Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 28 TAHUN 2018

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3


Tutor : dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes

Icha Ariska Putri 04011281520002


Rifqoh Trikurnia 04011181520008
Siti Utari Nadya 04011181520021
Mardiati Nurul Hidayah HRP 04011181520064
Mayasari 04011181520082
Fajri Irwinsyah Manalu 04011181520086
Quintiana Ruthie Haris 04011281520158
Silvalena 04011281520159
Rony Wiranto 04011281520166
Opel Berlin 04011281520168
Muhammad Dodi Fakhirin 04011281520169
Litania Leona Hidayat 04011281520172
Nur Azizah 04011281520180

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

0|Page
TAHUN 2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario B Blok 28 Tahun 2018” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,
2. Tutor kelompok 3, dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 20 September 2018

Kelompok 3

1|Page
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan
I. Kegiatan Tutorial..............................................................................................3
Bab II Isi
I. Skenario B........................................................................................................4
II. Klarifikasi Istilah..............................................................................................5
III. Identifikasi Masalah.........................................................................................6
IV. Prioritas Masalah..............................................................................................7
V. Analisis Masalah...............................................................................................8
VI. Learning Objectives
a. Aspek Klinis : Abortus Inkomplit......................................................27
b. Abortus...............................................................................................
c. Fisiologi Kehamilan Trimester I........................................................
VII. Kerangka Konsep.............................................................................................
VIII. Sintesis..............................................................................................................
Bab III Penutup
Kesimpulan..........................................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................................................

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN

I. Kegiatan Tutorial

Tutor : dr. Rendra Leonas, SpOT(K)Spine,MH.Kes


Moderator : Rifqoh Trikurnia
Sekretaris : 1. Rony Wiranto
2. Mayasari
Hari/Tanggal Pelaksanaan: 17 dan 19 September 2018
Peraturan selama tutorial :
1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan.
2. Diperbolehkan permisi ke toilet.
3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu
setelah diberi izin moderator baru bicara.
4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain.
5. Harus lebih aktif selama kegiatan tutorial.

3|Page
BAB II
ISI

I. Skenario B
Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit, kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Mr. X ke
RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di
kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan:


RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil
isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.

Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk
kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil
kiri reaktif/normal.

Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang
perawat.

4|Page
II. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Arti
1. Pingsan Jatuh tiba-tiba dan menjadi tidak sadar akibat suatu
cedera atau penyakit.
2. Sadar Compos mentis; kondisi seseorang yang sadar
sebelumnya, baik terhadap dirinya, maupun terhadap
lingkungannya, dan dapat menjawab pertanyaan dari
pemeriksa dengan baik.
3. Visum et repertum Merupakan laporan tertulis untuk peradilan yang
dibuat oleh dokter yang memuat berita tentang
segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang
bukti berupa tubuh manusia atau benda yang berasal
dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai
pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan
penyidik untuk kepentingan peradilan.
4. Memar Suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau
kutis akibat pecahnya kapiler dan vena yang
disebabkan oleh benda tumpul.
5. Pupil isokor Ukuran dua pupil sama besar.
6. Pupil reaktif Pupil dengan mudah bereaksi ketika diberikan
stimulus.
7. Nyeri kepala hebat Cephalgia; nyeri hebat yang dirasakan di daerah
kepala atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman
yang dirasakan pada daerah kepala.
8. Muntah Mengeluarkan sesuatu dari lambung melalui mulut.
9. Regio orbita Rongga tulang yang terdapat bola mata serta otot,
pembuluh darah dan saraf yang terkait.
10. Hematom Sekelompok sel darah yang telah mengalami
ekstravasasi, biasanya telah menggumpal baik
didalam organ, interstitium, jaringan dan otak.
11. Subconjunctival Perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah
bleeding dibawah lapisan konjungtiva
12. Regio temporal Daerah permukaan kepala yang berhubungan
langsung dengan tulang temporal.
13. Fraktur Suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan

5|Page
trauma, baik trauma langsung maupun tidak
langsung.
14. Regio nasal Daerah pada wajah disekitar hidung.
15. Darah segar mengalir Rhinorrhea; merupakan suatu keadaan dimana
dari kedua lubang cavum nasal terisi oleh cairan dengan jumlah yang
hidung cukup banyak.
16. Ngorok Mendengkur; merupakan proses bergetarnya struktur
pernafasan, yang akhirnya menghasilkan suara.
17. Penurunan kesadaran Keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh
sehingga tidak mampu memberikan respon yang
normal terhadap stimulus.
18. Mengerang Mengeluh atau merintih karena kesakitan.
19. Pupil anisokor Ukuran diameter pupil tidak sama.

III. Identifikasi Masalah


1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat.
2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan
muntah.
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5, pupil
isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks
cahaya pupil kiri reaktif/normal.
5. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang perawat.

6|Page
IV. Prioritas Masalah
No. Fakta Prioritas
1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh
tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan
VVV
kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan
kejadian ini ke kantor polisi terdekat.
2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et
repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala VV
sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS:
E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil
kiri reaktif.
Regio Temporal dextra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata,
VV
sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.
Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival
bleeding (-)
Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang
hidung.
4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien
tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran
didapatkan: Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan
VV
darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri,
melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil
anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya
pupil kiri reaktif/normal.
5. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut
V
dibantu oleh 3 orang perawat.

V. Analisis Masalah

7|Page
1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 thn, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian
sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat.
a) Apa kemungkinan jenis trauma yang dialami Mr. X?
: Berdasarkan skenario, trauma yang dialami Mr. X adalah trauma mekanik
tumpul dengan jenis luka yaitu luka memar (contusio) di kepala sebelah
kanan.

2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD


Mr. X mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala
hebat dan muntah.
a) Bagaimana cara pembuatan visum et repertum?
: Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup
1) Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik
: Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai
dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit
tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan
kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani
aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban
dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.
2) Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
: Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan hal
yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai
penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek
yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan
diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban datang
sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et
repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria
tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak
membawa SpV. Sebagai berikut:
- Setiap pasien dengan trauma
- Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan

8|Page
- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
- Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
- Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal
pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda
pada map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta
penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien
umum.”
3) Pemeriksaan korban secara medis
: Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik
yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi
kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
4) Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
: Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas
administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena
ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir
alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Contoh :“Pada kepala sebelah kanan
ditemukan luka dan memar, tapi tidak rata ukuran 6x1cm”
5) Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et repertum
: Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani
tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa
orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap
dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter
pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan
pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan
luka/cedera/racun/tindak pidana.
6) Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada
penyidik saja dengan menggunakan berita acara.
7) Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum

9|Page
Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada
pihak penyidik yang memintanya saja.

Empat kelompok perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan


nyawa yang mutlak perlu VeR:
1) Tindak pidana kesusilaan:
: Perkosaan. Perkosaaan ialah tindakan menyetubuhi wanita yang bukan
istrinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam penanganan
korban (hidup) perkosaan, dokter memiliki peran ganda yaitu sebagai
pemerkosaan yang membuat VeR serta tenaga medis yang mengobati dan
merawat korban. Tugas dokter hukum menentukan apakah korban telah
diperkosa, melainkan mencari ada/tidaknya bukti berupa tanda-tanda
persetubuhan, kekerasan dan jenis kekerasan yang menyebabkannya.

2) Tindak pidana penganiayaan:


: Penganiayaan adalah suatu bentuk perbuatan yang mengakibatkan perasaan
tidak enak (penderitaan) rasa sakit atau luka bagi orang lain yang
dilakukan dengan melampaui batas-batas yang diizinkan.
• Penganiayaan ringan
: Menghasilkan luka ringan yang tidak menghalangi seseorang melakukan
pekerjaannya
• Penganiayaan sedang
: Menghasilkan luka sedang yang menyebabkan gangguan sementara pada
pekerjaan
• Penganiayaan berat
: Menghasilkan luka berat yang menghalangi seseorang melakukan
pekerjaannya selamanya atau permanen
3) Tindak pidana pembunuhan
: Sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Korban tindak pidana
pembunuhan, ada yang ditemukan telah beberaoa hari meninggal dunia
sehingga korban sangat susah dikenali karena telah terjadi perubahan

10 | P a g e
pada korban. VeR yang dilakukan dokter forensic dapat menyimpulkan
sebab kematian selain jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan, dan surat
kematian, serta mengungkap pelaku tindak pidana.
4) Penyalahgunaan obat-obatan:
• Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mencari penyebab kematian
apakah kematian tersebut akibat dari keracunan (mis, kematian karena
keracunan morfin,karbon monoksida, sianida keracunan insektisida dan
lain-lain) diharapkan dapat ditemukan racun/obat dalam dosis yang
mematikan.
• Pemeriksaan toksikologi juga untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa
terjadi (misalnya: peristiwa pembunuhan, laka lantas, perkosaan, bunuh
diri) dengan kata lain bertujuan untuk membuat rekaan/rekontruksi atas
peristiwa yang terjadi. Diharapkan dapat ditemukan korelasi sampai
sejauh mana racun/obat tersebut berperan dalam memungkinkan
terjadinya peristiwa tersebut.
b) Bagaimana mekanisme permintaan visum et repertum?
: Dalam permintaan pembuatan visum et repertum terdapat 2 syarat yaitu:
a. Syarat formil
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatannya,
yaitu:
 Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai dengan pasal
133 ayat 2 KUHAP)
 Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada keberatan
dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan
penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat.
 Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa pidana
yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa yang telah
lampau.
 Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat.
 Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi
perlu pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat.

b. Syarat Materiil
Syarat materiil dalam pembuatan visum et repertum adalah berkaitan dengan
isi yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa,
pada saat diterimanya surat visum et repertum dari penyidik. Disamping itu,

11 | P a g e
isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah
teruji kebenarannya. Dengan demikian, visum et repertum sah sebagai alat
bukti dalam perkara pidana, apabila pembuatannya memenuhi syarat formil
dan materiil.

c) Apa saja jenis, isi dan fungsi visum et repertum?


