DI SUSUN OLEH:
1. Anisa Putri Andini (21220004)
2. Gini Eka Cipta Putri (21220020)
3. Gisella Rara Aliande Azhari (21220021)
4. Kurnia Ulfah Shoviyati (21220030)
5. Nabila Salsabila (21220043)
6. Naura Nazifah (21220045)
7. Rahma Dyani (21220050)
8. Riska Romayanti (21220060)
9. Wahyu Arie Pratiwi (21220072)
Dosen Pembimbing:
Agus Suryaman,S.Kep.,Ns.,M.Kep
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien Ny.M dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2020 di Paviliun
Marwah Atas Rumah Sakit Islam
B. Resume Kasus
Ny. M masuk UGD tanggal 15 Oktober 2020, pukul 11.00 WIB klien mengeluh
sesak, batuk berdahak berwarna putih kental disertai darah sejak dua hari yang lalu,
hasil tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/70mmHg, nadi: 80x/menit, suhu: 36,6°C,
RR: 28x/menit. Klien dilakukan Ro. Thorax Ap/Lat Hasilnya menunjukkan bahwa
terdapat infiltrasi di atas paru kanan. Klien mendapat program dari dokter UGD: O2 4
liter/menit, infus RL 500/8jam, transamin 500mg (3x1), Vit.K 2mg (3x1). Pasien
mengatakan batuk selama kurang lebih dua bulan. Pasien sudah periksa ke Puskesmas
dan menganggapnya sembuh.
Pada tanggal 15 Oktober 2020. Jam 17.00 WIB klien di pindahkan ke ruang
rawat, diruangan klien dilakukan pengkajian. Klien mengatakan sering berkeringat pada
malam hari tanpa melakukan aktifitas, tidak nafsu makan, berat badan menurun. Hasil
pengkajian tanda-tanda vital: TTV : Suhu 37 C, Nadi 85 x/min, TD 110/80 mmHg, RR
26x/min, pola nafas tidak teratur terdengar ronkhi, saat di palpasi terdapat taktil
premitus, suara perpusi hipersoner saat dilakukan inspeksi terdapat retraksi otot bantu
nafas, klien mengatakan masih bingung dan tidak mengetahui lebih jelas tentang
penyakit paru dan cara penularannya. Pada saat pengkajian, pasien dan keluarga
seringkali tidak memakai masker, klien mengatakan tidak mengetahui cara etika batuk,
di ruangan klien di lakukan pemeriksaan sputum BTA dengan hasil (+) positif.
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis dapat juga menyebar ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberkulosis dapat ditularkan dari
individu yang terinfeksi bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium
tuberculosis yang dikeluarkan ketika berbicara, batuk, bersin, bahkan bernyanyi atau
biasa disebut dengan istilah “Droplet infection” (Smeltzer & Bare, 2015 dan
Manurung, 2016).
Tuberkolusis (TB) Paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob berbentuk batang yang sering
menginfeksi jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi (Dewi, 2019).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu penyakit menular yang ditularkan melalui
udara dari orang ke orang ketika kontak saat berbicara, batuk atau bersin yang
menyerang jaringan parenkim paru.
2. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013), etiologi tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Mycrobacterium
bovis dan mycrobacterium avium juga bisa menyebabkan terjadinya infeksi tetapi
jarang ditemui kejadiannya.
Penyebab tuberkulosis paru adalah kuman mikroorganisme yaitu
mycobacterium tuberculosis dengan panjang 1 – 4 µm dan tebal 0.3 – 0.6 µm,
termasuk golongan bakteri aerob karena lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. serta basil tahan asam dikarenakan sebagian besar bakteri ini
terdiri atas asam lemak yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam (Bararah &
Jauhar, 2013).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2016), secara umum sifat kuman
Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai berikut :
a. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
b. Bersifat tahan asam dalam perwarnaan dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk
batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.
c. Memerlukan media khusus untuk biakan.
d. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
e. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet. Paparan
langsung terhadap sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam
waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam
waktu lebih kurang 1 minggu.
f. Kuman dapat bersifat dorman.
