Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B

Kelompok 1

Dosen Pembimbing : dr. Thia Prameswarie, M.Biomed


Nama Anggota :
Salsabila 702020007
Irfan Ahmad Humaidi 702020012
Lucy Valentina 702020020
Sintha Lailatul Afifah 702020037
Aldeo Eriksyah 702020040
Kinanti Tri Andini 702020043
Shalva Syamsi Andena Putri 702020062
M. Muharam Habibie 702020072
Gina Tul Farhah 702020094
Aiverda Urfi 702020109
Iktia Ica Rama Fachrani 702020119

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “ Laporan Tutorial Skenario B Blok
12 “ sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-
pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Thia Prameswarie , M.Biomed selaku tutor kelompok 1.
4. Teman-teman sejawat.
5. Semua pihak yang membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.

Palembang, 17 Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Maksud dan Tujuan....................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
2.1 Data Tutorial ................................................................................................................................. 5
2.2 Skenario Kasus.............................................................................................................................. 6
2.3 Klarifikasi Istilah .......................................................................................................................... 7
2.4 Identifikasi Masalah ...................................................................................................................... 8
2.5 Prioritas Masalah .......................................................................................................................... 9
2.6 Analisis Masalah ........................................................................................................................... 9
2.7 Kesimpulan ................................................................................................................................. 33
2.8 Kerangka Konsep ........................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 35

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Endokrin adalah blok keduabelas pada semester IV dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial
merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL). Dalam
tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok
dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang
ada. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang membahas
studi kasus berjudul “Tanganku Gemetaran” guna melatih kemampuan dan
pengetahuan mahasiswa.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Thia Prameswarie , M.Biomed
Moderator : M. Muharam Habibie
Sekretaris Meja : Aiverda Urfi
Sekretaris Papan : Sintha Lailatul Afifah
Waktu : Selasa, 17 Mei 2022- Jumat,19 Mei 2022
Pukul 08.00 - 10.30 WIB
Peraturan Tutorial : 1. Dilarang makan dan minum saat
diskusi berlangsung
2. Dilarang berdiskusi sendiri-sendiri.
3. Menonaktifkan ponsel atau dalam
keadaan diam.
4. Mengacungkan tangan saat akan
mengajukan pendapatatau argumen.
5. Dilarang meninggalkan ruang
tutorial.

5
2.2 Skenario Kasus

“Tanganku Gemetaran”

Ny. B, 31 tahun, datang ke poli umum RSMP dengan keluhan utama tangan sering
gemetar sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini disertai dengan dada yang berdebar-debar, mudah
lelah bila banyak beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung. Ny. B tidak tahan pada cuaca panas dan nafsu makannya meningkat namun tidak
disertai peningkatan berat badan. Ny. B terkadang merasa ada yang mengganjal saat menelan
karena terdapat benjolan pada leher bagian tengah agak ke bawah yang makin lama makin
membesar sejak 1 bulan yang lalu.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : Kompos mentis, BB 48 kg (BB 1 bulan lalu 58 kg), TB 162 cm

Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, nadi 112x/menit, regular, pernapasan 22 x/menit, temp
37,0OC

Kepala : Exopthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+), stelwag sign (+), rosenbach
sign (+), mobius sign (+), von grave sign (+), joffroy sign (+)

Leher : JVP 5-2 mmH2O

Pemeriksaan khusus

- Inspeksi : tampak benjolan leher sebelah kanan dan kiri, bulat seperti
telur ayam, rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas normal (tidak ada
tanda-tanda radang)

- Palpasi : massa kenyal padat ukuran 4 x 5 cm, fluktuasi (-), isthmus


tidak teraba, mobile, tidak teraba panas, nyeri tekan (-).

