Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jantung merupakan suatu organ kompleks yang fungsi utamanya adalah memompa
darah melalui sirkulasi paru dan sistemik (Ganong, 2010). Hal ini dilakukan dengan baik bila
kemampuan otot jantung untuk memompa, sistem katub serta pemompaan dalam keadaan
baik. Bila ditemukan ketidak normalan pada fungsi jantung maka mempengaruhi efisiensi
pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan dalam memompa darah
(Hudak & Gallo, 2002). Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler yang salah satunya adalah
Decompensasi Cordis masih menduduki peringkat yang cukup tinggi, ini dibuktikan data
dari WHO (World Health Organisation) yang menunjukkan bahwa insiden penyakit dengan
sistem kardiovaskuler terutama kasus gagal jantung memiliki prevalensi yang cukup tinggi
yaitu sekitar 3.000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung dan setiap tahunnya
bertambah 550 orang penderita. Data dari American Heart Association (AHA) tahun 2004
menunjukkan gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan
penyebab jumlah kematian bertambah. Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan RI
tahun 2008 menunjukkan pasien yang diopname dengan diagnosis gagal jantung mencapai
14.449 pasien. Sedangkan pada tahun 2005 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita gagal
jantung yang pada umumnya adalah lanjut usia. Prevalensi gagal jantung di negara
berkembang masih cukup tinggi dan jumlahnya semakin meningkat, setengah dari pasien
yang terdiagnosa gagal jantung masih mempunyai harapan hidup 5 tahun (Rahmawati dalam
Harjani, 2012).
B. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui definisi dari Decompensasi Cordis
b. Untuk mengetahui penyebab decompensasi Cordis
c. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala dari Decompensasi Cordis
d. Untuk mengetahui askep dari Decompensasi Cordis

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definis
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme
jaringan tubuh pada keadaan tertentu sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih
cukup tinggi.( Soeparman IPD II 1987, 193 ).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana serambi kiri dan atau kanan dari
jantung tidak mampu untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik (Maryllin E Doengoes,
rencana asuhan keperawatan 2000 ; 52).
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal jantung
merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu lagi memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik.

B. Anatomi Jantung
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot-otot jantung
dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk memompa darah, hal
ini dapat dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik,
sistem katupnya sendiri dan irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidaknormalan
pada salah satu diatas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan
dapat menyebabkan kegagalan dalam memompa
Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastum medialis dan
sebagian tertutup oleh jaringan paru. Jantung melebar dibagian atas dibandingkan dengan
bagian bawah (apeks) dan terletak didalam dada dengan ujung yang tumpul, dari apeks
menonjol kedepan sebelah kiri. Bagian bawah jantung terletak diatas diafragma, bagian
depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4 dan 5. Hampir 2/3 bagian jantung terletak
disebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring kedepan dan
apeks cordis berada paling depan dalam rongga dada pada iga 4-5 dekat garis mid-clavikula
kiri . Berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak, epikardium
dan nutrisi. Terdapat tiga lapisan jantung yaitu :
1. Epikardium, lapisan luar dari jantung, struktur sama seperti perikardium.
2. Miokardium, lapisan tengah dari jantung terdiri dari otot berserat yang
bertanggung jawab atas kontraksi jantung .
3. Endokardium, lapisan dalam dari jantung terdiri dari laoisan jaringan endotel
melapisi sebelah dalam dari bilik-bilik dan katup-katup jantung

