Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

SCABIES

Pembimbing :

Dr. Mamik Setiyawati

Disusun Oleh :

Andri Dwi Heryadi (2011730005)

KEPANITERAAN KLINIK

STASE KEDOKTERAN KOMUNITAS TAHAP 1

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................i


BAB I LAPORAN KASUS............................................................................ 1
A. Identitas Pasien .................................................................................. 1
B. Anamnesis ......................................................................................... 1
C. Pemeriksaan Fisik.............................................................................. 2
D. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 4
E. Pemeriksaan Anjuran ........................................................................ 4
F. Resume .............................................................................................. 4
G. Differential Diagnosis ....................................................................... 5
H. Working Diagnosis ............................................................................ 5
I. Penatalaksanaan................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
1. Definisi ................................................................................................... 6
2. Epidemiologi .................................................................................... 6
3. Etiologi ............................................................................................ 7
4. Klasifikasi ........................................................................................ 9
5. Patomekanisme ................................................................................ 12
6. Gejala Klinik .................................................................................... 12
7. Diagnosis Banding ........................................................................... 14
8. Terapi ............................................................................................... 15
9. Penunjang ........................................................................................ 18
10. Komplikasi ...................................................................................... 21
11. Pencegahan ..................................................................................... 22
12. Prognosis .......................................................................................... 22

LAMPIRAN ................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

0
i
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Bojong Sari rt : 4/3, Banjar
Pekerjaan : Pelajar (Al-Azhar)
Pendidikan tertinggi : SMP
Tanggal datang ke PKM : Senin, 4 mei 2015

B. ANAMNESIS
(secara Autoanamnesis di BP Umum Puskesmas Langensari 1)
Tanggal : Senin, 4 mei 2015
Pukul : 09.00 WIB
Keluhan Utama : Keluhan gatal- gatal di sela jari tangan,kaki, dan selangkangan
Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, terlihat
papul-papul di tangan, kaki dan selangkangan. Terasa gatal dan nyeri jika digaruk,
gatal dirasakan sangat mengganggu terutama pada malam hari yang semakin
bertambah. Agak demam, sulit tidur, dan tidak nyaman seluruh badan. Pusing
disangkal, mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu : pasien mengatakan belum pernah merasakan keluhan
seperti sekarang pada sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : di keluarga tidak ada penyakit yang sama seperti yang
dirasakan pasien.

1
Riwayat Pengobatan : menggunakan obat dexamethasone 2 x 1, ctm 4 mg 3x1/2,
vit.c 2 x 1
Riwayat Psikososial : pasien mengatakan sekolah pesantren, kondisi air di pesantren
terlihat keruh. Dan sering tidur bareng teman. Sprei diganti tidak tentu (kadang-
kadang lebih dari 4 minggu).
Riwayat Alergi : tidak memiliki riwayat alergi.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 147 cm
Indeks Massa Tubuh : 18.51 Status gizi : Normowheigt
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/70 mmHg
b. Pernapasan : 19 kali/menit, vesikuler.
c. Nadi : 91 kali/menit, teratur, isi cukup.
d. Suhu : 37.8C

Pemeriksaan Fisik Umum


a. Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, disribusi
merata, tidak mudah dicabut.
b. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
c. Telinga : Normotia, tidak ada secret
d. Hidung : Tidak ada secret, tidak hiperemis.
e. Gigi & Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), tepi lidah
hiperemis (-), tonsil (-), gigi geligi lengkap (+).
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
g. Thorax :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak terlihat otot otot
bantu pernapasan, tidak ada retraksi sela iga

2
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi :
Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru, ronchi -/-,
wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
Palpasi : Perut simetris, datar, tidak cembung
Auskultasi : Bising usus 9x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan abdomen

i. Ekstremitas
Akral hangat di ekstremitas atas dan bawah. Sianosis (-). CRT <2 detik

Status Dermatologi :
Lokasi : regio dorsum manus deksta/sinistra, regio interdigiti manus dekstra/sinistra,
regio cruris dekstra/sinstra, regio dorsum pedis et intergiti pedis dekstra/sinistra.
Effloresensi :
Papul eritema, multipel, diskret, bentuk anular, ukuran miliar sampai lentikuler,
berbatas tegas, sebagian terdapat erosi disertai krusta.

