Anda di halaman 1dari 104

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA

KONTROL MARAH PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RSJP DR. SOEROJO MAGELANG

Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh :
Lutfiana Dwi Arsih
(20101440117052)

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA


AKADEMI KEPERAWATAN KESADAM IV/DIPONEGORO SEMARANG
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : LutfianaDwiArsih

Nim : 20101440117052

Program Studi : Diploma III keperawatan

Institusi : Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang

Menyatakan dengan ini bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini adalah benar

benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui, sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila

dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Mengetahui Semarang, 22 April 2020


Pembimbing Pembuat Penyataan

Ns. Tuti Anggarawati., M.Kep. Lutfiana Dwi Arsih


NIDN 0602087702 NIM 20101440117052

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis ini diajukan oleh :

Nama : Lutfiana Dwi Arsih

Nim : 20101440117052

Program Studi : Diploma III keperawatan

Institusi : Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro

Semarang

Judul Karya Tulis Ilmiah : “PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT

PROGRESIF SEBAGAI CARA KONTROL

MARAH PADA PASIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN”

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi

Diploma III Keperawatan Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro

Semarang.

Semarang, 22 April 2020


Pembimbing

Ns. TutiAnggarawati., M.Kep.


NIDN 0602087702

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh Lutfiana Dwi Arsih Nim 20101440117052

Program Studi Diploma III keperawatan Institusi Akademi Keperawatan Kesdam

IV/Diponegoro Semarang Judul Karya Tulis Ilmiah “PENERAPAN TEKNIK

RELAKSASI OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA KONTROL MARAH

PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN” Telah disetujui untuk

diujinkan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi Diploma III

Keperawatan Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota

Ns. Erni Suprapti., M.Kep. Ns. Tuti Anggarawati., M.Kep


NIDN . 0629087201 NIDN 0602087702

Mengetahui
Direktur

Indah Setyawati,S.K.M.,M.M.
Letnan Kolonel Ckm (K) NRP 11960028180872

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,

rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

SEBAGAI CARA KONTROL MARAH PADA PASIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak

mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepeda yang terhormat :

1. Letkol Ckm (K) Indah Setyawati, S.K.M., M.M selaku Direktur Akper

Kesdam IV/Diponegoro Semarang..

2. Ns. Tuti Anggarawati., M.Kep selaku pembimbing yang telah sabar dan

ikhlas membimbing serta memberi dorongan motivasi kepada penulis.

3. Bapak dan ibu Dosen Serta Staf Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang

yang telah memberikan ilmu pengetahuan sebagai dasar penyusun Karya

Tulis Ilmiah.

4. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan semangat dan doa serta

pengorbanan materi, semangat, dan motivasi sehingga penulis dapat

membina ilmu di Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang dan dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

5. Teman-teman Mahendradata dan Seseorang yang selalu mendukung dan

memberi semangat kepada penulis sehingga dapat penulis dapat

menyelesaikan dan menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan baik.

v
6. Serta semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah yang tidak dapat disebutkan.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan dalam pengetahuan. Oleh sebab itu penulis berharap kritik dan saran

yang dapat membangun dalam memperbaiki Karya Tulis Ilmiah.

Semarang, 22 April 2020

Lutfiana Dwi Arsih


Penulis

vi
PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA KONTROL
MARAH PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RSJP DR. SOEROJO MAGELANG

APPLICATION OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TECHNIQUE AS A WAY OF ANGRY


CONTROL IN RELIABILITY BEHAVIOR RISK
IN RSJP DR. SOEROJO MAGELANG

Lutfiana Dwi Arsih, Tuti Anggarawati

ABSTRAK

Resiko perilaku kekerasan adalah suatu ekspresi kemarahan yang negatif yang dapat melukai diri
sendiri maupun orang lain, menyerang secara asertif, membrontak, ingin membanting sutu barang,
dan ingin bunuh diri, maupun membunuh orang lain. Pasien yang mengalami kemarahan perlu
diberikan terapi berupa relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif dilakukan untuk
menurunkan keteganagan otot agar mendapatkan perasaan menjadi rileks. Tujuan dari studi kasus
ini adalah untuk menganalisis adanya perubahan pada tingkat kemarahan yang dialami oleh pasien
RPK setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa
Tengah. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi
kasus. Subyek dalam penelitian ini menggunakan dua orang pasien RPK yang mengalami tingkat
kemarahan sedang. Penelitian tingkat kemarahan ini menggunakan alat ukur lembar kuesioner alat
pengukur emosi marah dengan skore nilai 16-64. Kategori ditentukan kemarahan berkurang yaitu
dari kemarahan sedang menjadi kemarahan ringan. Hasil studi kasus didapatkan kemarahan
subyek I dari kategori sedang dengan skore 40 turun menjadi kategori ringan dengan skore 30,
kemudian unrtuk subyek II dari kategori sedang dengan skore 36 turun menjadi kategori ringan
dengan skore 20. Tujuan dari studi kasus ini adalah agar pasien RPK dapat melakukan teknik
relaksasi otot progresif dengan mandiri atau dengan dampingan perawat saat mengalami
kemarahan.
Kata Kunci : Terapi Relaksasi Otot Progresif, Kemarahan, Resiko Perilaku Kekerasan

ABSTRACT

Risk of violent behavior is an expression of negative anger that can injure oneself and others,
assault assertively, rebel, want to slam a commodity, and want to commit suicide, or kill others.
Patients who experience anger need to be given therapy in the form of progressive muscle
relaxation. Progressive muscle relaxation is done to reduce muscle tension in order to get a
feeling of being relaxed. The purpose of this case study is to analyze the changes in anger levels
experienced by RPK patients after progressive muscle relaxation therapy at RSJP Dr. Soerojo
Magelang, Central Java Province. This type of research is descriptive using the case study
approach. The subjects in this study used two RPK patients who experienced moderate anger
levels. This anger level research uses a questionnaire measuring instrument to measure anger
emotions with a score of 16-64. The categories are determined to be anger that is reduced from
moderate anger to mild anger. The results of the case study found that anger of subject I from
moderate category with score 40 dropped to mild category with score 30, then to subject II from
moderate category with score 36 dropped to mild category with score 20. The purpose of this case
study is that RPK patients can perform Progressive muscle relaxation techniques independently or
with the nurse's assistance when experiencing anger.
Keywords: Progressive Muscle Relaxation Therapy, Anger, Risk of violent behavior

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................i
Lembar Pernyataan Keaslian............................................................................ii
Lembar Persetujuan..........................................................................................iii
Lembar Pengesahan..........................................................................................iv
Kata Pengantar..................................................................................................v
Abstrak..............................................................................................................vii
Daftar Isi...........................................................................................................viii
Daftar Tabel......................................................................................................x
Daftar Gambar..................................................................................................xi
Daftar Singkatan...............................................................................................xii
Daftar Lampiran................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................6
C. Tujuan Studi Kasus...............................................................................7
D. Manfaat Studi Kasus.............................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................8
A. Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan...........................................8
B. Konsep Marah.......................................................................................15
C. Terapi Relaksasi Otot Progresif............................................................21
BAB III METODE STUDI KASUS.................................................................29
1. Rancangan Studi Kasus........................................................................29
2. Subjek Studi Kasus...............................................................................29
3. Fokus Studi...........................................................................................30
4. Definisi Operasional Studi Kasus.........................................................30
5. Instrumen Studi Kasus..........................................................................31
6. Metode Pengumpulan Data...................................................................31
7. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ............................................................33
8. Analisa Data dan Penyajian Data.........................................................34
9. Etika Studi Kasus..................................................................................34
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN...............................36

viii
A. Hasil Studi Kasus..................................................................................36
1. Gambaran Lokasi Penelitian...........................................................36
2. Gambaran Subyek Studi Kasus......................................................38
3. Pemaparan Fokus Studi ................................................................41
B. Pembahasan..........................................................................................43
C. Keterbatasan Peneliti............................................................................52
BAB V METODE STUDI KASUS..................................................................53
A. Simpulan...............................................................................................53
B. Saran.....................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pengkajian Tingkat Kemarahan Sebelum Dilakukan Terapi Relaksasi

Otot Progresif....................................................................................................41

Tabel 4.2 Evaluasi Kemarahan Sesudah Dilakukan Terapi Relaksasi Otot

Progresif............................................................................................................41

Tabel 4.3 Hasil Pelaksanaan Intervensi/Tindakan............................................42

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Rentang Respon Marah.................................................................18

xi
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

PK : Perilaku Kekerasan

RPK : Resiko Perilaku Kekerasan

DEPKES : Departemen Kesehatan

PMR : Progressive Muscle Relaxation

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan

Lampiran 2 : Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian (PSP)

Lampiran 3 : Informed Concent (informasi dan pernyataan persetujuan)

Lampiran 4 : Lembar kuesioner A (Data Demografi)

Lampiran 5 : Lembar kuesioner B (Skala Pengukur Marah)

Lampiran 6 : Standar Operasional Prosedur

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi

xiii
xiv
xv
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan

Jiwa, Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat

berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan soaial sehingga individu

tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat

bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya.1 Ciri-ciri individu yang sehat jiwa meliputi menyadari

sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan

yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya,

dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa

yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama dengan orang lain.4

Orang dengan kondisi gangguan jiwa (ODGJ) akan berpotensi menyakiti

dirinya sendiri atau orang lain jika masalah kesehatannya ini tidak

ditangani . 21

Gangguan jiwa / (ODGJ) didefinisikan sebagai penyakit dengan

manimfestasi dan atau ketidak mampuan psikologis atau perilaku yang

disebabkan oleh gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik,

fisik/kimiawi, atau biologis gangguan jiwa sebagai sindrom secara klinis

terjadi pada seseorang dan dihubungkan dengan mengalami distress yaitu

suatu perasaan tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri dan disabilitas atau

ketidak mampuan mengerjakan pekerjaan sehari-hari.2


2

Bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distrorsi emosi sehingga

ditemukan ketidak wajaran dalam bertingkah laku. Hal tersebut karena

menurunnya semua fungsi kejiwaan yang ditandai dengan terganggunya

emosi, proses berfikir, perilaku, dan presepsi (penangkapan panca indra)

Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita..