2
Anatomi jantung dapat dibagi dalam dua kategori:
1. Anatomi luar
Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronaris (yang mengelilingi jantung),
pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkum fleksaki, setelah
dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan sulkus intra
ventrikuler anterior disebelah depan yang ditempati oleh arteri desenden anterior
kiri dan sulkus interventrikuler posterior disebelah belakang yang dilewati oleh
arteri carotis desendens posterior. Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yaitu
perikardium yang terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan perikardium viseralis, langsung melekat pada permukaan jantung
(epikardium).
b. Lapisan perikardium parietalis, melekat pada tulang dada disebelah depan dan
pada kolumna vertebralis dibelakang, kebawah pada diafraghma.
Kedua lapisan perikardium dipisahkan oleh cairan pelumas (10-20 ml), berfungsi mengurangi
gesekan pada gerakan memompa dari jantung. Kerangka jantung merupakan jaringan ikat
yang tersusun tampak pada bagian tengah jantung yang merupakan tempat pijaran atau
landasan ventrikel, atrium dan katup-katup jantung.
1. Anatomi dalam
Jantung terdiri dari 4 ruang :
a. Atrium kanan
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang berasal dari vena kava
superior, vena kava inferior dan sinus koronarius, tebal dinding atrium kanan ±2
mm dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati yang memisahkan vena
kava dari atrium jantung hanyalah lipatan katup (pita otot rudimeter). Selama fase
sistol, ventrikel darah mengalir kedalam jantung (atrium kanan) dan selama fase
diastol ventrikel darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melalui
katup trikuspidalis. Secara anatomis atrium kanan terletak agak kedepan dibanding
ventrikel kanan atau atrium kiri.
b. Venrikel kanan
Letak ruang paling dalam rongga dada yaitu tepat dibawah corpus sternum,
berbentuk bulan sabit (pada potongan melintang) untuk menghasilkan kontraksi
bertekanan rendah, guna mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis untuk
memasuki sirkulasi pulmonal. Ventrikel kanan berdinding tipis ± 4-5 (tebalnya
1/3 dari tebal dinding ventrikel kiri ). Sirkulasi pulmonal merupakan sistem aliran
darah bertekanan rendah dengan resistensi kecil, oleh sebab itu ventrikel kanan
jauh lebih ringan dari ventrikel kiri.
c. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru melalui
keempat vena pulmonalis yang bermura pada dinding posterior-superior atau
posterolateral masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri
adalah di posterior–superior dari ruang jantung lain, tebal dindingnya ± 3 mm (>
lebih tebal dari dinding atrium kanan). Antara vena pulmonalis dan atrium kiri
tidak ada katup sejati perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah membalik ke

3
dalam pembuluh paru-paru. Darah mengalir dari atrium kiri kedalam ventrikel
kiri melalui katup mitral (bikuspidalis).
d. Ventrikel kiri
Berbentuk lonjong seperti telur dimana bagian ujungnya mengarah keanteo
inferior kiri menjadi apeks jantung tebal dinding 2-3 kali lipat dinding ventrikel
kanan, sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Otot yang tebal
dan bentuknya yang menyerupai lingkaran mempermudah pembentukan tekanan
yang tinggi selama ventrikel berkontraksi. Ventrikel kiri harus menghasilkan
tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan
mempertahankan aliran darah kejaringan jaringan perifer.
Katup jantung
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung
terdapat katup:
a. Katup atrioventrikularis
Daun katup halus tapi tahan lama terletak antara atrium dan ventrikel, katup
trikuspidalis terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup.
Katup miralis (tapuspidalis) terletak antara atrium dan ventrikel kiri mempunyai 2
buah daun katup. Daun katup dari kedua katup itu terlambat melalui berkas-berkas
tipis jaringan fibrosa yang disebut kerita tendinae. Kedua tendinae akan meluas
menjadi otot papilaris (tonjolan otot pada dinding vertikel) dan menyokong katup pada
waktu kontraksi ventrikel, untuk mencegah membaliknya daun katup kedalam atrium.
b. Katup semilunaris
Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta katup lebih tebal dari katup
pulmonalis. Katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis .
Bentuk katup aorta dan pulmonalis sama. Katup semilunaris mencegah aliran kembali
darah dari aorta atau arteri pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam
keadaan istirahat.