: - Jenis-jenis visum et repertum:
 Visum pada orang hidup
: Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan,
keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain. Berdasarkan waktu
pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:
 Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena
korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan
perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan
 Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara
berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan.
Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai
pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan
walaupun visum akhir menyusul kemudian
 Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa
perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang
sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan.
Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter
atau rumah sakit yang merawat korban.

 Visum pada jenazah


: Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan,
diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat
permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan
yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau
pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah jenazah). Jenis visum
et repertum pada orang mati atau mayat:
 Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak
merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.

12 | P a g e
 Pemeriksaan dalam atau bedah jenazah, pemeriksaan secara
menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut,
dan panggul. Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi,
dan sebagainya.

- Isi Visum et Repertum


Lampiran visum
 Fotografi forensic
 Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
 Penjelasan istilah kedokteran
 Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi,
mikrobiologi)
- Tujuan dan Fungsi Visum et Repertum

: Maksud pembuatan Visum et Repertum (VeR) adalah sebagai salah satu


barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya
sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. JadiVeR merupakan
barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal
184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Keterangan terdakwa
 Surat-surat
 Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
 Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
 Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
 Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat
kesimpulan VeR yang lebih baru

Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim


dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang
tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang

13 | P a g e
atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau
penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

d) Bagaimana mekanisme luka dan memar di kepala sebelah kanan?


: Trauma benda tumpul pecahnya pembuluh darah kapiler di lokasi trauma
 terkumpulnya komponen darah lengkap (leukosit eritrosit trombosit dan
plasma) di interstitial  Proses Inflamasi pada daerah memar  pergerakan
makrofag untuk memfagosit komponen darah  hasil metabolisme
hemoglobin menghasilkan hemosiderin, biliverdin & hematoidin  perubahan
warna kulit menjadi biru kehitaman.

e) Bagaimana mekanisme nyeri kepala hebat?


: Fraktur os temporal  Ruptur pembuluh darah (a. meningeal media) 
Perdarahan arteri bertekanan tinggi  Hematoma epidural yang terus meluas
 Pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial  Nyeri kepala hebat

f) Bagaimana mekanisme muntah?


: Fraktur di os temporal dextra  ruptur arteri meningea media  hematoma
epidural  darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga cepat
memancar  setelah hematoma bertambah besar  pendesakan dan
peningkatan TIK  merangsang reseptor tekanan intrakranial  merangsang
pusat muntah di dorsolateral formatio retikularis  menyalurkan rangsangan
nervus vagus  kontraksi duodenum dan antrum lambung  peningkatan
tekanan intraabdomen dan sphincter esofagus membuka  muntah

3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:


RR: 28x/min, Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi: 50x/min, GCS: E4 M6 V5,
pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Temporal dekstra: tampak luka ukuran 6x1cm, tepi tidak rata, sudut
tumpul dengan dasar fraktur tulang.
Regio Orbita: Dekstra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Nasal: tampal darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan tanda
vital dan pupil?
:
No Pemeriksaan fisik Normal Interpretasi dan Mekanisme
Abnormal
1. RR : 28 x/mnt 16-24 x/menit Takipneu, merupakan kompensasi

14 | P a g e
dari ↓ perfusi otak untuk menjaga
perfusi otak adekuat.
2. TD 130/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi, kompensasi iskemik
otak. Dengan rumus:

CPP = MAP - ICP

Jika tekanan intrakranial


meningkat maka MAP juga harus
meningkat agar perfusi otak tetap
adekuat. Peningkatan MAP
menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
TIK (ICP) ↑  kompensasi untuk
mempertahankan CPP
peningkatan MAP hipertensi
3. Nadi 50 x/mnt 60-100 mmHg Bradikardi, akibat penekanan pada
medulla oblongata yang
selanjutnya merangsang pusat
inhibisi jantung.
4. GCS E4M6V5 E4M6V5 Normal
5. Pupil isokor Isokor Normal, N. III normal
6. Refleks cahaya : Reaktif Normal, N. III normal
pupil kanan reaktif,
pupil kiri reaktif

b) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio


orbita?
:
No. Hasil Nilai normal Interpretasi Mekanisme
pemeriksaan Abnormal
1. Regio orbita Tidak Raccoon eyes Fraktur basis
dextra et sinistra hematoma (+) cranii di bagian
tampak hematom anterior ->
merobek
meningens dan
mengakibatkan

15 | P a g e
sinus-sinus vena
berdarah ke vili
arachinoid ->
terbendung di
jaringan lunak di
sekitar mata
(periorbital) ->
hematoma
disekitar mata
(raccoon eyes)
2. Subconjungtival Negatif Normal -
bleeding (-)

c) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio


temporal dekstra?
: - Luka dextra ukuran 6x1 : lecet akibat luka trauma tumpul dipukul dengan
kayu
- Tepi tidak rata : merupakan akibat trauma tumpul, bukan merupakan
trauma tajam seperti pisau, karena bila trauma tajam tepi luka rata
- Sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang : tulang fraktur kearah dalam
sehingga membentuk sudut tumpul akibat pukulan kayu
Pada regio temporal terdapat luka dan fraktur tulang. Menurut
penyebabnya luka pada kasus ini termasuk Vulnus laceratum (Laserasi).
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul,
dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan
meningkatkan resiko infeksi.
Mekanisme:
Trauma tumpul  Hantaran energi kinetik ke SCALP  Kulit robek 
Luka  Energi diteruskan ke temporal  Fraktur temporal
d) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan regio
nasal?
:
Manifestasi Nilai Interpretasi Mekanisme abnormal
normal
TampakTida Terdapat Abnormal Trauma kepala -> fraktur pada

16 | P a g e
darah segar darah segar tengkorak melibatkan fraktur basis
mengalir mengalir cranii yang mengenai bagian
dari kedua dari kedua bawah (fossa cranii anterior) ->
lubang lubang pecahnya plexus kiesselbach
hidung hidung sehingga menyebabkan
pendarahan dari hidung.

e) Apa makna klinis dilakukan pemeriksaan subconjungtival bleeding?


:
No. Hasil Pemeriksaan Interpretasi Nilai Normal
1. RR : 28x/menit Takipnea 20x/menit
2. Tekanan darah : 130/90 S : Pre hipertensi S : 120-139 mmHg
mmHg D : Hipertensi stage D : 90-99 mmHg
1
3. Nadi : 50x/menit Borderline normal 50-90 x/menit
4. GCS : E4 M6 V5 Compos mentis Compos mentis
5. Pupil isokor Normal
6. Refleks cahaya: pupil kanan Normal
reaktif, pupil kiri reaktif

f) Apa makna klinis ditemukan darah segar keluar dari hidung?


: Darah segar mengalir menandakan adanya perdarahan pada bagian anterior
nasal. Akibat dari benturan kayu yang mengenai bagian wajah (Fossa cranii
anterior)  rupturnya plexus kiesselbach  terjadi pendarahan dari hidung.

