Skenario A
Kelompok 7
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario A Blok 23
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Tahun 2019.
Disini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah,
menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta
mengidentifikasi topik pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok
dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor dan para anggota kelompok yang telah
mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami
mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................... 2
Daftar Isi........................................................................................................................ 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………….... 4
1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………… 4
BAB II : Pembahasan
2.1 Skenario.........…………………………………………………….. 5
2.2 Klarifikasi Istilah............................................................................. 6
2.3 Identifikasi Masalah........................................................................ 6
2.4 Analisis Masalah............................................................................... 8
2.5 Learning Issue................................................................................. 27
2.6 Kerangka Konsep............................................................................ 62
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 63
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
ISI
2.1 SKENARIO
Amri, laki-laki usia 12 bulan, dibawa ke Puskess karena belum bisa duduk. Amri
sudah bisa tengkurap tapi belum bisa duduk dan merangkak, bisa mengoceh tapi
belum bisa memanggil “mama” dan “papa” ataupun menirukan kata-kata lain. Bisa
memegag mainan tapi cepat terlepas, belum bisa membenturkan mainan dan belum
bisa mengambil benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk.
Amri anak keempat dari ibu usia 38 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 38 minggu.selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke
bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis, skor Apgar pada menit kelima
9. Berat badan waktu lahir 2200 gram.
Amri bisa tengkurap pada usia 4 bulan, tapi belum bisa berbalik sendiri. Saat ini
belum bisa duduk dan merangkak, dan belum bisa bicara.
Sampai saat ini masih minum ASI, belum bisa makan padat, sehingga masih diberi
bubur saring. Saat usia 5 hari mengalami kuning selama 2minggu, tidak bisa dibawa
berobat, BAB tidak rutin setiap hari, kadang-kadang BAB setiap 2 atau 3 hari.
Menyusu kuat, tidak ada riwayat sesak napas dan biru-biru, tidak ada riwayat kejang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB 7,2kg, panjang badan 72 cm, lingkar kepala
36 cm. Anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tetapi takut-takut kepada
pemeriksa. Menoleh setelah dipanggil namanya berulang-ulang.Terlihat gambaran
dismorfik pada wajah dengan kepala kecil dan bagian belakang kepala datar, mata
sipit dengan jarak kedua mata terlihat jauh, pangkal hidung merata, lidah sering
menjulur keluar, dan telinga kecil.Suara jantung normal tidak terdengar
murmur.Pemeriksaan abdomen ditemukan hernia umbilikalis.Pada posisi tengkurap
5
dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa menit.Kedua lengan dan tungkai
lemah, kekuatan 3, lengan dan tungkai teraba lembek, refleks tendon menurun.Pada
waktu diangkat ke posisi vertical keempat anggota gerak jatuh dengan lemas. Tidak
ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki, tidak ada mottling.
Pemeriksaan KPSP untuk anak usia 12 tahun didapatkan jawaban Ya ada 3, tidak bisa
pada gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa.
N Istilah Pengertian
o
6
mengoceh tapi belum bisa memanggil “mama” dan “papa” ataupun menirukan
kata-kata lain. Bisa memegag mainan tapi cepat terlepas, belum bisa
membenturkan mainan dan belum bisa mengambil benda kecil dengan ibu jari
dan jari telunjuk.
2. Amri anak keempat dari ibu usia 38 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa
kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis, skor
Apgar pada menit ke 59. Berat badan waktu lahir 2200 gram.
3. Amri bisa tengkurap pada usia 4 bulan, tapi belum bisa berbalik sendiri. Saat
ini belum bisa duduk dan merangkak, dan belum bisa bicara. Sampai saat ini
masih minum ASI, belum bisa makan padat, sehingga masih diberi bubur
saring.
4. Saat usia 5 hari mengalami kuning selama 2minggu, tidak bisa dibawa berobat,
BAB tidak rutin setiap hari, kadang-kadang BAB setiap 2 atau 3 hari.
5. Menyusu kuat, tidak ada riwayat sesak napas dan biru-biru, tidak ada riwayat
kejang.
6. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB 7,2kg, Panjang badan 72 cm, lingkar
kepala 36 cm. anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tetapi takut-takut
kepada pemeriksa. Menoleh setelah dipanggil namanya berulang-ulang.
Terlihat gambaran dismorfik pada wajah dengan kepala kecil dan bagian
belakang kepala datar, mata sipit dengan jarak kedua mata terlihat jauh,
pangkal hidung merata, lidah sering menjulur keluar, dan telinga kecil. Suara
jantung normal tidak terdengar murmur.
7. Pemeriksaan abdomen ditemukan hernia umbilikalis. Pada posisi tengkurap
dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa menit. Kedua lengan dan
tungkai lemah, kekuatan 3, lengan dan tungkai teraba lembek, refleks tendon
menurun. Pada waktu diangkat ke posisi vertical keempat anggota gerak jatuh
dengan lemas. Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki, tidak
ada mottling.
8. Pemeriksaan KPSP untuk anak usia 12 tahun didapatkan jawaban Ya ada 3,
7
tidak bisa pada gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa.
1. Amri, laki-laki usia 12 bulan, dibawa ke Puskess karena belum bisa duduk.
Amri sudah bisa tengkurap tapi belum bisa duduk dan merangkak, bisa
mengoceh tapi belum bisa memanggil “mama” dan “papa” ataupun menirukan
kata-kata lain. Bisa memegag mainan tapi cepat terlepas, belum bisa
membenturkan mainan dan belum bisa mengambil benda kecil dengan ibu jari
dan jari telunjuk.
a. Bagaimana hubungan usia dan jeis kelamin dengan keluhan?
8
Gambar 1. Milestone anak usia 1-6 bulan
9
Gambar 2. Milestone anak usia 7-12 bulan
10
berulang seperti papa mama. Amri yang belum bisa duduk dan merangkak
berarti mengalami keterlambatan perkembangan motoric kasar dan belum bisa
berbicara menandakan terdapat keterlambatan perkembangan bicara dan
Bahasa. Gangguan tonus otot dan keterlambatan perkembangan bicara dan
Bahasa merukapan manifestasi dari sindroma down.
Penyebab dari sindroma down adalah mutasi gen yang dibagi menjadi
tiga jenis:
e. Bagaimana dampak yang dapat timbul dari keluhan yang dialami Amri?
(dalam jangka panjang)
11
keterlambatan bicara, berjalan, bersosialisasi, dan lainnya.
2. Amri anak keempat dari ibu usia 38 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa
kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir langsung menangis, skor Apgar
pada menit kelima 9. Berat badan waktu lahir 2200 gram.
a. Bagaimana cara menilai skor APGAR?
