Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK IX

Kelompok 9

Dosen Pembimbing : dr. Budi Utama, M.Biomed

Nama Anggota :
Sheren Natavia Garda 702020008
Muhammad Imam Faris Aqil 702020032
Safita Syaharani 702020053
Galuh Pratama Mynanda 702020076
Inka Puspita Anggreini 702020078
Ardhia Puan Maharani 702020087
Sonia Fitriani Hasanah 702020090
Gina Tul Farhah 702020094
Putri Cerenita Indrawan 702020099
Aiverda Urfi 702020109
Erika Malisah Fitri 702020117

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Puji syukur kami muliakan kehadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karunia- Nya,makalah yang berjudul Laporan Tutorial Skenario A ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial skenario A
Blok 9 di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang tahun 2021.
Dengan selesainya makalah tutorial ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dr.
Budi Utama, M. Biomed selaku tutor yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
bimbingan selama penulisan makalah tutorial ini. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia
yang tidak sempurna, masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah yang
dibuat oleh penulis, seperti hal materi, penulisan kata baku, penyusunan kata-kata, dan lain-
lain. Kritik, saran, dan komentar dari para pembaca sangat diharapkan untuk memperbaiki
kesalahan yang terdapat pada makalah ini. Penulis juga berharap dengan adanya makalah
tutorial ini mampu berguna dan bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai
tutorial skenario A Blok 9 yang diberikan. Semoga ilmu yang telah tertuang dalam makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Palembang, November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................4
1.2 Maksud dan tujuan......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial...............................................................................................................6
2.2 Skenario Kasus...........................................................................................................6
2.3 Klarifikasi Istilah........................................................................................................7
2.4 Identifikasi Masalah...................................................................................................8
2.5 Prioritas Masalah........................................................................................................9
2.6 Analisis Masalah........................................................................................................9
2.7 Kesimpulan...............................................................................................................34
2.8 Kerangka Konsep.....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada semester III dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Pembelajaran blok ini sangat penting untuk dipelajari dalam komponen
pendidikan blok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang memaparkan kasus
“Mamat Kelonjotan ”. Mamat, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa keluarganya
ke IGD RS dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali dirumah, dengan interval antar kejang 3
jam, kejang diawali pada lengan kanan kemudian berlanjut kelonjotan seluruh tubuh. Lama
tiap kejang sekitar 20 menit dan diantara kejang Mamat tampak lelah dan mengantuk. Satu
minggu yang lalu, Mamat mengalami demam tinggi, sakit kepala dan leher terasa kaku, lalu
Mamat diberikan ibunya obat penurun panas di warung namun keluhan tidak berkurang. Dua
hari yang lalu, keluhan bertambah parah yang disertai dengan mual, muntah. Isi muntah apa
yang dimakan. Tiga minggu sebelumnya Mamat didiagnosis dengan Otitis Media Supurativa
Akut, dan tidak pernah minum obat teratur dan control lagi. Riwayat imunisasi lengkap.
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak
ada. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita TB.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: E3M5V4
Tanda Vital: TD 90/65mmHg, nadi 110 x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi
napas 24x/menit. Suhu 38.5oC, BB: 20 kg, TB: 110 cm.
Keadaan Spesifik:
Kepala : mata: pupil isokor, trismus (-).
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : dalam batas normal
Abdomen : perut datar lemas, epistotonus (-), hepar dan lien tidak bisa dinilai.
Extremitas : Deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:

4
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan dan
Kekuatan Belum bisa dinilai
Tonus Hipertonik Hipertonik Hipertonik Hipertonik
Klonus - - + +
Refleks Fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Refleks Patologi + + + +
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: Kaku kuduk (+), kernig sign (+), brudzinski sign I-IV (+)

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Budi Utama, M.Biomed
Moderator : Muhammad Imam Faris Aqil
Sekretaris Papan : Safita Syaharani
Sekretaris Meja : Inka Puspita Anggreini
Anggota : 1. Sheren Natavia Garda
2. Galuh Pratama Mynanda
3. Ardhia Puan Maharani
4. Sonia Fitriani Hasanah
5. Gina Tul Farhah
6. Putri Cerenita Indrawan
7. Aiverda Urfi
8. Erika Malisah Fitri
Hari & Tanggal : Selasa, 2 November 2021
Pukul : 08.00 – 10.00
Peraturan : 1. Dilarang makan dan minum saat diskusi berlangsung
2. Dilarang berdiskusi sendiri-sendiri.
3. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
4. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapatatau argumen.
5. Dilarang meninggalkan ruang tutorial
2.2 Skenario Kasus
“Mamat Kelonjotan ”
Mamat, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa keluarganya ke IGD RS
dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali dirumah, dengan interval antar kejang 3 jam,
kejang diawali pada lengan kanan kemudian berlanjut kelonjotan seluruh tubuh. Lama
tiap kejang sekitar 20 menit dan diantara kejang Mamat tampak lelah dan mengantuk.
Satu minggu yang lalu, Mamat mengalami demam tinggi, sakit kepala dan leher terasa
kaku, lalu Mamat diberikan ibunya obat penurun panas di warung namun keluhan tidak
berkurang. Dua hari yang lalu, keluhan bertambah parah yang disertai dengan mual,
muntah. Isi muntah apa yang dimakan. Tiga minggu sebelumnya Mamat didiagnosis
dengan Otitis Media Supurativa Akut, dan tidak pernah minum obat teratur dan control

6
lagi. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Tidak ada riwayat kontak dengan
penderita TB.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: E3M5V4
Tanda Vital: TD 90/65mmHg, nadi 110 x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi
napas 24x/menit. Suhu 38.5oC, BB: 20 kg, TB: 110 cm.
Keadaan Spesifik:
Kepala : mata: pupil isokor, trismus (-).
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : dalam batas normal
Abdomen : perut datar lemas, epistotonus (-), hepar dan lien tidak bisa dinilai.
Extremitas : Deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan dan
Kekuatan Belum bisa dinilai
Tonus Hipertonik Hipertonik Hipertonik Hipertonik
Klonus - - + +
Refleks Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Fisiologis
Refleks + + + +
Patologi
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: Kaku kuduk (+), kernig sign (+), brudzinski sign I-IV (+)

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Trismus : gangguan motorik nerfus trigenimus terutama spasme otot pengunyah,
disertai kesulitan membuka mulut (rahang terkunci) (Dorland)