4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak


sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/min, nadi 50x/min, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang

17 | P a g e
dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan
negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal.
a) Bagaimana hubungan tingkat kesadaran dengan temuan klinis?
: Tingkat kesadaran menurut GCS: 10
• Membuka mata dengan rangsangan nyeri  E = 2
• Mengerang dalam bentuk kata-kata  V = 3
• Dapat melokalisir nyeri  M = 5
GCS 10 berarti cedera kepala sedang. Pada cedera kepala sedang yang
mengenai tulang sphenoid, dapat menyebabkan laserasi pada saraf optik
sehingga dapat menyebabkan reflex pupil negative pada cahaya sehingga pupil
anisokor, hal ini dapat menyebabkan penglihatan kabur atau kebutaan pada
mata dengan lesi saraf optik.

b) Apa makna klinis dari Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit, sadar, kemudian
pingsan lagi?
: Hal ini menandakan bahwa trauma yang dialami Mr.X tidak mengenai mata
secara langsung karena pada perdarahan subkonjungtiva terjadi pecahnya
pembuluh darah secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan
dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara
ke ruang subkonjungtiva.

c) Bagaimana mekanisme Mr. X pingsan setelah dipukul dengan kayu, sadar


kemudian pingsan lagi?
: Trauma pada os temporal  pecahnya pembuluh darah otak, diduga
a.meningea media (arteri yang terdapat diantara os temporal dan duramater
yang masuk melalui foramen spinosum)  kekurangan suplai darah di otak
yang sifatnya akselerasi dalam jangka waktu yang singkat  goncangan pada
batang otak  pons turun, a. basilaris meregang  perfusi ke ascending
reticulo activation system (ARAS) terganggu  penurunan kesadaran 
pingsan selama 5 menit  stabil (ARAS kembali berfungsi)  sadar kembali,
namun perdarahan masih berlanjut  pembentukan hematoma di epidural 
TIK↑  kompresi lobus temporalis ke arah bawah dan dalam  herniasi
uncus melalui incisura tentorii  menekan batang otak (ARAS)  penurunan
kesadaran (pingsan) kembali

18 | P a g e
d) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik
setelah pasien tidak sadarkan diri?
:
Manifestasi Nilai normal Interpretasi Mekanisme abnormal
Pasien ngorok Pasien tidak Abnormal Trauma kepala 
ngorok (tanda ada Peningkatan tekanan
obstruksi intrakranial (TIK) 
Herniasi  penekanan
jalan napas)
pada medula oblongata
 sistem ARAS
terganggu  penurunan
kesadaran (GCS 10) 
lidah jatuh ke belakang
 menyumbat saluran
pernafasan  udara
yang masuk melalui
mulut mengalami
turbulensi  pasien
ngorok

RR: 24x/min, 16-24x/min Abnormal Trauma kepala 


(Terjadi
Peningkatan tekanan
penurunan RR
intracranial (TIK) 
dari 28x/min
Herniasi unkus yang
menjadi
makin kekaudal dan
24x/min)
makin berat  pons
akan tertekan dan
akhirnya akan berlanjut
menekan medula
oblongata  gagal napas
Nadi: 50x/min 60-100x/min Abnormal Trauma kepala 
(Bradikardi) Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) 
Herniasi unkus yang
makin kekaudal dan
makin berat  menekan

19 | P a g e
medula oblongata 
menurunkan nadi
TD: 140/90 TD: 140/90 Abnormal Trauma kepala 
mmHg mmHg (Terjadi Peningkatan tekanan
peningkatan intrakranial (TIK) 
Otak meregulasi tekanan
TD)
perfusi dengan dengan
vasokonstriksi arteri 
kompensasi dari
berkurangnya perfusi di
otak.  meningkatkan
MAP  Tekanan darah
akan terus meningkat
sebagai hasil dari
mekanisme kompensasi
Pasien membuka GCS : 15 Abnormal Pasien membuka mata
mata dengan dengan rangsang nyeri: 2
rangsang nyeri, (Eye)
Melokalisir nyeri: 5
melokalisir nyeri,
(Motoric)
dan mengerang
Mengerang dalam
dalam bentuk
bentuk kata-kata: 3
kata-kata
(Verbal)
GCS : 10
GCS : 10 (Somnolen)
Trauma kepala 
Peningkatan TIK 
herniasi unkus 
kompresi pada siklus
ateria formatio
retikularis di medulla
oblongata 
mengganggu Asenden
Raticular Activating
System (ARAS) 
Gangguan kesadaran
(pasien tidak sadar)

20 | P a g e
Pupil anisokor Pupil isokor Abnormal Trauma kepala 
dekstra, refleks dextra, Peningkatan tekanan
cahaya pupil refleks intrakranial (TIK) akibat
kanan negatif cahaya pupil perdarahan 
kanan reaktif Hematoma meluas 
lobus temporalis tertekan
ke arah bawah dan ke
dalam  bagian medial
lobus mengalami
herniasi ke bawah tepi
tentorium  Herniasi
unkus  menekan
mesencephalon 
mengenai Edinger–
Westphal nucleus (suplai
preganglionic
parasympathetic fibers)
dari saraf kranial III
(occulomotorius) bagian
dextra  gangguan pada
saraf parasimpatis yang
berfungsi untuk kontriksi
pupil  aktivitas
simpatis lebih dominan
 pupil kanan midriasis
(ipsilateral)  Anisokor
dextra, refleks pupil
kanan negatif
Refleks cahaya Refleks Normal -
pupil kiri cahaya pupil
reaktif /normal. kiri reaktif
/normal.

21 | P a g e
e) Bagaimana makna klinis dari pupil anisokor dextra, refleks cahaya pupil
kanan negatif dan refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal?
: Makna klinis dari ditemukannya pupil anisokor dextra, refleks cahaya pupil
kanan negatif berarti pada kasus terjadi laterasi dikarenakan herniasi unkal
yang menekan CN III ipsilateral, sehingga terjadi anisokor pada pupil yang
sesuai dengan posisi nervus, dan mata kontralateral tidak akan mengalami
gejala seperti mata satunya, sehingga refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal

f) Bagaimana makna klinis dari membuka mata dengan rangsang nyeri,


melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata?
: - Membuka mata dengan rangsang nyeri : E2
- Melokalisir nyeri : M5
- Mengerang dalam bentuk kata-kata V3
GCS : 10  cedera kepala sedang

5. Pada saat itu Anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu
oleh 3 orang perawat.
a) Bagaimana tatalaksana awal dari dokter UGD di RSUD?
: Penatalaksanaan awal
 Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace
 elevasi kepala dari tempat tidur setinggi 30-45°
 pemberian cairan isotonis
 terapi medikamentosa sesuai keluhan yang timbul berupa analgetik,
antiemetic, H2 reseptor antagonis, antibiotik.
 Bila telah stabil pasien dirujuk ke fasilitas rumah sakit yang memiliki
sarana dokter spesialis bedah saraf.
Epidural hematoma dengan gejala minimal, tidak ada defisit neurologis fokal,
tidak ada tanda herniasi dapat, diberikan terapi, dengan medikamentosa,
dengan observasi neurologis ketat.

Di Tempat Kejadian
- Menjaga stabilitas fungsi kardiovaskuler & pernafasan:
A = Membebaskan jalan nafas
B = Memberi nafas buatan
C = Melakukan pijat jantung
- Menghindari penyulit: atasi perdarahan, Immobilisasi fraktur, Pasang collar
cervical dan lain-lain
Selama Di Perjalanan
- Dijaga gerakan akibat goncangan yang bisa menimbulkan rasa nyeri, gelisah,
pusing dan muntah

22 | P a g e
- Pakai mobil ambulan khusus dimana tersedia alat fasilitas minimal dan obat-
obatan

Di Rumah Sakit
Disini Sarana, Tenaga medis, Fasilitas peralatan, Obat-obatan sudah tersedia
lebih khusus Prosedur tahapan-tahapan tindakan dapat dilaksanakan dengan
baik. Harus mengikuti urutan prioritas yang disesuaikan kepentingannya
dalam mengatasi keadaan darurat:
1. Stabilisasi kardiopulmoner (B L S):
- Pembebasan jalan nafas (airway)
- Pernafasan (breathing)
- Sirkulasi darah (circulation)
2. Pemeriksaan klinis
- Pemeriksaan fisik umum
- Pemeriksaan neurologik:
 Kesadaran (GCS)
 Pupil mata
 Reflex batang otak (oculocephalic, oculovestibuler, cornea reflex)
 Defisit neurologis (tanda fokal serebral/leteralisasi)
3. Pemberian cairan & nutrisi
4. Terapi medikamentosa
5. Tindakan khusus:
- Pemeriksaan radiologik
- LP / EEG / Angiografi
- Transcranial Doppler Ultrasonography
- Jugular Oximetry
6. Perawatan umum
Transfer/Rujukan ke fasilitas Rumah Sakit dengan sarana/spesialis bedah
sarah, dilakukan pada keadaan:
 Pasien tidak sadar atau GCS < 15
 Terdapat gejala defisit neurologis fokal: hemipareses, hipestesi, gangguan
penglihatan, ataksia.
 Suspek fraktur skull atau trauma penetrating (tanda fraktur basis kranii,
fraktur depress terbuka
 Trauma kepala dengan mekanisme trauma akibat benturan high energi:
o Terlempar dari kendaraan bermotor
o Jatuh dari ketinggian lebih dari 1 meter, atau kurang pada bayi
o Tabrakan kendaraan bermotor kecepatan tinggi
 Riwayat kejang
 Suspek trauma servikal
Indikasi pembedahan

23 | P a g e
 Gejala klinis terdapat penurunan kesadaran, defisit neurologis lokal, tanda
herniasi dan gangguan kardiopulmonal.
 Dari CT Scan: epidural hematoma dengan volume >30 cc, tebal > 1 cm
dan pergeseran struktur midline < 5mm

b) Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus ini?