Menurut World Health Organization (WHO) 2018 terdapat sekitar

lebih dari 300 juta penduduk di dunia mengalami depresi, masalah

kejiwaan lainnya yang sering terjadi adalah bipolar, dimana sekitar lebih

dari 60 juta penduduk dunia menderita penyakit ini, sementara sekitar 23

juta orang di dunia mengalami skizofrenia dan psikosis lainnya.3

Berdasarkan Hasil Data Rikesdes Tahun 2018, diketahui bahwa prevalensi

emosional sebesar 9,8% dan prevalensi depresi 6,1% dari populasi

penduduk orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa

Indonesia lebih kurang 195 juta orang dewasa ada 19 juta dengan

gangguan mental emosional dan sekitar 11 juta orang dewasa yang saat ini

mengalami depresi berdasarkan wawancara dengan Mini International

Neuropsychiatric Interview (MINI) .4 Berdasarkan hasil data yang didapat

pada tahun 2019 hasil rekap medik RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi

Jawa Tengah Jumlah pasien pada bulan Januari-Desember sebanyak 9,702

dengan perinci, untuk pasien mengalami resiko perilaku kekerasan (RPK)

1,889 orang sebesar 10% orang mengalami gangguan jiwa RPK

Gangguan emosional merupakan sebagai perasaan atau afeksi yang

memberikan kombinasi antara gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak


3

seperti amarah yang meliputi brutal, ngamuk, benci, marah besar, jengkel,

kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak

kekerasan, dan kebencian patologis.21 Respon emosional yang sering

terabaikan merupakan gejala depresi, seseorang yang kesulita untuk

mengontrol emosionalnya beresiko mengalami depresi. Depresi

merupakan penyakit mental sebagai kemarahan terhadap dirinya sendiri

atau seperti kemarahan kedalam maupun yang tidak sesalu terlihat seperti

orang depresi, marah yang menjadi gejala depresi bukanlah marah biasa,

namun yang gampang meledak dan sulit dikendalikan seperti cenderung

selalu sulit untuk berkonsentrasi, merasa sedih maupun kosong,

kehilangan minat akan hal yang menggembirakan, merasa masa depannya

tidak baik, putus asa, merasa tidak berenergi, merasa gelisah ataupun sulit

tidur, depresi berat dapat menyebabkan pikiran bunuh diri, dan

pembunuhan.17

Marah adalah keadaan psikobiologikal emosional yang pada

umumnya disertai dengan ketegangan otot dan mengaktifkan sistem-

sistem saraf otonom dan neuroendokrin.5 Marah adalah gambaran dari

reaksi emosional akut, yang dicetuskan oleh beberapa keadaan seperti

adanya ancaman, agresi, terkekang, serangan verbal, kekecewaan, atau

kegagalan. Amarah adalah merupakan keadaan emosional yang paling

primitive, dialami pada seluruh tingkat usia, dan timbul secara teratur

dalam kehidupan setiap orang dan merupakan keadaan emosi yang umum

terjadi dalam keadaan inter-personal yang stressful. Seseorang yang


4

mengalami marah ia tidak akan bisa mengontrol dirinya karena adanya

pikiran negatif terhadap sesuatu hal pikiran itu akan terus berkelanjutan

sehingga akan menyebabkan perasaan tidak berharga, malu atau merasa

bersalah dah hal lain dapat berdampak mencederai dirinya sendiri maupun

orang lain disekitar . Oleh karena itu untuk membantu mengontrol marah

disini akan diberikan tindakan intervensi untuk mengajarkan cara

mengontrol marah dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif

(PMR). 6

Pemberian intervensi penerapan teknik relaksasi otot progresif

sebagai cara kontrol marah adalah suatu terapi non farmakologi. Relaksasi

otot atau relaksasi progresif adalah suatu metode yang terdiri atas

peregangan dan relaksasi sekelompok otot, serta memfokuskan pada

perasaan rileks.7 Dalam teknik relaksasi otot progresif ini, dilakukan

latihan fokus secara perlahan untuk menegangkan dan kemudian

merilekskan setiap kelompok otot. Teknik ini dapat membantu seseorang

fokus pada perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi, sehingga bisa

menjadi lebih sadar akan sensasi fisik.8 Teknik relaksasi otot progresif

memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi

otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan

teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks.9 Sehingga terjadi

perubahan sistem limbic mengakibatkan terjadinya penurunan perilaku

agresif, amuk, dan rasa takut, apabila pasien mengekspresikan perasaan

marah dengan cara asertif akan memberikan ketenangan pada pasien, hal
5

ini membuktikan bahwa terapi relaksai otot progresif dapat meningkatkan

ketrampilan dasar relaksasi yang signifikan dalam mengontrol marah.

Dari hasil penelitian yang berjudul Penerapan teknik relaksasi otot

progresif sebagai cara mengontrol marah pada pasien RPK dilakukan oleh

Armelia Tri P, Dwi Heppy R, Purnomo pada tahun 2018 dengan judul

penerapan teknik relaksasi sebagai cara kontrol marah pada pasien RPK,

yang didapatkan bahwa dengan responden sebanyak 53 orang, terlihat ada

perubahan dari kemampuan mengontrol marah pada pasien RPK di RSJD

Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Dari nilai mean sebelum

dilakukan intervensi teknik relaksasi otot progresif adalah 52.00 dengan

standar nilai deviasi sebelum dilakukan adalah 10,5. Setelah dilakukan

intervensi bahwa terjadi peningkatan kemampuan mengontrol marah,

dimana nilai mean menjadi 60,23 dengan nilai standar deviasi menjadi

11,4. Hal ini menunjukan bahwa adanya peningkatan kemampuan

mengontrol marah setelah dilakukan relaksasi otot progresif.6

Hal lain yang mendulang adalah penelitian yang dilakukan oleh

Resti (2014) dengan judul pengaruh teknik relaksasi otot progresif sebagai

cara kontrol marah pada pasien RPK, menunjukan bahwa kemampuan

mengontrol marah sebelum diberikan terapi reklaksasi otot progresif dari

30 responden setelah dilakukan intervensi pemberian terapi relaksasi otot

progresif menjadi 29 responden mampu mengontrol marah pada pasien

RPK dan 1 responden cukup mampu mengontrol marah pada pasien RPK,

hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif


6

terahadap mengontrol marah selain itu juga dapat memberikan efek

psikologis. Setelah melakukan teknik relaksasi otot progresif responden

menjadi lebih tenang dalam berfikir dan dapat mengelola rasa marah dan

pernafasannya. Responden yang telah melakukan relaksasi otot progresif

tubuh menjadi tenang. Selain itu setelah relaksasi otot progresif gejala

emosi seperti mudah marah dan tersinggung dapat berkurang.6

Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu cara untuk

memusatkan perhatian suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasi otot

yang tegang dengan cara merilekskan otot-otot tangan, leher, bahu, perut,

kepala, dan kaki secara menyeluruh untuk mendapatkan perasaan yang

rileks yang dilakukan dalam waktu 25-30 menit selama 1 kali dalam 2

hari.

Berdasarka uraian diatas maka penulis tertarik dan berminat untuk

melakukan terapi penerapan teknik relaksasi otot progresif sebagai cara

mengontrol marah pada pasien RPK.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana Teknik Relaksasi Otot

Progresif Sebagai Cara Kontrol Marah? “


7

C. Tujuan Studi Kasus

Studi kasus ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan teknik

relaksasi otot progresif sebagai cara kontrol marah pada pasien RPK

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Masyarakat Luas

Meningkatkan pengetahuan masyarakat umum dalam menangani

marah pada pasien resiko perilaku kekerasan

2. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah wawasan ilmu dan teknologi terapan pada bidang

keperawatan dalam menangani kasus emosi/marah pada pasien resiko

perilaku kekerasan melalui terapi relaksasi otot progresif.

3. Bagi Penulis

Dapat memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur

terapi relaksasi otot progresif pada pasien resiko perilaku kekerasan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan

defisnisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara

verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang

berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu

(riwayat perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam

dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau

riwayat perilaku kekerasan.13 Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,

perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan mempengaruhi

perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam

tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena

penggunaan koping yang kurang bagus.14

2. Etiologi

a. Faktor predisposisi 16

1) Faktor psikologis :
9

2) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan

mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang

memotivasi perilaku kekerasan

3) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa

kecil yang tidak menyenangkan

4) Rasa frustasi

5) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, kekeluargaan atau

lingkungan

6) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak

7) berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.

8) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

mempelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap

perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh

contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor

predisposisi biologi.

9) Faktor sosial budaya :

Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosional

secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kontrol

masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat

merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan

10) Faktor biologis :


10

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian

stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbik)

ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi

kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus

frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk

interpretasi indrera penciuman dan memori) akan menimbulkan

mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang

objek yang da disekitarnya.

Selain itu berdasarkan teori biologi, ada beberapa hal yang

dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan,

yaitu sebagai berikut :

a) Pengaruh neurofisiologik

b) Pengaruh biokimia

c) Pengaruh genetic

d) Gangguan otak

b. Faktor presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,

baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.

Berdasarkan faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut :Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidak berdayaan,

kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak

menyenangkan.
11

Interaksi : penghinaan, kekerasan kehilangan orang yang

berarti, konflik merasa, terancam baik internal dari

permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari

lingkungan.

1) Lingkungan : panas, padat, dan bising

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang

dapat menimbulkan perilaku kekersan atau penganiayaan

antara lain sebagai berikut :

a) Kesulitan kondisi sosial ekonomi

b) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu

c) Ketidaksiapan seseorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menpatkan diri sebagai orang

yang dewasa.

d) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti

penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu

mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.

e) Kematian angota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan terhadap perkembangan, atau

perubahan terhadap perkembangan keluarga.

3. Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala

perilaku kekerasan : 16
12

a. Fisik

1) Muka merah dan tegang

2) Mata melotot/pandangan tajam

3) Tangan mengepal

4) Wajah merah dan tegang

5) Postur tubuh kaku

6) Pandangan tajam

7) Mengatupkan rahang dengan kuat

8) Mengepalkan tangan

9) Jalan mondar-mandir

b. Verbal

1) Bicara kasar

2) Suara tinggi, membentak, atau berteriak

3) Mengancam secara verbal atau fisik

4) Mengumpat dengan kata-kata kotor

5) Suara keras

6) Ketus

7) Perilaku

8) Melempar atau memukul benda/orang lain

9) Menyerang orang lain

10) Memukul diri sendiri/orang lain

11) Merusak lingkungan

12) Amuk/agresif
13

c. Emosi

1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,

dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,

mengamuk, ingin berkelahi, menuntut

d. Intelektual

1) Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,

sarkasme

e. Spiritual

1) Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik

pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain,

tidak peduli dan kasar

f. Sosial

1) Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan ,

sindiran

2) Perhatian

3) Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

4. Pohon Masalah

Mengidentifikasi pohon masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :16

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang

dianggap sangant berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut

tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga


14

sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila tidak kemampuan bergaul

dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinansi yang

menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak

terhadap resiko tinggi mencedirai diri, orang lain, dan lingkungan.

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan

keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan klien

memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif), hal

ini tentunya menyebabkan klien akan sering keluar masuk

RS/timbulnya kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal.

5. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga

dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang

kontuktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping

yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

a. Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fungsiologis timbul karena kegiatan

sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang

menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,

pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltic, gaster

menurun, pengeluaran urin dan siliva meningkat, konstipasi,


15

kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi

kaku, dan disertai reflek yang cepat.

b. Menyatakan secara asertif

Perilaku sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif.

Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat

mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain

secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut

individu juga dapat mengembangkan diri.

c. Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik

perilaku untuk menarik perhatian orang lain

d. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukan kepeada diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan.14

B. KONSEP MARAH

1. Pengertian

Kemarahan adalah suatu perasaan/emosi yang timbul sebagai reaksi

terhadap kecemasan yang meningkatkan dan dirasakan sebagai

ancaman. Marah juga merupakan reaksi/ungkapan perasaan terhadap

keadaan yang tidak menyenangkan seperti kecewa, tidak puas, tidak

tercapai keinginan. Pengungkapan marah secara konstruktif akan


16

menimbulakan perasaan lega. Marah merupakan suatu peringatan

sehingga perlu diperhatikan oleh diri sendiri maupun orang lain. Untuk

berbagai alasan orang mempunyai hak untuk menolak, tidak percaya,

atau bertindak sesuka hati. Orang memandang bahwa marah adalah

perbuatan dosa dan merupakan tindakan dosa dan merupakan tindakan

dekstruktif. Orang berusaha untuk mengekspresikan marah dengan

cara-cara yang depat diterima dengan sosial.17

2. Etologi

a. Faktor predisposisi

1) Biologis

Dalam otak system limbic berfungsi sebagai

regulartor/pengatur perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan

amiggdala dapat mengurang atau meningkatkan perilaku

agresif. Perangsang pada system neurofisiologis dapat

menimbulkan respon respon-respon emosional dan ledakan

agresif.

2) Psikologis

Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak

lahir sebagai respons terhadap stimulus yang diterima. Respon

tersebut berupa pertengkaran atau permusuhan. Gangguan

ekspresi marah disebabkan karena ketidak mampuan

menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku


17

deskriptif. Sedangkan Frued menyatakan bahwa sejak

dilahirkan individu akan mengalami ancaman yang perlu

diekspresikan. Perilaku deskriptif terjadi apabila ancaman

tersebut menguasai individu. Agresi berasal dari rasa frustasi

akibat ketidak mampuan individu merasa harga dirinya

terganggu. Konflik juga merupakan ancaman bagi individu

yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Prespsi yang salah

terhadap konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi

agresif.

3) Sosiokultural

Norma-norma cultural dapat digunakan untuk membantu

memahami ekspresif agresif individu. Teori lingkungan sosial

mengemukakan bahwa norma yang memperkuat perilakunya

disebabkan oleh ekspresi marah yang pernah dialami

sebelumnya. Menurut madden, orang-orang yang pernah

memiliki riwayat ditipu cenderung mudah marah, yang disebut

” Acting Out” terhadap marah, Bila Prifacy/pribadi terganggu

oleh kondisi soaial maka responnya berupa agresif/amuk.

4) Faktor Presipitasi

5) Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik

6) Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah

7) Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan, orang/benda

berarti
18

8) Ancaman internal : kegagalan, kehilangan, perhatian17

3. Rentang Respon Marah

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1 : Rentang Respon Perilaku Kekerasan.17

Keterangan :

a. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang

lain dan memberikan keterangan.

b. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak

dapat menemukan alternatif.

c. Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk

menetukan tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan
19

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya

kontrol.

4. Faktor Penyebab

a. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan

sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung dan

lekas marah.

b. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terlambat sehingga

individu merasa cemas dan terancam. Individu akan berusaha

mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain.

c. Kebutuhan akultuasi diri yang tidak tercapai sehingga

menimbulkan ketegangan dan membuat individu cepat

tersinggung.

5. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga

dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang

kontuktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping

yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi

formasi.17

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

a. Menyerang atau menghindar


20

Pada keadaan ini respon fungsiologistimbul karena kegiatan sistem

syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang

memnyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,

pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltic, gaster

menurun, pengeluaran urin dan siliva meningkat, konstipasi,

kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi

kaku, dan disertai reflek yang cepat.

b. Menyatakan secara asertif

Perilaku sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif.

Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat

mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara

fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga

dapat mengembangkan diri.

c. Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik

perilaku untuk menarik perhatian orang lain

d. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukan kepeada diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan.


21

C. TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

1. Pengertian

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang dilakukan

dengan cara pasien menegangkan dan melepaskan otot secara

berurutan dan memfokuskan perhatian pada perbedaan perasaan yang

dialami antara saat otot rileks dan saat otot tersebut tegang. Perubahan

yang diakibatkan oleh relaksasi otot progresif yaitu dapat mengurangi,

ketegangan otot, menurunkan laju metabolism, meningkatkan rasa

kebugaran dan konsentrasi serta memperbaiki kemampuan untuk

mengatasi stressor.6

2. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher, dan

punggung

b. Menurunkan tekanan darah tinggi

c. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, dan spasme

otot.7

3. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan

kegiatan terapi relaksasi otot progresif.


22

a. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai

diri sendiri

b. Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot

rileks.

c. Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup.

Hindari dengan posisi berdiri.

d. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan

e. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian

kiri dua kali

f. Memeriksa apakah klien benar-benar relaks

g. Terus-menerus memberikan instruksi

h. Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.9

4. Tujuan

Tujuan relaksasi otot progresif (Progresif Muscle Relaxation) menurut

Potter & Perry (2015) adalah sebagai berikut : 7

a. Menurunkan keteganagan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic.

b. Mengurangi disritmia jantung.

c. Mengurangi kebutuhan oksigen.

d. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika pasien sadar

dan tidak memfokuskan perhatian secara rileks.

e. Meningkatkan rasa kebugaran dan konsentrasi.


23

f. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress.

g. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan,iritabilitas, spasme, otot,

fobia ringan, gagap ringan, dan

h. Membangun emosi positif dari emosi negative.

5. Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif

Manfaat relaksasi otot adalah untuk menurunkan ketegangan otot,

mengurangi tingkat kecemasan, mengurangi masalah-masalah yang

berhubungan dengan stress, menangani hipertensi, mengurangi sakit

kepala, dan mengurangi insomnia. 7

6. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.10

Persiapan pasien :

a) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar

persetujuan terapi kepada klien;

b) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk

dikursi dengan kepala diropang, hindari posisi berdiri;

c) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu;
24

d) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya

mengikat ketat.

Prosedur

Gerakan 1 : ditunjukan untuk melatih ketegangan otot tangan.

1. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi

3. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan

relaks selama 10 detik

4. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.

5. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

Gerakan 2 : ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Tengkuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga

otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari

menghadap ke langit-langit.

Gerakan 3 : ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada

bagian atas pangkal lengan).

1. Gerakan kedua tangan sehingga menjadi kepalan.


25

2. Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.

Gerakan 4 : ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

2. Fokuskan perhatian gerakan pada kotras ketegangan yang terjadi di

bahu, punggung atas, dan leher.

Gerakan 5 dan 6 : ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti otot dahi, mata, rahang, dan mulut).

1. Gerakkan otot dahi dengan cara mengurutkan dahi dan alis sampai

otot terasa dan kulitnya keriput.

2. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di

sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

Gerakan 7 : ditunjukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami

oleh rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga

terjadi keteganagn disekitar otot rahang.

Gerakan 8 : ditunjukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.

1. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.


26

2. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

dan punggung atas.

Gerakan 9 : ditunjukan untuk merilekskan otot leher bagian depan

maupun belakang.

1. Gerakan Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut.diawali denagn otot leher

bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan.

2. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan

punggung atas.

Gerakan 10 : ditunjukan untuk melatih otot leher bagian depan.

1. Gerakan membawa kepala ke muka

2. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan keteganagn di

daerah leher bagian muka.

Gerakan 11 : ditunjukan untuk melatih otot punggung.

1. Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2. Punggung dilengkungkan.
27

3. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian

relaks.

4. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lemas.

Gerakan 12 : ditunjukan untukmelemaskan otot dada.

1. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru denagn udara

sebanyak-banyaknya.

2. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

3. Saat keteganagn dilepas, lalukan napas normal dengan lega.

4. Ulangi sekali lagi sehinga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.

Gerakan 13 : ditunjukan untuk melatih otot perut.

1. Tarik dengan kuat perut ke dalam.

2. Tahan sampai menjadi kencang dan rasakan selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

3. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.

Gerakan 14-15 : ditunjukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha

dan betis).

1. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.


28

2. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

3. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

7. Mekanisme Relaksasi Otot Progresif Terhadap Mengontrol

Marah

Perubahan yang diakibatkan oleh relaksasi otot progresif yaitu

dapat membantu seseorang fokus pada perbedaan antara ketegangan

otot dan relaksasi, sehingga bisa menjadi lebih sadar akan sensasi fisik.

Dalam salah satu metode relaksasi otot progresif, teknik relaksasi

dimulai dengan cara menegangkan dan merilekskan otot-otot jari-jari

kaki dan secara progresif bekerja sampai pada leher dan kepala

sehingga memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor.8


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rencangan Studi Kasus

Rencana studi kasus ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yangdilakukan untuk

mendeskripsikan atau mengaambarkan suatu fenomena yang tejadi. Baik

fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena tersebut

bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,

kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena

lainnya. Deskripsi kasus ini dilakukan secara jelas tanpa manipulasi dari

pada penyimpulannya. Studi kasus ini digunakan untuk menunjukan

bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kemampuan

mengontrol marah pada pasien RPK.6

B. Subyek Studi Kasus

Dalam studi kasus ini penulisan menggunakan orang pasien dengan

kriteria subyek : 6

Kriteria inklusi :

1. Pasien resiko perilaku kekerasan yang mengalami emosi sedang

2. Pasien perilaku kekerasan dengan jenis kelamin perempuan maupun

laki-laki

3. Pasien berumur 18-59 tahun yang tidak jauh berbeda antara pasien satu

dengan yang lain


30

4. Pasien yang bersedia menjadi responden untuk mengikuti kegiatan dari

awal mulai sampai dengan selesai kegiatan

Kriteria eksklusi :

1. Pasien resiko perilaku kekerasan yang tidak mengalami emosi berat

2. Pasien yang berumur di atas 59 tahun

3. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden untuk mengikuti

kegiatan dari awal mulai sampai dengan selesai kegiatan

C. Fokus Studi Kasus

Studi kasus ini memfokuskan terapi penerapan teknik relaksasi otot

progresif sebagai cara kontrol marah pada pasien resiko perilaku

kekerasan.6

D. Definisi Operasional

1. Relaksasi otot progresif merupakan latihan teknik pernafasan dan

latihan otot-otot pada bagian tangan, bahu, wajah, punggung, perut,

dada, dan kaki seperti mengencangkan seluruh anggota tubuh, yang

dilakukan dalam waktu 25-30 menit selama 1 × dalam 2 hari

2. Maraha adalah suatu bentuk ungkapan perasaan emosi yang timbul

sebagai respon terhadap pertimbangan terhadap dirinya sendiri

maupun orang lain yang berada di lingkungan sekitar yang dirasakan

sebagai ancaman.
31

3. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu ekspresi kemarahan yang

negatif yang dapat melukai diri sendiri maupun orang lain, menyerang

secara asertif, membrontak, ingin membanting sutu barang, dan ingin

bunuh diri, maupun membunuh orang lain.

