Anda di halaman 1dari 43

PROBLEM BASED LEARNING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


LAPORAN LATAR BELAKANG MASALAH 4 MENIGITIS

Disusun Oleh: Kelompok II

Achmad Arifin 16.IK.545


Amalia Islami 16.IK.456
Intan Nur Islamiaty 16.IK.473
Mellysa 16.IK.482
Puspa Ayu Devira 16.IK.489
Salivahana Adhitya 16.IK.492
Silvi Yanti 16.IK.493
Siti Muhibbah 16.IK.496
Yumi Baida Rahmah 16.IK.501
Zhikri Samudera As Sujud 16.IK.504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Ketua : Achmad Arifin
Sekretaris : Mellysa
Puspa Ayu Devira
Anggota : Amalia Islami
Intan Nur Islamiaty
Salivahana Adhitya
Silvi Yanti
Siti Muhibbah
Yumi Baida Rahmah
Zhikri Samudera As Sujud

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Otitis Media Supuratif Kronik

Banjarmasin, 7 Januari 2018

Tutor

Cynthia Eka Fayuning Tjomiadi S.Kep.,Ns


KELOMPOK II MODUL LBM 4 KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
“MENINGTIS”
Ketua : Achmad Arifin
Sekretaris : Mellysa
Puspa Ayu Devira
Anggota : Amalia Islami
Intan Nur Islamiaty
Puspa Ayu Devira
Silvi Yanti
Siti Muhibbah
Yumi Baida Rahmah
Zhikri Samudera As Sujud
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH (LBM 2)

Anak laki-laki usia 10 tahun beberapa hari ini sering merasa mengantuk dan
tidur lebih lama dari biasanya, saat ditanya mengeluh sering merasa pusing,
terkadang nausea dan muntah, iritabilitas juga dialami dalam 2 hari ini.
Oranag tuanya mengira anaknya kelelahan karena hobby main bola sampai
tidak kenal waktu. Sebelum memeriksakan anaknya kedokter, pasien
mengalami hiperpireksia 1 hari dan kejang tonik-klonik selama hampir 15
menit. Muntah 3 – 4 kali perhari setiap makan & minum. Setiap habis kejang
pasien tidak sadar. Tiga hari sebelum hiperpireksia, pasien juga mengalami
anoreksia karena pharyngitis yang dideritanya. Ibu & kakak pasien juga
memiliki riwayat kejang pada saat bayi. Riwayat kelahiran pasien adalah
ditolong dukun. Pasien hanya pernah imunisasi 1x pada saat bayi. TTV :
Nadi :80x/m,T : 37,3oC. Kaku kuduk (+). Dokter yang memeriksa melakukan
tes meningeal sign, dan melakukan serangkain tes darah..
B. TUGAS MAHASISWA
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang timbul setelah menganalisis
LBM tersebut di atas.

C. CARA BELAJAR
1. Menerapkan metode SEVEN JUMP
2. Diskusi kelompok tanpa tutor untuk mengidentifikasi pertanyaan teori,
sumber belajar, dan pertanyaan praktik.
3. Diskusi kelompok dengan tutor untuk mengkonfirmasikan sumber-sumber
belajar dan alternative jawaban.
4. Konsultasi untuk memperdalam pemahaman.
5. Lecture dan atau hand-out
BAB II
METODE SEVEN JUMP
A. JUMP 1
1. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang samar dengan epigastrium dan
abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah. (Dorland edisi 28)
2. Iritabilitas : Sifat mudah marah (Dorland edisi 28)
3. Hiperpireksia : Kenaikan suhu di atas 41,1°C sebenarnya jarang terjadi
oleh karena adanya set point pengatur suhu tubuh yang di atur ke
hipotalamus di otak. https://id.scribd.com
4. Kejang tonik klonik : Kejang yang ditandai dengan tiada aura, mulai mata
ke atas, kontraksi tonik umum, sianosis, lalu kontraksi klonik dan ritmik
berulang-ulang beberapa menit, sering kencing spontan, lalu bingung.
5. Anoreksia : Menurunnya atau hilangnya nafsu makan (Dorland edisi 28)
6. Pharyngitis : Sakit tenggorok/ radang faring (Dorland edisi 28)
7. Kaku kuduk (+) : Bila terasa ada tahanan dan dagu tidak bisa mencapai
dada. dijumpai pada meningitis, myositis otot kuduk, abses retrofaringeal,
arthritis di servikal.(Mahar Marjono, Neorologi klinis Dasar, Penerbit
Dian Rakyat, Jakarta, 2008)
8. Tes Meningeal Sign : Tanda-tanda adanya perangsangan selaput otak. Jadi
meningeal sign digunakan untuk melihat adanya iritasi meningen. (Buku
pemeriksaan klinis di bidang penyakit syaraf, dr.Mochamad Bahrudin, Sp
S)

B. JUMP 2
1. Apakah penurunan pendengaran yang dialami klien bersifat sementara atau
menetap?
2. Mengapa klien mengalami keluhan Tinnitus?
3. Apakah tinnitus bisa bertambah parah?
4. Mengapa nyeri yang dirasakan klien berat?
5. Mengapa klien merasakan pusing, mual, dan muntah?
6. Kenapa setelah kejang, pasien tidak sadar?

