdf
http://cme.medicinus.co/cme/pluginfile.php/2376/course/summary/MR1_Herpes
%20Zoster.pdf
https://eprints.umm.ac.id/92855/3/BAB%20II.pdf
Fitriani,F.Amelinda, N. Kariosentono, H. 2021. Tata Laksana Herpes Zoster.
Departemen Ilmu kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dumasari, R. 2008. Varicella dan Herpes zoster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.