7
2. Kaku kuduk : keluhan nyeri kepala yang menjalar ke tengkuk dan punggung
(Dorland, ed 29)
3. Kelonjotan : kaku dan kejang (karena menahan sakit) (KBBI, 2018)
4. Hipertonik : mempunyai tekanan osmosis yang tinggi dari larutan lain (KBBI)
5. Isokor : kesamaan ukuran pupil kedua mata (Dorland, ed 30)
6. Otitis Media Supurativa Akut : peradangan telinga tengah yang akut disertai adanya
nanah (Dorland, ed 29)
7. Tonus : kontraksi otot yang ringan dan terus menerus (Dorland, ed 30)
8. Kernig sign : Tanda lain dari meningismus (Dorland, ed 30)
9. Epistotonus : jenis abnormal oleh kejang otot yang kuat (Dorland, ed 30)
10. Klonus : Kontraksi berulang dari otot ketika meregang (Dorland, ed 30)
11. Meningeal : ketiga membran yang membungkus otak yang terdiri dari dan medula
spinalis: durameter, aragnoid, piameter (Dorland ed 29)
12. Deformitas : perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum (Dorland, ed
29)
13. Kejang : serangan mendadak atau kekambuhan suatu penyakit (Dorland, ed 30)
14. Brudzinski sign: pada meningitis, flexi leher biasanya menyebabkan flexi pinggul
dan lutut (Dorland, ed 30)
2.4 Identifikasi Masalah
1. Mamat, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa keluarganya ke IGD RS
dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali dirumah, dengan interval antar kejang 3
jam, kejang diawali pada lengan kanan kemudian berlanjut kelonjotan seluruh
tubuh. Lama tiap kejang sekitar 20 menit dan diantara kejang Mamat tampak
lelah dan mengantuk.
2. Satu minggu yang lalu, Mamat mengalami demam tinggi, sakit kepala dan leher
terasa kaku, lalu Mamat diberikan ibunya obat penurun panas di warung namun
keluhan tidak berkurang. Dua hari yang lalu, keluhan bertambah parah yang
disertai dengan mual, muntah. Isi muntah apa yang dimakan.
3. Tiga minggu sebelumnya Mamat didiagnosis dengan Otitis Media Supurativa
Akut, dan tidak pernah minum obat teratur dan control lagi. Riwayat imunisasi
lengkap. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama tidak ada. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita TB.
4. Pemeriksaan Fisik

8
Kesadaran: E3M5V4
Tanda Vital: TD 90/65mmHg, nadi 110 x/menit (isi dan tegangan cukup),
frekuensi napas 24x/menit. Suhu 38.5oC, BB: 20 kg, TB: 110 cm.
5. Keadaan Spesifik:
Kepala : mata: pupil isokor, trismus (-).
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : dalam batas normal
Abdomen : perut datar lemas, epistotonus (-), hepar dan lien tidak bisa dinilai.
Extremitas : Deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik
6. Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan dan
Kekuatan Belum bisa dinilai
Tonus Hipertonik Hipertonik Hipertonik Hipertonik
Klonus - - + +
Refleks Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Fisiologis
Refleks + + + +
Patologi
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: Kaku kuduk (+), kernig sign (+), brudzinski sign I-
IV (+) .
2.5 Prioritas Masalah
Identifikasi masalah no 1 , Alasan : menjadi keluhan utama anak Mamat
datang kerumah sakit dan apabila tidak ditatalaksana dengan baik akan menjadi
komplikasi dan menganggu aktivitas.
2.6 Analisis Masalah
1. Mamat, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa keluarganya ke IGD RS
dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali dirumah, dengan interval antar kejang 3

9
jam, kejang diawali pada lengan kanan kemudian berlanjut kelonjotan seluruh
tubuh. Lama tiap kejang sekitar 20 menit dan diantara kejang Mamat tampak lelah
dan mengantuk.
a. Apa makna Mamat, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa
keluarganya ke IGD RS dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali dirumah,
dengan interval antar kejang 3 jam?
Jawab :
Maknanya yaitu terjadi nya kejang berulang (> 1 kali dalam 24 jam) dan kejang
terjadi cukup lama yaitu lebih dari 15 menit, merupakan gejala dari kejang demam
kompleks.
b. Apa makna kejang diawali pada lengan kanan kemudian berlanjut kelonjotan
seluruh tubuh. Lama tiap kejang sekitar 20 menit dan diantara kejang Mamat
tampak lelah dan mengantuk?
Jawab :
Maknanya adalah untuk menyingkirkan KDK dan KDS, karena KDK hanya
kejang vocal(hanya satu tempat), bukan juga KDS karena kejang lebih dari 1x,
Lama tiap kejang sekitar 20 menit untuk menyingkirikan DD KDS krena KDS
kurang dari 15 menit, kenapa Mamat tampak lelah dan mengantuk itu untuk
menyingkirkan status epilaptikus karena kejangnya dialami dengan tidak sadar
dan kejang lebih dari 30 menit.
c. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi pada kasus?
Jawab :
Anatomi
1.Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua
bagian Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri
dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak)
dan limbic system (sistem limbik).

10
Gambar 1. Struktur Otak (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016)

Gambar 1.2 Struktur Otak (Paulsen F & Waschke J, 2017)


- Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri
dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar terdiri atas
corteks (permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer
kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus

11
calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus frontalis (daerah
dahi), lobus oksipitialis (terletak paling belakang), lobus parietalis dan lobus
temporalis
- Cerebellum
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan
melekat pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei)
dan Thalamus suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan
memancarkannya ke struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri.
- Brainstem (Batang Otak)
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,
berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas
diensefalon (bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum
dengan mesencephalon, mesencephalon (otak tengah), pons varoli (terletak di
depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla oblongata), dan medulla
oblongata (bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan
pons varoli dengan medula spinalis.
- System Limbik
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam kaitan
ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan bagian
otak yang paling sensitif terhadap serangan.

- Lapisan Pelindung Susunan Saraf Pusat {SSP)


Karena jaringan saraf sangat halus, tulang, jaringan ikat, dan cairan
serebrospinalis mengelilingi dan melindungi otak dan medula spinalis. Jauh di
dalam tulang tengkorak (cranium) dan foramen vertebrale terdapat meninges,
suatu jaringan ikat yang terdiri dari tiga lapisan: dura mater, araknoid mater,
dan pia mater (Gambaran Umum 7.1 Susunan Saraf Pusat).