- Auskultasi : bruit (+)

Thoraks

6
- Jantung : Inspeksi: iktus kordis tidak terlihatpalpasi: iktus kordis teraba
2 jari lateral linea midclavicularis sinistra perkusi: batas jantung kiri 2 jari lateral
linea midclavicularis sinistra auskultasi: bunyi jantung normal, HR 112 x/menit,
regular, bising (-)
- Paru : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+), edema (-)

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Exopthalmus: protrusio mata abnormal (dorland 30)

2. Lid retraction: suatu aksi yang menarik kebelakang atau kondisi yang menyebabkan
kelopak mata tertarik (dorland 30)

3. Lid lag: keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata (dorland 30)

4. Tremor: gemetar atau menggigil yang involunter (dorland 29)

5. Mobius sign: kelumpuhan wajah dan tidak dapat menggerakkan mata ( dorland 30)

6. Stelwag sign: jarang berkedip atau tidak berkedip dengan sempurna dorland 30)

7. Bruit: bunyi seperti tiupan pada aneurisme (dorland 29)

8. Berdebar-debar: atau palpitasi perasaan denyut jantung yang tidak teratur yang
sifatnya subjektif (dorland 30)

9. Isthmus: hubungan yang sempit antara dua badan atau bagian yang lebih besar
(dorland 30)

10. Joffroy sign: tidak bisa mengerutkan dahi ketika mata melihat ke atas (dorland 29)

11. Rosenbach sign: tremor pada palpebra pada saat mentup mata (dorland 30)

12. Mobile:bagian yang terfiksasi dapat digerakkan (dorland 30)

7
2.4 Identifikasi Masalah
1. Ny. B, 31 tahun, datang ke poli umum RSMP dengan keluhan utama tangan sering
gemetar sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini disertai dengan dada yang berdebar-
debar, mudah lelah bila banyak beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa
cemas dan mudah tersinggung.

2. Ny. B tidak tahan pada cuaca panas dan nafsu makannya meningkat namun tidak
disertai peningkatan berat badan. Ny. B terkadang merasa ada yang mengganjal saat
menelan karena terdapat benjolan pada leher bagian tengah agak ke bawah yang
makin lama makin membesar sejak 1 bulan yang lalu.

3. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : Kompos mentis, BB 48 kg (BB 1 bulan lalu 58 kg), TB 162 cm

Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, nadi 112x/menit, regular, pernapasan 22 x/menit,


temp 37,0OC

Kepala : exopthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+), stelwag sign (+),
rosenbach sign (+), mobius sign (+), von grave sign (+), joffroy sign (+)

Leher : JVP 5-2 mmH2O

Pemeriksaan khusus

- Inspeksi : tampak benjolan leher sebelah kanan dan kiri, bulat seperti telur ayam,
rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas normal (tidak ada tanda-tanda
radang)

- Palpasi : massa kenyal padat ukuran 4 x 5 cm, fluktuasi (-), isthmus tidak teraba,
mobile, tidak teraba panas, nyeri tekan (-).

- Auskultasi : bruit (+)

Thoraks :

- Jantung : inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

palpasi: iktus kordis teraba 2 jari lateral linea midclavicularis sinistra

perkusi: batas jantung kiri 2 jari lateral linea midclavicularis sinistra

auskultasi: bunyi jantung normal, HR 112 x/menit, regular, bising (-)

8
- Paru : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+), edema (-)

2.5 Prioritas Masalah


Ny. B, 31 tahun, datang ke poli umum RSMP dengan keluhan utama tangan sering
gemetar sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini disertai dengan dada yang berdebar-debar, mudah
lelah bila banyak beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung.

Alasan: keluhan utama ny B apabila tidak segera ditatalaksana dapat menyebabkan


komplikasi dan Sudah mengganggu aktivitas Ny B dimana Ny B mudah lelah

2.6 Analisis Masalah


1. Ny. B, 31 tahun, datang ke poli umum RSMP dengan keluhan utama tangan
sering gemetar sejak 1 minggu terakhir. Keluhan ini disertai dengan dada yang
berdebar-debar, mudah lelah bila banyak beraktivitas, keringat berlebihan,
mudah merasa cemas dan mudah tersinggung.

a) Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi pada kasus?

Jawaban:

Anatomi GlandulaThyroidea
Glandula thyroidea terdiri atas lobus dexter dan sinister yang
dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Glandula ini merupakan organ
vascular yang dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina
pretrachealis fascia profunda. Selubung ini melekatkan glandula pada
larynx dan trachea. (Snell, 2017)
Setiap lobus berbentuk seperti buah pir, dengan apexnya menghadap ke
atas sampai linea obliqua cartilaginis tyroideae dan basisnya terletak di
bawah setinggi cincin trachea keempat atau kelima. (Snell.2017)
Isthmus meluas melintasi garis tengah di depan cincin trachea kedua,
ketiga dan keempat . Sering terdapat lobus pyramidalis, yang menonjol ke

9
atas dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita fibrosa
atau muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis dengan os
hyoideum. Jika pita ini muscular, disebut musculus levator glandulae
thyroideae

Gambar 1. Glandula thyroidea memperlihatkan hubungannya dengan


larynx dan trachea serta pembuluh darah besar leher. Juga diperlihatkan
pendarahan dan aliran vena glandula thyroidea. Diagram bawah
memperlihatkan glandulae parathyroideae di posterior glandula thyroidea.