7. Apa hubungan antara riwayat kejang oleh ibu dan kaka pada saat

bayi dengan penyakit sekarang ?


8. apa yang menyebabkan pasien tidur lebih lama dari biasanya

9. kenapa pasien mengalami hiperpireksia?

10. apa faktor resiko yang dapat terjadi dengan keluhan yang

ditolong dukun?
11.
12. Apakah hasil leukosit klien sebanyak 13.000/mm3 menandakan sesuatu?
13. Berapakah rentang normal hasil GDS?
14. Apa hasil interpretasi dari nilai GDS 80mg/dl?
15. Apa arti dari hasil audiometri negative?
16. Apakah faktor usia dan jenis kelamin dapat mempengaruhi penyakit ini ?
17. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan meningeal sign ?
18. Pada pasien normal apa hasil dari pemeriksaan meningeal sign ?
19. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan serangkaian test darah ?
20. Apakah aktivitas berlebih yang menyebabkan pasien mempengaruhi pada
penyakit sekarang ?
21. Apakah setelah dilakukan timpanoplasti, prognosis klien menjadi lebih baik?
22. Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami klien, apa diagnose medisnya?
23. Apakah tanda dan gejala lain dapat ditemukan pada penyakit tersebut?
24. Apakah penyakit yang dialami klien memiliki klasifikasi?
25. Anatomi telinga bagian mana yang mengalami gangguan?
26. Bagaimana keadaan secara keseluruhan telingan klien yang mengalami
gangguan?
27. Apakah kerusakan telinga dapat menyebar ke bagian lain?
28. Apa saja etiologi dari penyakit yang dialami klien?
29. Komplikasi apa yang dapat timbul dari penyakit klien?
30. Apakah usia berpengaruh pada penyakit yang dialami klien?
31. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada penyakit
ini?
32. Apa penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada penyakit ini?
33. Apakah penyakit ini dapat disembuhkan secara total
34. Apa saja foks pengkajian keperawatan yang dilakukan?
35. Apakah penyakit klien berhubungan dengan riwayat penyakit keluarga?
36. Pada pemeriksaan fisik, apa saja yang perlu di kaji lebih dalam selain dari
keadaan telinga klien?
37. Apakah keluhan yang dialami klien berpengaruh pada pola aktivita?
38. Apakah setelah sembuh, klien mampu beraktifita secara normal?
39. Apa saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit yang
dialami klien?
40. Apa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan sesuai kasus?
41. Apa saja evaluasi keperawatan yang perlu diperhatikan sesuai kasus?
42. Pendidikan kesehatan seperti apa yang dapat diberikan pada klien dan
keluarga?
43. Discharge planning seperti apa yang dapat disampaikan oleh perawat pada
klien dan keluarga?