12
Gambar 1.3 (Eroschenko, V. P., 2015)
Lapisan meningeal paling luar adalah dura mater, suatu lapisan serat
jaringan ikat padat yang kuat dan tebal. Jauh di dalam dura mater terdapat
jaringan ikat yang lebih halus, araknoid mater (arachnoidea mater). Dura
mater dan araknoid mater mengelilingi otak dan medula spinalis di bagian
permukaan luarnya. Lapisan meningeal paling dalam adalah jaringan ikat
halus pia mater. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah (vas
sanguineum) dan melekat langsung pada permukaan otak dan medula spinalis.
(Eroschenko, V. P., 2015)

13
2.Neuron
- Jenis Neuron di SSP

Gambar 2. Struktur Neuron di Otak (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016)

Tiga kelompok utama neuron dalam sistem saraf adalah multipolar,


bipolar, dan unipolar. Klasifikasi anatomiknya berdasarkan pada jumlah
dendrit dan akson yang keluar dari badan sel.
 Neuron multipolar (neuron multipolare). Ini adalah jenis yang
paling banyak terdapat di dalam SSP dan mencakup semua neuron
motorik (motoneuron) dan interneuron otak, serebelum, dan
medula spinalis. Banyak dendrit bercabang terjulur dari badan sel
neuron multipolar. Di sisi lain yang berlawanan dari neuron terdapat
satu cabang, yaitu akson.
 Neuron bipolar (neuron bipolare). Sel ini lebih sedikit dan
merupakan neuron sensorik (neuron sensorium) murni. Pada
neuron bipolar, terdapat satu dendrit dan satu akson yang keluar dari
badan sel. Neuron bipolar ditemukan di retina mata, organ

14
pendengaran dan keseimbangan di telinga dalam, dan epitel
olfaktorius di bagian atas hidung (dua yang terakhir ditemukan di
SST).
 Neuron unipolar (neuron unipolare). Sebagian besar neuron pada
dewasa memperlihatkan hanya satu tonjolan keluar dari badan sel
yang pada awalnya adalah neuron bipolar selama masa
perkembangan mudigah. Kedua tonjolan neuron kemudian menyatu
dan membentuk satu tonjolan. Neuron unipolar (dahulu disebut
neuron pseudounipolar) juga bersifat sensorik. Neuron unipolar
terdapat di banyak ganglion sensorik sarafkranialis dan spinalis.
(Eroschenko, V. P., 2015)
Fisiologi
1) Fisiologi korteks serebri. Tanpa adanya korteks serebri, fungsi pusat-pusat
otak bagian bawah sering tidak tepat. Tempat penyimpanan atau gudang
informasi yang luas dalam korteks biasanya mengubah fungsi-fungsi ini
menjadi kerja yang lebih tepat dan spesifik. Akhirnya, korteks serebri
sangatlah penting untuk sebagian besar proses berpikir, tetapi korteks tidak
dapat berkerja sendiri. Pada kenyataannya, pusat-pusat di bagian bawah
otaklah, bukan korteks, yang menimbulkan kesadaran dalam korteks serebri,
sehingga membuka penyimpanan memori menjadi mesin otak untuk berpikir.
Jadi, sebenarnya setiap bagian sistem saraf membentuk fungsi yang khas,
tetapi kortekslah yang membuka dunia penyimpanan informasi untuk
digunakan oleh pikiran seseorang (Guyton, 2016).
2) Fisiologi otak bagian bawah atau bagian subkortikal. Aktivitas bawah sadar
tubuh diatur oleh bagian bawah otak-yaitu di medula oblongata, pons,
mesensefalon, hipotalamus, talamus, serebelum, dan ganglia basalis. Sebagai
contoh, pengaturan bawah sadar dari tekanan arteri dan pernapasan terutama
dilaksanakan di medula oblongata dan pons. Pengaturan keseimbangan
merupakan fungsi gabungan dari bagian serebelym yang lebih dahulu
terbentuk dan substansia retikular medula oblongata, pons, serta mesensefalon
(Guyton, 2016).
3) Fisiologi Impuls saraf di hantar dan ditransmitkan oleh potensial aksi,
dimana hal itu dapat merubah potensial membrane. Dalam melakukan terdapat

15
zat yang dilepaskan di axon saraf yaitu asetilkolin yang akan diterima reseptor,
setelah diterima reseptor maka Na+ masuk ke otot dan K akan keluar sehingga
menyebabkan kontraksi otot. Setelah itu akan dikeluarkan GABA, yang
kemudian akan diterima reseptor dan menyebabkan otot Kembali rileks
(Ashley dan Lui, 2020).
4)Kontraksi otot. Kontraksi otot Aktivitas listrik otak → impuls → saraf
motorik → impuls saraf sampai di presinaps (motor and plate) → saluran ion
di akson akan terbuka, sehingga Ca2+ masuk → pelepasan Asetilkolin di
neuromuscular junction → ditangkap reseptor Asetilkolin di postsinaps (ujung
serabut otot) → Na+ masuk ke sel otot → ion K+ keluar dari sel otot →
potensial aksi (depolarisasi) → kontraksi otot terjadi → hiperpolarisasi (sudah
berlebihan) → akson terminal saraf motoric melepaskan GABA ke
neuromuscular junction → terbuka kanal ion → ion K + dan Cl- masuk ke sel
otot → repolarisasi → relaksasi otot (Sherwood, 2014).
Histologi
 Lapisan penyusun otak besar. Lapisan yang menyusun otak besar
berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika
ditinjau secara mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam
lapisan, yakni :
a) Lapisan molekularis → lapisan terluar dan terletak tepat di
bawah lapisan piamater. Mengandung sel-sel neuroglia dan sel
horizontal Cajal.
b) Lapisan granularis externa → mengandung sel neuroglia dan
sel piramid kecil.
c) Lapisan piramidalis externa → tipe predominan adalah sel
piramid ukuran sedang.
d) Lapisan granularis interna → lapisan tipis dengan sel granula
kecil (stellate), sel piramid, dan neuroglia. Lapisan ini
merupakan lapisan yang paling padat.
e) Lapisan piramidalis interna → mengandung sel neuroglia dan
sel piramid terbesar.
f) Lapisan sel multiformis → lapisan terdalam dan berbatasan
dengan substansia alba, dengan varian sel yang banyak