 Batas- batas Lobus


1) Ke anterolateral: musculus sternothyroideus, venter superior
musculi omohyoidei, musculus sternohyoideus, dan pinggir
anterior muscul.us sternocleidomastoideus .
2) Ke posterolateral: Selubung carotis dengan arteria carotis
communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus Ke medial:
Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Berkaitan dengan
struktur-struktur ini adalah musculus cricothyroideus dan
persarafannya nervus laryngeus externus. Di sulcus antara
oesophagus dan trachea terdapat nervus laryngeus recurrens

10
Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat berbatasan dengan
glandula parathyroidea superior dan inferior di daerah posterior dan
anastomosis terletak di antara arteria thyroidea superior dan inferior.
 Batas-batas isthmus
1) Ke anterior: musculus stemothyroideus, musculus stemohyoideus,
vena jugularis anterior, fascia, dan kulit.
2) Ke posterior: Cincin trachea kedua, ketiga, dan keempat.
Cabang-cabang terminal arteria thyroidea superior beranastomosis
sepanjang pinggir atas isthmus. (Snell,2017)
 Perdarahan
Arteri-arteri yang mendarahi glandula thyroidea adalah arteria
thyroidea superior, arteria thyroidea inferiot dan kadang-kadang arteria
thyroidea ima. Arteri-arteri ini saling beranastomosis dengan luas di
permukaan glandula. (Snell,2017)
Arteria thyroidea superior, cabang dari arteria carotis extema,
berjalan turun menuju ke kutub atas setiap lobus, bersama dengan nervus
laryngeus externus (Gambar 1).
Arteria thyroidea inferior, cabang dari truncus thyrocervicalis,
berjalan ke atas di belakang glandula sampai setinggi cartilago cricoidea.
Kemudian arteri membelok ke medial dan bawah untuk mencapai
pinggir posterior glandula. Nervtrs laryngeus recurrens melintas di
depan atau belakang arteri ini, atau mungkin berjalan di antara cabang-
cabangnya. (Snell,2017)
Arteria thyroidea ima, jika ada merupakan cabang dari arteria
brachiocephalica atau arcus aortae. Berjalan ke atas di depan trachea
menuju isthmus. (Snell,2017)
Vena-vena dari glandula thyroidea adalah vena thyroidea superior
yang bermuara ke vena jugularis intema; Vena thyroidea media, yang
bermuara ke vena jugularis interna; dan vena thyroidea inferior. Vena
thyroidea in{erior dari kedua sisi beranastomosis safu dengan lainnya
pada saat mereka berjalan furun di depan trachea. Vena-vena ini akan
bermrrara ke dalam vena bradriocephalica sinistra di dalam rongga
thorax.

11
 Aliran limfe
Cairan limfe dari glandula thyroidea terutama mengalir ke lateral ke
dalam nodi lymphoidei cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe
berjalan turun ke nodi lymphoidei parahacheales.
 Persarafan
Ganglion sympathicum cervicale superius, medium, dan inferius.

Gambar 2. Potongan melintang leher setinggi vertebra cervicalis VI.

Fisiologi Glandula Thyroidea

Fungsi Glandula Thyroidea sebagai reaksi terhadap terbentuknya


thyroid-stim ulating hormone oleh pars anterior pituitarii, hormon thyroxin
dan triiodotironin dilepaskan dari koloid folikular dan masuk ke aliran
darah (Gambar 3). Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme di
hampir seluruh sel dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen, dan
meningkatkan produksi panas. Sel-sel parafolikular menghasilkan hormon
tirokalsitonin, yang menurunkan kadar kalsium darah. Sel-sel parafolikular
distimulasi oleh hiperkalsemia dan dihambat oleh hipokalsemia. Hormon
ini tidak dikendalikan oieh glandula pituitaria. (Snell,2017)

12
Gambar 3. Pembentukan dan pengendalian sekresi sel-sel folikular di
dalam glandula thyroidea. Perhatikan mekanisme umpan balik ke
hypothalamus.

b) Apa makna Ny. B, 31 tahun, datang ke poli umum RSMP dengan keluhan
utama tangan sering gemetar sejak 1 minggu terakhir?