Dari beberapa penjelasan mengenai etiologi tuberkulosis diatas dapat
disimpulkan bahwa etiologi tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksius
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang mana bakteri ini
merupakan bakteri aerob yang tahan asam. Bakteri ini sensitive terhadap pemanasan
seperti terpapar sinar matahari dan sinar ultraviolet secara langsung.
3. Manifestasi Klinis Tuberkulosis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga terkadang diabaikan (Wijaya & Putri, 2013).
Adapun manifestasi klinis tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan,
gejala respiratorik dan gejala sistemik :
a) Gejala Respiratorik, meliputi:
1) Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem pernapasan di pleura terkena.
b) Gejala Sistemik, meliputi:
1) Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain adalah anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggubulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia (Wahid & Suprapto, 2013).
4. Patofisiologi Tuberkulosis
Menurut Muttaqin (2014) penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara
secara langsung. Ketika penderita bersin, batuk atau berbicara maka droplet akan
keluar jatuh ke tanah, lantai atau menempel di tempat lain, droplet itu akan
menguap karena cuaca dan pergerakan angin. Apabila kuman tuberkulosis paru
dalam droplet melayang dan terhirup orang yang sehat maka berpotensi untuk
terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Kuman yang masuk akan melewati
pertahanan pada saluran pernapasan hingga alveoli. Kemudian kuman akan
membelah diri pada tempat menempelnya.
Bakteri dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer. Reaksi terjadi pada
jaringan limfe bersamaan dengan fokus primer yang disebut kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang akan terinfeksi dan akan menjadi sensitif atau
memberikan hasil positif apabila tes tuberkulin atau tes mantoux dilakukan.
Kuman dapat menginfeksi melalui berbagai jalan berawal dari kompleks primer,
yaitu :
i. Percabangan bronkhus, melalui cabang ini dapat mengenai paru atau melalui
dahak yang mengenai laring maupun ke saluran disgestif.
ii. Saluran limfe, melalui sistem ini akan menyebabkan regional limfadenopati
dan akan berefek untuk penyebaran melalui darah dari saluran limfatikus.
iii. Aliran darah, melalui darah yang membawa kuman tuberkulosis dari vena
pulmonalis yang dapat mengalirkan ke seluruh bagian tubuh yakni ginjal,
tulang, kelenjar adrenal, otak dan meningen.
iv. Reaktivitas infeksi primer adalah kuman tidak dapat berkembang biak lebih
lanjut karena pertahanan tubuh kita yang kuat sehingga kuman mengalami
dorman atau tidur. Ketika pertahan tubuh kita melemah untuk waktu yang
lama maka memberikan kesempatan untuk kuman tuberkulosis untuk bangun
dan aktif berkembang biak sehingga dapat menginfeksi inangnya.
5. Faktor Resiko Terjadinya Tuberkulosis
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016), faktor risiko terjadinya
tuberkulosis antara lain :
i. Kuman penyebab tuberkulosis
a. Pasien tuberkulosis dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan
penularan dibandingkan dengan BTA negatif.
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko
terjadi penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko
terjadi penularan.
ii. Faktor individu yang bersangkutan
Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko menjadi sakit
tuberkulosis adalah:
a. Faktor usia dan jenis kelamin:
a) Kelompok paling rentan tertular tuberkulosis adalah kelompok usia
dewasa muda yang juga merupakan kelompok usia produktif.
b) Menurut hasil survei prevalensi tuberkulosis, Laki-laki lebih banyak
terkena tuberkulosis dari pada wanita.
b. Daya tahan tubuh : Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh
karena sebab apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan
HIV, penyandang diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-
supressive, bilamana terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis, lebih
mudah jatuh sakit.
c. Perilaku:
a) Batuk dan cara membuang dahak pasien tuberkulosis yang tidak sesuai
etika akan meningkatkan paparan kuman dan resiko penularan.
b) Merokok meningkatkan risiko terkena tuberkulosis paru sebanyak 2,2
kali.
c) Sikap dan perilaku pasien tuberkulosis tentang penularan, bahaya, dan
cara pengobatan.
a. Status sosial ekonomi: tuberkulosis banyak menyerang kelompok sosial
ekonomi lemah.
b. Faktor lingkungan:
1) Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan
tuberkulosis.
2) Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya
matahari akan meningkatkan risiko penularan.
6. Klasifikasi Tuberkulosis
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016), pengelompokkan pasien
diklasifikasikan menurut:
i. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :
1) Tuberkulosis paru : Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga
menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
2) Tuberkulosis ekstraparu: Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
secara bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis.
Bila proses TB terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan
dengan organ yang terkena proses TB terberat.
ii. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih. Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien dengan Pengobatan lengkap : Pasien yang telah
menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu
pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun
tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan.
b) Pasien Sembuh : Pasien dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis
pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu
pemeriksaan sebelumnya.
c) Pasien yang Meninggal : Pasien yang meninggal oleh sebab apapun
sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan.
d) Pasien kambuh: adalah pasien yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi).
e) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. Hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan; atau kapan
saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT.
f) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah Pasien yang tidak memulai pengobatannya atau pasien
yang pernah diobati yang pengobatannya terputus terus menerus
selama 2 bulan atau lebih (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal
sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat/default). g) Lain-
lain: adalah pasien yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui. Termasuk dalam kriteria ini
adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana
hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
iii. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan
pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
1) Mono resistan (TB MR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2) Poli resistan (TB PR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap
lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multi drug resistan (TB MDR): Mycobacterium tuberculosisresistan
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan
atau tanpa diikuti resitan OAT lini pertama lainnya.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
5) Resistan Rifampisin (TB RR): Mycobacterium tuberculosisresistan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain
yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau
metode fenotip (konvensional).
7. Komplikasi
Menurut Manurung (2016), penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani
dengan benar akan menimbulkan, komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini
dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) Menjalar ke organ lain.
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi jalan napas
2) Kerusakan parenkim berat
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa.
8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk tuberkulosis paru menurut Bararah dan
Jauhar (2013) adalah sebagai berikut :
a. Kultur sputum : positif untuk mycobacterium pada tahap akhir penyakit.
b. Zeihl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Test kulit : (Mantoux, potongan vollmer); reaksi positif (area durasi 10 mm)
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukkan infeksi
masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan
keaktifan. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinis sakit bararti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium
yang berbeda.
d. Elisa/Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) postif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk granula TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. Elektrosit, dapat tidak nomal tergantung lokasi dan bertanya infeksi;
misalnya : hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada
tuberkulosis paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat badan
kerusakan sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungsi pada paru; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang
mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleura (tuberkulosis paru kronis luas).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2016), pemeriksaan laboratorium pada
pasien dengan tuberkulosis adalah sebagai berikut :
i. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak selain
berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan potensi
penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak
yang dikumpulkan berupa dahak SewaktuPagi (SP):
a. S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan di rumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana
pasien menjalani rawat inap.
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat
molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi
hasil pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan. Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media
padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis.
Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan di sarana laboratorium yang
terpantau mutunya. Dalam menjamin hasil pemeriksaan laboratorium,
diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak
memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji
kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan
untuk menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan
tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung
ke laboratorium.
ii. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
iii. Pemeriksaan uji kepekaan obat. Uji kepekaan obat bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya resistensi bakteri terhadap OAT. Uji kepekaan obat
tersebut harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat nasional maupun
internasional.
iv. Pemeriksaan serologis. Sampai saat ini belum direkomendasikan.
9. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2014), penatalaksanaan tuberkulosis dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita.
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Menurut Muttaqin (2014), pencegahan tuberkulosis paru adalah sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan kontak adalah pemeriksaan pada individu yang kontak
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaanya seperti tes
tuberculin, klinis dan radiologis. Jika tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Jika negatif maka berikan vaksin BCG. Jika hasil foto thoraks
positif berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray adalah pemeriksaan terhadap kelompokkelompok
tertentu, misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren,
penghuni rumah tahanan dan kelompok lainnya.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis menggunakan Isoniazid (INH) 5 mg/kg BB selama 6-12
bulan Dengan menghancurkan dan mengurangi jumlah kuman yang masih
sedikit. Kemoprofilaksis primer diperuntukkan untuk bayi yang memiliki
ibu terinfeksi BTA positif, sedangkan kemorofilaksis sekunder
diperuntukkan bagi kelompok sebagai berikut:
a) Hasil tuberkulin positif pada bayi dibawah lima tahun
b) Hasil tuberkulin positif dengan anak dan remaja di bawah 20 tahun
yang kontak erat dengan BTA positif.
c) Penderita yang mengkonsumsi obat imunosupresif.