E. Instrumen Studi

Instrumen yang digunakan pada penelitian studi ini menggunakan cara

kuesioner dan sesuai check list untuk mengengukur kemampuan

mengontrol marah pada pasien, kuesioner ini merupakan skala

pengungkapan marah yang digunakan, jenis penelitian menggunakan satu

kelompok sebelum dilakukan dilakukan intervensi. Untuk pengisian

kuesioner alat ukur ini menggunakan teknik wawancara langsung dan

kuesioner akan diisi oleh peneliti.6

Dalam satu kelompok, masing-masing akan diberi penilaian :

1. SS (4) : Sangat sering (lebih dari 3 kali sehari)

2. SR (3) : Sering (2-3 kali sehari)

3. KD (2) : Kadang-kadang (kurang dari 2kali sehari)

4. TP (1) : Tidak pernah (tidak pernah sama sekali)

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam studi kasus ini, penulis

menggunakan metode pengumpulan data yang digunakan adalah lembar

kuesioner. Pasien yang melakukan relaksasi otot progresif dapat dinilai


32

dengan melihat lembar prosedur relaksasi otot progresif. Sedangkan untuk

kemampuan mengontrol marah pada pasien dinilai dengan cara kuesioner

dan sesuai check list. Kuesioner ini merupakan skala pengungkapan marah

yang digunakan.6 Berikut adalah langkah-langkah pengumpulan data

adalah :

1. Meminta surat perijinan dari kampus Akper Kesdam IV/Diponegoro

Semarang.

2. Memberikan surat perijinan untuk melakukan peneletian ke RSJP Dr.

Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah.

3. Setelah mendapat perijinan, peneliti datang ke ruangan RSJP Dr.Soerojo

Magelang Provinsi Jawa Tengah untuk meminta persetujuan perawat

ruangan dan keluarga pasien apabila terdapat keluarga pasien untuk

mendapatkan pasien sesuai dengan kriteia inklusi dan eksklusi.

4. mencari pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang

sudah diterapka dalam “subyek studi kasus” .

5. Setelah mendapat pasien sesuai yang di ijinkan, peneliti memberikan

penjelasan tentang terapi relaksasi otot progresif kepada klien mengenai

kesanggupan menjadi responden dalam penelitin.

6. Setelah klien bersedia menjadi responden

7. Kemudian dilanjutkan wawancara langsung dengan responden untuk

melakukan pengukuran menggunakan lembar kuesione check list sebagai

pengukur marah (sebelum dilakukan untuk mengukur skala emosi marah)

pada klien yang sudah menjadi responden. Dan (sebelum melakukan


33

terapi relaksasi otot progresif apakah sudah mampu mengontrol marah)

dilakukan sebelum pelaksanaan terapi relaksasi otot progresif.

8. Selanjutnya responden diamati apakah sudah mampu mengontrol marah

dengan menggunakan lembar pengamatan “relaksasi otot progresi”

9. Pada pertemuan berikutnya, melakukan terapi relaksasi otot progresif

selama 25-30 menit dengan mempertontonkan video dan melakukan

dengan secara langsung kepada responden.

10. Setelah melakukan tindakan terapi relaksasi otot progresif, maka klien

akan di nilai apakah sudah mampu melakukan tindakan relaksasi otot

progresif menggunakan lembar pengamatan untuk mengukur

kemampuan mengontrol marah denagn relaksasi otot progresif.

11. Melakukan evaluasi menggunakan lembar kuesioner check list sebagai

pengukur marah kepada responden

12. Mengumpulkan data kemudian dilakukan analisis data.

13. Membuat laporan hasil penelitian dalam bentuk tabel dan narasi.

G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini dilakukan di RSJP Dr. Suerojo Magelang Provinsi Jawa

Tengah pada tanggal 9-21 Maret 2020.


34

H. Analisis Data dan Pengkajian Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuesioner. Pasien

yang melakukan relaksasi otot progresif dapat dinilai dengan melihat

lembar prosedur relaksasi otot progresif yang telah dibakukan.

Kemampuan mengontrol marah pada pasien dinilai dengan cara kuesioner

dan sesui check list yang berisikan 16 pertanyaan kuesioner ini merupakan

skala pengungkapan marah yang digunakan.6

Rentang nilai :

Emosi Ringan : 16-32

Emosi Sedang : 33-48

Emosi Buruk : 49-64

I. Etika Studi Kasus

Peneliti menerapkan prinsip etik, meliputi : 19

1. Advokasi

Advikasi sangat penting karena peneliti bertindak sebagai pembela,

mempertahankan/ mendukung, ramah serta membantu subyek untuk

dapat memperoleh kendali dalam hidup.

2. Beneficence (Kemurahan hati)

Kemurahan hati atau berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal

yang baik dan tidak membahayakan orang lain.

3. Fidelity (Kebenaran)
35

Berkaitan dengan kewajiban peneliti untuk mengatakan

suatukebenaran dan tidak berbohong atau menipu orang lain.

4. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kesetiaan untuk merahasiankan semua informasi tentang subyek

peneliti. Menghindari pembicaraan mengenai kondisi subyek dengan

siapapun yang tidak terlibat dalam peneliti.

5. Justice (Keadilan)

Keadilan berkaitan dengan kewajiban untuk dapat berlaku adil

padasemua individu yang menjadi subyek penelitian, serta tidak

memihak atau berat sebelah.


BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil dari studi kasus yang telah

dilakukan beserta pembahasannya yang meliputi penjabaran data umum dan data

kasus serta analisis mengenai penerapan terapi relaksasi otot progresif terhadap

tingkat kemarahan pada pasien resiko perilaku kekersan di RSJP DR. Saoerojo

Magelang Provinsi Jawa Tengah.

A. Hasil Studi Kasus

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJP Dr. Saoerojo Magelang Provinsi

Jawa Tengah terletak 4 kilometer dari pusat dari pusat kota Magelang,

dikelilingi Gunung-gunung Merapi, Merbabu, Andong dan Telomoyo

disebelah timur, Ungaran disebelah utara, Sumbing serta Menoreh

disebelah barat dan bukit Tidar (pakunya pulau jawa) RSJP Dr.

Soerojo Magelang berda ditepi jalan raya yang menghubungkan kota-

kota : Yogyakarta, Semarang, dan Purworejo, Wonosobo, dan kota-

kota disekitarnya, karena letak yang sangat strategis di jalan utama

Yogyakarta sampai dengan Semarang, dengan luas 40 Ha. Yang

terdiridari bangunan gedung Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan

Remaja, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap I, Instalasi Rawat

Inap II, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi


37

Rehabilitasi Psikososial, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi,

Instalasi Farmasi, Instalasi Penilaian Kapasitas Mental, Instalasi

Rekam Medik,Instalasi Pendidikan dan Pelatihan, Instalasi Sistem

Informasi RS, Instalasi Kesehatan Lingkungan, Instalasi Gizi, Instalasi

Binatu dan Sterilisasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana RS,

Instalasi Promosi Kesehatan dan RS.

Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan dua ruang perawatan

yang ada di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah yaitu

Ruang Amarta Putri dan Amarta Putra, yang merupakan ruang yang

terdapat pasien RPK. Ruang Amarta Putri memiliki 14 tempat tidur,

untuk fasilitas lain ada yang terdapat di Ruangan Amarta Putri yaitu

nurce station, 2 kamar mandi pasien, 1 kamar mandi perawat, 1

televisi, kipas angin, 1 radio, 1 tempat untuk mencuci dan meletakan

alat makan pasien, 1 ruang untuk makan pasien, dan 1 ruang untuk

kumpul pasien, untuk kegiatan yang dilakukan setiap harinya adalah

setiap pagi pasien melakukan kegiatan olahraga, melakukan kegiatan

pagi setiap jam 7 pagi dilajut kegiatan scooltime setiap hari selasa,

selanjutnya dilanjutkan dengan TAK. Untuk ruang Amarta Putra

terdapat 2 ruang tempat tidur yang terpisah dalam setiap ruangan

terdapat tempat tidur untuk kelas I ada 2, untuk kelas II ada 10 tempat

tidur pasien, untuk fasilitas lain yang ada di ruang Amarta Putra yaitu

nurce station, 2 kamar mandi pasien, 1 kamar mandi perawat, 1

televisi, 1 ruang makan untuk pasien, sound system, 1 ruang kumpul


38

untuk pasien, dan 1 ruang untuk mencuci dan meletakan alat makan,

serta terdapat jemuran pasien di belakang ruangan, dan terdapat 1 meja

tenis di ruangan, pasien setiap pagi pasien melakukan kegiatan

olahraga, melakukan kegiatan pagi setiap jam 7 pagi dilajut kegiatan

scooltime setiap hari selasa, selanjutnya dilanjutkan dengan TAK.

2. Gambaran Subyek Studi Kasus

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi kasus yaitu

subyek I dan subyek II. Kedua subyek sudah sesuai dengan kriteria

inklusi yang diterapkan oleh penulis.

Subyek I

Nn. A berusia 18 tahun, berjenis kelamin perempuan, subyek

mengalami perilaku kekerasan dengan emosi sedang, bersedia menjadi

responden, beragama islam, tinggal di kota Semarang, belum bekerja,

pendidikan terakhir SMA (Sekolah Menengah Atas), dirawat diruang

Amarta Putri, tanggal masuk rumah sakit 26 februari 2020 dengan

alasan masuk bingung, suka mondar-mandir, suka melempar barang-

barang yang berada di sekitarnya, suka membentak, gejala ini timbul

karena dipicu oleh orang tuanya yaitu ayahnya yang suka mengancam

dirinya akan dimemasukan ke dinas sosial apabila suka marah-marah

terus menerus. pengobatan sebelumnya sudah berhasil karena subyek

meminum obat dengan rutin, tetapi pasien kembali suka mengancam

dan akan memukuli orang yang berada disekitarnya. Sebelumnya

pernah dirawat di RSJP Dr.Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah


39

sebanyak 3 kali dan pertama kali dirawat pada tahun 2011 dengan

alasan suka marah-marah, membanting barang, melukai dirinya

sendiri, tidak suka kalo omongannya disepelehkan orang lain, suka

mengancam orang lain. Pada saat dikaji subyek tampak gelisah,

mondar-mandir tidak tenang, menjawab pertanyaan dengan ketus dan

membentak, pandangan mata tajam, suka mengalihkan pembicaraan,

intonasi suara keras, pada saat dilakukan pengkajian menggunakan

lembar kuesioner skala pengukur emosi marah subyek mendapatkan

kategori skore 40 dengan kategori sedang. Tanda-tanda vital TD :

110/80 Mmhg, N : 88 ×/menit, RR : 20 ×/menit, S : 36,6 0C, BB : 82

Kg, TB : 155 Cm, untuk hasil lab adalah Albumin : 4,53 g/dl, SGPT :

16,4 u/l, SGOT : 10,5 u/l, Kolestrol total : 126 mg/dl. Pada saat

dirawat di RSJP Dr. Soerjo Magelang Provinsi Jawa Tengah subyek

mendapatkan terapi obat ada Respiredol, Thp (Trihexyphenidyl),

Clozaphine, Freminiz.