3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

E. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Tes tinta burrow
2. Biopsi plong
3. Kerokan kulit

F. RESUME
Anak usia 14 tahun datang ke puskesmas langensari 1 dengan keluhan gatal- gatal di sela
jari tangan, kaki, dan selangkangan. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, terlihat
papul-papul di tangan, kaki dan selangkangan. Terasa gatal dan nyeri jika digaruk, gatal
dirasakan sangat mengganggu terutama pada malam hari yang semakin bertambah. Agak
demam, sulit tidur, dan tidak nyaman seluruh badan. Pasien mengatakan sekolah
pesantren, kondisi air di pesantren terlihat keruh. Dan sering tidur bareng teman. Sprei
diganti tidak tentu (kadang-kadang lebih dari 4 minggu).
Status Dermatologi :
Lokasi : regio dorsum manus deksta/sinistra, regio interdigiti manus dekstra/sinistra,
regio cruris dekstra/sinstra, regio dorsum pedis et intergiti pedis dekstra/sinistra.
Effloresensi :
Papul eritema, multipel, diskret, bentuk anular, ukuran miliar sampai lentikuler,
berbatas tegas, sebagian terdapat erosi disertai krusta.

4
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Prurigo
2. Gigitan serangga
3. Folikulitis

H. WORKING DIAGNOSIS
Skabies

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medikamentosa
1. Topikal :
a. Kortikosteroid topikal : Permetrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
2. Sistemik :
a. Amoksisilin 500 mg 3 x 1 hari selama 14 hari
b. Ctm 4mg 3 x 1 hari, 1 tablet.

5
TINJAUAN PUSTAKA

SCABIES

1. DEFINISI

Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch,
Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera.1

2. EPIDEMIOLOGI

Beberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit yang terdapat


diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor yang belum
diketahui sepenuhnya.3 Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit skabies ternyata
sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap 30 tahun sekali. Sekitar tahun 1940-
1970 pernah terjadi pandemi terbesar di seluruh dunia. Penyakit ini sering terjadi terutama
5
pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Di beberapa Negara yang sedang berkembang,
prevalensi skabies sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia
sekolah serta remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di
puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan
ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU
Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai 2001) skabies menduduki urutan ke-3 diantara 10
penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%). Jumlah penderita skabies anak usia 1-14 tahun di
Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo tahun 2003 sebanyak 80
penderita.6

Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan dengan tingkat
kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. Pada beberapa
penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies
mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada kelompok yang
higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang higienenya baik prevalensi
skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di
kabupaten lamongan menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang

6
dimana angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya
6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari penelitian
tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena hygiene yang buruk, sanitasi
lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang tidak menjaga kesehatan.7

3. ETIOLOGI

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai akibat
infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes scabiei varian hominis.
Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.1 Kutu ini
khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia.
Selain itu terdapat S. scabiei yang lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian
animalis menyerang hewan seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik,kambing,
macan, beruang dan monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang manusia
yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut diatas, misalnya peternak,
gembala, dll.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata.
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua
pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada
gambar berikut.1

Gambar 1. Tungau scabies


betina dan jantan

7
Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat saat kontak kulit
dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan kecepatan 2,5 cm 1 inch per menit
pada permukaan kulit. Belum ada studi mengenai waktu kontak minimal untuk dapat
terjangkit penyakit skabies namun dikatakan jika ada riwayat kontak dengan penderita, maka
terjadi peningkatan resiko tertular penyakit skabies.4 Yang menjadi penyebab utama gejala
gejala pada skabies ini ialah Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung
(hamil), ia membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.2

Untuk lebih memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau
50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari
tetapi ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.1 Studi lain menunjukkan bahwa lamanya
siklus hidup dari telur sampai dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk
tungau betina bisa sampai 30 hari.4 Berikut dipaparkan gambar siklus hidup skabies.

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies

8
Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu hingga lebih dari 30
hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu yang lembab dan pada suhu kamar
(21C dengan kelembapan relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes
selama 24-36 jam.5 Tungau biasanya memakan jaringan dan kelenjar limfe yang disekresi
dibawah kulit. Selama makan, mereka menggali terowongan pada stratum korneum dengan
arah horizontal.4 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli memperlihatkan
bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa secara selektif menarik beberapa lipid
yang terdapat pada kulit manusia. lipid tersebut diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-
chain-length (misalnya pentanoic dan lauric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic) serta
kolesterol dan tipalmitin. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa lipid yang terdapat pada
kulit manusia dan beberapa mamalia dapat mempengaruhi baik insiden infeksi maupun
distribusi terowongan tungau di tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka tungau dapat
meletakkan telur setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur maupun kotoran pada
terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya enzim pencernaan pada kotoran
adalah antigen yang penting untuk menimbulkan respons imun terhadap tungau skabies.5