5) Komunikasi, informasi dan edukasi tentang tubercuosis paru pada
masyarakat di tingkat Puskesmas hingga rumah sakit oleh petugas
pemerintahan, petugas kesehatan dan lembaga kesehatan masyarakat.
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobatan tuberkulosis paru bukan hanya sekedar mengobati
tetapi untuk mencegah kematian, kekambuhan dan resistensi terhadap obat
anti tuberculosis (OAT) serta memutus mata rantai penularan (Wahid &
Suprapto, 2013) Menurut Wahid & Suprapto (2013) dan Djojodibroto (2014)
obat tuberkulosis dibagi menjadi dua golongan yakni:
1) Obat tuberkulosis lini pertama adalah
a) Isoniazid (INH) bersifat bakterisidal, dapat membunuh populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Dosis harian yang diberikan 5
mg/kg BB.
b) Rifamfisin (R) bersifat bakterisidal, dapat membunuh kuman semi-
dormant. Dosis harian diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB
c) Pirazinamid (Z) bersifat bakterisidal, dapat membunuh kuman yang
berada dalam sel dengan suasana asam. dosis harian 25 mg/kg BB
d) Streptomisin (S) bersifat bakterisidal. Dosis harian diberikan dengan
dosis yaitu 15 – 20 mg/kg BB.
e) Etambutol (E) bersifat bakteriostatik Dosis harian 15 mg/kg BB
2) Obat tuberkulosis lini kedua untuk mengobati pasien yang terinfeksi kuman
yang kebal aneka obat. Obat yang diberikan pada lini kedua yaitu amikasin,
kanamisin, klofazimin dan rifabutin.
Menurut Wahid & Suprapto (2013), pengobatan TB diberikan dalam 2
tahap yaitu :
a) Tahap Intensif (2-3 bulan) Pada tahap ini penderita mendapatkan obat
untuk dikonsumsi setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya resisten terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap ini
diberikan secara tepat, biasanya memberikan hasil yang membaik pada
akhir pengobatan intensif.
b) Tahap Lanjutan (4-7 bulan) Pada tahap lanjutan ini, penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap ini sangat penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny.M No RM :15002020
Usia : 43 Tahun Tgl Masuk : 15 oktober 2020
Jenis Kelamin : Perempuan Tgl Pengkajian : 15 Oktober 2020
Alamat : Jl.harapan Sumber Informasi : Pasien
No Telepon : 081233xxxxxx Keluarga Terdekat : Anak
Status : Menikah status : Menikah
Agama : islam Alamat : Jl.harapan
Suku : Palembang No Telepon :081255xxxxxx
Pekerjaan : IRT Pendidikan : SLTA
Lama Bekerja : Pekerjaan : Buruh
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (saat masuk RS)
Ny. M masuk UGD tanggal 15 Oktober 2020, pukul 12.00 WIB klien mengeluh
sesak, batuk berdahak disertai darah (blood street) sejak pagi,
3. Riwayat Keluarga
X X X X
44
TB Paru
1. Peningkatan Kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan:
Pasien juga mengatakan masih bingung dan tidak mengetahui lebih jelas tentang
penyakit paru dan cara penularannya. Pada saat pengkajian, pasien dan keluarga
sering kali tidak memakai masker.
