Anda di halaman 1dari 5

Ahmad Ghozian Adani

04011281621087
Kelompok B5

Learning Issues
1. Anemia Hemolitik
a. Etiologi
a) Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit kelainan karena faktor ini
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada
anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada
orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan
krisi aplastik.Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira
15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan
radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari
penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur
eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan
oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation
 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
3) Hemoglobinopatia
Hemoglobinopatia adalah kelainan sintesis hemoglobin atau variasi struktur
hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal.
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun,
sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan normal. Sebenarnya terdapat
2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal
HbS, HbE dan lain-lain .
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
b) Faktor Ekstrinsik :
1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat.
3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk
oleh tubuh sendiri.
4) Infeksi, plasmodium, boriella

b. Epidemiologi
Prevalensi dan angka kejadian anemia hemolitik antara laki-laki dan perempuan memiliki
jumlah yang sama. Angka kejadian tahunan anemia hemolitik autoimun dilaporkan mencapai
1/100.000 orang pada populasi secara umum. Sferositosis herediter (SH) merupakan anemia
hemolitik yang paling sering dijumpai, angka kejadiannya mencapai 1/5000 orang di negara
Eropa, di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Hingga saat ini belum tersedia data
epidemiologi SH di Indonesia.
Defisiensi G6PD menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut
di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia insidennya diperkirakan 1-14%, prevalensi defisiensi
G6PD di Jawa Tengah sebesar 15%, di Indonesia bagian Timur disebutkan bahwa insiden
defisiensi G6PD adalah 1,6 - 6,7% .

c. Faktor Risiko
Sama kayak etiologi

d. Patogenesis
AHA disebabkan oleh autoantibodi terhadap antigen eritrosit. Autoantibodi tersebut
berikatan dengan eritrosit. Begitu eritrosit dilapisi oleh antibodi, maka ia akan dihancurkan
melalui satu mekanisme atau lebih. Peristiwa destruksi eritrosit yang diperantai oleh sistem
imun terjadi melalui aktivasi sistem komplemen, mekanisme seluler, maupun kombinasi
keduanya.
1) Aktivasi komplemen
Secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuri.
Ada tiga efek utama dari aktivasi komplemen, yaitu: (1) lisis sel, seperti pada
bakteri, allografts, dan sel-sel tumor; (2) menghasilkan mediator yang berpartisipasi dalam
proses inflamasi (anafilaktosin) dan menarik neutrofil (kemoatraktan); dan (3) opsonisasi,
yaitu peningkatan fagositosis.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.
Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1,
IgG2, dan IgG3. IgM disebut aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan
antigen polisakarida pada permukaan eritrosit pada suhu di bawah suhu tubuh (<37ºC dan
optimal pada suhu 20-25ºC). Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan
antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
Hasil akhir dari jalur komplemen adalah terbentuknya membrane attack complex
dalam jumlah besar. Akibatnya eritrosit dapat dihancurkan secara langsung, yang dikenal
sebagai hemolisis intravaskular.
2) Aktivasi Mekanisme Seluler
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen,
atau berikatan dengan komponen komplemen, namun tidak terjadi aktivasi komplemen
lebih lanjut, maka eritrosit tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses
immunoadherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai seluler.
Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR (reseptor antibody) akan
menyebabkan fagositosis.

Dalam kebanyakan kasus bagian Fc dari antibodi akan dikenali oleh reseptor Fc
makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Dengan demikian, penghancuran eritrosit
akan terjadi di mana sel makrofag berlimpah-yaitu di limpa, hati, dan sumsum tulang.
Karena anatomi khusus yang dimiliki limpa, organ ini sangat efisien dalam sekuestrasi
eritrosit yang terlapisi antibodi, dan sering menjadi situs utama destruksi eritrosit.
Meskipun dalam kasus yang parah, bahkan monosit pun dapat mengambil bagian dalam
proses ini, sebagian besar kerusakan eritrosit dimediasi fagositosis terjadi di limpa dan hati,
dan karena itu disebut hemolisis ekstravaskular.

2. Hematopoesis
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah. Tempat
utama terjadinya hemopoiesis berada di yolk sac (kantung kuning telur) pada beberapa minggu
pertama gestasi. Sejak usia enam minggu sampai bulan ke 6-7 masa janin, hati dan limpa
merupakan organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2
minggu setelah lahir. Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan
kehidupan janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan
dewasa yang normal. Sel-sel yang sedang berkembang terletak di luar sinus sumsum tulang
dan sel yang matang dilepaskan ke dalam rongga sinus. Proses ini terjadi pada masa prenatal
(masih dalam kandungan) dan post natal (setelah lahir).
Sejak 3 bulan sebelum kelahiran, sumsum tulang menjadi lokasi utama hematopoiesis dan
akan berlanjut sebagai sumber sel darah setelah lahir dan sepanjang kehidupan. Proses
pembentukan darah dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar apabila individu dalam
keadaan patologis (sumsum tulang sudah tidak berfungsi atau kebutuhan meningkat).
Pembentukan darah di luar sumsum tulang ini disebut hematopoiesis ekstra meduler.
Asal mula dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah berasal dari sel stem hematopoietik
pluripoten yang mempunyai kemampuan untuk pembaharuan diri dan mampu berkembang
menjadi progenitor multipoten. Selanjutnya, progenitor multipoten akan berkembang menjadi
progenitor oligopoten yakni common lymphoid progenitor (CLP) dan common myeloid
progenitor (CMP). Sel induk yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi melalui salah
satu garis turunan sel dan membentuk suatu jalur sel khusus disebut sel stem committed
Berbagai sel stem committed bila ditumbuhkan dalam biakan akan menghasilkan koloni
tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang menghasilkan eritrosit disebut unit
pembentuk koloni eritrosit (CFU-E/colony forming unit-erythrocyte). Demikian pula unit yang
membentuk koloni granulosit dan monosit yang disebut CFU-GM, dan seterusnya.
Sel punca myeloid dan sel punca limfoid berkembang langsung menjadi sel prekursor.
Generasi berikutnya adalah sel prekursor (-blast). Setelah beberapa kali pembelahan, sel
prekursor akan berkembang menjadi bagian sesungguhnya dari darah, contohnya, monoblast
akan berkembang menjadi monosit

Anda mungkin juga menyukai