16
(Eroschenko, 2012).
 Neuron
Morfologi Neuron
Sistem saraf terdiri dari jalinan komunikasi sel-sel saraf yang
sangat rumit, yang menerima dan menghantarkan impuls di sepanjang
akson atau jalur saraf ke SSP untuk dianalisis, diintegrasikan,
diterjemahkan, dan ditanggapi. Pada akhirnya, respons yang sesuai
terhadap suatu rangsangan dari neuron SSP adalah aktivasi otot
(rangka, polos, jantung) atau kelenjar (endokrin atau eksokrin).
Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron.
(Struktur umum suatu neuron dan contoh berbagai jenis neuron
disajikan di Gambaran Umum 7.2, Bagian 2 : Susunan Saraf Tepi).
Meski- pun memiliki bentuk dan ukuran bervariasi, namun neuron
memiliki struktur umum yang sama. Setiap neuron terdiri dari soma
atau badan sel (corpus neuronis), banyak dendrit (dendritum), dan satu
akson (axon). Badan sel atau soma mengandung nukleus, nukleolus,
berbagai organel, dan sitoplasma atau perikaryon. Dari badan sel
muncul tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut dendrit yang

membentuk percabangan dendritik. Neuron dikelilingi oleh sel


penunjang yang lebih kecil dan lebih banyak yaitu neuroglia. Sel-sel
ini membentuk komponen nonneural dalam SSP.

17
d. Apa etiologi kejang pada kasus?
Jawab :
Adapun etiologi kejang secara umum adalah, yaitu :
 Imaturitas otak dan termoregulator
 Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat
 Predisposisi genetik : lebih dari 7 lokus kromosom (poligenik,
autosomal dominan)
 Infeksi Intracranial dan ekstracranial. Semua jenis infeksi yang
bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam.Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum,
bronchitis, dan infeksi saluran kemih.
 Kondisi metabolik : Hipoglikrmia, Hipokalsemia, Hipomagnesemia,
Hiponatremia dan Hipernatremia (Nelson, 2000).
 Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran. Secara umum tidak ada
resiko jika hilangnya kesadaran <30 menit (Haurer Stephen L, 2013).
Meningitis seringkali disebabkan oleh infeksi oleh mikroorganisme.
Sebagian luhur infeksi disebabkan oleh virus, dengan bakteri, fungi, dan
protozoa sebagai penyebab paling sering berikutnya. Penyakit ini mampu juga
disebabkan oleh berbagai penyebab non-infeksi Istilah meningitis aseptik
merujuk pada kasus meningitis yang tidak bisa dibuktikan demikianlah
keadaanya keterlibatan infeksi bakteri. Jenis meningitis ini biasanya
disebabkan oleh virus, tetapi keadaan ini bisa juga terjadi apabila infeksi
bakteri telah diobati secara parsial sebelumnya, ketika bakteri hilang dari
meninges, atau patogen menginfeksi kawasan yang tidak jauh dengan
meningen (misalnya sinusitis). Endokarditis (infeksi katup jantung yang
menyebarkan gugus-gugus kecil bakteri menempuh aliran darah) bisa
menyebabkan meningitis aseptik. Meningitis aseptik juga bisa timbul dari
infeksi spirochete, jenis bakteri yang yang ditengahnya Treponema pallidum
(penyebab sifilis) dan Borrelia burgdorferi (dikenal sebagai penyebab penyakit
Lyme). Meningitis bisa dijumpai pada malaria serebral (malaria yang
menginfeksi otak) atau meningitis amubik, meningitis yang disebabkan oleh

18
infeksi amuba sepertiNaegleria fowleri, yang didapatkan dari sumber cairan
tawar.
e. Bagaimana patofisiologi kejang pada kasus?
Jawab :
Infeksi mikroorganisme bakteri otitis media supuratif akut (bakteri)→
mikroorganisme masuk secara perkontuinitatum → menginfeksi lapisan otak
(meningen) → menghasilkan toksik dan merusak meningen → toksik sampai
ke hipotalamus → hypothalamus merangsang kenaikan suhu dan pengeluaran
mediator kimiawi berupa prostaglandin epinefrin, norepinefrin → merangsang
peningkatan metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikkan suhu di seluruh
tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan gastrointestinal yang memunculkan rasa
mual dan muntah kerusakan pada meningen menyebabkan peningkatgan
tekanan intracranial → munculnya fase eksitasi yang telalu cepat pada neuron
→ Kejang (Riyadi & Suharsono, 2010).
f. Apa saja klasifikasi kejang dan termasuk kejang apa pada kasus?
Jawab :
ILAE membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang fokal (parsial)
berdasarkan tipe bangkitan (yang diobservasi secara klinis maupun hasil
pemeriksaan elektrofisiologi), yaitu apakah aktivitas kejang dimulai dari satu
bagian otak, melibatkan banyak area, atau melibatkan kedua hemisfer otak.
ILAE membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang parsial dengan
definisi sebagai berikut:
1. Kejang umum. Suatu serangan kejang dikatakan kejang umum bila
semiologi kejang umum disertai dengan gelombang epileptiform umum. Pada
kejang umum terjadi hilang kesadaran yang dapat merupakan gejala awal
manifestasi kejang. Gejala motorik yang tampak bersifat bilateral. Beberapa
tipe kejang umum ditandai gejala dan gerakan motorik yang terlihat; tonik,
klonik, tonik-klonik, mioklonik, atau atonik
 Kejang tonik adalah kejang yang ditandai dengan kontraksi otot yang
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit.
Ekstremitas dan tubuh dapat terlihat kaku. Kejang tonik lebih sering
terjadi saat tidur, bila terjadi saat periode bangun dapat mengakibatkan
penderita terjatuh. Karakteristik gambaran EEG adalah adanya