: - Radiografi: Foto x-ray tulang tengkorak merujukan pada kriteria panel
memutuskan bahwa skull film kurang optimal dalam menvisualisasikan
fraktur basis cranii.
- CT scan: merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam
diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1-1,5 mm,
dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur. CT scan
Helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur condylar
occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan.
- MRI: Magnetic Resonance Angiography merupakan suatu nilai tambahan
untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament dan vaskular.
Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan dengan menggunakan
CT scan. MRI mungkin dapat membantu menentukan kerusakan pada saraf
dan mengevaluasi cairan serebrospinal.
- Pemeriksaan Laboratorium
: Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya
kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu
tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu atau linen, maka
akan menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari
darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga
dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa.

VI. Learning Objective


1. Aspek Klinis : Epidural Hematoma
a. Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding yang ada pada kasus ini adalah sebagai berikut:
Adapun diagnosis banding dari pendarahan epidural hematoma adalah:

24 | P a g e
- Hematoma Subdural (SDH)
: Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan atau sinus venosus dura mater.
Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan
kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil.
Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan
terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens
berbentuk bulan sabit.
- Hematoma Subaraknoid (SAH)
: Disebabkan oleh perdarahan subarachnoid space (diantara arachnoid mater dan
pia mater). Karena berada diruang subarachnoid, biasanya tanda meningen
seperti kaku kuduk positif (+). Gambaran CT Scan telihat adanya pembesaran
ventrikel yang berhubungan dengan darah (Hiperdens). Gambaran hipedens
dapat terlihat dalam ventrikel atau pun dalam ruang subarachnoid. Adanya darah
di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam
rongga subaraknoidea. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat.
Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid, yang biasanya
dikenal dengan ‘star-sign’. Berbeda dengan SAH non-traumatik yang umumnya
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma),
perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat.

25 | P a g e
- Hematoma Intraserebral
: Perdarahan pada parenkim otak yang sebabkan robeknya arteri Intraserebral
mono maupun multiple. Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan
suatuaneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan
dinding arterimenipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.
Gambaran CT Scan terdapat daerah hiperdens (densitas tinggi) pada daerah
parenkim otak.

b. Algoritma penegakan diagnosis

26 | P a g e
c. Definisi dan diagnosis kerja
Adapun diagnosis kerja pada kasus ini adalah epidural hematoma. Epidural
hematoma adalah adanya darah yang mengumpul di area epidural, yaitu area di
antara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Sedangkan diagnosis kerja pad
skenario ini adalah Mr.X menderita cedera kepala sedang, hematoma epidural
disertai lucid interval karena terjadi herniasi dan fraktur basis cranii anterior
disebebkan trauma tumpul kepala.

d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan EDH dan
sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian EDH
hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang berisiko
mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering
jatuh. 60 % penderita EDH adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi
pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat
pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
EDH terjadi pada 1-2% dari seluruh kasus trauma kepala dan di sekitar 10%
dari pasien dengan koma traumatis. Hematoma epidural paling sering terjadi di
daerah perietotemporal akibat robekan arteria meningea media. Morbiditas

27 | P a g e
Tingkat kematian dilaporkan berkisar 5-43%. Tingkat yang lebih tinggi
berhubungan dengan berikut:
• Intradural lesi
• Lokasi temporal
• Peningkatan volume hematoma
• Cepat klinis perkembangan
• Kelainan pupil
• Peningkatan tekanan intrakranial (ICP)
• Penurunan skala koma Glasgow (GCS)

e. Etiologi dan Faktor risiko


Adapun etiologi dan faktor risiko yang dapat terjadi pada kasus epidural
hematoma adalah:
 Gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena
fraktur.
 Akibat trauma kapitis, tengkorak retak.

f. Patofisiologi
Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat
robekan arteri meningea media. Hematoma epidural di daerah frontal dan
oksipital sering tidak dicurigai dan memberi tanda-tanda setempat yang tidak
jelas.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang dipermukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma epidural, desakan oleh
hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematoma bertambah besar.
Hematoma yang meluas didaerah temporal menyebabkan tertekannya lobus
temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
media lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi
dibawah tepi tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda neurologik
yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke farmasio retikularis medula
oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat nuklei
saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi

28 | P a g e
pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortikospinalis asendens pada
area ini menyebabkan kelemahan renspon motorik kontralateral (berlawanan
dengan tempat hematoma), refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong ke arah
yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan ICP, termasuk kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat.
Kemudian kesadaran berangsur menurun.
Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah
terjadi kecelakaan disebut dengan interval lucid. Fenomena lucid interval karena
pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
Sumber Perdarahan pada kasus hematoma epidural:
 Arteri Meningea ( lucid interval 2-3 jam)
 Sinus duramatis
 Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica dan
vena diploica.

g. Pemeriksaan Penunjang
- Foto Polos Kepala (X-ray)
Foto polos kepala tidak bisa mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
arteria meningea media.

29 | P a g e
- CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi
cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single)
tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling
sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur
pada area epidural hematoma.

30 | P a g e
- MRI
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga
dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI juga diperlukan apabila
pasien mengalami spinal epidural hematoma (SEH).

- Pemeriksaan Laboratorium
Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya
kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik
dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu atau linen, maka akan
menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka
disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan
dengan menganalisa kadar glukosa.

h. Tatalaksana
Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan pada abortus inkomplit adalah:
Langkah-Langkah Tatalaksana
a. Perlindungan Umum (General Precaution)

31 | P a g e
b. Stabilisasi Sistem Kardiovaskular
c. Survey Sekunder
d. Pemeriksaan Neurologis
e. Menentukan Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Tambahan
f. Menentukan Diagnosis Pasti
g. Menentukan Tatalaksana

Prinsip-Prinsip Tatalaksana
a. Penanganan cedera otak primer
b. Mencegah dan menangani cedera otak sekunder
c. Optimalisasi metabolisme otak
Kriteria Masuk Rumah Sakit
a. Kebingungan atau riwayat pingsan / penurunan kesadaran
b. Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan muntah
c. Kesulitan dalam penilaian klinis, misalnya pada alkohol, epilepsi
d. Kondisi medik lain : gangguan koagulasi, diabetes mellitus
e. Fraktur tengkorak
f. CT scan abnormal 13
g. Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah sakit
h. Umur pasien diatas 50 tahun
i. Anak-anak
j. Indikasi sosial
Kriteria Pulang
a. Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan
b. Tidak ada gejala neurologis
c. Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang
d. Tak ada fraktur kepala atau basis kranii
e. Ada yang mengawasi di rumah
f. Tempat tinggal dalam kota
Kriteria Lembar Pesanan saat Pulang
a. Muntah makin sering
b. Nyeri kepala atau vertigo memberat
c. Gelisah atau kesadaran menurun
d. Kejang
e. Kelumpuhan anggota gerak
Kriteria Masuk Ruang Observasi Intensif
a. GCS < 8
b. GCS < 13 dg tanda TIK tinggi
c. GCS < 15 dengan lateralisasi
d. GCS < 15 dengan Hemodinamik tidak stabil.
e. Cedera kepala dengan defisit neurologis belum indikasi tindakan operasi
f. Pasien pasca operasi
** Pindah dari ROI ke ruang HCU
a. Pasien cedera kepala yang tidak memerlukan ventilator dan transportable
(layak transport).
b. Telah dilakukan koordinasi dengan ruang HCU / F1
Kriteria Masuk Ruang High Care Unit

32 | P a g e
a. Pasien dengan CT scan abnormal yang belum indikasi operasi
b. Pasien COR dan COS yang tidak memenuhi kriteria masuk ROI dan
memerlukan observasi ketat.
c. Pasien yang memerlukan perawatan dengan observasi ketat paska pindah dari
ICU/ROI IRD

Algoritma Tatalaksana Pasien Cedera Otak Ringan

Algoritma Tatalakasana Pasien Cedera Otak Sedang

33 | P a g e
Algoritma Tatalaksana Pasien Cedera Otak Berat

34 | P a g e
Indikasi Pembedahan pada EDH
a. Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan > 15
mm, atau pergeseran midline > 5 mm, atau
b. Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor

Indikasi pembedahan pada Fraktur Basis Cranii


a. Kebocoran likuor serebrospinal setelah trauma yang disertai dengan
meningitis.
b. Fraktur transversal os petrosus yang melibatkan otic capsule
c. Fraktur tulang temporal disertai kelumpuhan komplit otot – otot wajah
d. Pneumocephalus atau kebocoran LCS lebih dari lima hari

