PENDAHULUAN
Banyak orang tua atau keluarga yang kurang waspada terhadap timbulnya
kejang akibat demam, sehingga perlu adanya pengetahuan tentang cara mencegah dan
menangani kejang.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus anak balita dengan
Kejang demam sederhana, dengan harapan penulis dapat memberikan bantuan dan
perawatan sebagai salah satu usaha untuk menolong mengatasi keadaan yang dihapai
pada saat praktek lapangan.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1
1.3. Manfaat
1.3.1. Mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami tentang konsep asuhan pada anak balita dengan kejang
demam sederhana
1.3.2. Bagi Institusi
1. Wawancara
Yaitu dengan bertanya langsung kepada ibu anak tentang hal hal yang
berhubungan dengan dirinya.
2. Observasi Langsung
Yaitu melalui pengamatan langsung maupun pemeriksaan fisik dengan
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
3. Studi Literatur
Yaitu melalui refrensi dan literature.
4. Studi Dokumen
Yaitu dangan melihat rekam medis.
2
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.11 Definisi
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2.1.2 Etiologi
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati
toksik sepintas.
4
2.1.3 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat
proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan
dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan
didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi
ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial
nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
5
2.1.4 Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat :
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
6
2.1.5 Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis
kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena
infeksi selaput otak atau kernikterus
1. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh
fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada
bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
1. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro.
Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal
benigna.
1. Gemetar
7
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama
bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan
lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan
ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama
dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan
sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai
dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk
pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik
terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai
adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu
segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai
dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur.
Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian
tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat
disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal
benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur
tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan
pengobatan
2.1.7 Pencegahan
1. Pencegahan berulang
b. Penkes tentang
8
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran
suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37C)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan
jangan menunggu sampai meningkat
2.1.8 Penatalaksanaan
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 80
ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa hendaknya disertai dengan monitoring
jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
9
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak
10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg
SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml.
Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant
dapat muncul.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada
BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan
bilirubin dalam darah.
10
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
No. RM : 13 32 10
A. Data Subjektif
1. Biodata
Anak
Nama Anak : An Z
Umur : 18 bulan
2. Keluhan utama
11
Anak demam sejak jumat pagi 6 juli 2012, tidak disertai batuk dan pilek. Kemudian diberi
paracetamol sendok teh tetapi masih tetap demam. Tanggal 7 juli 2012 pukul 05.30 anak
mengalami demam tinggi lagi hingga kejang kurang lebih 5 menit. Setelah kejang anak sadar
dan langsung dibawa ke IGD RSUD Jombang karena kondisinya cukup lemas dan pucat. Dan
akhirnya anak dianjurkan untuk rawat inap di paviliun seruni RSUD Jombang. Pasieb BAB 1
kali , BAKnya juga lancar terakhir sejam lalu.
Anaknya sering sakit batuk, pilek biasa, anaknya juga pernah mengalami kejang saat suhu
tubuhnya tinggi pada umur 6 bulan .
Dalam keluarganya tidak ada yang pernah menderita penyakit menurun seperti darah tinggi,
kencing manis, tidak ada yang menderita penyakit menular seperti batuk darah.
6. Riwayat Pertukem
a. Pertumbuhan
BB sebelumnya : 9,5 kg
BB sekarang : 10.2 kg
b. Perkembangan
Anak sekarang sudah bisa berjalan sendiri dan sudah bisa berbicara sedikit sedikit
7. Pola nutrisi
Sebelum Sakit : anak makan 3x sehari, setengah porsi orang dewasa, makan dengan nasi, lauk
ikan tempe, telor, tahu, dan sayur
Anak minum ASI setiap 2 jam sekali, dan air putih 5-6 gelas perhari
Selama sakit : anak makan 3 kali sehari, seperempat porsi orang dewasa dengan komposisi
nasi sayur dan lauk.
8. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAB 1x/hari konsistensi lunak, kuning , tidak ada keluhan. BAK 5-6 x/hari
Selama sakit : BAB 1 kali, konsistensi luank, kuning, tidak ada keluahn. BAK 5-6 x/hari
12
9. Pola aktifitas
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : composmentis
TTV
Suhu : 38,3 C
Nadi : 106 x/menit
RR : 28 x/mennit
Status gizi : baik
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Hidung : tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung
Leher : tidak ada pembesaran tiroid, tidaka ada bendungan vena jugularis
13
Ekstrimitas : pergerakan aktif, tidak ada kelainan jumlah jari, terpasang infus D5 NS
b. Palpasi
Leher : tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran tyroid
c. Auskultasi
3. Pemeriksaan penunjang
hasil Normal
Hemoglobin 9.5 11,4 17.79 / dl
Lekosit 8.600 4700 10.300 / cmm
Hematokrit 32.0 37 48 %
Eritrosit 5.170.000 L 4,5 5,5 ; P 4 5 jt/ ul
Trombosit 366.000 150.000 350.000 / cmm
hasil Normal
Hemoglobin 9.4 11,4 17.79 / dl
Lekosit 5.300 4700 10.300 / cmm
Hematokrit 32.,4 37 48 %
Eritrosit 5.130.000 L 4,5 5,5 ; P 4 5 jt/ ul
Trombosit 310.000 150.000 350.000 / cmm
14
Dx : An Z usia 18 bulan dengan KDS dengan masalah gangguan peningkatan suhu
tubuh
Ds : anak demam tinggi sejak 2 hari lalu dan mengalami kejang 5 menit dan sekarang
masih demam
Do : KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Suhu : 38,3 C
Nadi : 106 x/menit
RR : 28 x/mennit
Akral hangat
Turgor kulit normal
V. INTERVENSI
Tujuan : pasien tidak mengalami kejang lagi selama berhubungan dengan hipertermi
Intervensi
15
R/ menghindari kecemasan orang tua dan meningkatkan pengetahuan orang tua
tentang kondisi anaknya
Longgarkan pakaian berikan baju tipis yang mudah menyerap keringat
R/ proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat
Berikan kompres dingin
R/ perpindahan panas secara konduksi
Berikan ekstra cairan
R/ saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
Observasi kejang dan TTV tiap 4 jam
Penentuan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
Batasi aktifitas selama anak panas
R/ aktifitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik dan pengobatan yang sesuai
R/ untuk menurunkan panas pada pusat hipotalamus
VI. IMPLEMENTASI
16
- injeksi cefotaxim 3 x 250 mg
VII. EVALUASI
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada An. Z telah dilakukan analisa data dan tidak ada kesenjangan antara teori
dan praktek.Pada teori dilakukan asuhan asuhan sebagaimana mestinya bahkan di lapangan
pun dilakukan hal tersebut. Seperti pemberian cairan infus, obat obatan dan pemeriksaan
lab.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
18
Dari pembahasan mengenai perawatan anak dengan kasus kejang demam
sederhana, kesenjangan dan kesamaan yang terjadi diantara tinjauan pustaka dan tinjauan
kasus, maka dapat disimpulakan Asuhan Kebidanan yang dilakukan pada anak dengan
kasus kejang demam sederhana di lapangan sesuai dengan teori.
5.2 Saran
Asuhan pada Anak dengan kasus kejang demam harus dilakukan pengawasan dan
perawatan yang cukup ketat akan meningkatkan kesehatan anak. Disini peran petugas
kesehatan perlu dioptimalkan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan motivasi pada
anak serta keluarga melalui penyuluhan penyuluhan. Pada kasus KDS petugas
kesehatan perlu observasi tanda tanda vital anak secara rutin dan teratur, khususnya
peningkatan suhu tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
- Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
19
- Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
20