Subyek II

Tn. A berusia 19 tahun 6 bulan, berjenis kelamin laki-laki, subyek

mengalami resiko perilaku kekerasan dengan emosi sedang, bersedia

menjadi responden, beragama islam, tinggal di Temanggung, belum

bekerja, pendidikan terakhir SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).

Dirawat di ruang Amarta Putra, tanggal masuk rumah sakit 2 Maret

2020 dengan alasan suka marah-marah, merusak barang, sudah sejak 9

bulan terakhir tidak mau meminum obat. Sebelumnya subyek sudah


40

pernah masuk di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah

sudah 5 kali ini pada tahun 2013 dan pengobatan pasien sudah berhasil

karena subyek sudah rajin kontrol dan rajin mau untuk meminum obat.

alasan masuk pada saat itu adalah sulit tidur, banyak bicara yang

melantur, mau melakukan banyak tindak kegiatan yang dapat

merugikan dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya seperti mau

memukul ibunya membanting kursi dan akan mengancam dengan

kabur dari rumah. Pemeriksaan medis kurang kooperatif, hipoaktif,

waham (+), Pada saat pengkajian subyek kooperatif, tetapi pandangan

mata tajam dan suka mengalihkan pembicaraan ke orang lain, intonasi

suara keras, sering menarik nafas, mulut kering, pada saat dilakukan

pengkajian menggunakan lembar kuesioner emisi marah skornya

adalah 36 dengan kategori marah sedang. Tanda-tanda vital TD :

122/88 Mmhg, N : 130 ×/menit, RR : 20 ×/menit, S : 360C, BB : 79

Kg, TB : 163 Cm, untuk hasil lab Tn. A adalah Albumin : 5,24 g/dl,

SGPT : 18,9 u/l, SGOT : 19,1 u/l, Kolestrol total : 119 mg/dl. Pada

saat dirawat di RSJP Dr. Soerjo Magelang Provinsi Jawa Tengah

subyek mendapatkan obat RPD (Risperidone), Frimania, Clozapin.


41

3. Pemaparan Fokus Studi

a) Hasil Pengukuran Tingkat Kemarahan Sebelum PMR

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tingkat Kemarahan Subjek I dan


II Sebelum Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Subyek Skor Kategori
Subyek I 40 Sedang
Subyek II 36 Sedang

Berdasarkan table 4.1 diatas adalah bahwa hasil pengkajian

awal tingkat kemarahan yang dilakukan oleh peneliti dengan

pemberian alat ukur Lembar Kuesioner Pengukur Skala Pengukur

Emosi Marah untuk mengetahui score awal kemarahan sebelum

dilakukan tindakan terapi Relaksasi Otot Progresif pada subyek I dan

subyek II. Diketahui bahwa skore kemarahan pada subyek I kategori

sedang dengan skore 40, skore kemarahan pada subyek II kategori

sedang dengan skore 36.

b) Hasil Pengukuran Tingkat Kemarahan Setelah Tindakan PMR

Bedasarkan hasil evaluasi sesudah dilakukan terapi PMR

yang telah dilakukan oleh peneliti selama 1 kali dalam 25-30 menit

maka terjadi penurunan tingkat skore kemarahan pada subyek I dan

subyek II seperti pada table 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Tingkat Kemarahan Pada Subyek


I dan II Setelah Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terapi Relaksai Otot Progresif
Subyek Sesudah Tindakan
Skore Kategori
I 30 Ringan
II 20 Ringan
42

Berdasarkan tabel 4.3 Setelah diberikan intervensi dengan

pemberian terapi Relaksasi Otot Progresif (PMR) sebagai cara

kontrol marah pada pasien perilaku kekerasan yang dilakukan 1

hari selama 25-30 menit pada waktu yang berbeda dengan cara

meregangkan dan merilekskan sekelompok otot, serta

memfokuskan pada perasaan yang rileks.7 terjadi penurunan tingkat

kemarahan yaitu pada subyek I dari kategori score 40 sedang

menjadi kategori ringan dengan score 30 , sedangkan untuk subyek

II dari kategori score 36 sedang menjadi kategori ringan dengan

score 20.

c) Hasil Pelaksanaan Intervensi/Tindakan Tabel

4.2 Hasil Pelaksanaan Intervensi/Tindakan


Relaksasi Otot Progresif
Subyek Item Gerakan Evaluasi
Subyek I 0 Gerakan Tidak Mampu
Subyek II 15 Gerakan Mampu

Berdasarkan table 4.2 diatas adalah hasil saat tindakan

melakukan terapi Relaksasi Otot Progresif pada hari I pada watu

pagi hari subyek I tidak mau melakukan gerakan yang diajarkan

oleh peneliti (0 gerakan) dikarenakan pada subyek I selalu

berfokus kepada orang lain disekitar ruangan terutama pada

perawat laki-laki didalam ruangannya tidak mau berfokus pada

peneliti, situasi subyek I gelisah, tidak tenang, suka mengalihkan

pembicaraan dengan peneliti sehingga mempengaruhi hasil skore

tingkat kemarahan pada subyek I. Untuk pada subyek II mau


43

melakukan (15 gerakan) dan mampu menyebutkan tujuan dari

Relaksasi Otot Progresif tersebut tidak terdapat kendala saat

melaksanakan tindakan Terapi Relaksasi Otot Progresif, karena

pada subyek II selalu bersemangat dan tenang saat diberikan terapi

tersebut sehingga terjadi penurunan tingkat skor kemarahan pada

subyek II faktor pendukung pada subyek I dan subyek II adalah

dukungan lingkungan sekitar yang mampu untuk mendukung

selama melakuka tindakan terapi Relaksasi Otot Progresif.

B. Pembahasan

Relaksasi otot progresif mampu menurunkan tingkat kemarahan

pada pasien RPK dengan kategori sedang (40 dan 36) dimana dalam

kategori ini subyek suka melempar barang-barang yang berada di

sekitarnya, suka membentak, suka marah-marah, merusak barang menjadi

ringan (30 dan 20) dimana dalam kategori ringan ini seseorang sudah tidak

lagi melakukan hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain

disekitar, dan mampu untuk mengontrol amarah, setelah diberikan terapi 1

kali. Kemarahan pada subytek penelitian diukur menggunakan alat ukur

Lembar Kuesioner Pengukur Skala Pengukur Emosi Marah.

Orang yang mengalami gangguan jiwa dengan resiko perilaku

kekerasan atau tindakan yang dapat melukai dirinya sendiri maupun orang

lain akan muncul kondisi marah sebelum seseorang melakukan tindakan

kekerasan. Kemarahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu


44

konflik emosional, frustasi, pola mekanisme koping keluarga, gangguan

konsep diri, frustasi, dan medikasi.17

Kemarahan yang berlebihan pada pasien RPK dapat menyebabkan

tidak bisa mengontrol dirinya sendiri karena adanya pemikiran negatif

yang akan terus berkelanjutan sehingga akan menyebabkan perasaan tidak

berharga, merasa bersalah, dan hal lain yang dapat berdampak mencederai

dirinya sendiri.6 Kemarahan dapat diatasi dengan cara terapi non

farmakologi, salah satunya yaitu terapi relaksasi otot progresif.

faktor predisposisi dan presipitasi seperti biologis, psikologis

ketidak mampuan menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu

berperlaku deskriptif, sosiokultural suatu kejadian ynag pernah dialami

sebelumnya, ancaman terhadap fisik, ancaman terhadap konsep diri, dan

ancaman eksternal maupun internal yang dapat menyebabkan seseorang

menjadi suka marah-marah, membanting barang, melukai dirinya sendiri,

banyak bicara yang melantur, mau melakukan banyak kegiatan yang dapat

merugikan dirinya sendiri dan orang lain.17

Faktor-faktor tesebut djuga didukung oleh jurnal penelitian oleh

Dwi Harto dengan judul Gambaran Sikap Dukungan Keluarga Terhadap

Penderita Gangguan Jiwa, tanda dan gejala dari gangguan jiwa yaitu

gangguan kesadaran,gangguan ingatan, gangguan orientasi, gangguan

psikomotor, gangguan proses berfikir, gangguan persepsi, gangguan

intelegensi, gangguan kepribadian, dan gangguan penampilan. Gangguan

jiwa ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang terus menerus saling
45

mempengaruhi yaitu seperti factor somatik (somatogenetik) atau

organobiologis, factor psikologik rasa percaya dan rasa aman), factor

sosio-budaya atau sosiokultural.23

Pada saat pengkajian pada subyek I subyek pernah mengalami

gangguan jiwa pada tahun 2011 dengan alasan suka marah-marah,

membanting barang, melukai dirinya sendiri, tidak suka kalo disepelehkan

orang lain, dan sudah dilakukan pengobatan di RSJP Dr. Soerojo

Magelang Provinsi Jawa Tengah. Di dalam keluarganya subyek tidak ada

yang mengalami gangguan jiwa. Subyek adalah anak 1 dari 2 bersaudara.

Sebelumnya subyek sudah dirawat di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi

Jawa Tengah sudah 3 kali. Dari pengkajian yang dilakukan oleh penelitian

subyek mengalami kemarahan yang timbul karena adanya faktor

presipitasi yaitu subyek akan marah jika dirinya merasa terancam, baik

berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri pencetus

perilaku kekerasan adalah kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa

lalu yang tidak menyenangkan terancam baik internal dari permasalahan

diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan. 16 Saat dirawat di RSJP

Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah subyek mengkonsumsi obat

Respiredol 2 Mg/12 Jam Per Oral, Thp (Trihexyphenidyl) 2 Mg/12 Jam

Per Oral, Clozaphine 25 Mg/24 Jam Per Oral. Pada tanggal 26 februari

2020 subyek masuk RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah

dengan alasan bingung, suka mondar-mandir, suka melempar barang-

barang yang berada di sekitarnya, suka membentak dan mengancam orang


46

yang berada disekitarnya sehingga pada sat dilakukan pengkajian

didapatkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada subyek seperti

tampak gelisah, mondar-mandir tidak tenang, menjawab pertanyaan

dengan ketus dan membentak, pandangan mata tajam, suka mengalihkan

pembicaraan. Kegiatan yang dilakukan subyek setiap hari saat ini

melakukan aktifitas di ruanagn perawat yaitu seperti makan, tidur, mandi,

mendengarkan musik, TAK, schooltime.