Jawaban :

Maknanya hal tersebut merupakan manifestasi klinis hipertiroid yaitu


akibat dari Peningkatan kadar hormon tiroid yang berinteraksi dengan
merangsang sistem saraf simpatis (katekolamin) secara berlebihan yang
mana hal tersebut dapat menyebabkan tangan sering bergetar /tremor.
(Price,2015)

Gerakan ini timbul akibat berkontraksinya otot-otot yang berlawanan


secara bergantian atau irregular dengan frekuensi dan amplitudo tetap dalam
periode waktu yang lama. Tremor ini juga berhubungan dengan kelelahan,
ketakutan, emosi, kesadaran, rasa panas, rasa dingin, medikasi, alkohol, dan
penggunaan obatobatan. Tremor juga merupakan salah satu manifestasi
klinis dari Hipertiroid. (Turmewah,2015)

c) Apa penyebab dari tangan gemetar pada kasus?

Jawaban :

13
Karena adanya peningkatan hormone tiroid yang mengakibatkan
terjadinya hipertiroidisme. Hipertiroidisme yang berinteraksi dengan
sistem saraf simpatis (katekolamin) dapat menyebabkan peningkatan kerja
saraf simpatis dan juga dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas motorik
pada tubuh sehingga timbul tremor (Guyton,2014).

d) Bagaimana mekanisme tangan sering gemetar pada kasus?

Jawaban:

FR (autoimun/ grave diseuse) → Stimulasi abnormal kelenjar tiroid


→ hiperaktivitas kelenjar tiroid → hipertiroid → Tirotoksikosis →
Peningkatan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi → Peningkatan respon
terhadapan katekolamin Peningkatan epineprin dan norepineprin →
Peningkatan system saraf simpatis → Peningkatan rangsangan terhadap
ganglion basalis → Peningkatan efek ke sinaps tonus otot →Tremor/
Tangan gemetar. (Price,2015)

e) Apa saja kemungkinan penyakit dari tangan gemetar?

Jawaban :

Tremor istirahat : penyakit Parkinson, sindroma Parkinson pos – ensefalitis


sindroma Parkinson karena obat obatan

Tremor postural : tirotoksikosis,lesi seberal yang berat, penyakit Wilson,


neurosifilis

Tremor intention : penyakit batang otak atau serebeler : sclerosis multiple,


degenerasi spinoserebeler, penyakit vaskuler . (Permana,2020)

f) Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?

Jawaban :

Hubungannya sebagai faktor risiko. Tingginya kejadian gangguan


fungsi tiroid pada perempuan terutama masa reproduktif dibandingkan pada
laki-laki diduga karena adanya peran faktor hormonal, yaitu hormon
estrogen yang bersifat dominan pada perempuan. Hormon estrogen
dianggap sebagai salah satu faktor pendorong timbulnya reaksi autoimun
14
yang dikenal sebagai penyebab hipertiroid dimana hormon estrogen
memengaruhi proliferasi dan fungsi kelenjar tiroid. Selain itu, perempuan
lebih rentan terjadi produksi auto antibodi tiroid dibandingkan pada laki-
laki (Harfana, dkk., 2021).

Penyebab paling umum terjadinya keadaan hipertiroidisme autoimun


adalah Graves’ disease, khususnya pada wanita dengan usia 20-50th
(Permana, dkk., 2020).

g) Apa makna Keluhan ini disertai dengan dada yang berdebar-debar, mudah
lelah bila banyak beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas
dan mudah tersinggung?