Masalah keperawatan:
2. Nutrisi
a. Mulut : Trismus ( ), Halitosis ( )
Bibir: lembab( ), pucat( √ ),sianosis( ),labio/palatoskizis( ), stomatitis( )
Gusi: ( ), plak putih( ), lesi( )
Infus RL 500/8jam
c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk: simetris( √), tidak simetris( ), kembung( ), asites( )
Palpasi : massa ( ), nyeri ()
Kuadran I :
Kuadran II :
Kuadran III :
Kuadran IV :
Auskultasi : bising usus 15 x/mnt
Perkusi : Timpani ( √ ), redup ( )
BAB : warna kuning Frekuensi 2 x/hari
Konsisitensi : Lembek lendir ( ), darah ( ), ampas ( )
Konstipasi ( )
Data Tambahan :
Pasien mengatakan pada saat dirumah dan di RS nafsu makan pasien menurun. Pasien
makan3x 1/4 porsi perhari, Beratbadan sebelumsakit63 kg dan berat badan sekarang
50 kg.
Masalah keperawatan:
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Warna:kuningjernih Konsistensi:
Paru-paru:
Inspeksi: RR 26 x/ min,
Palpasi: Normal ( ), ekspansi pernafasan( ), taktil fremitus(√ )
Perkusi: Normal/ Sonor(√ ), redup/pekak(), hiper sonor()
Auskultasi: irama( ), teratur( ),
Suara nafas: vesicular( ), bronkial( ), Amforik ( ), Cog Wheel Breath Sound ( )
metamorphosing breath sound ( )
Data Tambahan:
Terpasang alat bantunapasO2 nasalkanul4liter/menit, klien mengatakan sulit untuk
mengeluarkan dahak
Masalah keperawatan:
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Pola napas tidak efektif
4. Aktivitas/Istirahat
Kebiasaan sebelum tidur (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa saat
tidur,dll):
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Persendian:
Tonus/aktifitas
Aktif ( ) Tenang ( √ ) Letargi ( ) Kejang ( )
Menagis keras ( ) lemah ( ) melengking ( ), Sulit menangis ( )
Ekstremitas
Amelia ( ), Sindaktili ( ), Polidaktili( )
Reflek Pat0logis :
Babinsky : + ( ), - ( )
Kernig : + ( ), - ( )
Brudzinsky : + ( ), - ( )
Reflek Fisiologis
Biceps :+(
), - (
)
Triceps :+(
), - (
)
Patella :+(
), - (
)
Jantung
Inspeksi: ictus cordis/denyut apeks( ), normal( ) melebar( )
Palpasi: kardiomegali(-)
Perkusi: redup(), pekak( )
Auskultasi: HR 85 x/mnt. Aritmia( ),Disritmia( ) , Murmur ( )
Mandi: 2 x/sehari
Sikat gigi : 2 x/sehari
Ganti Pakaian : 2 x/sehari
Memotong kuku: 1x/minggu
Data tambahan :
Pada inspeksi pasien tidak terdapat sianosis, clubbing finger tidak ada. Pada palpasi
ictus cordis tidak teraba, tidak terdapat nyeri dada. CRT dapat kembali ≤ 3 detik. Pada
auskultasi di dapatkan irama jantung reguler, bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada
suara tambahan murmur.
5. Persepsi/Kognitif
Kesan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran compos mentis dengan GCS 4 5 6. Tampak Sakit:
ringan ( ),sedang( ),berat ( ), pucat ( ), sesak (√), kejang( )
1) Kepala
a. Fontanel anterior Lunak( ), Tegas(√), Datar( ), Menonjol( ), Cekung( )
b. Rambut: warna hitam mudah dicabut ( ), ketombe( ), kutu( )
2) Mata
Mata: jernih(√), mengalir, kemerahan( ), sekret( )
Visus: 6/6( ), 6/300( ), 6/ tak terhingga( ),
Pupil: Isokor(√), anisokor( ), miosis( ), midriasis( ), reaksi terhadap
cahaya: kanan Positif(√ ), negatif( ),kiri negatif( ) positif( ), alat bantu:
kacamata( ), Softlens( )
3) Bibir, Lidah
a. Bibir : normal (√) sumbing ( )
b. Sumbing langit-langit/palatum ( )
c. Lidah: bersih (√), kotor/ putih ( ), jamur ( )
6. Persepsi Diri
Perasaaan klien terhadap penyakit yang dideritanya : Pasien menerima penyakit yang
diderita karena pasien percaya bahwa Allah sayang padanya dengan memberikan
penyakit sebagai ujian baginya.