Waktu

35 | P a g e
Tidak ada konsensus mengenai waktu pelaksanaan operasi. Rekomendasi
terakhir menyebutkan diharapkan operasi sudah dilaksanakan dalam waktu 5
hari semenjak LCS fistula diisolasi. Pembedahan secepatnya direkomendasikan
untuk mengurangi insiden infeksi
Metode
Subtotal petrosectomy yang terdiri dari eksenterasi total dari temporal
bone air cell tracts dan obliterasi dari tuba eustachian. Setelah struktur yang
cedera diperbaiki atau dibebaskan (nervus fasialis, arteri karotis atau otic
capsule), kavitas yang terbentuk diobliterasi dengan graft lemak endogen dan
flaps otot temporal. Tindakan operasi untuk otorrhea meliputi craniotomy fossa
media atau fossa posterior, menelusuri tulang untuk melihat paparan dura yang
menutupi tulang petrosus. Diusahakan melakukan penutupan primer, namun
bila tidak memungkinkan dapat dilakukan graft fascia lata atau graft lemak atau
otot untuk menutupi defek. Tindakan operasi untuk Rhinorrhea disesuaikan
dengan lokasi kebocoran yamg diketahui dengan tindakan diagnostik
radiologis.
Penjelasan Rekomendasi
Perawatan konservatif dilaksanakan bila tidak didapatkan kebocoran LCS
yang persisten, fraktur tulang temporal, kelumpuhan otot-otot wajah,
kehilangan pendengaran, atau kebutaan.
Terapi konservatif meliputi pemberian antibiotik empirik intravenous
selama 5 hari untuk memberikan kesempatan penyembuhan robekan dura. Data
terakhir menganjurkan pemberian PNC 1-2 juta unit/hari pada kasus kebocoran
LCS. Kultur nasal dan tenggorokan segera diambil, dan antibiotik yang dipilih
sesuai dengan kultur. Pasien dipertahankan dalam posisi bed rest total dengan
elevasi posisi the head of bed, untuk mengurangi aliran LCS.
Bila kebocoran cairan likuor tidak berkurang dalam waktu 72 jam dengan
terapi konservatif, pemasangan lumbar drain dilakukan untuk mengalirkan 150
ml LCS perhari selama 3-4 hari. Diversi LCS dari kebocoran dura dapat
membantu penutupan secara spontan
Manajemen Tekanan Intra Kranial
a. Pemasangan ICP Monitor
b. Menjaga CPP > 70 mmHg

36 | P a g e
c. Drainase Cairan Serebrospinal(CSF)
d. Manitol 0,25 - 1,0 gr/KgBB
e. Hyperventilation PaCO2 30-35 mmHg
f. Terapi tersier: barbiturat dosis tinggi, hyperventilation PaCo2<30mmHg,
g. Hypothermia, Decompressive Craniecktomy.

i. Komplikasi
Adapun komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada kasus pada skenario
adalah:
 Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
 Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetative
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian

j. Edukasi dan pencegahan


Adapun edukasi dan pencegahan pada kasus abortus inkomplit adalah:
 Edukasi
- Edukasi masyarakat yang pernah mengalami trauma kepala, termasuk
penggunaan alat-alat pengaman, dan mengukur hal-hal yang dapat
mengurangi angka insidensi trauma kepala.
- Cegah tindakan lumbal pungsi atau anestesi epidural pada pasien dengan
antikoagulan, selanjutnya trombolisis, atau ketika dicurigai perdarahan
diatesis.

 Pencegahan
Kecelakaan tidak selalu dapat dicegah, dan akibatnya, cedera kepala
dan epidural hematoma dapat terjadi pada siapa saja. Namun, risiko
terjadinya cedera kepala dapat dihindari dengan melakukan beberapa
tindakan pencegahan, contohnya:
- Selalu menggunakan sabuk pengaman saat menggunakan kendaraan
bermotor.

37 | P a g e
- Selalu menggunakan helm yang berukuran tepat saat mengendarai sepeda
atau sepeda motor, melakukan olahraga kontak, atau melakukan aktivitas
pekerjaan atau hiburan dengan risiko tinggi terjadinya cedera kepala.
- Pastikan lokasi rumah, lapangan, dan tempat kerja dalam kondisi baik
untuk mencegah adanya hal yang dapat menyebabkan terjatuh dan
menurunkan risiko jatuh.

k. Prognosis
Prognosis Epidural Hematom tergantung pada :
 Lokasinya
 Besarnya
 Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk
pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

l. SKDI
Adapun Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) untuk penanganan
epidural hematoma adalah 2 (Pernah melihat atau didemonstrasikan), dimana
lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini
dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta
berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam
bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat.

2. Anatomi kepala
a. Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling melekat
dan bergerak sebagai sebuah unit. Untuk membantu mengingat nama kelima lapisan
kulit kepala tersebut, gunakan setiap huruf dari SCALP (kulit kepala) untuk
menunjukkan lapisan kulit kepala
 Skin atau kulit, tebal dan berambut, dan mengandung banyak kelenjar sebacea

38 | P a g e
 Connective Tissue atau jaringan penyambung, jaringan ikat di bawah kulit,
yang merupakan jaringan lemak fibrosa. Septa fibrosa menghubungkan kulit
dengan aponeurosis m.occipitofrontalis. Pada lapisan ini terdapat banyak
pembuluh arteri dan vena. Arteri merupakan cabang-cabang dari a. carotis
externa dan interna, dan terdapat anastomosis yang luas di antara cabang-
cabang ini.
 Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan langsung
dengan tengkorak, merupakan lembaran tendo yang tipis, yang
menghubungkan venter occipitale dan venter frontale m.occipitofrontalis.
Pinggir lateral aponeurosis melekat pada fascia temporalis. Spatium
subapomeuroticum adalah ruang potensial di bawah aponeurosis epicranial.
Dibatasi di depan dan belakang oleh origo m.occipitofrontalis dan melah ke
lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis pada fascia temporalis
 Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, jaringan ikat, yang
mengisi spatium subaponeuroticum dan secara longgar menghubungkan
cranium (pericranium). Jaringan areolar ini mengandung beberapa arteri kecil,
dan juga beberapa vv.emissaria yang penting. Vv.emissaria tidak berkatup dan
menghubungkan vena-vena superificial kulit kepala dengan vv.diploicae tulang
tengkorak dan dengan sinus venosus intracranialis.. Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
 Perikranium, merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak. Perlu diingat bahwa sutura di antara tulang tulang tengkorak dan
periosteum pada permukaan luar tulang berlanjut dengan periosteum pada
permukaan dalam tulang-tulang tengkorak.

39 | P a g e
Otot Kulit Kepala
M. Occipitofrontalis
 Origo : otot ini mempunyai empat venter, dua occipitalis dan dua frontalis,
yang dihubungkan oleh aponeurosis. Setiap venter occipitalis berasal dari
linea nuchalis suprema ossis occipitale dan berjalan ke depan untuk melekat
pada aponeurosis. Setiap venter frontalis berasal dari kulit dan fascia
superficialis alis mata, berjalan ke belakang untuk melekat pada
aponeurosis.
 Persarafan : venter occipitalis dipersarafi oleh ramus auricularis n.facialis,
venter frontalis dipersarafi oleh ramus temporalis n.facialis
 Fungsi : ketiga lapisan pertama kulit kepala dapat bergerak ke depan dan
belakang, jaringan ikat longgar dari lapisan keempat kulit kepala

40 | P a g e
memungkinkan aponeurosis bergerak di atas pericranium. Venter frontalis
dapat menaikkan alis mata seperti pada ekspresi keheranan dan ketakutan.

Persarafan Sensorik Kulit Kepala


Truncus utama saraf sensorik terletak pada fascia superficialis. Dari anterior di
garis tengah menuju ke lateral ditemukan saraf-saraf berikut ini :
N.supratrochlearis, cabang dari divisi ophtalmica N.trigeminus, membelok di
sekitar margo superior orbitalis dan berjalan ke depan di atas dahi, mempersarafi
kulit kepala ke arah belakang sampai ke vertex. N.zygomaticotemporalis, cabang
dari divisi maxillaris N.trigeminus, mempersarafi kulit kepala di atas pipi.
N.auriculotemporales, cabang dari divisi mandibula N. trigeminus, berjalan ke atas
di samping kepala dari depan aurikula. Cabang terakhirnya mempersarafi kulit
daerah temporal. N.occipitalis minor, cabang dari plexus cervicalis (C2),
mempersarafi kulit kepala di bagian lateral regio occipitale dan kulit di atas
permukaan medial auricula. N.occipitalis major, cabang dari ramus posterior
n.cervicalis kedua, berjalan ke atas di belakang kepala dan mempersarafi kulit
sampai ke depan sejauh vertex cranii.

