Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan
saraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
• Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
• Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
• Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
• Gabungan dari faktor-faktor diatas.
1
Patogenesis
• Predisposisi genetik: Ambang kejang yang rendah
• Pirogen endogen: Interleukin 1-β, eksitabilitas neuron meningkat sehingga mudah kejang
• Faktor infeksi: Infeksi HHV 6 (36%), influenza, adenovirus, parainfluenza (6-18%),
RSV, rotavirus (4-5%),
Klasifikasi
• Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
• Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
2
terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut ‘Potensial Membran Sel Neuron’.
Gejala dan Tanda
Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar sistem saraf
pusat misalnya tonsillitis, bronchitis atau otitis media akut.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak
memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.
Diagnosis
Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang
memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia juga dapat
terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam.
Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai berikut :
• Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun
• Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.
• Kejang bersifat umum
• Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit
• Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
• Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukkan
kelainan
• Tidak didapatkan kelainan neurologik
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium.
• Tidak dianjurkan pemeriksaan laboratorium rutin
3
• Dapat diperiksa untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab seperti
hematologi rutin, urin lengkap, elektrolit, gula darah
• Foto x-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.
Dapat dipertimbangkan pada makro/mikrosefali dan kelainan neurologis yang menetap
(terutama lateralisasi)
• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis ialah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:
• bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
• bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
• bayi > 18 tidak rutin
Dapat dipertimbangan bila ada gejala dan rangsang meningeal maupun kecurigaan
adanya infeksi susunan saraf pusat pada anamnesis dan pemeriksaan klinis. Bila yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
• Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefagrafi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
meski dapat memperkirakan risiko terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam (namun
bukan indikasi terapi profilaksis). Tidak diperlukan terlebih pada kejang demam
sederhana dan/atau tanpa defisit neurologis. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
• Pencitraan
Foto x-ray kepala dan pencitraan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas
indikasi.
4
1.2 TEMPAT/WAKTU KEGIATAN/PESERTA
d. Pelaksana : Divisi Poli Umum Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung
5
depan Menjawab salam.
Menutup dengan salam
TANYA JAWAB
1. Apakah pasien demam berdarah bisa mengalami kejang?
Jawab:
Bisa. Kejang bisa terjadi pada kondisi demam oleh penyebab apapun, termasuk demam
berdarah. Kejang adalah tanda dan/atau gejala sementara yang timbul akibat aktifitas
sekelompok sel-sel saraf di otak bersifat berlebihan, abnormal dan simultan.
2. Bagaimana mencegah terjadinya kejang pada pasien yang sudah terdiagnosis epilepsi?
Jawab :
Pasien yang sudah terdiagnosis epilepsi akan mendapatkan terapi obat-obatan untuk
mengatasi kejang. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kejang adalah minum obat
teratur, rutin kontrol ke dokter.
6
- Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang
- Berikan diazepam rektal, bila kejang > 3 menit (sebelumnya sudah diedukasi oleh
dokter cara penggunaannya)
- Tetap berada disamping anak
- Bawa segera ke dokter atau tempat kesehatan terdekat bila kejang > 5 menit, kejang
berulang, anak tidak sadar setelah kejang berhenti, sesak napas.
7
8
Lampiran 2. Daftar Absensi Peserta
9
10
11
12