Persepsi klien terhadap dirinya : Pasien bersyukur mempunyai anggota tubuh yang
lengkap, pasien menyukaisemuabagian tubuhnya
Konsep diri : Pasien merasa mampu melakukan perannya dengan baik. Sebagai
seorang ibu.
Tingkat kecemasan : Pasien menerima penyakitnya
Citra Diri/Bodi image:Pasien bersyukur mempunyai anggota tubuh yang lengkap,
pasien menyukai semua bagian tubuhnya
Data tambahan :
Pasien berharap agar cepat sembuh dan dapat melakukan perannya dengan baik.
Pasien berharap keluarganya selalu mendukung dalam proses penyembuhan. Pasien
berharap masyarakat mau menerima kondisinya. Pasien tidak malu dengan
kondisinya saat ini. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Keluarga mendukung
sepenuh hati
Masalah keperawatan:Tidak ada masalah keperawatan
7. Peran Hubungan
Budaya: Palembang
Suku: palembang
Agama yang di anut: islam
Bahasa yang digunakan : palembang
Masalah sosial yang penting: Tidak ada
Hubungan dengan orang tua: orang tua sudah meninggal
Hubungan dengan saudara kandung: baik
Hubungan dengan lingkungan sekitar: baik
Data Tambahan : Tidak ada data tambahan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
11. Keselamatan/Perlindungan
Tingkat Kesadaran : Composmentis (√), Apatis ( ), Somnolen ( ),
Sopor (),Soporocoma ( ) Coma ( )
TTV : Suhu 37 O C, Nadi 85 x/min, TD 110/80 .mmHg, RR 27 x/min
Warna kulit : Sianosis (), I kterus ( ), eritematosus rash ( ), discoid lupus ( ),
oedema (),Bula ( ), Ganggren ( ), nekrotik jaringan ( ), Hiperpigmentasi ( )
Echimosis ( ), Petekie ( )
12. Kenyamanan
Provaiking :
Quality :
Regio :
Scala :
Time :
Data Tambahan : tidak ada data tambahan
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
Terapi
Tanggal Terapi :
Nama Cara Golongan
Terapi Dosis Indikasi Kontra Indikasi
Pemberian Obat
ambacin 3x1 Injeksi antibiotik Obat ini bekerja dengan Sebaiknya tidak digunakan
mg aminogliko cara menekan pada pasien yang
sida pertumbuhan bakteri hipersensitif atau
didalam tubuh. alergi dengan
sefalosporin.
NAC 3x1 Oral Mukolitik N-acetylcysteine Acetylcysteine tidak
(Nacetylcy gr adalah golongan boleh digunakan pada
stei ne) mukolitik yang berfungsi pasien yang memiliki
untuk mengencerkan dahak hipersensitivitas
yangmenghalangisalur an terhadap obat atau
pernafasan komponen obat
tersebut serta yang
pernah mengalami
reaksi anafilaktoid
pada pemberian obat
sebelumnya
combivent 2,5 Nebulizer Bronkodila Combivent memiliki cara Hipersensitif terhadap
mg/8 tor kerja dengan membuka salbutamol atau obat
jam saluran udara ke paru- paru agonis adrenoreseptor
serta melakukan relaksasi beta-2 lainnya.
atau menegndurkan
otototot pada saluran nafas.
Rifampisin 400 Oral OAT obat antibiotik yang Riwayat
mg digunakan untuk hipersensitivitas
mengobati beberapa infeksi terhadap rifampicin
kibat bakteri. atau komponen obat
Isoniazid 350 Oral OAT antibiotik dengan fungsi penyakit hati yang
mg melawan bakteri. Isoniazid akut; hipersensitivitas
digunakan untuk terhadap isoniazid;
mengobati dan
epilepsi; gangguan
mencegah
Tuberkulosis. fungsi ginjal dan
gangguan psikis.
Pir 950 Oral OAT obat antibiotik yang pada pasien dengan
azi mg bekerja menghentikan hipersensitivitas
na pertumbuhan bakteri. terhadap obat ini,
mi pasien hiperurisemia
d dengan atau tanpa
gout arthritis, pasien
dengan porfiria akut,
dan gangguan fungsi
hati berat.
Etambutol 600 Oral OAT obat antibiotik yang hipersensitivitas
mg bekerja menghentikan terhadap zat aktif atau
pertumbuhan bakteri. zat rambahan obat,
neuritis optik,
gangguan visual;
ANAK di bawah 6
tahun (lihat
keterangan di atas).
Efek Samping:
neuritis optik, buta
warna merah/hijau,
neuritis perifer.
Pemeriksaan Penunjang :
(1) Laboratorium
DatalaboratoriumNy.M padatanggal15-12-2018 jam:15.18
(2) X-Ray
Foto thoraxAp:kesan suspect Tuberkulosisparutanggal15Oktober 2020
jam:15.31.
a. Masalah Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Prioritas Masalah
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
C. INTERVENSI
N TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
DIAGNOSA
O (NOC) (NIC)
1. Bersihan jalan Label : Status Pernafasan : Observasi : 1. untuk mengetahui TTV pasien
nafas tidak Kepatenan Jalan Nafas 1. Monitor TTV (TD, Nadi, 2. Untuk mengetahui beberapa derajat
efektif Suhu, RR) spasme bronkus terjadi sumbatan
berhubungan Tujuan : 2. Monitor kecepatan, dijalan nafas ketidaknormalan bunyi
dengan Setelah dilakukan tindakan irama, kedalaman, dan nafas menunjukan adanya masalah pada
peningkatan keperawatan diharapkan pasien kesulitan bernafas. sistem pernapasannya.
produksi sputum menunjukkan jalan napas yang 3. Monitor pola napas 3. untuk mengetahui adanya sumbatan di
bersih ditandai dengan kriteria hasil (frekuensi, kedalaman, jalan nafas.
sebagai berikut: usaha napas) 4. Untuk mengetahui kondisi sputum
Indikator A T 4. Monitor sputum 5. Ketidakmampuanmengeluarkan sekret
klien mampu 1 5 (jumlah, warna, aroma) menjadikan timbulnya penumpukan
mengeluarkan secret 5. Monitor kemampuan berlebihan pada saluran pernapasan.
Tidak ada secret 1 5 batuk efektif 6. Posisi semi fowler dapat meningkatkan
2 5 Terapeuntik: oksigen yang ada didalam paru-paru
Kemampuan untuk 2 5 6. Atur posisi semi-fowler sehingga memperingan kesukaran jalan
mengeluarkan sekret atau fowler napas serta posisi yang paling efektif
7. Lakukan fisioterapi bagi pasien dengan penyakit
Keterangan : dada, jika perlukan pulmonary.
1. Deviasi berat dari kisaran 8. Berikan minum kurang 7. Tujuan dari tindakan ini yaitu
normal lebih 2.500 ml/hari, melepaskan secret yang melekat pada
2. Deviasi cukup berat dari anjurkan minum dalam dinding bronkus.
kisaran normal kondisi hangat jika 8. air digunakan untuk menggantikan
3. Deviasi Sedangdari kisaran tidak ada kontraindikasi keseimbangan cairan tubuh akibat
normal cairan banyak keluar melalui
4. Deviasi ringan dari kisaran Edukasi: pernapasan. Air hangat akan
normal 9. Jelaskan tujuan dan mempermudah pengenceran sekret
5. Tidak Ada Deviasi dari kisaran prosedur batuk efektif. melalui proses konduksi yang
normal mengakibatkan arteri pada area sekitar
Kolaborasi: leher vasodiltasi dan mempermudah
10. kolaborasi pemberian cairan dalam pembuluh darah dapat
bronkodilator, diikat oleh mukus/sekret.
ekspektoran, mukolitik, 9. Batuk efektif merupakan salah satu
jika perlu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru – paru agar tetap bersih
10. Berfungi untuk mengencerkan dahak,
memperlebar saluran pernapasan.