Pendarahan Kulit Kepala


Kulit kepala mempunyai banyak suplai darah untuk memberi makanan ke
folikel rambut, dan oleh karena itu, luka kecil akan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Arteri terletak di dalam fascia superficialis. Dari arah anterior ke lateral,
ditemukan arteri-arteri berikut ini :

41 | P a g e
 A. supratrochlearis dari A.supraorbitalis, cabang-cabang A.ophthalmica, berjalan
ke atas melalui dahi bersama dengan N.supratrochlearis dan N.supraorbitalis.
 A.temporalis superficialis, cabang terminal kecil A.carotis externa, berjalan di
depan auricula bersama dengan N.auriculotemporalis. arteri ini bercabang dua,
ramus anterior dan posterior yang mendarahi kulit di daerah frontal dan temporal.
 A.auricularis posterior cabang A.carotis externa, naik di belakang telinga dan
mendarahi kulit kepala di atas dan belakang telinga.
 A.occipitalis, sebuah cabang A.carotis externa, berjalan ke atas dari puncak
trigonum posterior bersama dengan N.occipitalis major. Pembuluh ini mendarahi
kulit di belakang kepala sampai ke vertex cranii.
Sedangkan aliran vena kulit kepala terdiri dari:
V.supratrochlearis dan V.supraorbitalis bersatu di pinggir medial orbita untuk
membentuk V.facialis. V.temporalis superficialis bersatu dengan V.maxillaris di
dalam substansi glandula parotidea untuk membentuk V.retromandibularis.
V.auricularis posterior bersatu denga divisi posterior V.retromandibularis, tepat di
bawah glandula parotidea, untuk membentuk V.jugularis externa. V.occipitalis
bermuara ke plexus venosus suboccipitalis, yang terletak di dasar bagian atas
trigonum posterior, kemudian plexus bermuara ke dalam V.vertebralis atau
V.jugularis interna. Vena-vena di kulit kepala beranastomosis luas satu dengan yang
lain, dihubungkan ke Vv.diploicae tulang tengkorak dan sinus venosus intracranial
oleh Vv.emissariae yang tidak berkatup.

42 | P a g e
b. Tulang Tengkorak
Cavum cranii berisi otak dan meningen yang membungkusnya, bagian saraf
otak, arteri, vena dan sinus venosus.
 Calvaria
Permukaan dalam calvaria memperlihatkan sutura coronalis, sagitalis,
lambdoidea. Pada garis tengah terdapat sulcus sagitalis yang dangkal untuk
tempat sinus sagitalis superior. Di kanan dan kiri sulcus terdapat beberapa
lubang kecil, disebut foveae granulares yang menjadi tempat lacunae laterales
dan granulationes arachnoidales. Didapatkan sejumlah alur dangkal untuk divisi
anterior dan poesterior a. et v.meningea media sewaktu keduanya berjalan di sisi
tengkorak menuju calvaria.

43 | P a g e
 Basis Cranii
Bagian dalam basis cranii dibagi dalam tiga fossa yaitu fossa cranii
anterior, media, dan posterior. Fossa cranii anterior dipisahkan dari fossa cranii
media oleh ala minor ossis sphenoidalis, dan fossa cranii media dipisahkan dari
fossa cranii posterior oleh pars petrosa ossis temporalis.
1) Fossa Cranii Anterior
Fossa cranii anterior menampung lobus frontalis cerebri. Dibatasi di
anterior oleh permukaan dalam os.frontale, dan di garis tengah terdapat
crista untuk tempat melekatnya falx cerebri. Batas posteriornya adalah ala
minor ossis sphenoidalis yang tajam dan bersendi di lateral dengan os
frontale dan bertemu dengan angulus anteroinferior os parietale atau pterion.
Ujung medial ala minor ossis sphenoidalis membentuk processus clinoideus
anterior pada masing-masing sisi, yang menjadi tempat melekatnya
tentorium cerebelli. Bagian tengah fossa cranii media dibatasi di posterior
oleh alur chiasma opticum.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan
oleh lamina cribriformis ossis ethmoidalis di medial. Crista galli adalah
tonjolan tajam ke atas dari os ethmoidale di garis tengah dan merupakan

44 | P a g e
tempat melekatnya falx cerebri. Di antara crista galli dan crista ossis
frontalis terdapat apertura kecil, yaitu foramen cecum, untuk tempat
lewatnya vena kecil dari mucosa hidung menuju ke sinus sagittalis superior.
Sepanjang crista galli terdapat celah sempit pada lamina cribriformis untuk
tempat lewatnya n.ethmoidalis anterior menuju ke cavum nasi. Permukaan
atas lamina cribriformis menyokong bulbus olfactorius, dan lubang-lubang
halus pada lamina cribrosa dilalui oleh n.olfactorius.
2) Fossa Cranii Media
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang sempit dan bagian
lateral yang lebar. Bagian medial yang agak tinggi dibentuk oleh corpus
ossis sphenoidalis, dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan di
kanan dan kiri, yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior
dibatasi oleh ala minor ossis sphenoidalis dan di posterior oleh batas atas
pars petrosa ossis temporalis. Di lateral terletak pars squamosa ossis
temporalis, ala major ossis sphenoidalis dan os parietale. Dasar dari masing-
masing bagian lateral fossa cranii media dibentuk leh ala major ossis
sphenoidalis dan pars squamosa dan petrosa ossis temporalis.
Os sphenoidale mirip kelelawar dengan corpus terletak di bagian
tengah dan ala major dan minor terbentang kanan dan kiri. Corpus ossis
sphenoidalis berisi sinus sphenoidalis yang berisi udara, yang dibatasi oleh
membrana mucosa dan berhubungan dengan rongga hidung. Sinus ini
berfungsi sebagai resonator suara. Di anterior, canalis opticus dilalui oleh
n.opticus dan a.ophthalmica, sebuah cabang dari a.carotis interna, menuju
orbita. Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah di antara ala major
dan minor ossis sphenoidalis, dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontalis,
n.trochlearis, n.oculomotorius, n.nasociliaris, dan n.abducens, bersama
dengan v.ophthalmica superior. Sinus venosus sphenoparietalis berjalan ke
medial sepanjang pinggir posterior ala minor ossis sphenoidalis dan
bermuara ke dalam sinus cavernosus.
Foramen rotundum, terletak di belakang ujung medial fissura
orbitalis superior, menembus ala major ossis sphenoidalis dan dilalui oleh
n.maxillaris dari ganglion trigeminus menuju fossa pterygopalatina.
Foramen ovale terletak posterolateral terhadap foramen rotundum dan

45 | P a g e
menembus ala major ossis sphenoidalis dan dilalui oleh radix sensorik besar
dan radix motorik kecil dari n.mandibularis menuju ke fossa infratemporalis
n.petrosus minus juga berjalan melalui foramen ini.
Foramen spinosum yang kecil terletak posterolateral terhadap
foramen ovale dan juga menembus ala major ossis sphenoidalis. Foramen ini
dilalui oleh a.meningea media dari fossa infratemporalis menuju ke cavum
cranii. Kemudian arteri berjalan ke depan dan lateral di dalam alur pada
permukaan atas pars squamosa ossis temporalis dan ala major ossis
sphenoidalis. Pembuluh ini berjalan dalam jarak yang pendek, kemudian
terbagi dalam ramus anterior dan posterior. Ramus anterior berjalan ke
depan dan atas, ke angulus anteroinferior ossis temporalis. Di sini, arteri
membuat saluran yang pendek dan dalam, kemudian berjalan ke belakang
dan atas pada os parietale. Pada tempat ini, arteri paling mudah cedera akibat
pukulan pada kepala. Ramus posterior berjalan ke belakang dan atas,
melintasi pars squamosa ossis temporalis untuk sampai os parietale.
Foramen laserum besar dan iregular terletak antara apeks pars
petrosa osis temporalis dan os sphenoidale. Muara inferior foramen laserum
terisi kartilago dan jaringan fibrosa, dan hanya sedikit pembuluh darah
melalui jaringan tersebut dari rongga tengkorak ke leher. Canalis caroticus
bermuara pada sisi foramen lacerum di atas muara inferior yang tertutup.
A.carotis interna masuk ke foramen dari canalis ini dan segera melengkung
ke atas untuk sampai pada sisi corpus ossis sphenoidalis. Di sini, arteri ini
membelok ke depan dalam sinus cavernosus untuk mencapai daerah
processus clinoideus anterior. Pada tempat ini, a.carotis interna membelok
vertikal ke atas, medial terhadap processus clinoideus anterior, dan muncul
dari sinus cavernosus.
Lateral terhadap foramen lacerum terdapat lekukan pada apeks pars
petrosa ossis temporalis untuk ganglion temporalis. Pada permukaan anterior
os petrosus terdapat dua alur saraf, alur medial yang lebih besar untuk
n.petrosus major, sebuah cabang n.facialis, dan alur lateral yang lebih kecil
untuk n.petrosus minor, sebuah cabang dari plexus tymphanicus. N. petrosus
major ke dalam foramen lacerum dibawah ganglion trigeminus dan
bergabung dengan n.petrosus profundus (serabut symphatis dari sekitar