19
perlambatan aktivitas yang bersifat umum, atau tampak gelombang
epileptiform dengan voltase tinggi dan frekuensi cepat (≥9-10 Hz).
 Kejang klonik adalah kejang yang ditandai sentakan mioklonik
sekelompok otot dengan pengulangan secara teratur lebih kurang 2-3
siklus per detik serta berlangsung lama, biasanya melibatkan kedua sisi
tubuh. Gerakan tersebut tampak menyerupai seranganmioklonik,
namun kejang klonik bersifat repetitif dengan kecepatan yang lebih
rendah dibanding serangan mioklonik. Gambaran EEG tipikal pada
kejang klonik adalah adanya kompleks paku-ombak lambat dengan
frekuensi tinggi (≥10 Hz).
 Kejang tonik-klonik merupakan bentuk kejang dengan kombinasi
kedua elemen tipe kejang di atas, dapat tonik-klonik atau kloniktonik-
klonik. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah kejang tonikklonik
umum yang sering disebut grand mal. Kejang tonik-klonik ditandai
dengan kontraksi tonik simetris, diikuti dengan kontraksi klonik
bilateral otot-otot somatis. Kejang jenis ini disertai dengan fenomena
otonom, termasuk penurunan kesadaran atau apnea.
 Kejang absans ditandai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara.
Subkelas kejang absans terdiri atas absans tipikal, atipikal, dan absans
dengan gambaran khusus. Kejang absans tipikal ditandai dua
manifestasi utama; hilang kesadaran transien dan gambaran EEG khas
berupa gelombang paku-ombak atau paku majemuk-ombak dengan
frekuensi 2,5-3 Hz. Meskipun umumnya tipe ini muncul tanpa disertai
bentuk kejang lain, beberapa penderita dapat memperlihatkan
manifestasi motorik, yaitu komponen klonik (kedutan kelopak mata,
alis, dan mulut), komponen atonik (hilangnya tonus otot mendadak
yang menyebabkan kepala terkulai, kehilangan daya genggam, tapi
jarang menyebabkan pasien terjatuh), komponen tonik (mata berputar
dan kepala bergerak ke belakang, batang tubuh melengkung), atau
automatisasi (gerakan repetitif yang intens misalnya gerakan
mengecap-ngecap, menelan, berjalan). Absans atipikal memiliki
gambaran motorik yang sama dengan tipikal namun lebih berat
(misalnya atonia menyebabkan penderita terjatuh), namun proses

20
kehilangan kesadaran berlangsung lebih perlahan dan progresif,
demikian pula pemulihannya memerlukan waktu lebih lama (tidak
seperti bentuk tipikal yang terjadi secara cepat dan mendadak).
Gambaran EEG memperlihatkan gambaran paku-ombak dengan
frekuensi <2,5 Hz.
 Kejang mioklonik adalah kontraksi otot tunggal atau multipel yang
terjadi secara tiba-tiba, cepat (ekstremitas proksimal, distal). Kejang
mioklonik dapat terjadi unilateral atau bilateral. Gambaran EEG tipikal
memperlihatkan gambaran kompleks paku majemuk-ombak, atau lebih
jarang berupa gambaran paku-ombak, atau tajam-ombak. Kejang
mioklonik-atonik, sebelumnya disebut kejang mioklonik-astatik,
merupakan bentuk kejang atonia yang didahului kejang mioklonik,
umumnya menyebabkan penderita terjatuh tiba-tiba (drop attacks).
Gambaran EEG memperlihatkan gelombang pakuombak; gelombang
paku terbentuk saat kejang mioklonik dan gelombang ombak
menyertai atonia
 Kejang atonik adalah kejang yang ditandai dengan hilangnya tonus
otot tanpa didahului kejang mioklonik atau tonik yang berlangsung ≥1-
2 detik, melibatkan kepala, batang tubuh, rahang, atau otot-otot
ekstremitas.
2.Kejang parsial. Kejang parsial atau kejang fokal bermula dari struktur
kortikal atau subkortikal dari satu hemisfer, namun dapat menyebar ke area
lain, baik ipsilateral maupun kontralateral. Kejang parsial dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu kejang parsial sederhana, kejang parsial kompleks, dan kejang
parsial menjadi umum.
 Kejang parsial sederhana adalah kejang fokal tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gambaran EEG iktal akan menunjukkan
gelombang epileptiform fokal kontralateral dimulai dari area korteks
yang terpengaruh. Kejang parsial sederhana ini dapat menunjukkan
kejang disertai gejala motorik, somatosensorik atau sensorik khusus
(special sensory), autonom, atau perilaku.
 Kejang parsial kompleks adalah kejang fokal disertai hilang atau
perubahan kesadaran. Gambaran EEG iktal menunjukkan adanya

21
cetusan unilateral atau terkadang bilateral tidak bersamaan. Kejang
parsial kompleks dapat mengambil salah satu dari dua manifestasi di
bawah ini:
a) kejang parsial sederhana pada awal serangan diikuti hilang
kesadaran
b) hilang kesadaran dimulai dari saat awal serangan.
 Kejang parsial menjadi umum ditandai dengan kejang fokal yang
diikuti kejang umum. Kejang umum dapat berbentuk tonik, klonik,
atau tonik-klonik. Gambaran EEG iktal menunjukkan cetusan lokal
dimulai dari korteks yang terpengaruh, diikuti gambaran cetusan
umum. (KEMENKES, 2017)

Pada kasus terjadi kejang demam kompleks karena gejala yang dialami
oleh pasien sudah mengarah ke arah kejang demam kompleks.

g. Apa saja faktor yang menyebabkan kejang berulang?


Jawab :
 Demam tinggi
 Kejang neonatal
 Keterlambatan perkembangan
 Rendahnya kadar natrium darah (Gunawan dan Saharso, 2012).
 usia pasien ketika mengalami kejang demam pertama
 jenis kelamin pasien
 riwayat kejang demam dalam keluarga pasien
 riwayat epilepsy dalam keluarga pasien
 tipe kejang demam pertama pada pasien
 durasi demam sebelum bangkitan kejang demam pertama
 suhu tubuh pasien pada bangkitan kejang demam pertama (Yunita,
Syarif, 2012).

h. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin pada kasus?
Jawab :
Kejang umumnya terjadi pada usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya
terjadi pada usia 18 bulan. Selain itu, kejang berulang umumnya terjadi pada
balita usia dibawah 12 bulan. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderita kejang. Kejang lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki (Ruspeno, 2007).