Jawaban :

Maknanya adalah keluhan-keluhan tersebut merupakan manifestasi


klinis dari Grave disease. Pada Grave disease, terjadinya hipertiroidisme ini
akan menyebabkan terjadi hipermetabolisme atau peningkatan metabolisme
basal sehingga pada saat beraktivitas, metabolisme tubuh akan meningkat
sehingga mudah lelah saat beraktivitas, selain itu hipermetabolisme juga
dapat menimbulkan kompensasi tubuh untuk menurunkan suhu panas pada
tubuh dengan mengeluarkan keringat yang berlebihan. Hipertiroidisme
yang berinteraksi dengan sistem saraf simpatis (katekolamin) dapat
menyebabkan pasien menjadi mudah merasa cemas dan mudah tersinggung.
(Sherwood, 2014).

h) Apa penyebab dari dada yang berdebar-debar, mudah lelah bila banyak
beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung?

Jawaban :

Kelelahan yang timbul pada hipertiroid, disebabkan adanya pening-


katan metabolisme yang menyebabkan pemakaian energi secara cepat,
sehing-ga sumber energi menurun dengan cepat. Selain itu dengan
metabolisme yang meningkat, maka produksi panas meningkat, memacu
keluarnya ke-

15
ringat dan dehidrasi, sehingga mudah mengalami kelelahan.
(Mutalazimah,2017)

Keluhan sangat mudah lelah, pada hipotiroid disebabkan oleh


penurunan metabolisme oksidatif mitokondria, yang tercermin dari
peningkatan rasio anorganik fosfat untuk ATP dalam otot saat istirahat dan
penurunan tajam dalam fosfokreatin dalam otot yang aktif. Pengurangan
kalsium ATPase juga akan muncul untuk menjelaskan salah satu
manifestasi klinis yang paling jelas dari hipotiroidisme, yaitu: relaksasi yang
lambat dari refleks tendon dalam, mialgia, kelemahan otot, kekakuan, kram,
kelelahan, arthralgias, kekakuan sendi, efusi sendi dan tulang, pseudogout,
serta carpal tunnel syndrome. (Mutalazimah,2017)

Mudah merasa cemas

Kecemasan yang dialami oleh subjek hipertiroid, dapat dijelaskan


melalui mekanisme adanya proliferasi reseptor adrenergik yang membuat
sel target sensitif terhadap katekolamin, sehingga meningkatkan komponen-
komponen yang menciptakan kecemasan. Selain itu, peningkatan hormon
tiroid akan meningkatkan aktivitas CNS, merangsang syaraf simpatis dan
meningkatkan epinefrin dan kortisol yang memacu kecemasan (Brown et al,
2005)

Mudah tersinggung

kelenjar tiroid yang berlebihan akan memacu proliferasi reseptor â


adrenergik, dan meningkatkan efek katekolamin sehingga subjek tidak
rileks dan lebih sensitif. (Mutalazimah,2017)

i) Bagaimana mekanisme dari dada yang berdebar-debar, mudah lelah bila


banyak beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas dan mudah
tersinggung?

Jawaban :

FR (Autoimun/Grave disease)  stimulasi abnormal kelenjar tiroid 


hiperaktivitas kelenjar tiroid  hipertiroid  tirotoksikosis  peningkatan
T3 dan T4 ke dalam sirkulasi  reaksi kimia tubuh meningkat 

16
peningkatan metabolism basal  kebutuhan oksigen meningkat 
vasodilatasi pembuluh darah  aliran darah meningkat  curah jantung
meningkat  dada berdebar. (Price,2015)

j) Apa hubungan keluhan tambahan dan utama pada kasus?

Jawaban :

Gangguan tiroid cenderung lebih rentan terjadi pada wanita karena


kandungan hormon estrogen yang dimiliki. Wanita diketahui memang
memiliki lebih banyak hormon estrogen dibandingkan pria. Hormon
estrogen dapat menyebabkan hormon tiroid tidak dapat berfungsi secara
optimal. Akibatnya, seseorang jadi lebih rentan terkena hipertiroid ataupun
hipotiroid. Hipertiroid juga sering terjadi pada ibu hamil karena selama
kehamilan, terjadi peningkatan metabolisme tubuh dan peningkatan sekresi
hormon-hormon demi memenuhi kebutuhan janin intrauterin; salah satu
hormon yang meningkat ialah hormon tiroid.