46 | P a g e
a.carotis interna), untuk membentuk n.canalis pterygoidei. N. petrosus minor
berjalan ke depan ke foramen ovale.
N.abducens melengkung tajam ke depan, melintasi apeks os
petrosus, medial terhadap ganglion trigeminus. Di sini, saraf ini
meninggalkan fossa cranii posterior dan masuk ke dalam sinus cavernosus.
Eminentia arcuata adalah penonjolan bulat yang terdapat pada permukaan
anterior os petrosus dan ditimbulkan oleh canalis semicircularis superior
yang terletak di bawahnya. Tegmen tympani adalah lempeng tipis tulang,
yang merupakan penonjolan ke depan pars petrosa ossis temporalis dan
terletak berdampingan dengan pars squamosa tulang ini. Dari belakang ke
depan, lempeng ini membentuk atap antrum mastoideum, cavum tympani
dan tuba auditiva. Lempeng tipis tulang ini merupakan satu-satunya
penyekat utama penyebaran infeksi dari dalam cavum tympani ke lobus
temporalis cerebri.
Bagian medial fossa cranii media dibentuk oleh corpus ossis
sphenoidalis. Di depan terdapat sulcus chiasmatis, yang berhubungan
dengan chiasma opticum dan berhubungan ke lateral dengan canalis opticus.
Posterior terhadap sulcus terdapat peninggian, disebut tuberculum sellae. Di
belakang peninggian ini terdapat cekungan dalam, yaitu sella turcica, yang
merupakan tempat glandula hypophisis. Sella turcica dibatasi di posterior
oleh lempeng tulang bersegi empat yang disebut dorsum sellae. Angulus
superior dorsum sellae mempunyai dua tuberculum disebut processus
clinoideus posterior, yang menjadi tempat perlekatan dari pinggir tetap
tentorium cerebelli.
3) Fossa Cranii Posterior
Fossa cranii posterior dalam dan menampung bagian otak belakang,
yaitu cerebellum, pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa dibatasi
oleh pinggir superior pars petrosa ossis temporalis dan di posterior dibatasi
oleh permukaan dalam pars squamosa ossis occipitalis. Dasar fossa cranii
posterior dibentuk oleh pars basillaris, condylaris, dan squamosa ossis
occipitalis dan pars mastoideus ossis temporalis. Atap fossa dibentuk oleh
lipatan dura, tentorium cerebelli, yang terletak di antara cerebellum di
sebelah bawah dan lobus occipitalis cerebri di sebelah atas.

47 | P a g e
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan
dilalui oleh medulla oblongata dengan meningen yang meliputinya, pars
spinalis ascendens n.accessories, dan kedua a.vertebralis. Canalis hypoglossi
terletak di atas pinggir anterolateral foramen magnum dan dilalui oleh
n.hypoglossus. Foramen jugularis terletak di antara pinggir bawah pars
petrosa ossis temporalis dan pars condylaris ossis occipitalis. Foramen ini
dilalui oleh struktur berikut ini dari depan ke belakang : sinus petrosus
inferior, n.IX, n.X dan n.XI, dan sinus sigmoideus yang besar. Sinus
petrosus inferior berjalan turun di dalam alur pada pinggir bawah pars
petrosa ossis temporalis untuk mencapai foramen. Sinus sigmoideus
berbelok ke bawah melalui foramen dan berlanjut sebagai v.jugularis
interna.
Meatus acusticus internus menembus permukaan superior pars
petrosa ossis temporalis. Lubang ini dilalui oleh n.verstibulocochlearis dan
radix motorik dan senorik n.facialis. Crista occipitalis interna berjalan ke
atas di garis tengah, posterior terhadap foramen magnum, menuju ke
protuberantia occipitalis interna. Pada crista ini melekat falx cerebelli yang
kecil, yang menutupi sinus occipitalis.
Kanan dan kiri dari protuberantia occipitalis interna terdapat alur
lebar untuk sinus transversus. Alur ini terbentang di kedua sisi, pada
permukaan dalam os occipitale, sampai ke angulus inferior atau sudut os
parietale. Kemudian alur berlanjut ke pars mastoideus ossis temporalis, dan
di sini sinus transversus berlanjut sebagai sinus sigmoideus. Sinus petrosus
superior berjalan ke belakang sepanjang pinggir atas os petrosus di dalam
sebuah alur sempit dan bermuara ke dalam sinus sigmoideus. Sewaktu
berjalan turun ke foramen jugulare, sinus sigmoideus membuat alur yang
dalam pada bagian belakang os petrosus dan pars mastoideus ossis
temporalis. Di sini, sinus sigmoideus terletak tepat posterior terhadap antrum
amstoideum.

48 | P a g e
c. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut bridging veins, dapat mengalami robekan
serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk
2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu: sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.
Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3
posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan
tekanan intracranial. Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural,
dimana yang sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.

49 | P a g e
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan

50 | P a g e
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal
dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah,
arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang
membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal
dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan
serebrospinal ke darah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang
tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara
arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk
melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-
kadang disebut sebagai leptomeninges.
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro
spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang
subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra
cranial.

d. Otak
1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer
kiri terdapat pusat bicara.

51 | P a g e
2. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua
hemisfer serebri.
3. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang
sampai medulla spinalis. Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya
masih dibagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus.

52 | P a g e
e. Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus
yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel
lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan
serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan serebrospinal setelah
diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian
melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian masuk
ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen
Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di sebelah medial masuk ke
dalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus
duramater kemudian masuk ke aliran vena.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi
jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal
yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous
sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular absorption, dural

53 | P a g e
absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran
ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali
asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau
perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran
ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary
disfunction).

f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
 Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media
 Infratentorial : berisi fosa kranii posterior
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak
(pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut
insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila
tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut-serabut
parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius.
Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila
penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik
herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama
dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.

3. Fraktur basis cranii

54 | P a g e
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat
benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula;
atau efek dari benturan pada kepala.
Kebanyakan fraktur basis cranii disebabkan oleh trauma kepala kecepatan tinggi
seperti kecelakan motor. Luka penetrasi seperti luka tembak juga dapat menjadi
penyebab fraktur tersebut sebanyak 10% kasus.
Pasien dengan fraktur basis cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai
dengan otorrhea dan memar pada mastoids/ terdapat warna kehitaman di belakang
telinga (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah
dengan Rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan
kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi
patologis intrakranial. Untuk penegakan diagnosis fraktur basis cranii, diawali
dengan pemeriksaan neurologis lengkap, analisis laboratorium dasar, diagnostic
untuk fraktur dengan pemeriksaan radiologic.
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii
posterior.
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior
oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong
bulbus olfaktorius, dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus
olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat
cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita
os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital

55 | P a g e
ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa
anterior.
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os
sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica,
sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral
terdapat pars squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang merupakan
celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis,
n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius dan n. abducens. Fraktur pada basis cranii
fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang paling lemah
dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh banyak nya foramen
dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan daerah
yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis
acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera
pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI
dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek.
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons
dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars petrosa
os temporal dab di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os
occipital. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan
squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum
menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan
meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan kedua
a.vertebralis. Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di
bawah otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan
muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membran mukosa
atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai
foramen jugularis, n.IX, X dan XI dapat cedera.
Penatalaksanaan fraktur basis cranii dilakukan dengan melakukan tatalaksana
awal trauma kepala dengan menggunakan prinsip ABC (Airway, Breathing, and
Circulation). Biasanya fraktur basis cranii disertai dengan trauma servikal, sehingga

56 | P a g e
penting untuk melalukan imobilisasi untuk cedera medula spinalis. Nasogastric tube
dan nasotracheal intubation sebisa mungkin dihindari untuk mencegah terjadinya
risiko inadvertent intracranial tube placement. Terapi pembedahan penting untuk
dilakukan sebagai penanganan untuk cedera vaskular, cedera saraf kranial, atau
cairan serebrospinal yang terus menerus keluar. Fraktur basis cranii juga
meningkatkan risiko terjadinya meningitis akibat bakteri yang berasal dari sinus
paranasal, nasofaring, atau ear canal yang berkontak langsung dengan CNS. Karena
itu, 45% pasien dengan fraktur basis cranii juga ditatalaksana dengan antibiotik
profilaksis untuk mencegah meningitis, walaupun belum terbukti secara kuat.