C. JUMP 3
1. Hubungannya adalah karena mengantuk merupakan salah satu dari gejala
penyakit meningitis karena adanya pelaporan yang berlebihan ke saraf yang
menyebabkan kantuk berlebih (Arif)
2. Hubungannya adalah pada proses penyakit ini terjadi adanya hambatan
suplai oksigen ke otak yang menyebabkan terjadinya rasa pusing (Arif)
3. Hubungannya adalah karena ausea dan muntah merupakan gejala awal
penyakit meningitis (Arif)
4. Ya, karena suplai oksigen keotak semakin berkurang karena adanya
hambatan (Arif)
5. Kejang tonik klonik ini muncul saat gelombang otak bekerja secara
abnormal yang mengakibatkan kejang otot abnormal dan pingsan. (Arif)
6. karena biasanya pada pasien dengan meningitis sering terjadi penurunan
tingkat kesadaran, bahkan bisa sampai koma (Amel)
7. seseorang yang mengalami kejang biasanya diturunkan atau dipengaruhi
oleh faktor genetic dari orang tua (Amel)
8. karena kemungkinan ada salah satu fungsi otak yang terganggu karena faktor
dari bakteri meningitis yang dialami pasien, sehingga menyebabkan pola
tidurnya terganggu (Amel)
9. karena penyebab hiperpireksia yang paling umum adalah perdarahan
intracranial, karena pasien mengalami meningitis kemungkinan hal tersebut
yang menyebabkan pasien mengalami demam yang sangat tinggi (Amel)
10. faktor resiko yang dapat terjadi antara lain infeksi maternal dan mudahnya
pasien mengalami infeksi lain karena peralatan yang tidak steril (Amel)
11. iya karena terjadinya peradangan pada selaput otak dan otak sehingga
terjadinya perubahan pada tubuh termasuk sistem pencernaan. (Intan)
12. dalam kasus pasien juga menderita faringitis sehingga pasien anoreksia
(Intan)
13. dalam kasus pasien menderita faringitis akibat perubahan pada tubuhnya
sehingga pasien merasa tegang pada bagian leher. (Intan)
14. iya karena mempengaruhi pertahanan dan perlindungan terhdap infeksi dan
penyakit serius. (Intan)
15. iya Beberapa orang mungkin memiliki resiko meningitis karena faktor
keturunan. Jika mereka bersinggungan dengan organisme yang
menyebabkan infeksi meningitis, maka resiko mereka lebih besar dari pada
orang lain pada umumnya. (Intan)
16. Tidak, karena penyakit ini hanya di pengaruhi oleh bakteri atau virus
(Mellysa)
17. karena untuk mengetahui apakah pasien mengalami iritasi pada sistem
membrane yang melapisi sistem saraf pusat. (Mellysa)
18. Normal jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan. (Mellysa)
19. untuk menunjang suatu diagnosis (Mellysa)
20. Iya, karena aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuro pada otak
sehingga bisa memicu terjadinya kejang atau kontraksi otot karena otak
adalah sumber di mana epilepsi itu terjadi. (Mellysa)
21. Meningitis (Puspa)
22. Otak besar (Puspa)
23. Terjadi karena virus yang ditularkan melalui air liur penderita meningitis
lainnya.(Puspa)
24. Berat & Ringan (Puspa)
25. Ringan (Puspa)
26. Bersiko terjadinya Dehidrasi, karena terdapat keluhan muntah pada saat
makan/minum (Adit)
27. Dari kasus, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ada pemeriksaan
tes meningeal sign dan pemeriksaan darah lengkap (Adit)
28. Penyakit yang dialami pasien masih masuk kedalam tahap awal penyakit jika
ditangani dengan baik maka bisa memperbaiki keadaan pasien tersebut
(Adit)
29. Pertama penyebabnya bakteri/virus/faktor imunologi yang masuk kedalam
tubuh dan mempengaruhi sistem dalam tubuh sehingga terjadinya inflamasi
didaerah meningen bawah kortek setelah itu timbullah beberapa gejala
seperti penurunan nafsu makan, kejang dan kenaikan suhu tubuh (Adit)
30. Komplikasi yang bisa terjadi adalah akan terjadinya kejang yang
berkelanjutan bahkan jika tidak di tangangi dengan baik dan benar dapat
menyebabkan kematian (Adit)
31.
32.
33.
34.
35.
36. Faktor resiko pada pasien meningitis biasanya karena infeksi bakteri yang
sudah menyebar keseelaput otak (Muhibb)
37. Fokus pengkajian pada pasien meningitis adalah identitas pasien, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penyakit sekarang, aktivitas, sirkulasi, eliminasi,
makanan, higiene, neurosensori, nyeri, pernafasan (Muhibb)
38. Iya berpengaruh, pasien yang sudah terinfeksi bakteri mengitis tersebut biasa
aktifitas nya terganggu karena pasien merasakan nyeri (Muhibb)
39. Iya berpengaruh, pasien mudah mengantuk karena bakteri yang sudah
menyebar, pasien jadi lebih sering tidur (Muhibb)
40. Iya berpengaruh, pasien merasakan mual muntah sangat mengganggu pada
selera makannya (Muhibb)
41. Ya, dapat mempengaruhi karena pasien memiliki gejala berupa sering
mengantuk yang menyebabkan pasien menjadi sulit untuk interaksi dengan
lingkungan sekitar (Yumi)
42. Fokus pengkajian pada tingkat kesadaran (Yumi)
43. Adanya gejala yang mengarah pada sistem otak (Yumi)
44. Nyeri
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguaan pola tidur (Yumi)
45. Gangguan pola tidur
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Muntah (Yumi)
46. monitor tanda-tanda vital (Zhikri)
47. menganjurkan pasien untuk istirahat yg cukup (Zhikri)
48. memperlihatkan keadaan yang mulai membaik (Zhikri)
49. mengajarkan pasien/keluarga mengukur suhu tubuh (Zhikri)
50. menganjurkan untuk pasien/keluarga agar selalu meminum obat sampai
habis (Zhikri)
D. JUMP 4
1. Gejala yang sering terlihat :Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang
menjalar ketengkuk dan punggung, Kesadaran menurun (mengantuk), Kaku
kuduk, disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk, Terdapat