Kemunculan hipertiroidisme juga tidak mengenal usia, bahkan bisa


terjadi ketika masih anak-anak. Namun, gangguan hormon ini paling sering
muncul saat usia 20–40 tahun. (Renzo,2019)

2. Ny. B tidak tahan pada cuaca panas dan nafsu makannya meningkat namun
tidak disertai peningkatan berat badan. Ny. B terkadang merasa ada yang
mengganjal saat menelan karena terdapat benjolan pada leher bagian tengah
agak ke bawah yang makin lama makin membesar sejak 1 bulan yang lalu.

a) Apa makan Ny. B tidak tahan pada cuaca panas dan nafsu makannya
meningkat namun tidak disertai peningkatan berat badan?

Jawaban :

Maknanya Ny B mengalami hipertiroid, terjadi Peningkatan


metabolisme/hipermetabolisme sehingga terjadi peningkatan produksi
panas di tubuhnya dan terjadinya dekompensasi tubuh karena suhu tubuh
sudah tinggi, jadi bila diberi stressor (suhu lingkungan yang panas) tubuh
tidak dapat berkompensasi, sehingga tidak tahan diruang panas dan lebih
senang berada di ruang yang dingin. Peningkatan

17
metabolisme/hipermetabolisme menyebabkan glukosa dari makanan
digunakan untuk metabolisme yang meningkat. Jadi tubuh yang kekurangan
glukosa mengirim signal ke hipotalamus lateral, sehingga timbul rasa haus
dan lapar, setelah makan glukosa dari makanan yang baru di makan tadi di
pecah lagi oleh metabolisme (karena hipertiroid) oleh karena itu penderita
hipertiroid nafsu makannya meningkat namun tidak disertai peningkatan
berat badan (Guyton dan Hall, 2014).

b) Bagaimana mekanisme dari Ny. B tidak tahan pada cuaca panas dan nafsu
makannya meningkat namun tidak disertai peningkatan berat badan?

Jawaban :

Hipermetabolisme basal  Kebutuhan O2 meningkat  Vasodilatasi


pembuluh darah  Peningkatan aliran darah  Ekskresi cairan oleh
kelenjar keringat meningkat  keringat berlebih  intoleransi tempat
panas. (Price,2015)

Hipermetabolisme basal  Penurunan simpana cadangan makanan 


Penurunan Berat badan  glikolis ( pemecahan glikogen/ pemecahan
cadangan makanan ) meningkat  Berat badan menurun. (Price,2015)

c) Apa makna Ny. B terkadang merasa ada yang mengganjal saat menelan
karena terdapat benjolan pada leher bagian tengah agak ke bawah yang
makin lama makin membesar sejak 1 bulan yang lalu?

Jawaban :

Maknanya Ny. B mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan merupakan


istilah umum yang menyampaikan informasi bahwa volume kelenjar tiroid
lebih besar dari biasanya. Kehadiran benjolan (struma) dapat ditentukan
dengan inspeksi, palpasi, atau dengan studi pencitraan.

Kelenjar tiroid normal berukuran 4 hingga 4,8 cm pada sagital, 1 hingga


1,8 cm pada dimensi transversal, dan 0,8 hingga 1,6 cm pada dimensi
anteroposterior. Ini sesuai dengan volume 7 sampai 10 mL pada perhitungan
ultrasonografi dan berat 10-20 gram. Ukuran tiroid meningkat seiring
bertambahnya usia dan ukuran tubuh dan lebih besar pada pria dibandingkan

18
dengan wanita. Ukurannya berkurang dengan asupan yodium yang lebih
tinggi. (Can,2021)

Kelenjar tiroid dapat membesar karena berbagai rangsangan fisiologis


atau patologis. Benjolan (struma) dapat dikaitkan dengan eutiroidisme,
hipotiroidisme, atau hipertiroidisme. Ini bisa difus, nodular, atau
multinodular. Kelenjar tiroid biasanya tumbuh di bagian anterior leher,
karena pembesaran tiroid tidak dibatasi oleh otot servikal anterior yang
lemah, jaringan subkutan, atau kulit. (Can,2021)

d) Apa saja klasifikasi dari benjolan?

