Anda di halaman 1dari 13

Seorang Anak 4 Tahun dengan

Kejang Demam Kompleks

Oleh :
dr. Rizky Yanuari

Dokter Pendamping :
dr. Umi Muazizah

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
WONOSOBO
2016

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya
terjadi pada usia antara 3 bulan dan 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. 1,2
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.1
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

1.2.

Epidemiologi
Kejang demam adalah jenis kejang yang paling sering terjadi pada anak, sekitar 2 5

% dari populasi, pada usia antara 5 bulan dan 5 tahun dengan manifestasi paling sering pada
usia 2 tahun3. Insiden di seluruh dunia bervariasi, 5 10 % di India, 8,8 % di Jepang, 14 % di
Guam, 0,35 % di Hongkong dan 0,5 1,5 % di Cina. Kejang demam terjadi pada semua ras
dan insidennya sedikit lebih predominan pada anak lelaki.4
Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 50 % dari seluruh kasus kejang
demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam
berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.5
2

1.3.

Etiologi dan Faktor Risiko


Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,

seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari
demam berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi
saluran kemih. Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat
orangtua dan saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam
diturunkan secara autosomal dominan sederhana.2
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya,
infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur
otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12
yang berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam
kompleks juga memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi
meningitis bakterial akut.5

1.4.

Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik

bilateral dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis.2
Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari kejang
demam simpleks, yakni : 5
-

Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)

Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam

Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya

Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan :


o Klonik dan atau tonik
3

o Kehilangan tonus otot sesaat


o Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi
sekunder
o Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi
o Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam,
kadang-kadang beberapa hari)
1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan : 4
-

Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya
Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak
Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis
Riwayat penggunaan obat pada anak
Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan
tumbuh kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.
Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti :
o Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam
o Suhu tubuh yang tinggi
o Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan
o Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama)
o Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan : 4


-

Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab demam, misalnya otitis media,

faringitis, atau penyakit virus lain


Pemeriksaan neurologis
Tanda rangsangan meningeal
Tanda-tanda trauma atau keracunan

Diagnosis banding kejang demam pada anak dapat berupa : 4


-

Bakteremia dan sepsis


Meningitis dan ensefalitis
Status epileptikus

1.5.

Pemeriksaan Penunjang untuk Kejang Demam


1. Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
4

lain, misalnya gastroenteritis dengan dehidrasi yang disertai demam. Pemeriksaan


yang dapat dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah
2. Pungsi Lumbal1
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis
cenderung tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12
bulan. Pada bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18
bulan. Bila yakin bukan meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
3. Elektroensefalografi (EEG)
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral,
sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan EEG ditemukan pada 88%
anak yang EEG-nya dilakukan pada hari kejang terjadi, dan 33 % pada tiga sampai
tujuh hari setelah serangan kejang.2 EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau perkiraan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam, sehingga EEG ini tidak
direkomendasikan untuk dilakukan.1
4. Pencitraan
Foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak rutin, hanya atas
indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus
VI, atau papil edema.1 Suatu penelitian menunjukkan bahwa hasil CT-Scan yang
dilakukan pada anak dengan serangan kejang demam kompleks pertama tidak
memiliki adanya kondisi intrakranial patologis yang membutuhkan penanganan bedah
saraf emergensi.4
1.6.

Penatalaksanaan Kejang Demam


1. Pengobatan fase akut saat anak kejang
Saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, anak dimiringkan
apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Bebaskan jalan napas untuk menjamin
oksigenasi. Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur, berikan oksigen, kalau
perlu dilakukan intubasi. Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti kesadran,
suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan fungsi jantung.2
Obat yang dapat diberikan saat pasien kejang adalah diazepam intravena dengan dosis
0,3 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 2 mg/ menit atau dalam
waktu 3 5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dapat berupa
diazepam rektal dengan dosis 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau dosis 5 mg diazepam rektal untuk anak di bawah usia 3 tahun dan 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun.1
5