12
Ada hubungan yang bermakna antara berat lahir rendah dan
perkembangan anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak usia balita
dengan riwayat berat badan lahir rendah / BBLR memiliki risiko
gangguan perkembangan motorik halus 27,6 kali dibandingkan anak
normal dan risiko gangguan perkembangan motorik kasar 8,18 kali lebih
besar dibandingkan anak yang nomal.
Usia ibu : Semakin tua umur ibu, semakin pula ibu memiliki peluang
untuk melahirkan anak down syndrome. Kejadian ini akan bertambah
tinggi dengan bertambah usia ibu hamil. Pada wanita muda (<< 25 tahun)
insideni sangat rendah, tetapi mungkin meningkat pada wanita yang
sangat muda (<< 15 tahun). Resiko melahirkan bayi down syndrome akan
meningkat pada wanita berusia >30 tahun dan meningkat tajam pada usia
>40 tahun sekitar 60% janin down syndrome cendrung akan gugur dan
20% akan lahir mati.
BBLR : Berat dan panjang badan saat lahir pada anak down syndrome
cenderung di bawah rata-rata.
Ibu Amri memiliki faktor risiko serta Amri lahir dengan status BBLR.
3. Amri bisa tengkurap pada usia 4 bulan, tapi belum bisa berbalik sendiri. Saat
ini belum bisa duduk dan merangkak, dan belum bisa bicara. Sampai saat ini
masih minum ASI, belum bisa makan padat, sehingga masih diberi bubur
saring.
13
a. Apa makna klinis pernyataan di atas?
Motorik kasar, ini dapat dilihat dari gangguan hipotonus pada Amri
sehingga saat ini belum bisa duduk dan merangkak.
Defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang
(yaitu, efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar
yang dituntut menurut usianya dalam kelompok kulturalnya), karena
usia 12 bulan yang seharusnya sudah bisa merangkak dan makan
makanan padat, ia masih diberi bubur saring.
Sosio-emosional, dilihat dari belum bisa bicaranya Amri hingga saat
ini.
b. Bagaimana kandungan bubur saring yang memenuhi kebutuhan gizi anak
12 bulan?
Umur 11 – 12 bulan
14
Jam 06.00 : ASI
08.00 : Nasi Tim
10.00 : Buah / Sari buah
13.00 : Nasi Tim
15.00 : Biskuit
18.00 : Nasi Tim
21.00 : ASI dst
15
4. Saat usia 5 hari mengalami kuning selama 2 minggu, tidak dibawa berobat,
BAB tidak rutin setiap hari, kadang-kadang BAB setiap 2 atau 3 hari.
a. Apa makna klinis dari kalimat di atas? (dan apa hubungannya dengan
keluhan)
b. Bagaimana frekuensi dan jumlah BAB normal pada bayi usia 5 hari-
2 minggu?
Konsistensi
16
bertahan hingga empat hari setelah kelahiran. Selanjutnya kolostrum
akan diganti oleh ASI peralihan yang berlangsung selama 7-14 hari,
pada saat ini warna tinja berubah menjadi coklat dan tidak lagi lengket
sehingga bila mengenai kulit mudah dibersihkan. Sedangkan frekuensi
defekasi bervariasi antara 1-7 kali perhari.
Frekuensi
5. Menyusu kuat, tidak ada riwayat sesak napas dan biru-biru, tidak ada riwayat
kejang.
a. Apa makna klinis dari kalimat di atas?
17
kelainan defek septum jantung bawaan. Tidak ada riwayat kejang
menandakan tidak ada kelainan neurologis pada Amri.
18
Tabel 1. Interpretasi Pemeriksaan Fisik
19
nia
20
tungkai lemah, kekuatan 3, lengan dan tungkai teraba lembek, refleks tendon
menurun. Pada waktu diangkat ke posisi vertical keempat anggota gerak jatuh
dengan lemas. Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki, tidak
ada mottling.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik di atas?
21
b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas haril pemeriksaan
abdomen di atas? kak ridha
Ya ada 3, tidak bisa pada gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa :
22
jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
Perkembangan ada penyimpangan dengan keterlambatan di beberapa
aspek perkembangan (Keterlambatan Perkembanagan Global)
23
anak lahir.
Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila
umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.
Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan
umur anak.
KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu: Pertanyaan yang
dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “Dapatkah bayi makan kue
sendiri?”
Perintahkan kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk
melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi
bayi anda telentang, tariklah bayi anda pada pergelangan tangannya
secara perlahan-lahan ke posisi duduk.”
Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab,
oleh karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang
ditanyakan kepadanya.
Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban
tersebut pada formulir.
Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak
menjawab pertanyaan.
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
24
tahu.
Jumlah jawaban Ya
25
Gambar 8. Kuesioner Praskrining
26
2.5 LEARNING ISSUE
1. SINDROMA DOWN
a. Algoritma penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik,
KPSP, Pemeriksaan pendengaran (Timpanometri, Otoacoustic
Emission(OAE), Brainstem Evoked Response Auditory(BERA)),
Pemeriksaan Kromosom, Pemeriksaan Tiroid, Pemeriksaan kekuatan otot dan
reflex tendon bayi. Otak anak dengan kelainan ini biasanya lebih kecil dari
normal dan makin besar anak, pertumbuhan otak makin ketinggalan.
Diagnosis down syndrome dapat dilakukan pada saat kehamilan, maupun
ketika bayi sudah lahir.
Pada saat masa kehamilan
Down syndrome atau tidak, dapat diketahui melalui pemeriksaan
screening; seperti USG, pemeriksaan sampel darah pada usia kehamilan
trimester pertama atau kedua, maupun tindakan amniocentesis (memeriksa
cairan amnion). Namun sayangnya, pemeriksaan ini dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu.
Pada hasil positif palsu, berarti bahwa dari pemeriksaan selama
kehamilan didapatkan bahwa janin beresiko mengalami down
syndrome. Namun ternyata pada saat dilahirkan bayi dalam keadaan
sehat.
Sedangkan pada hasil negatif palsu, dari pemeriksaan kehamilan
didapatkan bahwa janin dalam keadaan normal sehat. Namun pada
saat dilahirkan ada kelainan down syndrome.
Setelah bayi dilahirkan
Down syndrome atau tidak, dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik
dan bentuk wajahnya yang khas. Untuk lebih meyakinkan hal tersebut, dapat
dilakukan pemeriksaan darah.