Subyek II pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2013

dengan alasan sulit tidur, banyak bicara yang melantur, mau melakukan

banyak kegiatan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain

disekitarnya dan sudah dilakukan pengobatan di RSJP Dr. Soerojo

Magelang Provinsi Jawa Tengah. Di dalam keluarga subyek tidak ada

yang mengalami gangguan jiwa dan semua saudara subyek belum nenikah

karena subyek merupakan anak 1 dari 3 bersaudara. banyak melakukan

kegiatan yang merugikan diri sendiri, sehingga dari pengkajian yang

dilakukan oleh penelitian subyek mengalami kemarahan yang timbul

karena adanya faktor presipitasi yaitu subyek akan akan marah jika dirinya

merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman

konsep diri pencetus perilaku kekerasan adalah kehidupan yang penuh

dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan terancam baik

internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari

lingkungan.16 Saat dirawat di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa

Tengah subyek mengkonsumsi obat Resperidone 2 Mg/12 Jam Per Oral.


47

Obat Resperidol adalah obat antiseptik yang bermanfaat untuk mengatasi

gangguan mental/mood tertentu. Obat ini bekerja membantu memperbaiki

keseimbangan subtansi alami tertentu pada otak, Obat ini dapat membantu

untuk berfikir normal dalam kehidupan sehari-hari. Frimania 400 Mg/12

Jam. Frimania adalah obat produksi mersifarma trimaku mecusana yang di

isi kandungannya lithium karbonat yang termasuk dalam golongan obat

keras, obat ini digunakan untuk mengatasi pasien depresi bipolar

(gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai

dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania dan

depresi, kontrol perilaku agresif atau melukai diri sendiri secara disengaja.

Clozaphine 100 Mg/12 Jam Per Oral. Clozaphine adalah obat yang

digunakan untuk mengurangi gejala psikosis. Psikosis adalah kondisi

dimana penderitanya tidak dapat membedakan kenyataan dengan

khayalan. Salah satu gejala psikosis adalah halusinasi, yaitu mendengar

atau melihat sesuatu yang tidak nyata. Gejala psikosis ini muncul pada

penderita skizhofrenia. Clozapine bekerja dengan cara menyeimbangkan

dan menekan efek dari reaksi kimia yang terjadi di dalam otak, sehingga

membantu mengurangi gejala psikosis. Pada tanggal 2 Maret 2020 dengan

alasan suka marah-marah, merusak barang, tidak mau meminum obat.

Hal ini juga didukung oleh penelitian oleh James Prasetya

Laksono dan Rano Kurnia Sinuraya dengan judul Review Artikel

:Polimorfisme Gen Serotonin Mempengaruhi Pengobatan Resperidone

Dan Clozapine Pada Pasien Skizhofrenia. Bahwa adanya pengaruh yang


48

diberikan :polimorfisme gen serotonin terhadap efek klinis yang dihasilkan

dari pengobatan resperidone dan clozapine.22

Saat dikaji menggunakan alat ukur Lembar Kuesioner Skala

Pengukur Emosi Marah dengan hasil subyek I mengalami kemarahan

dengan kategori sedang skore 40 tampak marah dan tidak tenang, tampak

gelisah, mondar-mandir tidak tenang, menjawab pertanyaan dengan ketus

dan membentak, pandangan mata tajam, suka mengalihkan pembicaraan,

intonasi suara keras, pada subyek II mengalami kemarahan dengan

kategori sedang dengan skore 36 banyak bicara, kooperatif, tetapi

pandangan mata tajam dan suka mengalihkan pembicaraan ke orang lain,

intonasi suara keras, sering menarik nafas, mulut kering. Hal ini bisa

terjadi karena pada setiap pasien yang mengalami resiko perilaku

kekerasan akan mengekspresikan perasaannya melalui marah/agresi ini

dipicu oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek, pada proses

penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas emosional yang

tinggi.14

Hal ini juga didukung oleh penelitian Kartika Afriani, Fathra

Annisa N, Yesi Hasneli dengan judul Hubungan Persepsi Perawat Tentang

Pasien Perilaku Kekerasan Dengan Tingkat Kecemasan Perawat Dalam

Merawat Pasien Perilaku Kekerasan. Perilaku kekerasan adalah keadaan

dimana individu yang bertujuan untuk melakukan tindakan kekerasan

dalam bentuk verbal maupun fisik yang diarahkan kepada diri sendiri,

orang lain dan lingkungan sekitar. Pasien yang mengalami perilaku


49

kekerasan biasanya menunjukan tanda dan gejala seperti muka merah dan

tegang, pandangan mata tajam, mengepalkan tangan, mengatupkan rahang

dengan kuat, bicara kasar, jalan mondar-mandir, menjerit/berteriak, suara

tinggi, mengancam secara verbal/fisik dan melempar atau memukul

benda/orang lain.

Saat dilakukan pengkajian subyek I selalu menjawab pertanyaan

berbelit-belit dan suka mengalihkan pertanyaan hanya ingin berfokus ke

orang lain, sehingga peneliti harus memfokuskan subyek agar subyek mau

menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh penelit. Pada

subyek II saat pengkajian selalu manjawab pertanyaan dapat menjawab

pertanyaan dengan baik, sesuai dengan apa yang diajukan oleh peneliti,

sehingga peneliti mudah melakukan pengkajian kepada subyek II karena

pada subyek Terapi PMR dilakukan di ruang duduk yang sama tetapi beda

ruangan.

Hasil yang didapat oleh Nuriza Choirul F, Wien Soelistyo,

Shobirun pada tahun 2009 dengan judul pengaruh terapi relaksasi otot

progresif terhadap pasien resiko perilaku kekerasan di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah bahwa dengan diberikan terapi

relaksasi otot progresif akan dapat mengurangi ketegangan otot,

kecemasan, kelelahan, pengontrolan marah sehingga akan mempengaruhi

status mental klien terutama pada pasien resiko perilaku kekerasan.

Dengan dilakukan pemusatan perhatian pada otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi, untuk


50

mendapatkan perasaan rileks, memberikan kenyamanan pada pasien

sehingga mempengaruhi status mental pasien.5

Pemberian terapi PMR sesuai dengan SOP (Standar Operasional

Prosedur) diberikan kepada subyek I dan subyek II selama 1 kali dengan

waktu berbeda. Pada subyek I selama proses pemberian terapi PMR pada

hari-1 selasa pada pagi hari subyek menolak selalu mengatakan males,

saya capek, jangan memaksa, saya ngantuk. Dan selalu fokus kepada

perawat cowok yang di meja perawat. Dikarenakan subyek I lebih tertarik

kepada laki-laki dari pada perempuan maupun perawat perempuan

disekitarnya, sehingga peneliti tidak bisa mengajarkan latihan PMR, untuk

evaluasi dari hasil tingkat kemarahan subyek I adalah dengan skore 30

tidak tenang, mondar-mandir, menjawab pertanyaan dengan ketus dan

membentak, suka mengalihkan pembicaraan, intonasi suara keras.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Diah Ratnawati dan Ismi

Dyah A, dengan Judul Hubungan Tingkat Stres Dengan Perilaku

Berpacaran Pada Remaja bahwa Perubahan psikologis yang mungkin

terajdi pada remaja seperti : Krisis, identitas, jiwa yang labil, pentingnya

teman dekat atau sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua,

kadang-kadang berlaku kasar tehadap orangtua, mencari orang lain yang

disayangi selain orang tua, Perubahan psikologis antara lain identitas diri

menjadi lebih kuat, emosi lebih stabil, selera humor labih berkembang.

Perubahan terhadap remaja yang tidak dapat mengendalikan diri, gagal

membina hubungan, merasa tertekan dan berbagai masalah lainnya, akan


51

memicu remaja merasakan masalah yang membuat stress. Menurut

National Institute Of Mental Healt, Ketika masa pebertas remaja laki-laki

dan perempuan pada umumnya dapat mengalami depresi terutama dimulai

diatas usia 15 tahun dan remaja perempuan lebih mudah mengalami

depresi dibandingkan remaja laki=laki. Depresi lebih banyak terjadi pada

perempuan usia muda karena pada saat itu berada pada masa kematangan

seksual, dimana hormone esrogen, progesterone dan testosterone

mengalami perubahan. Hormon tersebut akan sangat mempengaruhi

tindakan yang ingin dilakukan di otak seperti suasana hati dan

mempengaruhi emosi, perempuan menjadi lebih tertari dengan lawan

jenia, serta perempuan akan menjadi lebih peka dan sensitif. 24

Subyek II saat diberikan PMR pada hari-1 selasa pada pagi hari

subyek mau mengikuti dari awal sampai dengan selesai, mau mengikuti

latihan PMR yang dilakukan oleh peneliti dan mampu melakukan dengan

mandiri dengan berurutan hasil evaluasi peneliti untuk tingkat kemarahan

subyek II adalah dengan skore 20 pasien kooperatif, pandangan mata fokus

ke peneliti, mampu mengikuti instruksi yang peneliti lakukan, sudah tidak

sering menarik nafas. Hal ini disebabkan karena pada Perubahan yang

diakibatkan oleh relaksasi otot progresif yaitu dapat mengurangi,

ketegangan otot, menurunkan laju metabolism, meningkatkan rasa

kebugaran dan konsentrasi serta memperbaiki kemampuan untuk

mengatasi stressor.6
52

Penurunan kemarahan subyek II dipengaruhi oleh diri sendiri dan

dukungan lingkungan sekitar. Armelia Tri P, Dwi Heppy R, Purnomo pada

tahun 2018 dengan judul penerapan teknik relaksasi sebagai cara kontrol

marah pada pasien RPK menyatakan bahwa semakin tinggi kemauan

subyek untuk mengikuti terapi, semakin tinggi pula keinginan pasien

dalam utuk mampu mengontrol marah dan menurunkan kemarahan pada

subyek.6

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh peneliti terdapat

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap Perubahan kontrol marah pada

pasien RPK. Terjadi pada subyek II.