4. KLASIFIKASI

Beberapa Bentuk Skabies, terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit
bisa bermacam-macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk
khusus skabies antara lain :

a. Skabies Nodula

Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk hipersensitivitas
terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabies. Lesi
berupa nodul yang gatal, merah cokelat, terdapat biasanya pada genitalis laki-laki,
inguinal dan ketiak yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan
dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan
beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak
jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan penderita
skabies atau lesi membaik dengan pengobatan khusus untuk skabies.5

9
b. Skabies Incognito

Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi respons
terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada kebanyakan kasus,
skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan. Tetapi pada
beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan
penyakit menjadi kronis dan meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema
generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan
adanya anggota keluarga lainnya.2,5

c. Skabies Pada Bayi

Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema
generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak tangan
dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan gambaran
suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang menyulitkan
penemuan terowongan.2,5,8

Gambar 3. Skabies pada Bayi (regio Pedis)

d. Skabies Norwegia

Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang
memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau. Istilah
skabies Norwegia merujuk pada Negara yang pertama mendeskripsikan kelainan ini

10
yang kemudian diganti dengan istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini
ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku dan kepala.
Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis misalnya usia
tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan, contohnya seperti Sindrom Down, juga pada
penderita yang mendapat terapi imunosupresan. Tidak seperti skabies pada umumnya,
penyakit ini dapat menular melalui kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini
disebabkan jumlah tungau yang sangat banyak atau karena galur tungau yang berbeda.
Studi lain menunjukkan pula bahwa transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan
pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang dapat diberikan
selain skabisid adalah terapi suportif dan antibiotik.5 Berikut dipaparkan gambaran
skabies berkrusta.

Gambar 4. Skabies berkrusta pada regio abdomen

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS

Gejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu tidak
mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita
yang memiliki status imun yang normal. Meskipun data yang ada masih sedikit,
tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita dengan AIDS biasanya menderita
bentuk skabies berkrusta (crusted scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS
biasanya juga " menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan pada
penderita status imunologi yang normal.4,5

11
f. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan.

5. PATOMEKANISME
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul
atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan
gatal. Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus.
Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai
manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di
bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel
radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua
ini terkait dengan hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat
berupa urtika, nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun
kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang
diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.5 Di samping lesi yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat
garukan penderita sendiri. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder.1

6. GEJALA KLINIK

Ada 4 tanda kardinal : 4,5

a. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.1 Pada awalnya gatal
terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal
timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya
dalam waktu beberapa jam.5 Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren,
gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9

12
b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya
seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang
padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut.1 Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.3
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorf (pustul,ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan gambaran
kelainan kulit pada skabies.

Gambar 5. Kelainan kulit pada sela-sela jari dan punggung

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis,
yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala dan
leher namun pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut
dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies. "

13
Gambar 6. Tempat Predileksi Skabies

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih
stadium hidup tungau ini.

Gambar 7. Tungau Skabies Dewasa

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk yang tidak
khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja pada
tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan kebersihan
kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik dapat terlihat
ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis. 2

7. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga The great
imitator.1,3 Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan
pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular, pioderma,
pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier,

14
gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3 menurut
Siregar, R.S,1996 Diagnosis banding skabies adalah
a) Prurigo
Diagnosis banding berupa prurigo hampir menimbulkan gejala yang sama dengan
skabies. Namun biasanya pada prurigo ditemukan papul-papul yang gatal, predileksi
pada bagian ekstensor ekstremitas. Hal ini berbeda dengan predileksi dari skabies
yang cenderung mengenai bagian tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang
tipis, seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll.
b) Gigitan serangga
Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas timbul sesudah ada
gigitan. Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama dengan scabies.
c) Folikulitis
Perbedaannya dengan skabies adalah bahwa pada folikulitis biasanya disertai nyeri
berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritema.

8. TERAPI

Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara
lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang
telah lama digunakan, sejak 25 M.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh
kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di
negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini
akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid
dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.

15
Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis
balsam perut.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada
usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate
sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil
benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke
mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan
eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui
urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke
bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang
menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan
bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas
SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,

16
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma,
dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan
fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat
keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima
hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam
kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa ahli
beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap
skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman
digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.
5. Permetrin dengan kadar 5%
Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini
merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam
penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di
kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan
sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat
ini.
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama
8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang
berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin
hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.