27
b. Pemeriksaan penunjang
Analisis Sitogenetik
Analisis sitogenetik adalah studi tentang jumlah dan struktur umum dari
46 kromosom, yang juga dikenal sebagai kariotip. Kromosom dari sel-sel tubuh
(biasanya dari sel darah putih) dihitung jumlahnya normal atau tidak, dan
struktur kromosom dilihat apakah ada delesi atau duplikasi. Pengambilan darah
pasien diambil dari darah vena/kapiler berheparin. Darah yang telah diambil
kemudian diteteskan kedalam media-media yang berbeda, yaitu RPMI1640,
MEM, dan TC199. Proses ini disebut dengan proses penanaman dimana
dibutuhkan waktu sekitar 3-4 hari sebelum proses pemanenan. Pada proses
pemanenan dibutuhkan larutan colchicine atau colcemid, yang berperan untuk
menghentikan proses mitosis (metafase). Proses selanjutnya, yaitu proses
pengecatan. Setelah proses pengecatan selesai, preparat dapat dilihat dibawah
mikroskop untuk dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak.
Indikasi untuk dilakukannya analisis sitogenetik adalah sebagai berikut :
Gagal tumbuh, keterlambatan perkembangan, perawakan pendek, alat
kelamin ambigu, dan disabilitas intelektual
Lahir mati dan kematian neonatus: insiden kelainan kromosom lebih
tinggi pada bayi lahir mati dan bayi yang meninggal tak lama setelah
lahir (masing masing sekitar 10%) dibandingkan kelahiran hidup (0,7%).
Analisis sitogenetik mungkin dapat mengidentifikasi penyebab
kematian dan memberikan informasi penting untuk diagnosis prenatal
pada kehamilan yang mendatang
Analisis sitogenetik direkomendasikan untuk wanita hamil dengan
riwayat kehamilan sebelumnya dengan bayi sindrom Down, pasangan
dengan riwayat infertilitas, dan keguguran berulang.
Pemeriksaan Pre-natal
Skrining Serum Maternal
28
Pemeriksaan darah ibu meliputi kombinasi dari penanda yang berbeda
yaitu alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human
chorionic gonadotropin (hCG) merupakan tes standar yang dikenal sebagai
“triple test”. Kadang-kadang pemeriksaan lainnya seperti inhibin A juga
dilakukan, sehingga nama test ini menjadi “quadruple test”. Tes ini
merupakan suatu pengukuran yang independen, dan dikombinasikan dengan
usia ibu, test ini dapat menghitung risiko janin dengan sindrom down.
USG
Amniosentesis
Merupakan prosedur mengambil cairan ketuban, cairan ini
mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes
kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin
memiliki sindrom down atau tidak.
Chorionic Villus Sampling
Dalam prosedur ini yang diambil bukan cairan ketuban, tetapi
sejumlah kecil jaringan dari plasenta muda (yang juga disebut sebagai
lapisan chorionic). Dimana jaringan ini mengandung sel-sel kromosom janin
yang dapat diuji untuk mendeteksi sindrom down.
Tes Non-invasif
Tes ini dilakukan dengan hanya menggunakan darah ibu. Tes ini
bertujuan untuk mencari DNA janin dalam darah ibu.
Pemeriksaan Post-natal
Pemeriksaan Kariotip
Tes fungsi tiroid
Kebanyakan anak dengan Sindroma down mengalami komplikasi
hipotiroid maupun hipertiroid.
Tes pendengaran
Dermatoglifik
29
Dermatoglifik atau pola sidik jari didefinisikan sebagai gambaran sulur-
sulur dermal yang pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak
tangan dan telapak kaki. Menurut Olivier yang membagi pola
dermatoglifi berdasarkan klasifikasi Galton atas tiga pola dasar yaitu :
Arch : pola dermatoglifi yang dibentuk oleh rigi epidermis yang berupa
garis-garis sejajar melengkung seperti busur. Dua macam pola arch yaitu
plain arch dan tented arch.
Loop : pola dermatoglifi berupa alur garis-garis sejajar yang berbalik
180°. Terdapat dua macam loop baik pada tangan maupun kaki sesuai
dengan alur membuka garis-garis penyusunnya. Pada tangan dikenal
loop radial dan loop ulnar sedang pada kaki dikenal loop tibial dan loop
fibular.
Whorl: pola dermatoglifi yang dibentuk oleh garis-garis rigi epidermis
yang memutar berbentuk pusaran. Empat macam pola whorl yaitu plain
whorl, central pocket loop, double loop, dan accidental whorl.
c. Diagnosis Banding
Disease/Condition Differentiating Differentiating Tests
Signs/Symptoms
Congenital Kadang-kadang sulit Normal karyotype.
hypothyroidism dibedakan. Secara
kasar dapat dilihat dari
aktifitasnya, karena
anak-anak
denganhipotiroidisme
sangat lambat dan
malas, sedangkan anak
dengan sindrom down
sangat aktif.
Pemberian makanan
yang buruk,
pertumbuhan yang
buruk, hipotonia,
30
konstipasi, kulit kering,
kelelahan.
31
f. Etiologi
Sindrom Down biasanya disebabkan karena kegagalan dalam
pembelahan sel atau disebut nondisjunction. Tidak diketahui mengapa hal ini
dapat terjadi. Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel ini
terjadi pada saat pembuahan dan tidak berkaitan dengan apa yang dilakukan ibu
selama kehamilan.
Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat
meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat terjadi saat mitosis
awal dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya terhenti
pada saat profase meiosis I tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi
ovulasi. Diantara waktu tersebut, oosit mengalami nondisjunction. Pada
sindrom Down, pada meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung 21
autosom danapabila dibuahi oleh spermatozoa normal, yang membawa autosom
21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Adanya virus/infeksi
2. Radiasi
3. Penuaan sel telur. Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap
kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat
terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami
kesalahan dalam pembelahan.
4. Gangguan fungsi tiroid. Dibeberapa penelitian ditemukan adanya
hipotiroid pada anak dengan sindrom Down termasuk hipotiroid
primer dan transien, pituitary-hypothalamic hypothyroidism, defisiensi
thyroxin- binding globulin (TBG) dan kronik limfositik tiroiditis.
Selain itu, ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada anak dengan
usia lebih dari 8 tahun yang menderita sindrom Down.