4. Trauma kepala
a. Jenis
Klasifikasi cedera kranioserebral berdasarkan patologi yang dibagi dalam
komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasi. Di samping patologi yang terjadi pada
otak, mungkin terdapat juga fraktur tulang tengkorak. Klasifikasi berdasarkan lesi bisa
fokal atau difus. Letak hematoma bisa ekstradural atau dikenal juga sebagai
hematoma epidural (EDH), bisa hematoma subdural (SDH), hematoma intraserebral
(ICH), ataupun perdarahan subaraknoid (SAH). Klasifikasi yang sering dipergunakan
di klinik berdasarkan derajat kesadaran Skala Koma Glasgow.

57 | P a g e
Klasifikasi lain berdasarkan lama amnesia pascacidera (APC)
diperkenalkan oleh Russel dalam Jennett & Teasdale. Klasifikasi ini bisa
dikombinasikan dengan klasifikasi berdasarkan klinis SKG.
Lama Amnesia Pascacedera Beratnya Trauma Kranioserebral
Kurang dari 5 menit Sangat ringan
5-60 menit Ringan
1-24 jam Sedang
1-7 hari Berat
1-4 minggu Sangat berat
Lebih dari 4 minggu Ekstrem berat

b. Tanda dan Gejala


Cedera Kepala Ringan

58 | P a g e
- Kehilangan kesadaran dalam hitungan detik sampai menit
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Lemas
- Gangguan Bicara
- Gangguan Tidur
- Gangguan Keseimbangan
- Gejala sensorik: Photophobia, hiperakusis
- Gejala kognitif: gangguan afek, gangguan memori atau konsentrasi
Cedera Kepala Sedang – Berat
- Kehilangan kesadaran dalam hitungan menit sampai jam
- Nyeri kepala yang persisten atau semakin berat
- Mual dan muntah berulang
- Kejang
- Dilatasi satu atau kedua pupil
- Rhinorrhea
- Otorrhea
- Kelemahan atau kebaspada jari tangan atau kaki
- Hilangnya koordinasi
- Koma, agitasi, disartria

c. Tatalaksana Awal
Penatalaksanaan awal
 Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace
 elevasi kepala dari tempat tidur setinggi 30-45°
 pemberian cairan isotonis
 terapi medikamentosa sesuai keluhan yang timbul berupa analgetik, antiemetic,
H2 reseptor antagonis, antibiotik.
 Bila telah stabil pasien dirujuk ke fasilitas rumah sakit yang memiliki sarana
dokter spesialis bedah saraf.
 Transfer/Rujukan ke fasilitas Rumah Sakit dengan sarana/spesialis bedah sarah,
dilakukan pada keadaan :
- Pasien tidak sadar atau GCS < 15
- Terdapat gejala defisit neurologis fokal : hemipareses, hipestesi, gangguan
penglihatan, ataksia.
- Suspek fraktur skull atau trauma penetrating (tanda fraktur basis kranii, fraktur
depress terbuka
- Trauma kepala dengan mekanisme trauma akibat benturan high energy:
a. Terlempar dari kendaraan bermotor
b. Jatuh dari ketinggian lebih dari 1 meter, atau kurang pada bayi
c. Tabrakan kendaraan bermotor kecepatan tinggi

59 | P a g e
- Riwayat kejang
- Suspek trauma servikal

60 | P a g e
5. Herniasi Batang Otak
Herniasi batang otak merupakan bergesernya jaringan otak melewati lipatan
duramater yang rigid (falx atau tentorium) atau melalui foramen di tengkorak
dikarenakan penignkatan tekanan intrakranial. Herniasi batang otak menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, sehingga akan mengurangi perfusi jaringan otak
dan menyebabkan edema otak
- Doktrin Monro Kellie

Adapun macam-macam herniasi adalah:

61 | P a g e
a. Herniasi subfalcine (cingulate)
Terjadi ketika ekspansi hemisfer otak menekan girus cingulata sehingga
bergeser kebawah falx cerebri. Dapat menekan arteri serebri anterior dan
cabangnya sehingga menyebabkan kelemahan tungkai kontralateral. Jenis herniasi
yang paling sering.

b. Herniasi uncal (transtentorial atau temporal mesial)

Terjadi ketika lobus temporal medial ditekan melewati tentorium. Dengan


peningkatan pergeseran uncal, maka CN III ipsialteral akan ditekan, sehingga
timbul dilatasi pupil ipsilateral pada awalnya diikuti gangguan pergerakan mata
ekstraokuler ipsilateral karena saraf parasimpatis terletak paling lateral sehingga
paling mudah terkompresi. Semakin parah herniasi, CN III kontralateral juga
dapat ditekan.

62 | P a g e
Kemudian seiring meningkatnya pergeseran uncal, kompresi terhadap
pedunkulus serebri kontralateral dapat terjadi sehingga menyebabkan hemiparesis
ipsilateral (Kernohan Notch). Terkadang dapat dijumpai lesi pendarahan di
mesencephalon dan pons (Duret Hemorrhage) yang dikarenakan koyaknya vena
dan arteri yang menyuplai batang otak bagian atas.
Kompresi arteri serebri posterior ipsilatreral dapat menyebabkan iskemia pada
korteks visual sehingga menyebabkan hemianopia homonimus kontralateral.
Kompresi terhadap formasi retikularis dapat menyebabkan penurunan kesadaran
hingga koma karena jarasnya melewati mesencephalon.

c. Herniasi tonsillar
Terjadi pergeseran tonsl serebelum melalui foramen magnum. Herniasi jenis
ini sangat berbahaya karena dapat menekan batang otak sehingga menekan fungsi
respirasi dan kardiovaskular di medulla oblongata.

VII. Kerangka Konsep

VIII. Sintesis
Mr. X yang berusia 20 tahun, mengalami trauma tumpul akibat dianiaya oleh
tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Hal tersebut membuat Mr. X
pingsan kurang lebih selama 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan

63 | P a g e
kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Mr.X mengalami hematoma epidural, yang
merupakan hematoma tersering yang terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan
arteri meningea media.
Hematoma epidural pada pasien timbul akibat perdarahan yang terjadi terus
menerus sehingga menibulkan desakan oleh hematoma. Hematoma tersebut kemudian
akan semakin membesar akibat adanya massa clot darah yang menumpuk. Hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematoma
bertambah besar. Hematoma yang meluas didaerah temporal menyebabkan
tertekannya lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian media lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus)
mengalami herniasi dibawah tepi tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
tanda neurologik yang muncul pada Mr.X.
Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke farmasio retikularis medula
oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran pada Mr X. Di tempat tersebut juga
terdapat nuklei saraf kranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.
Kemudian semakin meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong ke arah
yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan ICP, termasuk kekakuan deserebrasi
dan gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan. Karena perdarahan ini berasal dari
arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar.
Mungkin penderita akan mengalami pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif
memberat. Kemudian kesadaran berangsur menurun. Mr X juga mengalami fraktur
basis cranii anterior yang ditandai dengan adanya perdarahan pada pleksus
kiesselbach yang menyebabkan rhinorrhea dan luka temporal yang dapat
menyebabkan tanda raccoon eye positif.

BAB III
PENUTUP

64 | P a g e
I. Kesimpulan

Mr.X menderita cedera kepala sedang, hematoma epidural disertai lucid


interval karena terjadi herniasi dan fraktur basis cranii anterior disebebkan trauma
tumpul kepala.

65 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Baugnon KL, Hudgins PA. 2014. Skull base fractures and their complications.
Neuroimaging Clin. N. Am. 24(3): 439-465.
Bickley L.S., dan P.G Szilagyi. 2009. Bates’: Guide to Physical Examination and History
Taking. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Corwin, E.J. 2001.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Daniel D Price, MD. Chief Editor Trevor John Mills, MD, MPH. 2014. Epidural
Hematoma. http://emedicine.medscape.com/article/824029-overview Department of
Emergency Medicine, Alameda County Medical Center, Highland Hospital and Trauma
Center, diakses pada 17 September 2018.
Gray's Anatomy: Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Muzio, B.D. dan Henry Knipe. Spinal Epidural Haematoma. (https://radiopaedia.org,
diakses pada 19 September 2018)
McDonald, Douglas K. 2015. Imaging in Epidural Hematoma. Texas A&M Health Science
Center College of Medicine.
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI, 2006.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: KKI.
Pearce, E. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Perdossi, 2006. Konsensus Nasional penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Jakarta.
Simon, L.V. dan Edward J.N. 2017. Fracture, Basilar Skull. StatPearls.
Soertidewi, Lyna. 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. CDK-193,
39(5): 327-331.
Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
Sugiyanto, Z. 2015. Visum et Repertum. Diakses dari
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/VeR_copy.pdf pada Senin, 17 September 2018
jam 20.00 WIB.

66 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai