Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang
terkait dengan kehamilan dan persalinan. Sebagian besar kematian perempuan disebabkan
komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak
aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Langelo, 2012).
1
Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan
penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia.
Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di
RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%).
2
Data ini
sebanding dengan dokumen WHO yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian
terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung
adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama.
Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda
preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan,
disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain.
3

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis.
Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan.
Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden
preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya
lebih maju jarang terkena preeklampsia.
4
Preeklampsia lebih sering terjadi pada
primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi
terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes,
penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang
terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga.
4






2

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SA
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Karanglincak
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 14-02-04
Masuk RS : 19 September 2014, pukul 22.00 WIB

II. DATA DASAR
Anamnesis (autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 19 September 2014
pukul 22.00 WIB)
Keluhan Utama : Kenceng-kenceng (Pasien rujukan dari bidan dengan G2 P1
A0 UK: 38 minggu dengan PEB)
Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanggal 19 September 2014 pukul 10.00 pasien memeriksakan diri ke klinik
SpOG, dokter SpOG menyarankan untuk rawat inap di RSUD Dr. R Soetrasno
untuk mengakhiri kehamilan karena sudah cukup bulan. Karena pasien merasa
belum kenceng-kenceng pasien tidak menuruti saran SpOG.
Pukul 17.00 pasien mulai merasa mulai kencang-kencang disertai keluar darah,
gerak janin (+) masih dirasakan, keluar cairan dari jalan lahir (-). Pasien kemudian
memeriksakan diri ke bidan desa. Oleh bidan desa pasien kemudian di sarankan ke
Puskesmas karena tensi tinggi dan terdapat protein pada kencing.
3

Pukul 22.00 kencang-kencang semakin sering dan pasien diantar ke Puskesmas
Saat di periksa diketahui tensi pasien mencapai 170/100 mmHg, protein (+)
sehingga disarankan rujuk ke RSUD Dr. R. Soetrasno Rembang
Menarche: 17 tahun (lama haid 7 hari); HPHT:20-12-2013;
Taksiran persalinan: 27-9-2014
Riwayat menikah: 1x selama 15 tahun
KB: riwayat kb suntik selama 4 tahun
Riwayat Kehamilan: G2 P1 A0
Hamil ini ANC rutin dibidan sebanyak 5 kali di bidan terakhir kontrol tanggal
September 2014 dengan tekanan darah 120/80 mmHg dan protein (-)
Riwayat persalinan yang lalu anak laki-laki 14 tahun ,BBL 3200 gram lahir
spontan di bidan, sehat

Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keracunan kehamilan (PEB) sebelumnya (-)
- darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Suami sebagai nelayan. Memiliki 1 orang
anak yang belum mandiri. Pembiayaan ditanggung JKN
Kesan : sosial ekonomi kurang.

PEMERIKSAAN FISIK (19 September 2014 pukul 22.00)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Tanda Vital : T : 170/100 mmHg
N : 88 x/menit (reguler, isi & tegangan cukup)
RR : 20 x/menit t : 36,6C (axiller)
4

TB : 160 cm BB : 92 kg

Kepala : mesosefal
Kulit : tugor kulit cukup
Mata : konjungtiva anemis (-/-),injeksi (- /-),pandangan kabur (-/-)
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : mucosa kering (-), sianosis (-), atrofi papil lidah (-), gusi
berdarah (-)
Tenggorokan : T 1-1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP R+0, trachea deviasi (-), pembesaran nnll (-)
Thorax : Bentuk dada normal, simetris
Cor : I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial Linea midclavicula
sinistra, kuat angkat (-), melebar (-), sternal lift (-), pulsasi
epigastrial (-), pulsasi parasternal (-)
Pe : Batas atas : SIC II LPS sinistra
Batas kanan : SIC IV LPS dekstra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
Aus : HR : 88 x/menit, bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)

Pulmo :
I : simetris statis dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
5

Pe : sonor seluruh lapang paru
Aus : suara dasar : vesikuler (+/+)
suara tambahan (-/-)






Abdomen : I : Cembung,linea nigra (+) , striae gravidarum (+)
Aus : DJJ 137x/menit, teratur
HIS : 3x/ 10 mnt (30)
Pa :
TFU: 34 cm
Leopold I : teraba bokong
Leopold II : teraba punggung kiri
Leopold III : teraba kepala
Leopold IV : sudah masuk PAP

Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Oedem - / - - / -
Capillary Refill <2/ <2 <2/ <2

STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 34 cm
Letak janin : presentasi kepala

SD :
vesikuler
ST : (-)
Depan Belakang
6

Denyut Janutung Janin (DJJ) : 137 x/ menit
Taksiran Berat Janin (TBJ) : 3410 gram
His : 3x/ 10 mnt (30)


Pemeriksaan Dalam
- Pembukaan 2 cm
- Efficement 25%
- Hodge II
- Presentasi kepala
- UUK belum dapat dinilai
- Ketuban (+)

Pemeriksaan Proteinuri dipstick: +3

III. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Hipertensi (170/100 mmHg)
2. Protein urin (+3)

IV. INITIAL PLAN
Assasment : G2P1A0 32 tahun hamil 38 minggu
Janin 1 hidup intra uterin
Presentasi kepala U puki
Inpartu kala I fase laten
Preeklamsi Berat

Intial Plans
IpDx : -
IpRx : - Infus RL 20 tts/ menit
7

- Injeksi MgSO4
o MgSO4 40% 4 gr, iv bolus (disuntikkan pelan selama 5 menit)
o Drip MgSO4 40% 6gr dalam 500 cc cairan RL untuk 6 jam sebanyak
30 tetes/ menit
- Nifedipin 3x10mg
Mx : Pengawasan 10, produksi urine, reflek patella, balance cairan/6 jam,
tanda-tanda impending eklamsia.
Ex : - Memberitahukan keluarga bahwa pasien mengalami preeklamsia
berat atau keracunan kehamilan
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa perlu segera dilakukan
pengakhiran persalinan di RS karena memerlukan peringan kala III
- Menjelaskan komplikasi dan prognosis pada pasien keracunan
kehamilan.




























8








BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA






3.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan
20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan
dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan
nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.
5


3.2. Klasifikasi Preeklampsia


Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
4
3.2.1. Kriteria preeklampsia ringan :

~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.

~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.



Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
3.2.2. Kriteria preeklampsia berat :

~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada
dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
9


~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
10




~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.

~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm
3
).

~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.

~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.



3.3. Faktor yang berperan pada preeklampsia

Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.Tetapi, ada beberapa
faktor yang berperan, yaitu:
10
3.3.1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan
oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi
aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral
terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini mengakibatkan
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume
plasma.


3.3.2. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
11




3.3.3. Peran Faktor Genetik

Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita
preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA). Menurut
beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA dengan haplotipe A 23/29,
B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan
pertumbuhan janin terhambat.


3.3.4. Disfungsi endotel

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya
preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan
penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan
fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
9


3.4. Gejala dan tanda Preeklampsia

Gejala dan tandanya dapat berupa :

3.4.1. Hipertensi

Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama
trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik
sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan.
4


3.4.2. Hasil pemeriksaan laboratorium

Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi
protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter
melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau midstream yang
12




diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.
6



Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan
penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada
pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan
proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.
8


3.4.3. Edema

Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika
terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat
saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari
pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan
penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting
edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.


3.5. Akibat Preeklampsia pada ibu

Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena
terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
7
3.5.1. Jantung

Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan
intravaskular ke ekstraselular terutama paru.Terjadi penurunan preload akibat
hipovolemia.
13




3.5.2. Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.


3.5.3. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang
nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti
spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam
retina.
6


3.5.4. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi
karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.


3.5.5. Hati

Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan
terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
14




mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular .
4


3.5.6. Ginjal

Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya
meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil
dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin
plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin
plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat
vasospasme yang hebat .
4
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan
air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di
glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di
tubulus .
4
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul
tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein protein molekul
ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.


3.5.7. Darah

Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC)
dan destruksi pada eritrosit .
4
Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l ditemukan pada 15 20
% pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika
15




ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya
berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental
abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome
yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah.


3.5.8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron
didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga
meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan
curah jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke
interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah
dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia.


3.6. Akibat preeklampsia pada janin

Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin
meningkat.
6
Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur,
bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.


3.7. Penatalaksanaan Preeklampsia

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
eklampsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan
mencegah mortalitas maternal dan perinatal.
16




3.7.1. Preeklampsia ringan

Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran
darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah.Selain itu dengan
istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga
dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik
dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika
mengancam nyawa maternal .
6


3.7.2. Preeklampsia berat

Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan
magnesium sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading
dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12
gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan
magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella
positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin
dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara
intramuskular .
6


3.8 Penatalaksanaan Preeklamsia

Penanganan di Puskesmas:
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-
kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam
merujuk penderita adalah sebagai berikut:
a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
17

b) Menyiapkan partus set
c) Menyiapkan antikonvulsan MgSO4 :



d) Pemberian Anti Hipertensi
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan darah lebih
dari 160/110 mmHg. Sesuai konsensus, bila tekanan darah ibu hamil di atas 170/110 mmHg,
lakukan penanganan terhadap tekanan darahnya.
- Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8
kali/24 jam
- Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual.
- Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol
20 mg oral.




18



BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Proses Penegakan Diagnosis
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. SA merupakan pasien G2 P1 A0 umur 32
tahun hamil 38 minggu. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada ANC
sebelumnya. Pasien juga tidak menderita hipertensi saat sebelum kehamilan. Saat ini pasien
hanya mengeluh kencang-kencang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan pasien
160 cm, tekanan darah mencapai 170/100 mmHg, dan pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen menunjukkan TFU 34 cm, letak bujur, DJJ 137x/menit, TBJ 3.410
gram, dengan his 3x/10mnt (30). Dari pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 2 cm,
Effacement 25%, Hodge II, Presentasi kepala, UUK belum dapat dinilai, Ketuban (+).
Pemeriksaan penunjang berupa urine protein dipstick didapatkan proteinuria +3.
Dari hasil tersebut, maka pasien dapat didiagnosis dengan G2 P1 A0 umur 32 tahun
hamil 38 minggu dengan PEB karena pasien telah memenuhi kriteria diagnosis PEB yakni
tekanan darah 160/110 mmHg, terdapat proteinuria +3 dipstick.
Penatalaksaan untuk pasien ini adalah dirujuk ke RSUD Dr. R. Soetrasno Rembang
untuk pengakhiran persalinan dengan peringan kala II. Persiapan pasien untuk dirujuk
pertama adalah dengan memastikan A,B,C dari pasien baik, kemudian dilakukan pemberian
MgSO4 (syarat pemberian MgSO4 terpenuhi), MgSO4 40% 4 gram diberikan secara IV
bolus disuntikkan secara pelan selama 5 menit dan diberikan secara drip dalam 500cc cairan
RL untuk 6 jam (30 tpm). Pemasangan kateter urin untuk pengawasan balance cairan. Selama
pemberian MgSO4 perlu dimonitoring frekuensi pernafasan, refleks patella, dan monitoring
cairan. Disiapkan antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas. Pada pasien ini diberikan juga
obat antihipertensi Nifedipin 10mg karena tekanan darah 170/100 mmHg. Setelah semua
persiapan dilaksanakan pasien kemudian dirujuk pada pukul 22.30 ke RSUD Dr. R Soetrasno
Rembang






19





BAB V
PENUTUP

Dari uraian sebelumnya diketahui kasus Ny. SA, usia 32 tahun, datang dengan keluhan
kencang-kencang disertai dengan tensi tinggi (170/100 mmHg) dan proteinuri +3 dipstick.
Riwayat hipertensi sebelum kehamilan (-), riwayat hipertensi pada ANC sebelumnya (-).
1. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis
pre-eklamsia berat sesuai dengan kriteria preeklampsia berat dimana tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Proteinuria kualitatif (+3) dan
umur kehamilan pasien pada kasus lebih dari 20 minggu.
2. Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan dirujuk
untuk pengakhiran persalinan dengan peringan kala II. Penggunaan antikonvulsan MgSO4
dilakukan untuk mencegah terjadinya kejang (eklamsia) pada pasien.
3. Pada pasien ini tidak terjadi eklamsia, serta tidak terdapat kondisi distress maternal
maupun distress janin sehingga prognosis untuk ibu maupun bayi bagus.






















20

DAFTAR PUSTAKA

1. Langelo W., et al. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di Rskd Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
2. Wahdi. Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998,
Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.3.
3. Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.4. Mochtar, R.
1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC,
Jakarta
4.Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21
st
ed, McGraw-Hill Companies.
5.Brooks, B.M., (2011 Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2008, November 20)
6. Prawirohardjo S., Wiknjosastro H. 1999. Ilmu Kandungan. FKUI: Jakarta.
7. Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin
Antara Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan
Ginekologi Indonesia, 23, 23-26.
8. Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta
9. Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 Review date), Preeclamsia,
Availablefrom:http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.
10.Wagner, L., (2004), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:
http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2008, November 20)

Anda mungkin juga menyukai