5. Umur ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko
melahirkan bayi dengan sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia
muda (kurang dari 35 tahun). Angka kejadian sindrom Down dengan
32
usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu
dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000
kelahiran. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen,
menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi
estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan
hormon LH (LuteinizingHormone) dan FSH (Follicular Stimulating
Hormone) yang secara tiba- tiba meningkat pada saat sebelum dan
selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
nondisjunction. Selain nondisjunction, penyebab lain dari sindrom
Down adalah anaphase lag. Yaitu, kegagalan dari kromosom atau
kromatid untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk
pada pembelahan sel, sebagai akibat dari terlambatnya
perpindahan/pergerakan selama anafase. Kromosom yang tidak masuk
ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat
meiosis ataupun mitosis.
g. Epidemiologi
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Kejadian sindroma Down diperkirakan satu per
800 sampai satu per 1000 kelahiran. Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit memperkirakan tingkat kejadiannya sebagai satu per 733
kelahiran hidup di Amerika Serikat (5429 kasus baru per tahun). Sekitar 95%
dari kasus ini adalah trisomi 21. Sindroma Down terjadi pada semua kelompok
etnis dan di antara semua golongan tingkat ekonomi. Kebanyakan anak dengan
Sindrom Down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom
Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit
putih lebih tinggi dari orang hitam. Sumber lain mengatakan bahwa angka
kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar
10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari
30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.
33
h. Faktor risiko
1. Usia ibu saat hamil
Usia wanita saat hamil berperan besar terhadap kesehatan dan
keselamatan janin dalam kandungan. Down syndrome bisa terjadi di
berapapun usia saat mengandung, tetapi peluangnya semakin besar pada
kehamilan di usia 35 tahun ke atas.
Hamil di usia 30 tahun memiliki peluang 1 banding 800 untuk
mengandung bayi Down syndrome. Wanita yang berusia 35 tahun saat hamil
berpeluang 1 banding 350. Risikonya meningkat tajam menjadi 1:10 pada
wanita yang hamil saat berusia 49 tahun. Walaupun begitu, kini banyak anak
Down syndrome yang lahir dari wanita berusia kurang dari 35 tahun karena
peningkatan angka kelahiran di usia muda.
Penelitian menemukan bahwa rahim wanita yang mendekati usia
menopause, kemampuan tubuh untuk menyeleksi kecacatan embrio sudah
menurun. Usia telur yang lebih tua juga dipercya memiliki risiko lebih tinggi
terhadap pembagian kromosom yang tidak tepat.
2. Genetik turunan orangtua
Dilansir dari Mayo Clinic, sekitar 4% kasus Down syndrome adalah
hasil dari genetik warisan salah satu pihak orangtua. Baik pria dan wanita
bisa menjadi pembawa Down syndrome di dalam gennya. Pembawa
genetik disebut sebagai carrier.
Seorang pembawa (carrier) bisa tidak menunjukkan tanda atau gejala
DS, tapi ia bisa menurunkan proses kelainan tersebut ke janinnya,
menyebabkan tambahan kromosom 21. Risiko menurunkan Down
syndrome akan tergantung pada jenis kelamin dari orangtua pembawa
kromosom 21 yang telah disusun ulang:
Jika ayah adalah agen pembawa (carrier), risiko DS sekitar 3%
Jika ibu adalah agen pembawa (carrier), risiko DS berkisar antara
10-15%
34
3. Pernah melahirkan bayi Down syndrome sebelumnya
Wanita yang sebelumnya pernah mengandung bayi Down syndrome
berisiko untuk memiliki bayi selanjutnya yang juga mengidap DS. Namun
begitu, peluangnya termasuk rendah. Umumnya, kehadiran Down
syndrome pada kehamilan selanjutnya hanya berkisar sekitar 1 persen.
Menurut penelitian Markus Neuhäuser dan Sven Krackow dari
Institute of Medical Informatics, Biometry and Epidemiology di
University Hospital Essen, Jerman, risiko bayi lahir dengan Down
syndrome juga bergantung pada seberapa jauh jarak usia antar anak
sebelumnya dengan bayi tersebut. Semakin jauh jarak antar kehamilan,
semakin meningkat risiko Anda mengandung bayi Down syndrome.
4. Kekurangan asam folat
Beberapa ahli berpendapat bahwa Down syndrome dapat dipicu oleh
kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal untuk memecah asam folat.
Penurunan metabolisme asam folat bisa berpengaruh terhadap pengaturan
epigenetik untuk membentuk kromosom.
Untuk mencegah hal ini, setiap wanita yang akan berencana hamil
sepatutnya harus mencukupi kebutuhan asam folat sejak sebelum hamil.
Bahkan, asupan asam folat perlu dipenuhi dari sejak remaja, bukan saat
hamil saja.
Asam folat memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan
otak dan sumsum tulang belakang bayi. Bahkan ketika Anda belum tahu
bahwa Anda hamil, otak dan sumsum tulang belakang bayi Anda sudah
mulai terbentuk. Dengan kandungan asam folat yang cukup pada darah
Anda saat itu, Anda telah membantu pembentukan otak dan sumsum
tulang belakang bayi secara optimal.
5. Faktor lingkungan
Faktor risiko yang paling umum dan seringnya menyebabkan bayi
terlahir dengan Down syndrome adalah paparan bahan kimia dan zat asing
yang ibu terima dari lingkungan sehari-hari selama masa kehamilan.
35
Rokok merupakan zat beracun yang dapat memengaruhi pembentukan
kromosom bayi semenjak dalam kandungan. Ibu yang merokok memiliki
rantai kromosom yang lebih pendek daripada normalnya. Selain
meningkatkan risiko mengandung bayi Down syndrome, merokok saat
hamil juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan kelainan jantung dan
otak.
6. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang
melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di
daerah sebelum terjadi konsepsi.
7. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
8. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
i. Patofisiologi
Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir diseluruh
bagian dalam nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat
lolos sebagai struktur tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam
nukleus yang diwarnai dengan jelas. Sewaktu sel mulai membelah, bahan
tersebut mulai mengatur dirinya untuk membentuk untaian kromosom.
Kromosom ini mengandung banyak molekul DNA yang tersusun dalam urutan
tertentu.
Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46 kromosom/23
pasang, merupakan susunan diploid. Dari ke 23 pasang disebut sebagai otosom,
dan 1 pasang kromosom seks. Wanita memiliki 2 kromosom X, dan pria
memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y dalam setiap sel. Dalam
terminologi standar, seorang wanita normal ditandai dengan 46 XX, seorang
pria normal ditandai dengan 46 XY. Kromosom yang terbentuk pada setiap
individu berasal dari kedua orangtua dalam porsi yang sama. Ovum dan sperma
normal masing-masing mengandung 23 kromosom, merupakan susunan haploid,
36
sehingga pembuahan menghasilkan zigot yang tersusun diploid dari 23 pasang
yang homolog.
