DISUSUN OLEH:
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua, sehingga hasil makalah laporan keperawatan Gawat
Darurat ini dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam kita hanturkan kepada Nabi
junjungan kita Muhammad SAW yang telah menyebarkan ajarannya sehingga ilmu
pengetahuan yang isalami dapat berkembang seperti saat ini.
Makalah laporan keperawatan Gawat Darurat ini merupakan laporan yang
harus dimiliki mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah
palembang pada saat mengitu mata kuliah keperawatan Gawat Darurat. Laporan ini
dibuat dengan harapan dapat menjadi pedoman dan referensi atau bahan kajian bagi
mahasiswa .
Semoga makalah ini bermanfaat untuk mengembangkan konsep triase
kesehatan mental pada keperawatan Gawat Darurat .
Akhir kata penulis mengucapkan Wassalamua’alaikum Wr.Wb.
Palembang
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I (PENDAHULUAN)
Triase kesehatan mental adalah fungsi klinis yang dilakukan dititik masuk
kelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menilai dan mengelompokan urgensi
masalah terkait kesehatan mental. Layanan triase kesehatan mental dapat
ditempatkan di dapertemen darurat, layanan kesehatan mental masyarakat, pusat
panggilan atau bersama dengan layanan kesehatan mental spesialis lainnya seperti
krisis assesment dan tim perawatan. Fungsi inti dari triase kesehatan mental
adalah untuk melakukan penilaian resiko yang bertujuan untuk menentukan
apakah pasien beresiko membahayakan diri sendiri atau orang lain sebagai akibat
dari kondisi mental mereka dan untuk menilai resiko lain yang terkait penyakit
mental.
4) Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien
memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif III. Bila kondisi pasien di atas
skor 20 skala RUFA, maka pasien dapat dipindahkan ke intensif III. Bila di bawah
skor 11 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke fase intensif I.
c. Fase Intensif III (72 Jam–10 Hari)
1) Prinsip tindakan
a) Observasi lanjutan dari fase akut (intensif II).
b) Memfasilitasi perawatan mandiri pasien.
2) Indikasi
Pasien dengan skor 21–30 skala RUFA.
3) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah sebagai berikut :
a) Observasi dilakukan secara minimal.
b) Pasien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri.
c) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi
olahraga, dan terapi keterampilan hidup (life skill therapy)
4) Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien
memungkinkan untuk dipulangkan. Bila kondisi pasien diatas skor 30 skala
RUFA, maka pasien dapat dipulangkan dengan mengontak perawat CMHN
terlebih dahulu. Bila di bawah skor 20 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke
fase intensif II, serta jika di bawah skor 11 skala RUFA, maka pasien
dikembalikan ke fase intensif I.
2.5 PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat aadalah
tujuan utama dalam melakuka evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera yang
harus dilakukan secara tepat adalah:
a. Menentukan diagnosis awal
b. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien
c. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai
Dalam proses evaluasi, dilakukan:
1. Wawancara Kedaruratan Psikiatrik
Wawancara dilakukan lebih terstruktur, secara umum fokus wawancara
ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat.
Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman atau polisi dapat
melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, tidak kooperatif,
negativistik atau inkoheren. Hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh
terhadap informasi yang diberikan. Karenanya diperlukan kemampuan
mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa
yang dkatakan ataupun yang tidak dikatakan oleh pasien, dan ini dilakukan
dalam waktu yang cepat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan
oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital
pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah
dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan
darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan
dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa
situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien.
Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan
pemberian obat atau pengekangan.
b. Medik atau psikiatrik?
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik
atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda.
Kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan
demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat
seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai
gangguan psikiatrik umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus
menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental
yang tampak.
c. Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal
ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita
berikan serta kepatuhannya dalam berobat.
d. Suicidal atau homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi
secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak
kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada
pasien.
e. Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien
mampu merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang
dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk
merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain,
b. Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
c. Perlu observasi lebih lanjut.
A. KESIMPULAN
Triage merupakan kegiatan untuk menyortir/ memilah serta
mengklasifikasikan pasien yang datang di rumah sakit. Selama ini, pasien di
rumah sakit jiwa, belum dilakukan triage dengan optimal, sehingga pelayanan di
UGD cenderung sama satu pasien dengan pasien lainnya. Melalui penerapan
triage yang khusus untuk pasien gangguan jiwa, pasien akan dikelompokkan
menjadi 5 kelompok dan diberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan demikian, pelayanan di ruang gawat darurat akan menjadi lebih efisen
dan optimal. Pelaksanaan triage khusus jiwa memang belum familiar dan tidak
tampak digunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan sosialisasi dan pelatihan
mengenai pelaksaan triage khusus jiwa, sebab berbagai penelitian telah
menyebutkan bahwa penggunaan triage khusus jiwa pada pasien dengan
gangguan jiwa di ruang gawat darurat, berdampak positif pada pelayanan.
B. SARAN
1. Sebagai rumah sakit khusus pasien gangguan jiwa, sebaiknya menerapkan
triage khusus jiwa di UGD.
2. Mahasiswa perawat dapat menjadi salah satu change of agent, yang
mempelajari serta menerapkan triage khusus pasien gangguan jiwa.
3. Perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai bagaimana pelaksaan
triage khusus gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta : EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Denpasar : PSIK FK
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012.