tanda kernig dan Brundzinski yang positif (Tanda kernig yang positif adalah
bila paha ditekuk 90° keventral, tungkai dapat diluruskan pada sendi lutut).
(Harsono, 2005)
2. Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang menjalar ketengkuk dan
punggung (Harsono, 2005)
3. Gejala meningitis virus pada orang dewasa: Sakit kepala, Demam, Leher
kaku, Kejang, Sensitivitas terhadap cahaya yang terang, Mudah mengantuk,
Lethargy, Mual muntah, Anausea , Berkurangnya napsu makan. (Harsono,
2005)
4. Ya, karena adanya gangguan pada jam biologis pada rongga otak yang
disebut hipotalamus yang mengakibatkan manusia tidak dapat mengatur jam
banguntidur secara tertentu (carpenito,2012)
5. Kejang tonik klonik terjadi karena oleh terjadinya pelepasan muatan listrik
secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba tiba
sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari
otak kebagian lain tubuh terganggu (Mutiawati, 2008)
6. kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vocal,
berasal dari daerah korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer
otak. (Nirwanatjeh, 2008)
Menurut jenisnya, kejang terbagi dua, yaitu kejang parsial dan kejang umum.
pada kejang umum terdapat status epileptikus, yaitu dapat didahului dengan
kejang tonik-klonik umu secara berulang, tidak sadar, dapat terjadi depresi
pernapasan, hipotensi, dan hipoksia. (Hidayat, 2009)
7. faktor resiko penyebab kejang yang paling tinggi adalah genetic. 25%-40%
kasus kejang demam terjadi pada anak dengan riwayat keluarga dengan
kejang demam (Syndi, 2013)
8. meningitis bacterial adalah peradangan selaput otak yang ditandai dengan
demam dengan awitan akut disertai dengan satu atau lebih gejala kaku
kuduk, penurunan kesadaran, dan tanda kerning atau brudzinski. Gejala
tersebut diakibatkan oleh infeksi dan peningkatan tekanan intracranial
dikarenakan organisme yang masuk kedalam aliran darah dan menyebabkan
reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral (Smeltzer &
Bare 2010)
9. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu 41,5oC yang terjadi
pada pasien dengan infeksi parah tetapi paling sering terjadi pada pasien
dengan perdarahan system saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2011)
10. International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menurut
penjelasan Shindu (2013) dalam wawancaranya dengan Asisten Utusan
Khusus Presiden RI untuk MD Gs Diah S. Saminarsih, menyebutkan bahwa
perdarahan adalah penyebab utama kematian ibu bersalin. Tidak hanya di
Indonesia, perdarahan juga menjadi penyebab utama kematian ibu
melahirkan di dunia. Menurut INFIS, persentase kematian ibu akibat
perdarahan mencapai 24%, infeksi 11%, komplikasi masa puerpureum 8%,
abortus 5%, persalinan lama 5%, emboli obat 3%, dan lain-lain 11%. Proses
persalinan tradisional oleh dukun juga kerap membahayakan jiwa ibu
maupun bayi. Hal ini dikarenakan dukun kurang mampu mengenali keadaan
patologis pada saat kehamilan dan persalinan. (Widyatun,2012)
11. muntah karena kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan
TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital. (Ahmad, 2009)
12. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumps virus ditandai
dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran
kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat (Ahmad,
2009)
13. Kaku kuduk merupakan suatu kondisi kekakuan pada leher akibat
perangsangan pada selaput otak, dan kondisi ini dapat ditemukan pada
Meningitis. Sedangkan leher kaku merupakan keluhan yang lebih umum
terjadi dan gangguan dapat terjadi pada otot leher, ligamen, sendi maupun
tulang leher. (Ahmad, 2009)
14. karena mudah terjangkit oleh virus, manfaat vaksin juga sebagai tindakan
pertahan dan perlindungan terbaik terhadap infeksi dan berbagai penyakit
serius. Vaksin merupakan suatu jenis produk atau bahan yang digunakan
untuk dapat menghasilkan sistem kekebalan tubuh dari berbagai jenis
penyakit (Notoatmidjo, 2014)
15. Beberapa orang mungkin memiliki resiko meningitis karena faktor
keturunan. Jika mereka bersinggungan dengan organisme yang
menyebabkan infeksi meningitis, maka resiko mereka lebih besar dari pada
orang lain pada umumnya. (Ahmad, 2009)
16. meningitis sering kali di sebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme,
sebagian besar infeksi disebabkan oleh virus, dengan bakteri, fungi, dan
protozoa sebagai penyebab paling sering berikutnya. Penyakit ini bisa juga
disebabkan oleh berbagai penyebab non-infeksi.(Satyanegara,2010)
17. untuk mencari apakah ada tanda rangsang meningeal.
https://doktersehat.com/pemeriksaan-penunjang-infeksi-otak
18. Normal jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan. (Persarafan: pemeriksaan ransangan meningeal)
19. skrining/uji saring suatu penyakit, menunjang diagnosis, menyingkirkan
suatu diagnosis penyakit, memantau pengobatan/follow up terapi,
menentukan pengobatan dan kekambuhan. (Bangka.tribunnews.com)
20. Iya bisa, krenah aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuro pada
otak sehingga bisa memicu terjadinya kejang atau kontraksi otot karena otak
adalah sumber di mana epilepsi itu terjadi. https://hellosehat.com
21. Berdasarkan tanda & gejala yang muncul serta pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, diagnosa medisnya adalah Meningitis (Harsono,2005.)
22. Sistem saraf pusat / otak. (Yuliani,2010)
23. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan (Gunawan 2011; Veltmen, dkk, 2014)
24. Klasifikasi Meningtis
 Meningitis purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, kaku
kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan,
kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : diplococcus pneumoniae (pneumokok), neisseria meningitides
(meningokok), strerococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,
Pneudomonas aeruginosa.
Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada
cairan otak, darah tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber
infeksi, radiologic, pemeriksaan EEG.(Harsono,2013)
 Meningitis Kriptikokus
Adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptikokus. Jamur ini
bisa masuk ketubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang
kering. Kriptikokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian
tubuh lain. Meningitis kriptikokus ini paling sering terjadi pada orang
dengan CD4 dibawah100.
Diaknosis: Darah atau cairan sumsum tulang belakang dalam dites untuk
kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen
(sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba
menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat
dilakukan dan dapat member hasil pda hari yang sama. Tes biakan akan
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukan hasil
positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila
diwarnai dengan tintah india. (Yayasan Spiritia., 2006)
 Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, opstipasi, muntah-muntah, ditemukan
tanda-tanda perangsangan menigen seperti kaku kuduk, suhu badan naik
turun, nadi sangat labil /lambat, hipertensi, abdomen tampak mencekung,
gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : meningitis tuberkulosis dapat di tegakkan dengan
pemeriksaan cairaan otak, darah, radiologi, testuberkulin. (harsono.,
2003)
25. Meningitis Purulenta (Harsono,2013)
26. Demam yang semakin meningkat, kebingungan, kehilangan pendengaran
dan kesusahan dalam belajar (WHO, 2015)
27. Diagnosis awal meningitis meningokokus dapat dilakukan dengan
pemeriksaan klinis diikuti oleh pungsi lumbal yang menunjukkan cairan
tulang belakang yang purulen, pemeriksaan mikroskopis dari cairan tulang
belakang dengan tes aglutinasi atau dengan reaksi rantai polimerase (PCR)
dan terakhir adalah dengan cara identifikasi serogrup dan pengujian
kerentanan terhadap antibiotik penting untuk menentukan tindakan
pengendalian (WHO, 2015)
28. penyakit yang didiagnosis lebih awal dan pengobatan yang memadai
memiliki resiko 5% hingga 10% pasien akan meninggal, biasanya dalam 24
hingga 48 jam setelah timbulnya gejala(WHO, 2015). Dari penjelasan diatas
jika dikaitkan dengan soal kasus yang tersedia maka prognosis dari penyakit
si pasien sudah parah karna lambatnya penegakakn diagnosa yang di alami
oleh pasien besar kemungkinan bahwa pasien sudah memasuki tahap
stadium II dari penyakit tersebut
29. penyakit yang didiagnosis lebih awal dan pengobatan yang memadai
memiliki resiko 5% hingga 10% pasien akan meninggal, biasanya dalam 24
hingga 48 jam setelah timbulnya gejala(WHO, 2015). Dari penjelasan diatas
jika dikaitkan dengan soal kasus yang tersedia maka prognosis dari penyakit
si pasien sudah parah karna lambatnya penegakakn diagnosa yang di alami
oleh pasien besar kemungkinan bahwa pasien sudah memasuki tahap
stadium II dari penyakit tersebut
30. Komplikasi yang sering terjadi pada pasien meningitis ketulian epilepsi,
hidrosefalus, defisit kognitif bahkan dapat menimbukan kematian (WHO,
2015)
31.
32.
33.
34.
35.
36. Gen, gender, usia, lingkungan, kehamilan, paparan dari serangga& hewan
pengerat, bepergian kedaerah rawan meningitis, tidak mendapatkan
imunisasi tertentu.
37. a. Biodata klien, meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat, pendidikan,
pekerjaan, nomor regitrasi, status pekawinan, agama, tanggal MR
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
Pernahkah operasi daerah kepala ?
c. Data bio-psiko-sosial
Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda :
tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi,
disritmia.
Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa
kering.
Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,
ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang
umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif,
rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek
kremastetik hilang pada laki-laki.
Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
38. Pola aktivitas
Kelelahan  berhubungan dengan pasien sering merasa mengantuk dan tidur
lebih lama  keadaan dan perasaan lelah merupakan reaksi fungsional dari
pusat kesadaran cortex cerebri yang dipengaruhi oleh system penghambat
(inhibisi) dan system penggerak (aktivasi) yang saling bergantian. System
penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan
manusia bereaksi dan menyebabkan kecendurungan untuk tidur
39. Keluhan yang dirasakan pasien (sering merasa mengantuk dan tidur lebih
lama dari biasanya, sering merasa pusing, nausea, muntah dan ititabilitas)
dikarenakan infeksi bakteri  meningitis . bakteri yang menyebabkan
meningitis adalah Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus. Pada meningitis bacterial, toksin yang dikeluarkan merusak
sel meningeal dan menstimulasi reaksi imun dan inflamasi  penurunan
imunitas pada tubuh pasien.