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian masih kejang, anjurkan ke rumah sakit untuk pemberian diazepam
intravena. Bila masih kejang, dapat diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10
20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dapat diberikan dosis selanjutnya 4 8 mg/kgBB/hari
dimulai 12 jam setelah dosis awal.1
Setelah kejang berhenti dengan pemberian diazepam, dapat diberikan fenobarbital
loading dose secara intramuskular dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB, lalu
dilanjutkan setelah 24 jam dosis awal dengan 4 8 mg/kgBB/hari
2. Pemberian obat saat demam dan mencari penyebab demam
Antipiretik dapat digunakan untuk menurunkan panas, dengan obat yang dipakai
adalah parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dan tidak
lebih dari 5 kali. Dapat juga diberikan ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali
sehari.1 Dapat juga diberikan antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media dan
pneumonia.4
3. Pemberian terapi profilaksis
Profilaksis diberikan untuk mencegah berulangnya kejadian kejang demam.
Pengobatan profilasis ini diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri
sebagai berikut :1
- Kejang lama > 15 menit
- Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
-

hemiparesis, paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus


Kejang fokal
Terapi profilaksis ini dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam terjadi >
4 kali per tahun.

Profilaksis yang diberikan terdiri dari dua jenis, yakni :2


-

Profilaksis intermittent. Profilaksis ini hanya diberikan pada saat pasien demam,
dimana orangtua atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
anak. Dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan
berat badan < 10 kg) atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10 kg), bila anak

menunjukkan suhu 38,5C.


Profilaksis terus menerus dengan pemberian antikonvulsan setiap hari.
Antikonvulsan yang dapat diberikan adalah asam valproat dengan dosis 15 40
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2
dosis.1
6

Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
1.7.

Prognosis
- Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor risiko berikut : 1
1. Ada riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia terjadinya kejang demam kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh yang rendah saat kejang
4. Cepatnya terjadi kejang setelah demam
Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya sekitar 10 15 %. Kejang demam lebih besar kemungkinan
berulangnya pada tahun pertama kehidupan.1
-

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1 Akan tetapi, kejang
demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39C
dihubungkan dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama

setelah kejang terjadi.4


Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada
keluarga, dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya epilepsi di kemusian hari. Anak dengan 2 faktor risiko ini memiliki
kemungkinan 10 % untuk mengalami kejang tanpa demam.4

BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

:K

Umur

: 4 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Leksono

No. CM

: 662401

Alloanamnesis ( diberikan oleh ibu pasien )


Keluhan Utama :
Kejang berulang 3 jam yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Dema 4 jam yang lalu, tinggi, terus-menerus, tidak menggigil dan tidak
berkeringat

Kejang berulang 3 jam yang lalu, frekuensi 1 kali, lama kira-kira 5 menit, kejang
seluruh tubuh dengan mata melihat ke atas

Anak sadar setelah kejang

Mual tidak ada, muntah tidak ada

Sesak napas tidak ada

Riwayat trauma kepala tidak ada

Buang air kecil warna dan jumlah biasa

Buang air besar warna dan konsistensi biasa

Anak sudah diberi paracetamol syrup 1x sebelum dibawa ke RSUD

Riwayat Penyakit Dahulu :


Anak belum pernah kejang sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita kejang dengan atau tanpa demam
Riwayat kehamilan Ibu :
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, tidak mengkonsumsi obatobatan atau jamu, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil, kontrol teratur ke bidan,
riwayat imunisasi TT tidak diketahui, dan gestasi cukup bulan
8

Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis kuat. Berat badan lahir 2700 gram,
tetapi panjang badan lupa.
Riwayat Makanan dan Minuman :
ASI

: 0 bulan 20 bulan

Susu Formula : 20 bulan 27 bulan


Bubur susu

: 4 bulan - 8 bulan

Nasi Tim

: 8 bulan - 1 tahun

Nasi Biasa

: usia > 1 tahun, 3x 1 porsi per hari

Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup


Riwayat Imunisasi :
BCG

: umur 1 bulan (scar +)