22
Pada kasus, tidak ada hubungannya antara kejang dengan umur dan
jenis kelamin, kejang yang dialami mamat dikarenakan adanya infeksi pada
telinga tengahnya dan demam yang menyebabkan suhu tubuhnya meningkat.
i. Apa saja dampak dari kejang?
Jawab :
Ada beberapa dampak dari kejang, yaitu :
 Fase awal adalah kejang kurang dari 15 menit, dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Meningkatnya kecepatan denyut jantung
b) Meningkatnya tekanan darah
c) Meningkatnya kadar glukosa
d) Meningkatnya suhu pusat tubuh
e) Meningkatnya sel darah putih
 Fase lanjut adalah kejang 15-30 menit, dengan ciri-ciri sebagai berikut
:
a) Menurunnya tekanan darah
b) Menurunnya gula darah
c) Disritmia
d) Edema paru non jantung
 Fase berkepanjangan adalah kejang lebih dari 1 jam, dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
a) Hipotensi disertai berkurannya aliran darah serebrum sehingga
terjadi hipotensi serebrum
b) Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema
serebrum (Price & Wilson, 2012).
j. Apa kemungkinan penyakit yang disertai dengan kejang?
Jawab :
 Kondisi perinatal yaitu, malformasi serebral, infeksi intrauterin,
hipoksik-iskemik, trauma dan perdarahan.
 Infeksi yaitu, ensefalitis, meningitis dan abses otak.
 Kondisi metabolik yaitu, hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, storage disease,

23
sindrom Reye, penyakit neurodegeneratif, porfiria dan ketergantungan
serta defisiensi piridoksin.
 Keracunan yaitu, timbal, kokain, toksisitas obat dan putus obat.
 Sindrom neurokutan yaitu, tubersklerosis, neurofibromatosis,
sindrom Sturge-Weber, sindrom Klippel-Trenaunay-Weber, nevus
sebaseus linear dan inkontinensia pigmenti.
 Penyakit sistemik yaitu, vaskulitis (SSP atau sistemik), SLE,
ensefalopati gipertensi, gagal ginjal, dan ensefalopati hepatic.
 Penyakit/kondisi lain yaitu, trauma, tumor, demam, idiopatik,
familial.
(MarCdante, 2018)
k. Bagaimana patofisiologi lelah pada kasus?
Jawab :
Infeksi telinga (Otitis Media Supurativa Akut) > bakteri menyebar secara
hematogen > menembus sawar darah otak > Infeksi pada parenkim otak >
edema serebral > Tekanan intra cranial > Penekanan pusat kesadaran di
batang otak > Penurunan kesadaran > lelah.
2. Satu minggu yang lalu, Mamat mengalami demam tinggi, sakit kepala dan leher
terasa kaku, lalu Mamat diberikan ibunya obat penurun panas di warung namun
keluhan tidak berkurang. Dua hari yang lalu, keluhan bertambah parah yang
disertai dengan mual, muntah. Isi muntah apa yang dimakan.
a. Apa makna satu minggu yang lalu, Mamat mengalami demam tinggi, sakit
kepala dan leher terasa kaku, lalu Mamat diberikan ibunya obat penurun panas
di warung namun keluhan tidak berkurang?
Jawab :
Maknanya Mamat mengalami Trias meninges : demam, nyeri kepala, kaku
kuduk. Obat simptomatik sesuai keluhan tapi tida mengobati keluhan utama,
obatnya simptomatif bukan kausatif sehingga infeksinya tidak tertuntaskan
atau tidak teratasi.
b. Apa makna dua hari yang lalu, keluhan bertambah parah yang disertai dengan
mual, muntah. Isi muntah apa yang dimakan?
Jawab :

24
Maknanya obat yang diberikan kepada mamat belum rasional terhadap
gejalanya, sedangkan mual dan muntah terjadi karena tekanan intracranial
akibat infeksi yg menyebabkan reaksi saraf yang berlebihan.
c. Apa etiologi dari demam tinggi, mual dan muntah?
Jawab :
 Demam : dapat disebabkan oleh pirogen eksogen dan pirogen endogen
atau juga bisa disebabkan oleh adanya infeksi baik infeksi oleh virus,
bakteri, jamur, dan juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan (Zein,
2015).
 Mual dan muntah : Menurut (PPNI, 2016) penyebab dari mual dan
muntah, yaitu:
1. Gangguan biokimiawi
2. Gangguan pada esophagus
3. Distensi lambung
4. Iritasi lambung
5. Gangguan pancreas
6. Peregangan kapsul limpa
7. Tumor terlokalisasi
8. Peningkatan tekanan intraabdominal
9. Peningkatan tekanan intrakrnial
10. Peningkatan tekanan intraorbital
11. Mabuk perjalanan
12. Kehamilan
13. Aroma tidak sedap
14. Rasa makanan/minuman yang tidak enak
15. Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
16. Faktor psikologis
17. Efek agen farmakologis
18. Efek toksin
Terdapat beberapa penyebab mual dan muntah yang telah disebutkan,
namun penyebab yang mungkin terjadi pada meningitis adalah akibat
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
d. Apa saja kemungkinan penyakit dengan keluhan pada kasus?
Jawab :
 Meningitis
 Meningoensefalitis
 Tetanus
 kejang demam kompleks

25
e. Bagaimana patofisiologi sakit kepala dan leher terasa kaku?
Jawab :
Sakit kepala :
Infeksi telinga (omsa) menyebar secara homogen menembus sawar darah
otak  infeksi bakteri pada meninges (terutama lapisan arachnoid) iritasi
meningen merangsang nosiseptor  menjalar ke sekitar otak  sakit
kepala
leher terasa kaku :
Infeksi telinga (omsa) menyebar secara homogen menembus sawar darah
otak  infeksi bakteri pada meninges (terutama lapisan arachnoid) iritasi
meningen merangsang nosiseptor  menjalar ke sekitar batang otak (leher)
 menstimulus medula spinalis hipersensitivitas syaraf motorik  leher
kaku (nyeri memburuk saat leher ditekuk)
f. Apa hubungan gejala utama dengan gejala tambahan?
Jawab :
Gejala utama yaitu kejang dan gejala tambahan berupa demam, kaku kuduk,
mual dan muntah disebabkan oleh satu hal yang sama yakni akibat adanya
inflamasi pada selaput meningen yang disebabkan oleh bakteri OMA.
g. Apa saja klasifikasi demam dan termasuk demam apa pada kasus?
Jawab :
 Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik
ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke
tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
 Demam remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun
setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan
suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak
sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
 Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun
ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila

26
terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut
kuartana.
 Demam kontinyu : Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang
hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang
terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
 Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula. (Setiati, S., 2017)
Demam pada kasus termasuk kedalam jenis demam kontinyu.
3. Tiga minggu sebelumnya Mamat didiagnosis dengan Otitis Media Supurativa
Akut, dan tidak pernah minum obat teratur dan control lagi. Riwayat imunisasi
lengkap. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama tidak ada. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita TB.
a. Apa makna tiga minggu sebelumnya Mamat didiagnosis dengan Otitis Media
Supurativa Akut, dan tidak pernah minum obat teratur dan control lagi?
Jawab :
Maknanya karena OMSA ini termasuk faktor resiko dari meningitis dan
ensefalitis yang dimana menginitis dan ensefalitis pada kasus ini terjadi akibat
dari penyebaran infeksi secara Perkontinuitatum lalu, jika OMSA nya tidak
ditatalaksana dengan baik maka terjadi OMSK yang menyebabkan penyebaran
infeksi yang dimana pada kasus menyebabkan peradangan pada selaput
otak(meningitis) dan perenkim otak (ensefalitis).
b. Apa makna riwayat imunisasi lengkap. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Tidak ada riwayat
kontak dengan penderita TB?
Jawab :
Maknanya karena OMSA ini termasuk faktor resiko dari meningitis dan
ensefalitis yang dimana menginitis dan ensefalitis pada kasus ini terjadi akibat
dari penyebaran infeksi secara Perkontinuitatum lalu, jika OMSA nya tidak
ditatalaksana dengan baik maka terjadi OMSK yang menyebabkan penyebaran
infeksi yang dimana pada kasus menyebabkan peradangan pada selaput
otak(meningitis) dan perenkim otak (ensefalitis) (Rivanica dan Hartina, 2020).

27
c. Bagaimana etiologi dari otitis media suppurative akut?
Jawab :
OMA dapat disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan Micrococcus catarrhalis
( Wirawan TH dkk, 2020).
d. Bagaimana hubungan kejang dengan Otitis Media Supurativa Akut?
Jawab :
Otitis media supurativa akut merupakan inflamsi akut telinga tengah yg
biasanya berlangsung kurang dari tiga minggu. Karena adanya infeksi telinga
(OMSA) yang menyebar secara percontinuitatum dan menembus sawar darah
otak serta menginfeksi bagian parenkim otak (ensefalitis) dan terjadinya
aktivasi makrofag dan sitokin yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas
sawar darah otak → kebocoran plasma di parenkim otak → edema serebral →
aktivasi listrik otak → kejang. Jadi, hubungannya terhadap kasus adalah Otitis
Media Supurativa merupakan salah satu faktor resiko dari meningitis
(Waseem et all, 2010).
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: E3M5V4
Tanda Vital: TD 90/65mmHg, nadi 110 x/menit (isi dan tegangan cukup),
frekuensi napas 24x/menit. Suhu 38.5oC, BB: 20 kg, TB: 110 cm.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
Pemeriksaan Fisik Kasus Normal Interpretasi

Kesadaran Eye 3 4 Total : 12

Movement 5 6 Apatis
Abnormal
Verbal 4 5
Tanda vital TD 90/65mmHg 120/80mmHg Hipotensi

Nadi 110x/menit 60-100x/menit Takikardi

Frekuensi napas 24x/menit 16-24x/menit Normal

Suhu 38,5℃ 36,5-37,5℃ Abnormal


(febris)

28
b. Bagaimana cara menilai kesadaran?
Jawab :
Penilaian kesadaran dapat dilakukan dengan metode GCS (glasgow coma
scale) (Anggita, 2018).

c. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik?


Jawab :
Demam :
Infeksi telinga (omsa) menyebar secara homogen menembus sawar darah
otak  infeksi bakteri pada meninges (terutama lapisan arachnoid)  infeksi
menginduksi respon inflamasi sistemik  produksi metabolisme basal
tubuh sekresi pirogen endogen  mengeluarkan zat kimia (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN)  stimulasi endothelium hypothalamus  pelepasan asam
arakidonat peningkatan sintesis PGD E2 (prostaglandin)  peningkatan
thermostat  demam (Sherwood, 2016).
Penurunan Kesadaran :
Inflamasi pada bagian cortex cerebri dan parenkim otak -> menyebabkan
kerusakan jaringan otak secara difus (menyeluruh) -> sehingga mengganggu
fungsi sistem saraf pusat normal -> penurunan GCS < 14 .

29
5. Keadaan Spesifik:
Kepala : mata: pupil isokor, trismus (-).
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : dalam batas normal
Abdomen : perut datar lemas, epistotonus (-), hepar dan lien tidak bisa
dinilai.
Extremitas : Deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik
a. Bagaimana interpretasi dari keadaan spesifik?
Jawab :
 Pupil isokor : normal (pupil kedua mata sama besar)
 Trismus (keterbatasan pergerakan rahang atau sulit mengunyha,
membuka mulut, berbicara) (-) : normal
 Pembesaran KGB (-) : normal
 Epistotonus (-) : normal
 Hepar lien tidak bisa dinilai : normal
 Deformitas (kelainan bentuk ukuran tungkai) (-) : normal
 Akral hangat : normal
 CRT <2 detik :normal

6. Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan dan
Kekuatan Belum bisa dinilai
Tonus Hipertonik Hipertonik Hipertonik Hipertonik
Klonus - - + +
Refleks Fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Refleks Patologi + + + +
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: Kaku kuduk (+), kernig sign (+), brudzinski sign I-IV (+)
a. Bagaimana interpretasi dari status neurologikus, fungsi motorik dan fungsi
sensorik?
Jawab :
 brudzinski sign I-IV (+) ->Abnormal (tanda gejala meningitis)

30
 Refleks fisiologi : abnormal
 Refleks patologi : abnormal
(Bickley, 2014)
b. Bagaimana cara pemeriksaan meningeal (kaku kudu, kernig sign, brudzinski
sign)?
Jawab :
Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk:
Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
2. Brudzinski I:
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Hasil
Pemeriksaan : Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
3. Kernig sign:
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari
135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
4. Brudzinski ll:
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Hasil
Pemeriksaan : Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif
(Harsono, 2005).
c. Bagaimana mekanisme abnormal dari status neurologikus?
Jawab :