2 Ketidakefektifan Tujuan : Observasi : 1. Mengetahui adakah sumbatan pada
pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola napas (irama jalan nafas, jalan nafas yang tersumbat
berhubungan keperawatan diharapkan pola napas napas, frekuensi napas, akan mengakibatkan oksigen tidak
dengan ekspansi klien teratur ditandai dengan kedalaman napas, suara dapat masuk ke dalam tubuh, dan
paru tidak kriteria hasil sebagai berikut: napas tambahan) ketidaknormalan bunyi nafas
maksimal Indikator A T 2. Monitor tanda- tanda menunjukan adanya masalah pada
(sindrom tidak ada sesak napas 1 5 vital sistem pernapasannya.
hiperventilasi). Mampu mengontrol 1 5 2. Untuk mengetahui TTV pasien
pernapasan Terapeuntik: 3. posisi semi fowler/fowler memberikan
- RR dalam batas normal. 2 5 3. Posisikan klien kesempatan paru-paru berkembang
Tidak ada suara napas 2 5 semifowler untuk secara maksimal akibat diafragma turun
abnormal memaksimalkan kebawah
Keterangan : ventilasi 4. istirahat yang cukup dapat
1. Deviasi berat dari kisaran 4. Tingkatkan tirah baring, melancarkan oksigen yang ada dalam
normal atau batasi aktivitas dan tubuh sehingga mengurangi sesak
2. Deviasi cukup berat dari bantu aktivitas nafas.
kisaran normal perawatan diri sesuai 5. nafas dalam dapat melebarkan jalan
3. Deviasi Sedangdari kisaran kebutuhan nafas.
normal 6. Memberikan transpor oksigen yang
4. Deviasi ringan dari kisaran Edukasi: adekuat, meringankan upaya bernapas
normal 5. Ajarkan teknik nafas
5. Tidak Ada Deviasi dari dalam/ relaksasi.
kisaran normal
Kolaborasi :
6. Kolaborasi : Berikan O2
udara inspirasi yang
lembab
3 Ketidakseimban Tujuan : Observasi : 1. Memvalidasi dan menetapkan derajat
gan nutrisi: Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi dan pantau masalah nutrisi sebagai evaluasi
kurang dari keperawatan selama 3x24 jam di status nutrisi pasien (BB, 2. untuk mengetahui pemasukan
kebutuhan tubuh harapkan tidak terjadi gangguan intake, output, turgor pengeluaran
yang ketidakseimbangan nutrisi dengan kulit, integritas mukosa 3. meningkatkan intake dan nutrisi
berhubungan kriteria hasil : bibir, kemampuan klien
dengan Indikator A T menelan, anoreksia, 4. Merangsang klien untuk bersedia
keletihan, Pasien mampu 1 5 diare) meningkatkan intake makanan
anoreksia, memahami diet 2. Monitor kecenderungan 5. meningkatkan intake dan nutrisi klien
dispnea, seimbang turun dan naiknya BB 6. Menurunkan rasa tidak enak pada
peningkatan Pasien mengatakan 1 5 3. Kaji intake output mulut karena sisa makanan, sisa
metabolisme nafsu makan meningkat klien sputum atau sisa obat, dan menurunkan
tubuh Pasien mau makan 2 5 rangsangan muntah
sedikit tapi sering Terapeuntik: 7. Memaksimalkan pemberian intake gizi,
Tidak terjadi penurunan 2 5 4. Anjurkan keluarga mengurangi kelelahan dan iritasi
berat badan klien membawa saluran cerna. Merencanakan diet
Keterangan : makanan dari dengan kandungan gizi yang cukup dan
6. Deviasi berat dari kisaran rumah terutama yang sesuai dengan status hipermetabolik
normal disukai klien jika tidak pasien
7. Deviasi cukup berat dari ada kontraindikasi
kisaran normal 5. Anjurkan klien
8. Deviasi Sedangdari kisaran makan sedikit tapi sering
normal
9. Deviasi ringan dari kisaran Edukasi:
normal 6. Ajarkan perawatan
10. Tidak Ada Deviasi dari kebersihan mulut
kisaran normal
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dan fasilitasi
pasien untuk
memperoleh diet yang
sesuai indikasi dan
disukai, diet tinggi kalori
tinggi protein.