DPT

: umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan

Polio

: umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan

Hepatitis B

: umur 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan

Campak

:-

Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap


Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan anak kedua, ayah tamat SD, pekerjaan buruh. Ibu tamat SD, tidak
bekerja. Penghasilan keluarga Rp 500.000 sebulan.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Riwayat pertumbuhan fisik tengkurap umur 4 bulan, duduk 7 bulan, berdiri 10 bulan,
dan bicara satu suku kata 24 bulan. Anak masih suka mengisap jari.
Riwayat Lingkungan dan Perumahan :
Tinggal di rumah permanen sederhana, pekarangan cukup luas, sumber air minum
dari sumur gali, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibakar. Kesan : higiene dan
sanitasi cukup baik
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum

: sakit sedang
9

Kesadaran

: sadar

Tekanan Darah

: 90 / 50 mmhg

Frekuensi denyut nadi

: 124 x /menit

Frekuensi nafas

: 30 x/ menit

Suhu

: 39,5oC

Panjang badan

: 120 cm

Berat badan

: 18 kg

Pemeriksaan Sistemik :
Kulit

: Teraba hangat, sianosis tidak ada, pucat tidak ada, kuning tidak ada, turgor

Kepala

kembali cepat
: Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat, berwarna coklat,

Leher
Mata

tidak mudah dicabut


: Tidak teraba pembesaran KGB
: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil 2
mm/2mm, reflek cahaya +/+ normal

Telinga

Hidung
Mulut
Tenggorokan
Dada

:
:
:
:
:

Tidak ditemukan kelainan


Tidak ditemukan kelainan, nafas cuping hidung tidak ada
Mukosa mulut dan bibir basah
Tonsil T2-T2 hiperemis, faring hiperemis
Paru
-

Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan


Palpasi
: Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada , wheezing tidak
ada

Jantung
-

Inspeksi: Iktus tidak terlihat


Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra RIC

V
Perkusi :
Batas kanan : Linea Sternalis dextra
Batas kiri : 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra RIC V
Batas atas : Linea Parasternalis sinistra RIC II
- Auskultasi : Bunyi jantung normal, irama teratur, bising tidak ada
: Inspeksi : Distensi tidak ada
-

Perut

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

Punggung
Alat kelamin
Anggota gerak

Auskultasi : Bising usus (+) normal


: Tidak ditemukan kelainan
: Status pubertas A1, M1,G1
: Atas :

10

Akral hangat, refilling kapiler baik


Reflek fisiologis : Refleks biseps (+/+), Refleks triseps (+/+)
Bawah

Akral hangat, refilling kapiler baik


Refek fisiologis : Reflek sendi lutut (+/+), Reflek pergelangan kaki (+/+)
Reflek patologis : Reflek babinsky (-/-), Reflek openheim (-/-), Reflek
chaddock (-/-), Reflek scaefer (-/-), Reflek Gordon (-/-)

Pemeriksaan Laboratorium :
Darah : Hemoglobin

: 10,1 gr%
: 13.500/ mm3

Leukosit

Hitung jenis leukosit : 0/ 1/ 7/ 84/5/3


Eritrosit

: 3.960.000/mm3

Hematokrit

: 29 %

Trombosit

: 280.000/mm3

MCH

: 22,98 pg (N = 27-37 pg)

MCV

: 73,23 fl (N = 76-96 fl)

MCHC

: 31,38 % (N = 32-34 %)

Kesan : anemia mikrositik hipokromik


Urin : Protein
Bilirubin

: (-)

Reduksi

: (-)

: (-)

Urobilin

: (+)

Kesan : urin dalam batas normal


Feses : anak belum BAB

Diagnosa Kerja:
Kejang Demam Kompleks
Tonsilofaringitis akut
Terapi :
-

Infus KAEN 3B 1500cc/24 jam

Injeksi Cefotaxim 3x300 mg

Ekstra IGD: Dumin Supp 125mg

PO: Paracetamol Syrup forte 4 x 1 cth p.r.n


11

DAFTAR PUSTAKA
1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.
2. Soetomenggolo T, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; h. 244-51.
3. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK : Churchill
Livingstone. 2007; page 582.
4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010.
12

5. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P,


Harper MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First
Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69.

13

Anda mungkin juga menyukai