Akan tetapi, kadang-kadang dijumpai penderita Sidrom Down yang
hanya memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah penderita Sidrom Down
translokasi 46. t(14q 21q). Setelah kromosom orang tuanya diselidiki terbukti
bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45 kromosom, termasuk
satu autosom 21, 1 autosom 14 dan satu autosom translokasi 14q 21q. Jelaslah
bahwa ibu itu merupakan “carrier” yang walupun memiliki 45 kromosom.
Sebaliknya laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi tidak dikenal dan apa
sebabnya demikian, sampai sekarang belum diketahui. (Suryo.Genetika
Manusia. 2001) (Patofisiologi, Edisi 4. 1994)
Pada Down syndrome trisomi 21, dapat terjadi tidak hanya pada meiosis
pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam
perkembangan zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah
kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat
profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi,
yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu
tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus
Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua
buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa
autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Beberapa sebab dapat terjadinya non-disjunction ini adalah :
Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh pada wanita
usia tua
Kandungan antibody tiroid yang tinggi
Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi. Oleh
karena itu para ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun) biasanya
mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapat anak sindroma
Down Tripel-21.
Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak
37
pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis
terjadi setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti
halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom
penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47, XX,+21 atau
47,XY,+21).
j. Manifestasi klinis
Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat
dengan mudah mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan
berbagai gangguan fungsi organ yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa
remaja
2. Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ
20-85 (rata-rata 50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur.
Gangguan artikulasi. Sleep apnea terjadi ketika aliran udara inspirasi
dari saluran napas atas ke paru mengalami hambatan selama 10
38
detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan hipoksemia atau
hiperkarbia.
3. Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan,
lemah lembut, sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang
mengalami kecemasan dan keras kepala.
4. Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi,
sedangkan kejang tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.
5. Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan
rambut lebih awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran,
hipotiroidisme yang berkaitan dengan umur, kejang, keganasan,
penyakit vaskular degeneratif, hilangnya kemampuan adaptasi, dan
meningkatnya demensia tipe Alzheimer.
6. Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai,
oksiput datar, fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent
metopic suture, tidak adanya sinus frontalis dan sfenoidalis, dan
hipolplasia sinus maksilaris.
7. Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus
bialteral, brushfield spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter
(50%), strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (31%),
konjungtivitis, kongenital katarak (3%), pseudopapiledema,
kekeruhan lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada
orang dewasa.
8. Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.
9. Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang
bercelah, pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah
yang merekah, angular cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis
gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang terlambat, mikroodonsia (35-
50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder, hipoplastik dan
hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.
10. Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis
39
media kronis dan hilang pendengaran sering terjadi.
11. Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan
kelemahan ligamen transversal yang menyangga proses odontoid
dekat dengan atlas yang melengkung. Kelemahan itu dapat
menyebabkan proses odontoid berpindah ke belakang,
mengakibatkan kompresi medula spinalis.
12. Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi
(40-50%); hal itu biasanya diobservasi pada pasien dengan
Sindroma Down yang berada di rumah sakit (62%) dan penyebab
kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun pertama
kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah
endocardial cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%),
secundum atrial septal defect (10%), tetralogy of Fallot (6%), dan
isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar 30% pasien
mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah
patent ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar
70% dari semua endocardial cushion defects berhubungan dengan
Sindroma Down.
13. Abdomen: rekti diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.
14. Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum.
Penyakit Hirschprung (<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum
Meckel, anus imperforata, dan omfalokel juga dapat terjadi.
15. Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis,
dan kriptorkoidisme.
16. Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima
dengan lipatan fleksi tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi,
meningkatnya jarak antara dua jari kaki pertama dan dislokasi
panggul yang didapat.
17. Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan
hipotiroidisme adalah gangguan tiroid yang paling sering didapat
40
pada pasien Sindroma Down. Diabetes dan menurunnya kesuburan
juga dapat terjadi.
18. Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko
untuk mengalami leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut
dan leukemia mieloid. Risiko relatif leukemia akut pada umur 5
tahun 56 kali lebih besar daripada anak tanpa Sindroma Down.
Transient Myeloproliferative Disease (TMD) adalah abnormalitas
hematologi yang sering mengenai bayi Sindroma Down yang baru
lahir. TMD dikarakteristikkan dengan proliferasi mieoblas yang
berlebihan di darah dan sumsum tulang. Diperkirakan 10% bayi
dengan Sindroma Down mengalami TMD.
19. Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali
untuk terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena
kerusakan imunitas seluler.
20. Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis,
alopesia areata, vitiligo, dan infeksi kulit berulang (Tarek, 2005).
Temuan Fisik
Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang
pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang
rangka tubuh penderita sindrom Down mempunyai ciri – ciri yang khas.
Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari
kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari
yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu
jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%) (Brunner, 2007).
Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan
xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis transversal pada
telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa,
alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren
(Am J., 2009).
41
Gambar 10. Garis Transversal Pada Telapak Tangan Sindrom Down
Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent
quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50.
Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila umur meningkat. Mereka
sering mendapat gangguan artikulasi. (Mao R., 2003).
Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan,
sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan
menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi
(Nelson, 2003)
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada
anak – anak sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering
didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat
beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal
yang berhubungandengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang
meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif,
ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer
dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya adalah
penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia (Am J., 2009).
Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly,
microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar
42
dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak
mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris
(John A. 2000).
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas
(upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan
epicanthal, titik – titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%,
strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur
kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans
dan keratoconus (Schlote, 2006). Pasien sindrom Down mempunyai hidung
yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata
(Schlote, 2006).
Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang
kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air
liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang
tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia
pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal
yang jelas (Selikowitz, Mark., 1997).
Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang
berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering
ditemukan. Kira – kira 60–80% anak penderita sindrom Down mengalami
kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga (William W. Hay Jr, 2002).
43
Gambar 11. Tanda dan Gejala Pada Anak Dengan Sindrom Down
k. Klasifikasi
Tidak ada literatur yang menjelaskan tentang pembagian sindrom
Down secara spesifik. Namun, baik sindrom Down maupun berbagai jenis
retardasi mental lainnya dapat didiagnosa dan dibagi atas 5 level intelektual
dibawah rata-rata sebagai berikut:
1. Mild Mental Retardation
Anak golongan ini memiliki rentang IQ antara 50-70. Mereka masih
bisa berkembang, menjadi mandiri seperti makan atau berpakaian sendiri
dengan bantuan minimal dari orang lain. Mereka mampu berbicara yang
44
dimengerti dengan baik oleh orang lain, menulis kata-kata sederhana, dan
mampu bergaul dengan baik. Terkadang mereka mampu beradaptasi dengan
sekolah biasa walaupun lambat laun akan sedikit mengalami ketertinggalan
dibandingkan teman sekelasnya. Anak dengan level IQ ini mampu lulus SMA
hingga bekerja pada sektor pekerjaan tidak terlatih maupun semi- terlatih.