C. Keterbatasan Studi Kasus

Dalam penulisan kasus ini, penulis menemui hambatan sehingga menjadi

keterbatasan dalam penyususnan studi kasus ini. Berharap hambatan

keterbatasan ini adalah :

a. Tidak adanya ruang khusus untuk melakukan terapi non

farmakologi di RSJP Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah

menjadi salah satu hambatan bagi peneliti karena pemberian terapi

Relaksasi Otot Progresif membutuhkan tempat yang cukup

nyaman dan memadai, agar peneliti mendapatkan hasil yang

maksimal.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu ekspresi kemarahan yang

negatif yang dapat melukai diri sendiri maupun orang lain,

menyerang secara asertif, membrontak, ingin membanting sutu

barang, dan ingin bunuh diri, maupun membunuh orang lain

2. Relaksasi otot progresif merupakan latihan teknik pernafasan dan

latihan otot-otot pada bagian tangan, bahu, wajah, punggung,

perut, dada, dan kaki seperti mengencangkan seluruh anggota

tubuh, yang dilakukan dalam waktu 25-30 menit selama 1 ×

dalam 2 hari

3. Sebelum diberikan intervensi terapi Pada subyek I mengalami

tingkat emosi kemarahan dengan skore 40 kategori sedang, Pada

subyek II sebelum diberikan terapi Relaksasi Otot Progresif

mengalami tingkat emosi kemarahan dengan skore 36 kategori

sedang

4. Setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan Terapi

Relaksasi Otot Progresif sebagai cara control marah yang

dilakukan dalam waktu yang berbeda bahwa subyek studi kasus

mengalami penurunan kemarahan pada pasien. Pada subyek I dan

subyek II dengan kategori sedang (40 dan 36) setelah dilakukan


54

pemberian terapi Relaksasi Otot Progresif selama 1 kali selama

25-30 menit mengalami penurunan dengan kategori ringan

dengan skore (30 dan 20) tingkat kemarahan menurun dengan

masing masing skor adalah 10 dan 16 dengan ini Relaksasi otot

progresif mampu menurunkan tingkat kemarahan menjadi

kategori ringan yaitu seseorang sudah tidak lagi melakukan hal

yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain disekitar, dan

mampu untuk mengontrol amarah, setelah diberikan terapi

5. Perbedaan peningkatan antara penurunan tingkat kemarahan

antara Subyek I dan Subyek II yaitu (26) perbedaan ini terletak

pada saat pelaksanaan tindakan terapi Relaksasi Otot Progresif

pada subyek I yang tidak bisa berfokus pada saat melakukan

tindakan sehingga pada saat evaluasi tingkat kemarahan pasien

menjadi berbeda, dibandingkan pada subyek II yang lebih fokus

pada saat melakukan tindakan PMR.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Perawat

Sebaiknya Rumah Sakit mengupayakan adanya ruangan khusus

yang efektif bagi perawat untuk melakukan tindakan terapi non

farmakologi (PMR) untuk penyembuhan pasien .


55

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber ilmu

perkembangan serta referensi dalam proses belajar mengajar

keperawatan, khususnya mata kuliah keperawatan jiwa dan sebagai

dasar acuan dalam pelaksanaan terapi PMR dalam menangani

pasien RPK.

3. Peneliti lain

Diupayakan untuk peneliti yang akan melakukan penelitian

selanjutnya dapat menggunakan sumber referensi terbaru agar

memperluas wawasan penelitian serta pertimbangan teknik

komunikasi terapeutik yang diharapkan untuk melakukan terapi

kepada subyek.
56

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutejo. Keperawatan kesehatan jiwa: Prinsip dan praktik asuhan


keperawatan jiwa. Yogyakarta : Penerbit pustaka baru press; 2018

2. Dhenny Thong. Memanusiakan Manusia Menata Jiwa


Membangun Bangsa. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta; 2011

3. Southeast Asia Mental Health. Bahas Kesehatan Jiwa Dan Akses


Penangananya; https;//elshita.com; Tahun; 2018

4. Bahas Kesehatan Jiwa dan Akses Penanganannya.


http;//WWW.Elshinta. Com ;2018

5. Shobirun, Wien Soelistiyo A, & Nuriza Choirul F. Jurnal


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Di RSJD Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah ;2019

6. Armelia Tri P, Dwi Heppy R, Purnomo. Jurnal Relaksasi Otot


Progresif Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah Pada Pasien
RPK:2018

7. Kosasih Eli C & Sholehati T. Konsep Dan Aplikasi Relaksasi


Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : PT Refika Aditama ;
2015

8. Hidayat Achmad A. Khazanah Terapi Komplementer-Alternatif.


Ujungberung-Bandung : Penerbit Nuansa Cendekia ; 2019

9. Setyoadi & Kushariyadi. Terapi Modalitas Keperawatan Pada


Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika ; 2011

10. Rusmana Agus. The Future Of Organizational Communication In


The Industrial Era 4.0: Book Chapter Komunikasi Organisal.
Bandung : Media Akselerasi ; 2019
57

11. Riyadi S & Purwanto T. Asuhan Keperawatan Jiwa. Graha Ilmu.


Yogyakarta ; 2013

12. Iskandar & Damaiyanti M. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :


PT Refika Aditama ; 2014

13. Keliat Anna B & Akemat. Model Praktik Keperawatan


Profesional Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2014

14. Riyadi S & Purwanto T. Asuhan Keperawatan Jiwa. Graha Ilmu.


Yogyakarta ; 2013

15. Ade Herman Surya D. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa; Nuha
Medika ; Yogyakarta ; 2011

16. Yosep, I & Sutini, T. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. PT. Refika
Aditama; 2014

17. Ermawati D, Suliswati, Rochim, Ketut Rai S, Widji L. Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. CV.Trans Info Media
: Jakarta-Timur; 2009

18. Rusmini, Awan Dramawan. Jurnal Pengaruh Terapi Relaksasi


Otot Progresif Kemampuan Mengontrol PK Pada Pasien PK; 2013

19. Iyus Y. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi): PT. Refika Aditama;


Bandun; 2010

20. Sumijatun. Membudayakan Etika Dalam Praktik Keperawatan.


Salemba Medika . Jakarta ; 2011

21. Desmita. Psikologis Perkembangan : PT. Rosda Karya ; Bandung ;


2009
58

22. James Prasetya Laksono dan Rano Kurnia Sinuraya. Jurnal Review
Artikel :Polimorfisme Gen Serotonin Mempengaruhi Pengobatan
Resperidone Dan Clozapine Pada Pasien Skizhofrenia; 2018

23. Dwi Harto. Jurnal Gambaran Sikap Dukungan Keluarga


Terhadap Penderita Gangguan Jiwa; 2014

24. Diah Ratnawati & Ismi Dyah A. Hubungan Tingkat Stres Dengan
Perilaku Berpacaran Pada Remaja : 2019
59
60
LAMPIRAN
Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN KTI

Nama : Lutfiana Dwi Arsih

NIM : 20101440117052

Judul Penelitian : Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif Sebagai

Cara Kontrol Marah Pada Pasien Resiko Perilaku

Kekerasan

Dosen Pembimbing : Ns. Tuti Anggarawati, M.Kep

Tanggal Kegiatan
30 September 2019 - Januari 2020 Penyusunan Proposal Penelitian
4 Januari 2020 - 8 Januari 2020 Pengumpulan judul Proposal KTI ke

BAAK
3 Februari 2020 - 21 Februari 2020 Ujian Proposal Penelitian
9 Maret – 21 Maret 2020 Pengambilan Kasus KTI
22 Maret 2020 – 5 April 2020 Penyunan KTI
6 April 2020 – 24 April 2020 Ujuan KTI
28 April 2020 Yudisium KTI
30 April 2020 Yudisium Semester VI
15 Mei 2020 Pemberkasan akhir KTI

Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN


(PSP)
1. Kami adalah Peneliti berasal dari institusi Akademi Keperawatan Kesdam

IV/Diponegoro Semarang, jurusan Keperawatan, Program Studi Diploma

III Keperawatan dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan

sukarela dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Teknik Relaksasi Otot

Progresif Sebagai Cara Kontrol Marah Pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan “.

2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah Untuk Menurunkan

Kemarahan Pada Pasien RPK dengan memberikan Penerapan Terapi

Relaksasi Otot Progresif . Penelitian ini akan akan dilakukan selama 2 hari

1 kali dilakukan selama 25-30 menit.

3. Prosedur pengambilan data ini yaitu dengan cara menggunakan cara

kuesioner dan sesuai check list untuk mengengukur kemampuan

mengontrol marah pada pasien, kuesioner ini merupakan skala

pengungkapan marah yang digunakan.

4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian

ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan

asuhan/tindakan yang diberikan.

5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang anda sampaikan

akan tetap dirahasiakan.

6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,

silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp : 089666441324

Peneliti
Lutfiana Dwi Arsih
NIM.20101440117052

Lampiran 3

INFORMED CONCENT
(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat
penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh Lutfiana Dwi Arsih dengan judul “PENERAPAN TEKNIK
RELAKSASI OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA KONTROL MARAH
PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada peneliti ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Magelang, 9 Maret 2020

Saksi Yang memberikan persetujuan

Magelang, 9 Maret 2020


Peneliti

Lutfiana Dwi Arsih

NIM. 20101440117052

Lampiran 3

INFORMED CONCENT
(Persetujuan Menjadi Partisipan)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat
penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh Lutfiana Dwi Arsih dengan judul “PENERAPAN TEKNIK
RELAKSASI OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA KONTROL MARAH
PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada peneliti ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

Magelang, 9 Maret 2020


Yang memberikan persetujuan
Saksi

Magelang, 9 Maret 2020


Peneliti

Lutfiana Dwi Arsih

NIM. 20101440117052

Lampiran 4

KUESIONER A

DATA DEMOGRAFI

Nama Responden : Nn. A (diisi oleh peneliti)


Petunjuk pengisian :

1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan teliti

2. Isilah dengan benar pada tempat yang disediakan

3. Berilah tanda centang (√) pada kotak sesuai yang anda alami

Pertanyaan

No Responden : 00184767

1. Usia :

2. Jenis kelamin : laki-laki



Perempuan

3. Pendidikan : Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan : Bekerja

Tidak Bekerja

5. Lama sakit : minggu/bulan/hari

Lampiran 4

KUESIONER A

DATA DEMOGRAFI

Nama Responden : Tn. A (diisi oleh peneliti)


Petunjuk pengisian :

4. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan teliti

5. Isilah dengan benar pada tempat yang disediakan

6. Berilah tanda centang (√) pada kotak sesuai yang anda alami

Pertanyaan

No Responden : 00191047

6. Usia :

7. Jenis kelamin : laki-laki

Perempuan

8. Pendidikan : Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

9. Pekerjaan : Bekerja

Tidak Bekerja

10. Lama sakit : minggu/bulan/hari

Lampiran 5

LEMBAR KUESIONER B

SKALA PENGUKURAN EMOSI MARAH

Petunjuk pengisisian bagian


1. Pilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan saya

sesungguhnya atau kehidupan saya sehari-hari.

2. Berikan tanda (V) pada pilihan anda berdasarkan kriteria :

a. SS (4) : Sangat sering (lebih dari 3 kali sehari)

b. SR (3) : Sering (2-3 kali sehari)

c. KD (2) : Kadang-kadang (kurang dari 2kali sehari)

d. TP (1) : Tidak pernah (tidak pernah sama sekali)

3. Dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah jawaban yang benar adalah

jawaban yang sesuai denagn keadaan anda yang sesungguhnya.

4. Kami sangat menghargai kejujuran dan kebuterbukaan anda.

NO PERNYATAAN SS SR KD TP

(4) (3) (2) (1)


1 Saya merasa sakit hati melihat orang yang

membuat saya marah.


2 Saya berusaha melupakan kejadian yang

membuat saya marah.


3 Saya merasa senang bila orang yang

membuat saya marah kalah.