C. Fisiologi Jantung
Siklus jantung terdiri dari 2 peristiwa yaitu:
1. Peristiwa listrik (depolarisasi dan repolarisasi)
Depolarisasi, permeabilitas membran sel meningkat terhadap natrium. Masuknya ion
Na+ (yang bermuatan+) sehingga bagian sel disebelah luar menjadi negatif dan bagian
dalam sel menjadi positif. Reproduksi membran sel lebih permeabel terhadap ion K+
dibandingkan dengan Natrium sehingga didalam sel relatif negatif. Kontraktilitas
miokardium ditentukan oleh Ca+ bekas intraseluler. Elektrofisiologis adalah aktifitas
listrik jantung akibat dari perubahan-perubahan permeabilitas membran sel yang
menyebabkan pergerakan ion-ion melalui membran sel tersebut dan mengubah muatan
listrik sepanjang membran. 3 darah yang sangat penting dalam elektrofisiologi yaitu :
kalium ( K+), Natrium ( Na+) dan kalsium (Ca+).
2. Peristiwa mekanik (sistolik dan diastolik)

4
Membentuk suatu gabungan ekatatio-contraction–coupling. Rangsangan listrik dari sel
miokardium akan melalui timbulnya kontraksi otot sehingga akan menghasilkan suatu
peristiwa eksilotion-contraction-coupling.
Sistol merupakan kuncupan jantung akibat kontraksi otot jantung. Sedangkan diastol
merupakan masa relaksasi jantung, khususnya kedua bilik jantung pada saat darah
mengalir kedalamnya.
Fase-fase siklus jantung :
a. Mid diastol
Fase pengisian lambat ventrikel (atrium dan ventrikel dalam keadaan istirahat). Darah
dari vena masuk ke atrium kemudian akan mengalir secara pasif ke ventrikel (katup
atrioventrikuler terbuka dan katup semilunar tertutup).
b. Diastol lanjut
Gelombang depolarisasi menyebar di atrium dan berhenti sementara di nodus AV
sehingga otot atrium berkontraksi dan memberikan 20-30% pada ventrikel.
c. Sistol awal
Depolarisasi menyebar dari nodus AV ke miokardium ventrikel mengakibatkan
ventrikel berkontraksi sehingga tekanan di ventrikel meninggi melebihi tekanan atrium
katup AV menutup (bunyi jantung pertama) terjadi kontraksi isovolemik.
d. Sistol lanjut\
Tekanan ventrikel terus meningkat melebihi tekanan dalam pembuluh darah (arteri
pulmonalis dan aorta) mengakibatkan katup semilunaris terbuka sehingga darah di
ejeksikan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik.
e. Diastol awal
Gelombang repolarisasi menyebar melalui miokardium ventrikel (ventrikel istirahat)
sehingga otot relaksasi mengakibatkan tekanan ventrikel turun lebih rendah dari
tekanan atrium sehingga katup semilunaris tertutup tedengar bunyi jantung kedua
tekanan ventrikel terus turun melebihi tekanan diatrium sehingga katup AV membuka
(fase relaksasi isovolemik).
Curah jantung
Volume darah yang di pompa oleh setiap ventrikel permenit.
CO = frek jantung x curah sekuncup
Curah sekuncup merupakan volume darah yang dikeluarkan oleh ventrikel perdetik,
tergantung dari tiga ventrikel atau hasil intraksi :
1. Beban awal (preload)
Derajat peregangan serabut miokardium ditentukan oleh volume darah dalam ventrikel
sesuai hukum starling ”peregangan serabut miokardium selama diastolik melalui
peningkatan volume akhir diastolik akan meningkatkan kontraksi saat sistolik”.
2. Kontaktilitas
Kekuatan kontraksipemberian kalsium akan memperkuat kontraktilitas.peningkatan
kontraktilitas mengakibatkan memperbesar curah sekuncup.
3. Beban akhir

5
Besarnya tegangan yang harus dihasilkan oleh ventrikel selama fase systole agar
mampu membuka katup semilunaris dan memompa darah keluar.peningkatan after
load akan menurunkan curah sekuntum sesuai katup laplace.
Ketegangan dinding = Tekanan indra ventrikuler x Radius
Tebal dinding ventrikel
Pengaturan aliran darah :
1. Pengaturan aliran darah setempat (dalam jaringan)
2. Pengaturan aliran oleh saraf.
3. Pengaturan humoral

D. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontratilitas
miokardium. Sebab-sebab gagal pompa jantung secara menyeluruh:
1. Kelainan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
1) Sentral (stenosis aorta dsb)
2) Periper (hipertensi sistemik)
a. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup,peningkatan beban awal, dsb)
b. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidalis)
c. Tamponade perikardium
d. Restriksi endokardium atau miokardium
e. Aneurisma ventrikel
f. Dis-sinergi ventrikel
b. Kelainan Miokardium
a. Primer
1) Kardiomiopati
2) Miokarditis
3) Kelainan metabolik
4) Toksisitas (alkohol dsb)
5) Presbikardia
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
1) Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner)
2) Kelainan metabolik
3) Inflamasi
4) Penyakit sistemik
5) Penyakit PPOM
c. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
a. Henti jantung
b. Fibrilasi
c. Takhikardi atau bradikardi yang berat
d. Gangguan konduksi

6
E. Faktor Pencetus
1. Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan dapat
merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor resiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada pembuluh darah
jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
2. Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta
naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah tersebut, aliran darah
pada pembuluh koroner juga naik.
3. Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tidak normal
dan menyebabkan kelainan.
4. Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner menyebabkan
kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi lebih berat.
5. Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat dan
bersifat herediter
6. Ketegangan jiwa atau stres
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh darah
koroner.
7. Keturunan
8. Kurang makan sayur dan buah

F. Jenis – Jenis Decompensasi Cordis


Dekompensasi Cordis ada 3 macam yaitu:
1. Decompensasi Cordis kiri
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh ventrikel
kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada akhir diastolik
dalam ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri dalam kerjanya
mengisi ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan rata-rata dalam atrium
kiri. Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan hambatan pada aliran
masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila terus bertambah akan merangsang
ventrikel kanan untuk berkompensasi dengan melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai
batas kemampuan, bila beban tetap tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah
gagal jantung kanan sehingga pada akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.
2. Decompensasi Cordis kanan
Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncupnya menurun tanpa didahului adanya gagal jantung kiri.
Akibat tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan
menjadi beban bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang
berakibat naiknya tekanan atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada aliran

7
masuk darah dari vena kava superior dan inferior ke jantung pada akhirnya
menyebabkan bendungan pada vena – vena tersebut (vena jugularrs dan vena porta)
bila berlanjut terus maka terjadi bendungan sitemik yang lebih berat dengan timbulnya
edema tumit dan tungkai bawah serta asites.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Decompensasi Cordis congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi
bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada saat
yang sama.

G. Epidemiologi
Gagal jantung adalah sindrom yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami gagal
jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun. Ini penyakit yang bekaitan
dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian
gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80
tahun.

H. Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun,
dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson,
2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1)
norepinephrin menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas
myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan
mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4)
endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan
vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP
menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan
IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat
pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah
besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena
sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

8
I. Pathway

9
J. Tanda dan Gejala
Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Decompensasi cordis kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu :
a. Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
c. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Batuk
2. Decompensasi Cordis kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Gejalanya merupakan gabungan Dekompensasi Cordis kiri dan kanan.

K. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi
atau struktur katub ataupenurunan kontraktilitas ventrikular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,

10
juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi atau perubahan kontrktilitas. (Wilson
Lorraine M, 2001)
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnosa CHF.
6. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

L. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1. Nonmedikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja
jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah
baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak
gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya
berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung, sampai
edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan
ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. Pemakaian obat dengan efek diuretik-
vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.
Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah
mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan
stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah
miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih
memerlukan penelitian lanjut.
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

11
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis

M. Pengkajian Keperawatan
a. Data Fokus
1. Data Subyektif
a. Mengeluh sesak napas
b. Mengeluh susah tidur
c. Mengeluh nafsu makan menurun
d. Mengeluh cepat lelah
e. Mengeluh selalu gelisah
f. Mengeluh bengkak pada kedua kaki
2. Data Obyektif
a. Tampak sesak
b. Tampak pucat
c. Konjungtiva pucat
d. Tampak kelelahan
e. Tampak mengantuk
f. Terlihat lingkar hitam disekitar mata
g. Pitting oedema (ekstermitas bawah)
h. Terdengar Ronchi dan Wheezing
i. Terlihat peninggian JUP
j. Tampak cemas
k. Perkusi dada Hipersonan
N. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas
2. Intoleran Aktivitas
3. Kelebihan volume cairan