2. Moderate Mental Retardation
Sindrom Down golongan ini, mempunyai rentang IQ 40-55. Mereka
memiliki keterlambatan perkembangan kemampuan berbahasa, seperti hanya
mampu menggunakan 4-10 kata saja pada usia 3 tahun. Anak golongan ini
tidak mampu beradaptasi dengan sekolah biasa, sehingga perlu dimasukkan ke
sekolah khusus untuk kelancaran proses pembelajaran akademiknya. Ketika
dewasa, mereka tidak bisa diperbolehkan melakukan aktivitas harian seperti
berbelanja atau memasak tanpa didampingi.
3. Severe Mental Retardation
Rentang IQ golongan ini berkisar antara 20-40.Mereka memiliki kosa
kata yang sangat terbatas dan hanya mampu berbicara sebatas 2-3
kalimat.Demikian juga dengan kemampuan motorik yang cukup lemah,
sehingga tidak bisa bermain dengan mainan mereka ketika kecil.Saat beranjak
dewasa, mereka hanya mampu berpakaian sendiri dengan jenis pakaian yang
sederhana dan hanya sebagian dari mereka yang bisa bekerja pada bidang
pekerjaan yang tidak terlatih.
4. Profound Mental Retardation
Retardasi mental golongan ini memiliki IQ dibawah 20.Mereka harus
didampingi penuh dalam setiap aktivitasnya.Anak golongan ini mampu
makan sendiri dengan sendok tetapi tidak dengan garpu atau pisau.Ketika
dewasa, mereka hanya mampu menguasai 300-400 kosa kata.Oleh karena
kemampuan berinteraksi yang kurang, mereka cenderung tidak bersosialisasi
dengan baik.Namun mereka masih mampu mengerti perkataan berupa
kalimat-kalimat perintah yang sederhana. Banyak orang dengan klasifikasi
retardasi mental ini, memiliki usia harapan hidup lebih rendah dari rata-rata
45
akibat berbagai penyakit yang sering menyertainya.
5. Mental Retardation, Severity Unspecified
Golongan ini diyakini kuat memiliki kriteria adanya retardasi mental,
tetapi inteligensianya tidak dapat ditentukan berdasarkan tes standar.
Pembagian ini dilakukan berdasarkan hasil tes IQ yang diberikan
kepada anak. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan sekolah atau kelas
mana yang sesuai ditempati oleh anak agar mampu menyerap materi
pembelajaran dengan baik sesuai kemampuannya tanpa merasa tertinggal
dibanding teman-temannya.
Klasifikasi berdasarkan Kromosomnya adalah sebagai berikut:
1. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14,
15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita sindrom Down.
Dibeberapa kasus, translokasi sindrom Down ini dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini
hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
46
lahir dengan sindrom Down trisomi 21 klasik dan translokasi. Trisomi
21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita sindrom Down.
3. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita sindrom Down, dimana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari
semua penderita sindrom Down.
l. Tatalaksana
1. Terapi Fisik (Physio Theraphy) , Terapi ini biasanya diperlukan
pertama kali bagi anak down syndrome. Dikarenakan mereka
mempunyai otot tubuh yang lemas, terapi ini diberikan agar anak
dapat berjalan dengan cara yang benar.
2. Terapi Wicara, Terapi ini perlukan untuk anak down syndrome yang
mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.
3. Terapi Okupasi, Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal
kemandirian, kognitif/ pemahaman, kemampuan sensorik dan
motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak
down syndrome tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh
sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak
memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak
47
mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa
menggunakan alat.
4. Terapi Remedial, Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami
gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini
adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa.
5. Terapi Sensori Integrasi, Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan
mengolah rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan
bagi anak down syndrome yang mengalami gangguan integrasi
sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik
halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas
dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
6. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy), Mengajarkan anak
down syndrome yang sudah berusia lebih besar agar memahami
tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat.
7. Terapi Akupuntur, Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik
persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf
yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.
8. Terapi Musik, Terapi musik adalah anak dikenalkan nada, bunyi-
bunyian, dll. Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan
ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi
dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan
fungsi tubuhnya yang lain juga membaik
48
syndrome diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan
tubuh lebih meningkat.
m. Komplikasi
Penderita sindrom Down akan mengalami beberapa masalah kesehatan.
Masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh penderita sindrom Down adalah
sebagai berikut:
1. Kelainan otak
Anak dengan sindrom Down akan mengalami retardasi mental ringan
hingga sedang dengan rentang intelligence quotient (IQ) 50-90. Setelah
umur 6 bulan, ukuran otak pada anak sindrom Down pada umumnya lebih
kecil dari pada ukuran normal. Selain itu juga terdapat keterlambatan
myelinisasi (25%), penyempitan girus temporosuperior (35%), penurunan
korteks sel granul saraf (20-50%) dan penyusutan ukuran batang otak dan
serebelum pada sebagian besar kasus.
2. Kelainan jantung
Sekitar 40%-60% penderita sindrom Down akan mengalami penyakit
jantung bawaan dengan bentuk tersering berupa atrioventricular septal
defect (AVSD). Bentuk lain kelainan yang terjadi adalah atrial septal
defect (ASD), ventricular septal defect (VSD), dan tetralogy of Fallot
(ToF). Kelainan jantung cenderung semakin berkembang seiring
berjalannya usia. Usia remaja atau dewasa muda merupakan saat kelainan
katup jantung mulai terjadi.
3. Kelainan mata
Pada 60-70% penderita sindrom Down akan mengalami kelainan
refraksi, termasuk hipermetropia yang memerlukan koreksi untuk
mencegah cacat sekunder. Kelainan mata lain juga dapat terjadi seperti
katarak kongenital, strabismus, nistagmus, keratokonus, blefaritis,
glaukoma, dan sumbatan duktus nasolakrimalis.
4. Kelainan ortopedi
Penderita sindrom Down akan lebih rentan mengalami kelainan
49
ortopedi berupa skoliosis, subluksasi/dislokasi panggul, pes planus, dan
metatarsus varus. Selain itu ketidak seimbangan pada sendi juga dapat
terjadi termasuk ketidak seimbangan patella dan craniovertebral. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan hipotonia, kelemahan ligamen, dan displasia
skeletal.
5. Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastointestinal terjadi pada 10% penderita sindrom Down.
Kelainan yang terjadi dapat berupa malformasi kongenital saluran
pencernaan, termasuk atresia esofagus, duodenum, jejunum, dan anus,
serta pankreas annular. Penyakit celiac dan Hirschprung juga umum
terjadi pada penderita sindrom Down.