17
9. PENUNJANG
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara
lain:
1. Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang semua
kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini, tempat,
paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya
seperti asrama dan penjara.
2. Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi berbentuk
pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong,
atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk
lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak langsung
atau tidak langsung dengan penderita.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga
teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
6. Psikososial
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang
berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi
pada saat interaksi sosial.
7. Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang (kebiasaan
mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu
ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga. Dengan
adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau
18
yang ridak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan
menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial.

Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
benang.
2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder
yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan
perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan
diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada
kulit kepala dan wajah.
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas
adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula
atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli
adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei. 5
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:4

a. Kerokan Kulit

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula


menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak
mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau 100X
dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.

19
b. Mengambil Tungau Dengan Jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

c. Epidermal Shave Biopsy

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk,
dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi
perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi
minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.

d. Kuretase Terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan
ditetesi minyak mineral.
e. Tes Tinta Burowi

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol,
maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok,
karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada
penderita yang non-kooperatif.

f. Tetrasiklin Topikal

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan


selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin
akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak
dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga
tungau dapat ditemukan.

20
g. Apusan Kulit

Kulit diberesihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat
dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan diatas gelas objek (enam buah dari
lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop. 4

h. biopsy plong (punch biopsy)

Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur yang
perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya
sekitar 12, sehingga biopsy berguna bila diambil dari lesi yang meradang, secara umum
digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan
biasanya dilakukan tanpa anastesi local pada penderita yang kooperatif.

Dari berbagai cara diatas korokan kulit merupaka cara yang paling mudah dilakukan
dan memberikan hasil yang paling memuasakan. Mengambil tungau dengan jarum
memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena biasanya terowongan sulit di
identifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi
memerlukan waktu yang lama karena dari satu lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan
sedangkan pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji
tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya penderita dating pada keadaan
lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan
tidak dapat dimasuki tinta atau salep.3

10. KOMPLIKASI
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul :
a. Dermatitis akibat garukan
b. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, furunkel.
c. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan
komplikasi kepada ginjal glomerulonephritis
d. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiscabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau pemakaian yang terlalu sering.

21
11. PENCEGAHAN
Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan
kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran
penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara:
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun,
b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur minimal 2
kali dalam seminggu,
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali,
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain,
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
scabies,
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup Menjaga kebersihan tubuh sangat
penting untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya
merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari.

12. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas
dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes)
definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabies akan tetap hidup
tumbuh pada manusia.1,

22
LAMPIRAN

1. Mengapa pemberian obat permetrin pada penderita tidak ada perubahan, padahal permetrin
obat pilihan terakhir untuk penderita scabies?
Jawaban :
Karena pada dasarnya penyakit scabies adalah penyakit yang berhubungan dengan higenitas
dan kebersihan lingkungan sekitar. Meskipun penderita sudah diberikan obat permetrin yang
sebenarnya efektif untuk semua stadium baik dari telur hingga tungau dewasa, tetapi
penggunaan obat disini pasien menggunakan hanya sendiri sedangkan teman-temannya yang
lain tidak diobati maka pengobatan menjadi tidak efektif dan akan tertular kembali.
Ditambah kondisi lingkungan pasien yang lembab sehingga cahaya matahari tidak masuk
dan terdapat kolam air yang kondisinya sangat keruh. Hal ini memungkinkan tungau tumbuh
dengan baik.
2. Bagaimana mekanisme gatal yang terjadi pada pasien ini?
Jawaban :
Gatal terjadi Karena aktivitas tungau yang membuat terowongan, dimana hal ini akan
membuat respon tubuh untuk mengaktifkan imunitas tubuh berupa IgE yang akan
merangsang daripada mediator inflamasi. Kemudian akan menstimulasi ujung saraf bebas
lalu dibawa menuju ke serabut saraf C yang tidak bermielin. Lalu masuk ke substansia
grisea, dan bersinap dengan neuron kedua yang menyebrang ke tengah, menuju ke traktus
spinotalamikus kontralateral, hingga ke thalamus. Dari thalamus terdapat neuron ketiga yang
meneruskan hingga ke pusat persepsi di korteks serebi. Kemudian di serebi akan
mempersepsikan bahwa di lokasi tersebut gatal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit Dan


Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 : 119-
122
2. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M. Penyakit Kulit.
Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104
3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
1995 : 1-25
4. Harahap,marwali. 2000.ilmu penyakit kulit.hipokrates:Jakarta
5. Siregar.R.S.1996.saripati penyakit kuli.EGC:Jakarta.
6. Marufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan
Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di Pondok Pesantren
Kabupaten Lamongan. Jurnal KesehatanLingkungan 2005 : 2 : 11-17
7. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 : 1718-1727

24

Anda mungkin juga menyukai