12
O. Nursing Care Planning

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Gangguan Label : Status Pernapasan : Label : Terapi Oksigen
Pertukaran Gas Pertukaran Gas Aktivitas – Aktivitas
berhubungan Setelah dilakukan perawatan 1. Bersihkan mulut ,
dengan perubahan selama 3X24 jam, diharapkan hidung dan sekresi
membran alveolar - tidak terjadi gangguan pada trakea dengan tepat
kapiler pertukaran gas. Dengan skala 2. Pertahankan
indikator. kepatena jalan napas
3. Siapkan peralatan
Indikator A T oksigen dan berikan
Dispnea saat istirahat 3 5 melalu sistem
Dispnea dengan 3 5 humadifier
aktivitas ringan 4. Monitor aliran
Sianosis 3 5 oksigen
5. Monitor efektivitas
1. Sangat Berat terapi oksigen
2. Berat 6. Pantau adanya tanda-
3. Cukup tanda keracunan
4. Ringan oksigen dan kejadian
5. Tidak ada atelektasis

2 Intoleran aktivitas Label : Toleransi Terhadap Label : Terapi Aktivitas


berhubungan Aktivitas Aktivitas-Aktivitas
dengan ketidak Setelah dilakukan perawatan, 1. Berkolaborasi
seimbanagn suplai diharapkan klien toleransi dengan ahli terapi
dan kebutuhan terhadap aktivitas dengan skala fisik, okupasi dan
oksigen indikator terapis dalam
Indikator A T perencanaan dan
Saturasi oksigen ketika 3 5 pemantauan program
beraktivitas aktivitas
Frekuensi nadi ketika 3 5 2. Instruksikan pasien
beraktivitas dan keluarga untuk
Frekunsi pernapasan 3 5 melaksanakan
ketika beraktivitas aktivitas yang
Tekanan Darah Sistolik 3 5 diinginkan maupun
ketika beraktivitas yang telah di
Tekanan darah diastolik 3 5 resepkan
ketika beraktivitas 3. Bantu dengan
Warna kulit 3 5 aktivitas fisik secara
teratur sesuai
kebutuhan
4. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk
dapat melakukan
pergerakan otot
13
secara berkala sesuai
indikasi
5. Berikan kesempatan
keluarga untuk
terlibat dalam terapi
aktivitas dengan cara
yang tepat
3 Kelebihan Volume Label : Keseimbangan cairan Label : Manajemen
Cairan berhubungan setelah dilakukan perawatan, Hipervolemia
dengan gangguan diharapkan keseimbangan cairan Aktivitas – Aktivitas
mekanisme pasien terjaga. Dengan skala 1. monitor pola
Regulasi indikator pernapasan untuk
mengetahui adanya
gejala edema
Indikator A T
pulmonar
Suara Napas Adventif 3 5
2. monitor suara paru
Asites 3 5
abnormal
Distensi Vena 3 5
3. monitor suara
Edema Perifer 3 5 jantung abnormal
4. monitor distensi
1. Berat vena jugularis
2. Cukup Berat 5. monitor edema
3. Sedang perifer
4. Ringan 6. monitor intake dan
5. Tidak Ada output
7. reposisi pasien
dengan edema
dependent secara
teratur sesuai
kebutuhan

14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrien.
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontratilitas miokardium.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan

16
DAFTAR PUSTAKA

Beck, Erick. 2011. Tutorial Diagnosis Banding (Tutorials in Differential Diagnosis) Edisi 4.
Jakarta: EGCBlack J, Hawks JH. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management
for Positive Outcome Edisi 7 Volume I. Elsevier Saunders: University MichiganGanong,
William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi 5.
Jakarta: EGCHudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi 4 Volume I. Jakarta:
EGCLawrence,
M et al. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba
MedikaMansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Miche, E. 2003. Effects of Education, Self-Care Instruction and Physical Exercise on Patients
with Chronic Heart Failure.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardovaskuler.
Jakarta: Salemba MedikaNasir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nikolaos, Agelopoulou Zoi, Brokalaki Hero. 2012. Effect of Anxiety and Depression in the
Onset and Progression of Heart Failure.
Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGCSmeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Brunner &Suddarth Jilid II Edisi 8.Jakarta : EGCThe American Association. 2012. Major
Outcomes in High-Risk

17

Anda mungkin juga menyukai