6. Kelainan imunologis
Anak dengan sindrom Down akan mengalami kelainan fungsi
imunologis sehingga lebih rentan mengalami infeksi virus dan bakteri
terutama infeksi saluran
pernapasan.
7. Kelainan hematologi
Kelainan hematologi umum terjadi pada neonatus penderita sindrom
Down. Walaupun kelainan darah yang banyak terjadi umumnya jinak,
tetapi 1-2% kelainan tersebut dapat berkembang menjadi leukemia.
Transient myeloperative disorder (TMD) terjadi pada sekitar 5% neonatus.
Kelainan ini bersifat tidak simtomatis dan mengalami regresi spontan
pada usia 3 bulan, tetapi risiko terjadinya leukemia akan meningkat.
8. Kelainan tiroid
Kelainan tiroid berupa hipotiroidisme umum terjadi pada 15-30%
penderita sindrom Down. Tanda dan gejala kelainan tiroid tidak terlihat
dengan jelas karena tersamarkan dan menjadi bagian dari fenotipe
sindrom Down. Hipertiroidisme walaupun lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan hipotiroid, tetapi frekuensi kejadiannya meningkat
pada penderita sindrom Down dibandingkan populasi normal yaitu 0,12-
50
1,6% atau 28 kali lebih besar dari populasi normal.
9. Kelainan pendengaran
Sebanyak 50-75% anak dengan sindrom Down akan mengalami
gangguan pendengaran, baik tipe conductive hearing loss (CHL) maupun
sensorineural hering loss (SNHL) karena hipotiroid. Kelainan
pendengaran tipe CHL pada umumnya disebabkan oleh karena otitis
media efusi (OME). Penelitian yang dilakukan Barr menunjukkan
prevalensi OME pada tahun pertama adalah 93% sedangkan pada tahun
kelima sebesar 68% pada anak sindrom Down. Kelainan SNHL memiliki
onset lebih lama, mengenai frekuensi tinggi, dan prevalensinya meningkat
dengan usia.
Meskipun demikian penyakit jantung koroner didapatkan rendah pada
penderita sindrom Down. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan
patologi dimana didapatkan rendahnya kemungkinan terjadi
aterosklerosis pada penderita sindrom Down (Tyler, 2004) :
Leukemia. Anak-anak dengan sindrom Down lebih cenderung
menderita leukemia. Hal ini berdasarkan pengamatan bahawa
leukemia tertentu dapat berhubungan dengan defek pada kromosom
21.
Penyakit menular. Disebabkan sistem imun yang terganggu, penderita
sindrom Down lebih mudah terkena serangan penyakit menular
seperti radang paru-paru.
Demensia. Resiko untuk terkena demensia di waktu tua, tanda dan
gejala demensia sering muncul sebelum berumur 40 tahun. Mereka
yang menderita demensia juga mempunyai kecenderungan yang tinggi
menderita kejang.
Apnea tidur. Disebabkan oleh perubahan pada sel jaringan dan tulang
yang menyebabkan penyempitan pada jalan pernafasan, risiko untuk
terjadinya sleep apneu tinggi.
51
n. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
52
vili plasenta. Sel-sel ini kemudian akan dilakukan analisis kromosom untuk
menentukan kariotipe janin.
Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena
dapat menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan biologi molekular
misalnya Gene targeting atau Homologous recombination gene dapat dinon-
aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang bertanggung jawab terhadap
munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.
p. SKDI
Gangguan perkembangan pervasif ( GDD ) : SKDI 2
Hipotiroid : SKDI 2
q. Indikasi Rujukan
53
Dalam mempelajari perkembangan dapat dibagi atas beberapa kategori yang
spesifik seperti gerakan motorik kasar, gerakan motorik halus, perkembangan
bahasa, sosial dan emosional. Pada anak yang normal, proses perkembangan
terjadi dalam kecepatan yang berbeda misalnya ada anak yang berjalan dalam
usia yang lebih cepat dari sebagian anak lain namun lambat dalam perkembangan
berbicaranya. Proses perkembangan anak ialah bertambahnya kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dan bersifat kualitatif.
Milestones
Milestone adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur
tertentu. Milestone dibagi dapat dibagi menjadi beberapa kriteria:
Motorik Kasar
o 3 bulan:
Belajar mengangkat kepala
Kepala bergerak dari kiri ke kanan mengikuti gerakan benda
o 3-4 bulan:
Menegakkan kepala 900 dan mengangkat dada dengan
bertopang dada
Menoleh ke arah suara
o 6-9 bulan:
Duduk tanpa dibantu
Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
Merangkak, meraih benda atau mendekati seseorang
o 9-12 bulan:
Merangkak
Berdiri sendiri tanpa dibantu
Dapat berjalan dengan dituntun
o 12-13 bulan:
Berjalan tanpa bantuan
o 12-18 bulan:
54
Berjalan mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya
Milestone Bahasa
o 3 bulan:
Mengoceh spontan atau bereaksi dg mengoceh (cooing)
o 3-6 bulan:
Tertawa dan menjerit gembira bila diajak main
o 6-9 bulan:
55
Mengeluarkan kata-kata tanpa arti (bubbling), da-da, ta-ta
o 9-12 bulan:
Menirukan suara
Dapat mengulang bunyi yg didengarnya
Belajar menyatakan satu atau dua kata
o 12-18 bulan:
Mengatakan 5-10 kata
Milestone Sosial
o 3-4 bulan:
Mampu menatap mata anda
Tersenyum bila diajak bicara/senyum
Tertawa dan menjerit gembira bila diajak main
o 6-9 bulan:
Mulai berpartisipasi dalam tepuk tangan dan petak umpet
o 9-12 bulan:
Berpartisipasi dalam permainan
o 18-24 bulan:
Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan
mereka
Milestone Emosi
o 3 bulan:
Bereaksi terhadap suara bunyi
o 3-6 bulan:
Tersenyum melihat gambar/mainan lucu atau binatang peliharaan
Tertawa dan menjerit gembira bila diajak main
o 6-9 bulan:
Mengenal anggota keluarga dan takut terhadap orang asing
o 9-12 bulan:
56
Memperlihatkan minat yg besar terhadap sekitarnya
o 12-18 bulan:
Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
3. Hernia Umbilikalis
Berbagai macam gejala berkembang pada anak dengan hernia. Tanda-tanda dan
gejala termasuk:
1. Peradangan di daerah menonjol
2. Intens nyeri
3. Jarang, testis atau usus terpengaruh
4. Perasaan kemudahan
5. Muntah
Bersin, batuk dan menangis meningkatkan tekanan di daerah perut dan
membuat gejala hernia buruk. Komplikasi utama yang terkait dengan hernia yang
merusak beberapa organ. Carilah seorang ahli bedah pediatrik jika anda
57
hernia berkembang lebih pada anak-anak di bawah usia. Diagnosis ahli bedah
kondisi dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Dokter bedah dapat meminta
anak untuk batuk untuk membuat hernia lebih jelas.