40. Pola makan terhadap pasien meningitis yaitu :

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.


Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
41. Adapun ciri khas dari gejala penyakit ini salah satunya adalah kesadaran
menurun (lathergi atau gaduh gelisah) jika gejala tersebut terjadi pada pasien
maka pasien sulit untuk berinteraksi sosial terhadap orang lain dan
lingkungannya. (hudak dan gallo,2012)
42. Meningitis merupakan suatu penyakit yang menyerang selaput otak oleh
bakteri sehingga menimbulkan infeksi pada selaput otak tersebut. Maka
pemeriksaan yang terfokus pada tanda tanda infeksi dan juga ciri khas pada
penyakit ini, misalnya seperti dari gejala penyakit ini yaitu kesadaran
menurun(lathergi atau gaduh gelisah), penderita tampak sakit berat, demam
akut yang tinggi, nyeri kepala, muntah, dan kaku kuduk. (Surito, 2017)
43. Kelainan yang sering ditemukan adalah seperti menolak untuk makan,
muntah, diare, demam tinggi, sakit kepala,
Adapun ciri khas dari gejala penyakit ini yaitu kesadaran menurun(lathergi
atau gaduh gelisah), penderita tampak sakit berat, demam akut yang tinggi,
nyeri kepala, muntah, dan kaku kuduk. (hudak dan gallo,2012)
44. Ketidakefektifan pola nafas, Ketidakbrsihan jalan nafas, Hipertermi,
Kekurangan volume cairan, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, Nyeri akut, Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak,
Risiko cidera , Resiko infeksi (nanda 2015)
45. Nyeri akut, Kekurangan volume cairan, Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, Gangguan pola tidur, Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, Resiko infeksi (Nanda, 2015)
46.
 Monitor tanda-tanda vital dan neurologik tiap 5 - 30 menit. Mengenai
tekanan intrakranial catat laporkan segera perubahan-perubahannya
kedokter.
 Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan pasien, anjurkan
untuk bedrest.
 Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati cegah gerakan yang
tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher hindari fleksi leher.
 Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk
untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan
napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi
fleksi pada dan lutut.
 Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan / diatur tepat waktu
dengan preode relaksasi / sedasi ; hindari rangsangan lingkungan yang
tidak perlu.
 Beri penjelasan kepada pasien yang bingung ; artikan / jelaskan
lingkungan kepasien dan reorientasikan pasien yang bingung.
 Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik,
sensorik dan intelektual.
 Beri zat hipertonik / steroid sesuai dengan instruksi.
47. pasien dapat mencakup eliminasi yang adekuat dari produk sisa tubuh,
reduksi/peningkatan nyeri, peningkatan toleransi aktivitas, pencapaian
tingkat nutrisi yang optimal, pemeliharaan keseimbangan cairan dan
elektrolit, reduksi ansietas, penjelasan informasi tentang diagnose, prosedur
pembedahan, perawatan diri setelah pulang dari rumah sakit, pemeliharaan
kesehatan dan tidak adanya komplikasi. Anonymous. 2010.
Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Diakses tanggal 12
Desember 2010
48.
 Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
 Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
 Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non
analgesic secara teapat
 Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut
jantung, atau tekanan darah
 Mempertahankan selera makan yang baik
 Melaporkan pola tidur yang baik
 Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan
hubungan interpersonal (Wijaya, 2013))
49. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (mis., stroke bahang dan keletihan akuibat
panas)
Regulasi suhu (NIC) : Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan
kedaruratan yang diperlukan, jika perlu (PPNI, 2016)
50.
 Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi
obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan
nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
 Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicari
 Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
 perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(mis, risiko ketergantungan atau overdosis) (Wilkinson, 2016.)

E. JUMP 5
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Meningitis
2. Untuk mengetahui pengertianMeningitis
3. Untuk mengertahui Meningitis
4. Untuk mengetahui etiologi Meningitis
5. Untuk mengetahui patofisiologi Meningitis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Meningitis
7. Untuk mengetahui komplikasi Meningitis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis Meningitis
9. Untuk mengetahui diagnose keperawatan yang mungkin muncul
10. Untuk mengetahui intervensi (NIC dan NOC) Meningitis

F. JUMP 6

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA


SUPURATIF KRONIK

A. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media
sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius (Kusuma,
Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013).Otitis media supuratif kronik (OMSK)
adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah, mastoid dan membrane timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan
atau lebih (Padila, 2012).OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-
menerus atau hilang timbul.Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah (Efiaty, 2011).

B. Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari bagian luar, tengah dan dalam.Telinga bagian luar
terdiri dari aurikula, meatus acusticus externus dan dan membran timpani
bagian luar.Telinga tengah terdiri dari membran timpani bagian dalam, cavitas
timpani yang berisi ossicula auditiva, muskulus, cellulae mastoid; aditus ad
antrum dan tuba auditiva.Telinga dalam terdiri dari labirintus osseus dan
labirintus membranaceus.Labirintus osseus yaitu koklea dan labirintus
membranacea terbagi menjadi labirintus vestibularis (sakulus, utrikilus,
canalis semisirkularis), duktus koklearis (skala vestibule, skala media, skala
timpani), sakus duktus endolimpatikus (Syaifudin, 2006).
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga
sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit.Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 ± 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang
telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membrane timpani bagian dalam, cavitas
timpani yang berisi ossikula auditiva, muskulus, celulae mastoid; aditus ad
antrum dan tuba auditiva, telinga tengah berbentuk kubus, dengan:
a. Batas luar : membran timpani.
b. Batas depan : tuba eustachius
c. Batas bawah : vena jugularis
d. Batas belakang : aditus ad antrum
e. Batas atas : tegmen tympani (meningen/otak).
f. Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah (kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval
window dan antrum promontorium.
Cavitas tympani berisi osikula auditiva, muskulus, celulae mastoid; aditus
ad antrum dan tuba auditiva.
a. Osikula auditiva
Berfungsi untuk menghantarkan suara dari udara ke koklea. Terdiri
dari maleus, incus dan stapes
b. Muskulus
Terdiri dari m. tensor tympani dan m. stapedius, diinervasi oleh N.
facialis dan N. trigeminus dimana berfungsi untuk membatasi gerak
dari tulang auditiva.
Perlekatan dari m. tensor tympani dan pars ossea tuba auditiva menuju
kolum mallei, berfungsi untuk mengatur keseimbangan tekanan udara
antara cavum tympani dengan dunia luar.
c. Perlekatan dari m.stapedius dari piramida menuju ke collom stapedius,
berfungsi untuk meredam suara yang keras, frekwensi rendah dan
amplitude yang tinggi.
d. Celulae mastoid.
e. Aditus ad antrum.
Merupakan muara atau lubang yang menghubungkan cavum tympani
dengan antrum mastoid.
f. Tuba auditiva
Tuba auditiva adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring. Tuba auditiva memiliki arti klinis karena
nasofaring memiliki banyak flora normal, sehingga jika tekanan cavum
tympani lebih rendah maka udara akan masuk dari nasofaring ke
cavum tympani sehingga flora normal akan ikut masuk, hail ini dapat
memicu infeksi diauris media.

Tuba auditiva dibagi menjadi 2 bagian:


g. 1/3 bagian superior, tersusun oleh tulang.
h. 2/3 bagian inferior, tersusun oleh kartilago yang berbentuk huruf U.
Fungsi dari Tuba auditiva.
 Drainase, berdasarkan gerakan membuka tuba dan gerakan silia
di mukosa tuba dimana gerakan silia seperti lecutan cambuk
yang bergerak dari arah cavum tympani ke nasofaring sehingga
menghambat pergerakan kuman yang akan masuk ke auris
media. Juga untuk mengeluarkan produk atau kotoran dari auris
media.
 Proteksi, dilakukan oleh jaringan limpoid dan sel goblet dari
mukosa tuba, sel goblet menghasilkan lisosom yang bersifat
bakterisid.
 Aerasi, yaitu menjaga keseimbangan tekanan udara dalam
telinga terhadap dunia luar melalui proses membuka-menutup
tuba, sebagai contoh saat menelan tuba akan membuka.9
3. Telinga dalam terdiri dari:
a. Labirin osseus: koklea atau rumah siput, yang berupa setengah
lingkaran.
b. Labirin membranaseus, terdiri dari:
 Labirin Vestibuler, yang terdiri dari saculus, utrikulus dan 3 buah
kanalis semisirkularis.
 Duktus koklearis, yang terdiri dari skala vestibule (berisi
perilimfe), skala media (berisi endolimpe dan terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria, dan pada
membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ
korti)dan sekala tympani (berisi perilimfe)
 Saccus dan ductus endolimfaticus

C. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s
syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktorgenetik.Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada
penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau
sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa
metode kulturyang digunakan adalah tepat.Organisme yang terutama
dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme
lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafasatas.Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadapotitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggidibanding yang bukan alergi.Yang menarik adalah dijumpainya
sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belumdiketahui.Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal.

D. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan
maligna atau tipe tulang.Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011).Pada
OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai
tulang.Perforasi terletak di sentral.Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya
dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2011). OMSK tipe maligna
disertai dengan kolesteatom.Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di
atik.Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Arif
Mansjoer, 2011).Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin).Deskuamasi terbentuk terus, lalu
menumpuk.Sehingga kolesteotoma bertambah besar.

E. PATHWAY
F. TANDA DAN GEJALA
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak
nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga.
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan
dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga
1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret
yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah
dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga
luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning
abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.
Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini
ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara
hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK,
dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan
nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid
ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat
diteruskan melalui rongga telinga tengah.

G. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip pengobatan OMSK adalah:
a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
b. Pemberian antibiotika
c. Topikal antibiotik ( antimikroba)
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif.Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak
dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya
tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk
telinga yang digunakan seperti:
 Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
 Terramycin
 Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk
OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik
adalah :
 Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif,
Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten
terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
 Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya :
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan
Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
 Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
2. Sistemik antibiotik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus.Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut.Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin
banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan
kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik.Peninggian dosis tidak menambah
daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik
adalah:
 Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
 P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
 P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin
 Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
 E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
 S. Aureus : penisilin, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida
 Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin,
aminoglikosida
 B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat
derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan
dapat diberikan peroral.Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur
dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim,
seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan
untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi
OMSK.Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.
Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa
antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
3. Jenis pembedahan pada OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh.Dengan tindakan operasi ini
dilakukan permbersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi.Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi suatu ruangan.Tujuan operasi ini ialah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.Kerugian operasi ini
ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.Pasien
harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi
kembali.Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karier pasien.Modifikasi operasi ini ialah dengan
memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal
plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.Tujuan
operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang
menetap.Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah
tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membran timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan
dengan pengobatan medikamentosa.Tujuan operasi ialah untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.Menurut
Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan gejala dan
infeksi.Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi
antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu melalui pemberian per
oral atau tetes telinga jika ada perforasi membran
tympani.Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin cocok
untuk membuka tuba eustachius.Pembedahan dengan membuka
membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan
atau mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga dalam.Decangestan
atau antibismin dapat digunakan untuk membantu mengeluarkan
cairan dari tuba eustachius.Pada operasi ini selain rekonstruksi
membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran.Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan
V.Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi
kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis.Tidak jarang pula operasi ini
terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan
jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior ling telinga).Membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan
rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik
operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli,
oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.
4. Discharge Planning
a. Mengajarkan pasien untuk melakukan kompres hangat local 20 menit
selama 3 kali sehari dengan menggunakan handuk dan air hangat
b. Menganjurkan pasien untuk istirahat
c. Membatasi pada pasien untuk melakukan pergekan pada bagian
kepala
d. Dan melakukan pengkajian kemampuan kalien dalam memberikan
obat tetes telinga atau salep telinga.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif.Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah.Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang
hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas
pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (
audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran
a. Normal : 10 dB sampai 26 dB
b. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
c. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
d. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
e. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
f. Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
kohlea.Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara
dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri
tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif
bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri.Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal.Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi
radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan
karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan
mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah.Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal.Keputusan untuk melakukan operasi jarang
berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja.Pada keadaan tertentu
seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (infeksi pada telinga
bagian tengah)
2. Perubahan persepsi sensori auditori berhubungan dengan gangguan
pendengaran
3. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan
labirin : pusing

J. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC label : Pain management
berhubungan keperawatan 3x24 jam nyeri 1. Lakukan pengkajian
dengan agen cidera akan berkurang dan bahkan secara komprehensif
biologis (infeksi hilang dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,
pada telinga bagian NOC label : Pain level karakteristik, durasi,
tengah) 1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi.
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunnakan teknik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik
mencari bantuan) komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien
dengan menggunakan 4. Kontrol kondisi
manajemen nyeri lingkungan yang
3. Mampu mengenali mempengaruhi nyeri
nyeri (skala, seperti suhu ruangan,
intensitas, frekuensi pencahayaan dan
dan tanda nyeri) kebisingan.
4. Menyatakan rasa 5. Kurangi faktor presipitasi
nyaman setelah nyeri nyeri
berkurang 6. Ajarkan teknik
nonfarmakologi (teknik
relaksasi dan distraksi)

2. Perubahan persepsi Setelah dilakukan tindakan NIC label :


sensori auditori keperawatan 3x24 jam 1. Lakukan tes pendengan
berhubungan diharapkan pendengan pasien 2. Melakukan irigasi pada
dengan gangguan membaik kriteria hasil. telinga
pendengaran NOC label : Visual (Body 3. Modifikasi lingkungan
image, cognitive orientation, disekitar pasien
sensory fuction) 4. Saat melakukan komunikasi
1. Menunjukkan pergerakan dengan pasien agar bisa
dan ekspresi wajah yang mematikan televisi atau
rileks tape
2. Menjelaskan rencana
memodifikasi gaya hidup
untuk mengakomodasi
kerusakan pendengaran
3. Bebas dari bahaya fisik
karena penurunan
keseimbangan pendengan
3. Resiko terjadi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Wound Care
injuri / trauma keperawatan 3x24 jam 1. Monitor karakteristik,
berhubungan diharapkan pasien dapat warna, ukuran, cairan,
dengan terhindar dari resiko infeksi dan bau luka.
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan luka dengan
labirin : pusing NOC label : Tissue Integrity : normal salin
skin and Mucous Membranes 3. Rawat luka dengan
1. Integrias kulit klien konsep steril
normal 4. Ajarkan kepada klien dan
2. Temperatur kulit klien keluarga untuk
normal melakukan perawatan
3. Tidak adanya lesi luka
pada kulit 5. Berikan penjelasan
kepada kllien dan
keluarga mengenal tanda
dan gejala dari infeksi.
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad B, Amir D. 2009. Buku ajar ilmu penyakit saraf (Neurologi). Edisi I. Padang:
Bagian Ilmu Peyakit saraf. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Harsono. 2005. Meningitis tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis : Perhimpunan


Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada
University

Notoatmodjo, S., 2014. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat.

Veltmen Jennifer, Bristow Claire,Klausner Jeffrey. 2014.Meningitis in HIV-positive


patients in Sub-Saharan Africa:a review. Journal of the International AIDS
Society

Wijaya, A. S. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta:


EGC

World Health Organization, 2015

Anda mungkin juga menyukai