31
• Klonus dan Tonus
Infeksi pada ototis media -> Penyebaran bakteri secara Perkontuinitatum ->
Menembus sawar darah otak (SDO) -> Bakteri mencapai ruang subarachnoid ->
Aktivitas makrofag (Antigen Precenting Cell) -> Migrasi leukosit ke ruang
subarachnoid dan Aktivasi sitokin TNF alfa, IL-1, IL-2 -> Menghasilkan
prostaglandin -> permeabilitas sawar otak meningkat -> Kebocoran plasma ke
jaringan otak dan ke CSS di ruang subarachnoid -> Edema cerebri -> Aktivitas listrik
otak meningkat -> Implus saraf motorik meningkat -> Klonus dan Tonus (Meisadona,
Soebroto, dan Estiasari, 2015).
• Gejala rangsangan meningeal
Infeksi pada otitis media -> Penyebaran bakteri secara Perkontuinitatum ->
Menembus sawar darah otak (SDO) -> Bakteri mencapai ruang subarachnoid ->
Aktivitas makrofag (Antigen Precenting Cell) -> Reaksi inflamasi mengiritasi
meningen -> Kaku duduk, Kernig sign dan brudzinski sign I-IV (+) (Meisadona, dkk.
2015).
7. Bagaimana cara mendiagnosis ?
Jawab :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
3. Pemeriksaan penunjang
Analisis cairan serebrospinal (CSS) yang diperoleh melalui tindakan pungsi
lumbal. Informasi yang dihasilkan melalui pemeriksaan CSS sangat penting dan
bernilai sebagai alat bantu diagnostik dalam mengevaluasi kondisi peradangan,
perdarahan subaraknoid, serta penyakit yang memengaruhi tekanan intrakranial
(Eka dkk, 2017).
8. Bagaimana diagnosis banding?
Jawab :
1. Meningitis
2. Encephalitis
3. Meningoencephalitis
4. Epilepsi
5. Kejang demam sederhana
6. Kejang demam kompleks
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang?

32
Jawab :
 Kultur darah. Dokter melakukan pengambilan sampel darah untuk dilihat
apakah ada pertumbuhan bakteri.
 Pencitraan. CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan jika ada
indikasi pembengkakan atau peradangan. Sinar-X atau CT scan pada
bagian dada atau sinus juga dapat menunjukkan indikasi adanya infeksi
pada area tubuh lain yang mungkin berhubungan dengan meningitis.
 Pungsi lumbal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan diagnosis
meningitis yang lebih akurat, yaitu dengan mengumpulkan cairan
serebrospinal. Pada pengidap meningitis, cairan ini sering menunjukkan
kadar gula yang rendah bersama dengan peningkatan jumlah sel darah
putih dan protein. (silvia dkk, 2011)
10. Apa working diagnosis?
Jawab :
Meningitis et causa bakteri OMA
11. Bagaimana tatalaksana ?
Jawab :
 Untuk infeksi dapat diberikan antibiotik
 Untuk kejang, berikut tatalaksananya :

12. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab :

33
 Efusi subdural
 Ventrikulitis/ peradangan pada ventricular otak
 Abses otak
 Hidrosefalus
 Retardasi mental
 Epilepsi
(Dreler et all, 2019).
13. Bagaimana prognosis pada kasus?
Jawab :
Quo at Vitam : dubia ad bonam
Quo at Fungtionam : dubia ad bonam
Quo at Sanationam : dubia ad bonam
14. Bagaimana SKDU pada kasus?
Jawab :
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
15. NNI ?
Jawab :
HR. tentang demam
Terdapat larangan dalam syariat agar tidak mencela demam,dari jabir radiyallahu
anhu, “bahwasannya rasullulah shallahu alaihi wassalam menjenguk ummu as
saib,kemudian beliau bertanya (apa yang terjadi denganmu wahai ummu al-
mussayyib) kenapa kamu bergetar? Dia menjawab “sakit demam yang tidak ada
keberkahan allah padanya” maka beliau bersabda “janganlah mencela
demam,karena ia menghilangkan dosa ana kadam,sebagaimana alat pemanas besi
mampu menghilangkan berat”.
2.7 Kesimpulan
Mamat, 6 tahun mengalami sakit kepala, demam, test GRM positif , dan kejang berulang
disertai dengan mual dan muntah karena menderita meningitis ec infeksi bakteri OMA.

34
2.8 Kerangka Konsep

Infeksi bakteri pada telinga tengah

Otitis media superatif akut

Menyebar secara perkontinuitatum

Menyebar ke selaput otak


(meningen)

Meniningitis

kejang Kaku kuduk

demam Sakit kepala

Mual dan muntah Penurunan kesadaran

35
DAFTAR PUSTAKA
Anggita. 2018. Glasgown coma scale (GCS). Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Ashley dan Lui. 2021. Physiology, Nerve. California Northstate University
Bickley. 2014. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Jakarta: EGC
Dreler JW, Li J, Sun Y, Christensen J. Evaluation of long-term risk of epilepsy, psychiatric
disorders, and mortality among children with recurrent febrile seizures A national
cohort study in Denmark. JAMA Pediatr. 2019:E1-7.
Eka, dkk. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit
Meningitis di Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan
Sangihe. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol 5, No 2
Eroschenko, V. P., 2015. Buku Ajar Histoloig diFiore, edisi 12. Jakarta: EGC
Gunawan PI dan Saharso D. 2012. Faktore resiko kejang demam berulang pada anak. Jurnal
Media Medika Indonesia Vol.46 No.2
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 13. EGC, Jakarta.
Hall JE. Guyton and Hall. 2016.Fisiologi Kedokteran. 13th ed. Philadelphia (PA): Elsevier,
Inc. Hal: 898-899.
Harsono. Meningitis tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis : Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University; 2005
Haurer Stephen L. 2013. Harrison”s Neurology In clinical Medicine. Usa : McGraw
Hill Education.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/367/2017 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA EPILEPSI PADA ANAK
Marcdante, K. J., et al. 2018. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 6th edition, Singapura:
Elseiver. ISBN: 9789814371315.
Meisadona, dkk. 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis. Jurnal CDK-224/
vol. 42 no. 1.
Paulsen F & Waschke J, 2017. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Kepala, Leher dan
Neuroanatomi. Edisi 24. EGC, Jakarta.
Price, S. A., Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2. Jakarta : EGC
Rivanica dan Hartina. 2020. Pemberian Imunisasi BCG pada Bayi (1-3 Bulan) Berdasarkan
Tingkat Pengertahuan dan Sikap Ibu. Jurnal Aisyiyah Medika. Vol 5. No 1.

36
Riyadi, S dan Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Setiati, S., dkk. 2017. Buku Ajar, Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Interna Publishing :
Jakarta Pusat
Silvia, dkk. 2011. Meningitis Tuberculosis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory, Vol. 17, No. 3
Waseem, et al., 2010 dalam Distribusi Usia dan Jenis Kelamin pada Angka Kejadian Otitis
Media Akut di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung. Jurnal
Ilmu Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan, Volume 5, Nomor 1, Januari 2018
Wirawan TH, dkk. 2020. Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik Di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari-Desember 2014. Jurnal Medika
Udayana, Vol. 9 No.3
Zein,Umar.2015.”Demam”.Buku saku.Universitas Sumatera Utara.

37

Anda mungkin juga menyukai