TandaHernia
Hernia biasanya sudah ada pada saat bayi lahir, tetapi mungkin tidak terlihat
selama beberapa minggu atau bulan setelah kelahiran. Ketegangan dan menangis
tidak menyebabkan hernia, namun tekanannya pada perut dapat membuat hernia lebih
atau benjolan di selangkangan atau skrotum dan daerah sekitar pusar. Benjolan
mungkin akan lebih terlihat ketika bayi menangis, dan mungkin akan mengecil atau
menghilang saat bayi tenang. Dokter anada dapat mendorong tonjolan itu ketika anak
berbaring tenang, sehingga membuatnya lebih kecil.
Bahaya Hernia
Sesekali, lekukan usus yang menonjol melalui hernia dapat terjepit dan tidak bisa
didorong kembali dengan lembut ke rongga perut. Ketika ini terjadi, bagian dari usus
itu dapat kehilangan suplai darah dan rusak. Pasokan darah yang baik diperlukan agar
usus sehat dan berfungsi dengan baik. Gejala yang dapat terlihat ketika hal itu terjadi
antara lain:
1. Perubahan warna kemerahan pada hernia
2. Muntah
3. Menangis atau rewel
4. Demam
Lebih dari dua pertiga hernia terjepit terjadi pada anak berusia kurang dari satu
tahun. Gejala hernia terjepit mungkin mirip kondisi atau masalah medis lain.
Selalu konsultasikan dengan dokter anda untuk diagnosis.
Diagnosis
Hernia dapat didiagnosis dengan pemeriksaan fisik oleh dokter anda. Anak
58
anda akan diperiksa untuk menentukan apakah hernianya dapat didorong kembali ke
dalam rongga perut atau tidak. Dokter anak anda dapat meminta rontgen perut atau
ultrasound untuk memeriksa usus lebih rinci, terutama jika hernia tidak dapat
didorong kembali.
4.KPSP
Definisi
2. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan. Bila umur anak
lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh : bayi umur 3 bulan
16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan
menjadi 3 bulan.
3. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
59
“dapatkah bayi makan kue sendiri?”
b. Perintah kepada ibu atau pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan
tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “pada posisi bayi anda terlentang,
tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan–lahan ke
posisi duduk”
5. Baca dulu dengan baik pertanyaan–pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau
2. Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah).
1. Orang tua atau pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.
60
2. Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi
3. Keterlibatan orang tua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak
anak.
3. Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter atau dokter
menghambat perkembangannya.
4. Lakukan KPSP ulang setelah dua minggu menggunakan daftar KPSP yang
5. Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah
bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak.
Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan dua minggu dan ia hanya bisa 7-
8 YA. Lakukan stimulasi selama dua minggu. Pada saat menilai KPSP
kembali gunakan dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah
61
6. Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.
7. Bila setelah dua minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban
YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan
fasilitas klinik tumbuh kembang (Depkes RI, 2012).
62
BAB III
63
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Amri, laki-laki, usia 12 bulan, mengalami Global developmental delay,
mikrosefali et causa sindroma Down , suspek hipotiroid kongenital
dan gangguan pendengaran
DAFTAR PUSTAKA
64
Erin, Dwi. 2016. Perbandingan Hasil Skrining Deteksi Tumbuh Kembang Anak Usia
Prasekolah Antara Metode Pemeriksaan KPSP (Kuesioner Pra-Skrining
Perkembangan) Dengan Denver II Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Metro.
Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
[http://digilib.unila.ac.id/21562/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBA
HASAN.pdf] Diakses pada tanggal 26 Maret 2019 pukul 17.44 WIB.
Kementerian kesehatan. 2015. Petunjuk Klinis penggunaan Buku Kesehatan Ibu Dan
Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
[http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/JUKNIS%20BUKU%20KIA%2020_03%202016.pdf ] Diakses pada
tanggal 26 maret 2019 pukul 19.17 WIB.
Afriani, Risma. 2016. Pengaruh Hipnobirthing terhadap Nilai Apgar Bayi Baru
Lahir pada Persalinan Normal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
65
Abidin Banda Aceh Tahun 2005. (Online).
(http://repository.usu.ac.id./bitstream/handle/123456789/57092/Chapter%20II.pd
f?sequence=4&isAllowed=y diakses pada 26 Maret 2019)
Gunarhadi. 2005. Penanganan Anak Syndrome Down Dalam Lingkungan Keluarga
dan Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Hurairah, Khairul Aizat Abu. 2012. Prevalensi Kejadian Penyakit Jantung
Kongenital pada Anak Penderita Sindrom Down di RSUP Haji Adam Malik pada
Tahun 2008 – 2010.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31669/Chapter%20II.pdf
?sequence=4&isAllowed=y diakses pada 26 Maret 2019)
Belinda, Impi. 2015. Distribusi Penderita Sindrom Down Berdasarkan Analisis
Sitogenetik di Laboratorium Cebior. (Online).
(https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/9901 diakses pada
26 Maret 2019)
Hajar, Nur, 2014. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Down Syndrome.
(Online). (http://eprints.ums.ac.id/26696/3/BAB_II.pdf diakses pada 26 Maret
2019)
Suryo. 2001. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia.
Universitas Gadjah Mada press, cetakan ke 6. Hal. 259-270.
Adkinson R.L, Brown M.D. 2007. Disorders of gender differentiation and sexual
development in Elsevier’s Integrated Genetic. Hal. 17-20.
Reed E.P. 2005. Medical genetics. Current medical diagnosis and treatment,
McGraw-Hill Companies. Edisi 44. Hal. 1670.
Sherman SL, Allen EG, Bean LH, Freeman SB. 2007. Epidemiology of Down
Syndrome. Mental Retardation And Developmental Disabilities Research
Reviews. 13: 221 – 227.
Dhamayanti, Meita. 2006. Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) Anak. Sari
66
Pediatri. Vol. 1, no: 1. Juni 2006: 9-15
Kawanto, Frieda Handayani. 2007. Pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan
Sindrom Down. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.
Ciptomangunkusumo
Bunt CW, Bunt SK. Role of the family physician in the care of children with Down
syndrome. Am Fam Physician. 2014 Dec 15. 90 (12):851-8.
67