4 Saya suka membayangkan peristiwa yang

membuat saya marah.


5 Saya marah bila ada orang yang

menyepelekan kerja saya.


6 Saya akan mengatakan bila merasa

tersinggung.
7 Bila saya marah saya akan berteriak.
8 Saya akan langsung membalas orang yang
membuat saya tersinggung.
9 Untuk meredam kemarahan saya berusaha

untuk rileks.
10 Apabila kemarahan saya sudah tidak

terkendali, saya menangis ditempat yang

sepi.
11 Saya harus dihargai orang lain.
12 Bila marah saya membaca buku.
13 Saya berusaha melihathal positif disetiap

kejadian yang membuat sayamarah.


14 Saya berusaha mencari penyelesaian

untukmengurangi marah.
15 Saya segera meredam marah

dengansegerameminum air putih.


16 Saya akan meminum obat penenang bila

kemarahan saya sudah tidak terkendali.


Jumlah :

Rentang Nilai :

Emosi Ringan : 16-32

Emosi Sedang : 33-48

Emosi Buruk : 49-64


Lampiran 5

LEMBAR KUESIONER B

SKALA PENGUKURAN EMOSI MARAH

Petunjuk pengisisian bagian

5. Pilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan saya

sesungguhnya atau kehidupan saya sehari-hari.

6. Berikan tanda (V) pada pilihan anda berdasarkan kriteria :

e. SS (4) : Sangat sering (lebih dari 3 kali sehari)

f. SR (3) : Sering (2-3 kali sehari)

g. KD (2) : Kadang-kadang (kurang dari 2kali sehari)

h. TP (1) : Tidak pernah (tidak pernah sama sekali)

7. Dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah jawaban yang benar adalah

jawaban yang sesuai denagn keadaan anda yang sesungguhnya.


8. Kami sangat menghargai kejujuran dan kebuterbukaan anda.

NO PERNYATAAN SS SR KD TP

(4) (3) (2) (1)


1 Saya merasa sakit hati melihat orang yang

membuat saya marah.


2 Saya berusaha melupakan kejadian yang

membuat saya marah.


3 Saya merasa senang bila orang yang

membuat saya marah kalah.


4 Saya suka membayangkan peristiwa yang

membuat saya marah.


5 Saya marah bila ada orang yang

menyepelekan kerja saya.


6 Saya akan mengatakan bila merasa

tersinggung.
7 Bila saya marah saya akan berteriak.
8 Saya akan langsung membalas orang yang

membuat saya tersinggung.


9 Untuk meredam kemarahan saya berusaha

untuk rileks.
10 Apabila kemarahan saya sudah tidak

terkendali, saya menangis ditempat yang

sepi.
11 Saya harus dihargai orang lain.
12 Bila marah saya membaca buku.
13 Saya berusaha melihathal positif disetiap

kejadian yang membuat sayamarah.


14 Saya berusaha mencari penyelesaian

untukmengurangi marah.
15 Saya segera meredam marah

dengansegerameminum air putih.


16 Saya akan meminum obat penenang bila

kemarahan saya sudah tidak terkendali.


Jumlah :

Rentang Nilai :

Emosi Ringan : 16-32

Emosi Sedang : 33-48

Emosi Buruk : 49-64

Lampiran 6
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

JUDUL SOP :

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI

OTOT PROGRESIF SEBAGAI CARA

KONTROL MARAH PADA PASIEN

AKPER KESDAM RESIKO PERILAKU KEKERASAN

IV/DIPONEGORO
NO NO
HALAMAN
DOKUMEN: REVISI:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL
DITERBTKAN OLEH:
TERBIT
1. Relaksasi otot progresif merupakan terapi

relaksasi dengan gerakan mengencangkan

dan melemaskan otot-otot pada suatu bagaian

PENGERTIAN tubuh dalam satu waktu untuk memberikan

perasaan relaksasi secara fisik pada

kelompok otot yang dilakukan secara

berturut-turut
2. TUJUAN Menurunkan ketegangan otot, kecemasan,

nyeri leher, dan punggung, tekanan darah

tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik,

meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi,

memperbaiki kemampuan untuk mengatasi

stres, membangun emosi positif dari emosi


negatif.
3. 1. Kursi

2. Bantal

ALAT DAN BAHAN 3. Lingkungan yang tenang dan sunyi

4. Leptop sebagai alat untuk penayangan

video
4. Latihan relaksasi otot progresif dapat pada

pasien yang mengalami nyeri, untuk

mengurangi rasa nyeri karena kotraksi otot,


INDIKASI
mengurangi pengaruh dari situasi stress, dan

mengurangi efek samping dari komoterapi

pada pasien kanker.


5. Terapi relaksasi otot progresif tidak dapat

diberikan pada pasien yang mengalami

KONTRAINDIKASI keterbatasan gerak, misalnya tidak bisa

menggerakan badannya, pasien yang

menjalani perawatan tirah baring (bed rest)


PROSEDUR TAHAP Mempersiapkan posisi dan pasien

6. PELAKSANAAN PRA

INTERAKSI
TAHAP 1. Mengucapkan salam

ORIENTASI 2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan prosedur dan tujuan

penelitian

4. Memberikan lembar persetujuan untuk

ditanda tangani
5. Kontrak waktu

Cuci tangan
1. Menggenggam tangan kiri sambil

membuat suatu kepalan yang kuat,

sambil merasakan sensasi ketegangan,

kepalan dilepaskan untuk rileks selama

10 detik gerakan pada tangan ini

dilakukan dua kali secara bersamaan.

TAHAP

KERJA

2. Menekuk kedua lengan pada kebelakang

pada pergelangan tangan sehingga otot-

otot di tangan bagian belkang dan

lengan bawah menegang, jari-jari

menghadap ke langit-langit.
3. Menggenggam kedua tangan sehingga

menjadi kepalan kemudian membawa

kedua kepalan ke pundak sehingga otot-

otot biceps akan menjadi tegang.


4. Mengangkat kedua bahu setinggi-

tingginya seakan-akan bahu akan

dibawa hingga menyentuh kedua telinga

focus perhatian gerakan ini terjadi di

bahu, punggung atas, dan leher.

5. Mengerutkan dahi dan alis sampai otot-

ototnya terasa dan kulitnya keriput.


6. Menutup keras-keras mata sehingga

dapat dirasakan ketegangan disekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan

gerakan mata.
7. Mengatupkan rahang, diikuti dengan

meggigit gigi sehingga terjadi

keteganagn disekitar otot rahang.

8. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya

sehingga akan dirasakan ketegangan di

sekitar mulut.
9. Meletakan kepala sehingga dapat

beristirahat, kemudian menekan kepala

pada permukaan bantalan kursi sehingga

terdapat ketegangan di bagian belakang

leher dan punggung atas.

10. Membawa kepala ke muka, kemudian

membenamkan dagu ke dada. Sehingga


dapat merasakan ketegangan di daerah

leher bagian muka.


11. Mengangkat tubuh dari sandaran kursi

kemudian punggung dilengkungkan,

lalu busungkan dada selama 10 detik,

kemudian rileks.
12. Menarik nafas panjang untuk mengisi

paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya posisi ini ditahan selama

beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan di bagian dada kemudian

turun ke perut. Saat rileks dapat bernafas

normal dengan lega.


13. Menarik kuat-kuat perut ke dalam,

kemudian menahannya sampai perut

menjadi kencang dan keras selama 10

detik, kemudian diulang kembali seperti

gerakan awal.
14. Meluruskan kedua belah telapak kaki

sehingga otot paha tersa tegang.


7. 1. Mengevaluasi hasil tindakan

2. Berpamitan dengan pasien

TERMINASI 3. Merapikan ruangan seperti semula

4. Mencuci tangan

5. Dokumentasi

LEMBAR KONSULTASI

BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH

NAMA MAHASISWA : Lutfiana Dwi Arsih

JUDUL KTI : Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif


Sebagai Cara Kontrol Marah Pada Pasien
RPK

NIM : 20101440117052

NAMA PEMBIMBING : Ns. Tuti Anggarawati., M.Kep

REKOMENDASI PARAF
NO TANGGAL
PEMBIMBING PEMBIMBING

1. Revisi BAB 1 (isi)


1 17 Januari 2020
2. Judul Di ganti

Pembimbing
1. Revisi BAB 1 (isi,
2 27 Januari 2020
rumusan masalah,

tujuan, manfaat)
Pembimbing
2. Lanjut BAB II

1. Revisi BAB I (cover


3 27 Januari 2020

da nisi)

Pembimbing

1. Revisi BAB II
4 11 Januari 2020
(patofisiologi

dijabarkan, tujuan
Pembimbing
dan manfaat)

2. Revisi BAB III

(definisi operasional)

Revisi BAB 1,2,3


5 13 Februari 2020

Pembimbing

6 17 Februari 2020
Revisi BAB 1,2,3 dan

daftar pustaka
Pembimbing
ACC Persiapkan untuk
7 18 Februari 2020
ujian

Pembimbing

Revisi Sudah ujian


8 23 Januari 2020
proposal

Pembimbing

ACC Proposal dengan


9 5 Maret 2020
dosen pembimbing

Pembimbing

1. Konsul BAB 1 (Latar


10 6 Maret 2020
belakang, prevalensi)

2. BAB III (Kriteria


Penguji
inklusi dan eksklusi,

definisi operasional,

metode penelitian)

ACC Penguji
11 6 Maret 2020

Penguji
12 1 April 2020 Konsul KTI BAB 4 dan 5

Pembimbing

Konsul Revisi 2 KTI BAB 4


13 10 April 2020
dan 5 (prevalensi RS, bab 3,

bab 4, dan bab 5) Pembimbing

Konsul Revisi KTI Ke 3


14 15 April 2020
(Prevalensi, Bab 3, Bab 4

Subyek I dan Subyek II) Pembimbing

Konsul Revisi KTI Ke 4


15 17 April 2020
(Bab 4 Subyek I dan Subyek

II) Pembimbing

Acc Dosen Pembimbing


16 20 April 2020
(Ujian KTI Tgl Rabu, 22

April 2020) Pembimbing

Konsul Setelah Ujian KTI 1


17 3 Mei 2020
(Bab 4 dan Bab 5)

Pembimbing

Konsul Setelah Ujian KTI 1


18 9 Mei 2020 Dengan Penguji (Abstrak,

Bab 4 dan Bab 5)


Penguji

Konsul Setelah Ujian KTI 2


19 11 Mei 2020
Dengan Penguji (Bab 4

Pemaparan Fokus Studi,


Penguji
Jurnal Pendukung, Bab 5

Simpulan, Saran)

Konsul Setelah Ujian KTI 3


20 15 Mei 2020
Dengan Penguji (Bab 4 Hasil

Pelaksanaan Penguji

Intervensi/Tindakan, Bab 5

Simpulan

21 19 Mei 2020 ACC KTI Penguji


Penguji

Anda mungkin juga menyukai