Jawaban :

1. Benjolan berdasarkan sifat


a) Benjolan bersifat jinak / non- maligna
Ciri-ciri : benjolan meradang, nyeri, terfiksir, lunak, tidak
menyebar /diffuse.
b) Benjolan bersifat ganas / maligna
Ciri-ciri : benjolan keras, tidak terfiksir, tidak ada tanda
peradangan, tidak nyeri, dan diffuse.
2. Benjolan berdasarkan jenis

a) Ganas / maligna
Benjolan yang menginvasi jaringan non neoplastik disekitarnya /
menghasilkan metastasis.
b) Jinak / non- maligna
Benjolan yang tidak terdapat invasi atau metastasis. (Salaeh,2016)

Klasifikasi benjolan pada leher


Struma bisa diklasifikasikan secara fisiologik menjadi eutiroid,
hipotiroid, dan hipertiroid maupun secara klinik menjadi struma toksik
dan non-toksik. Kedua tipe struma dapat diklasifikasikan juga
berdasarkan perubahan bentuk anatomi tiroid menjadi struma nodusa
non-toksik, struma nodusa toksik, struma difusa non-toksik, dan struma
difusa toksik. (Tallane,2016)
e) Apa penyebab dari benjolan pada kasus?

19
Jawaban :

Struma atau goiter merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang


menyebabkan pembengkakan di bagian depan leher . Keadaan ini dapat
timbul spontan atau adanya jenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi kelenjar tiroid yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Struma toksik
biasanya disebabkan oleh hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan
eutiroidisme, Penyebab yang paling umum dari struma difusa toksik yaitu
Grave‟s desease. Penyakit grave terjadi karena antibodi reseptor TSH yang
merangsang aktivitas tiroid itu sendiri. ( Ziaurrahman,M. 2014 )

a. Defisiensi yodium

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa


hormon tiroid

c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia seperti substansi


dalam kol, lobak, kacang kedelai

d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan misalnya:


thiocarbamide, sulfonylurea dan litium ( Tarwoto,dkk.2012 )

f) Bagaimana mekanisme timbul benjolan pada kasus?

Jawaban :

FR (autoimun/ grave diseuse)  Stimulasi abnormal kelenjar tiroid


hiperaktivitas kelenjar tiroid hipertiroidTirotoksikosis Peningkatan
T3 dan T4 ke dalam sirkulasi  Hipertrofi folikel tiroid  Pembesaran
kelenjar tiroid  Benjolan dileher. (Price,2015)

g) Apa hubungan benjolan pada leher dengan keluhan yang dialami?

Jawaban :

Hubungan keluhan adanya benjolan di leher dan keluhan jantung


berdebar dan tangan gemetar adalah merupakan manifestasi klinis dari
hipertiroid. Adapun gejala-gejala hipertiroid :

- Sangat mudah tersinggung

20
- Intoleransi terhadap panas

- Berkeringat banyak

- Berat badan berkurang sedikit atau banyak

- Berbagai derajat keparahan diare

- Kelemahan otot

- Kecemasan atau kelainan psikis lainnya

- Rasa capai yang sangat, namun pasien tidak dapat tidur - Tremor pada
tangan, berdebar. (Silbernagl, 2017).

h) Apa saja kemungkinan penyakit dengan benjolan pada leher?

Jawaban :

Berdasarkan secara klinik

(1) Struma Toksik Pembesaran kelenjar tiroid yang berisi nodul dengan sel-
sel autonom sehingga menyebabkan hipertiroidisme.

(2) Struma Non toksik Pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan adanya


nodul tetapi tidak disertai dengan gejala hipertiroidisme.(Syofianti, 2021)

Selain itu kemungkinan penyakit dengan bejolan pada leher adalah :

1. Hipertiroid (grave disease)

2. Kankertiroid

3. Limfadenopati

4. Limfadenitis (infeksi)

5. Limfoma

3. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : kompos mentis, BB 48 kg (BB 1 bulan lalu 58 kg), TB 162 cm

Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, nadi 112x/menit, regular, pernapasan 22


x/menit, temp 37,0OC

21
Kepala : exopthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+), stelwag sign
(+), rosenbach sign (+), mobius sign (+), von grave sign (+),
joffroy sign (+)

Leher : JVP 5-2 mmH2O

Pemeriksaan khusus

o Inspeksi : tampak benjolan leher sebelah kanan dan kiri, bulat


seperti telur ayam, rata, ikut bergerak saat menelan, kulit dalam batas
normal (tidak ada tanda-tanda radang)

o Palpasi : massa kenyal padat ukuran 4 x 5 cm, fluktuasi (-),


isthmus tidak teraba, mobile, tidak teraba panas, nyeri tekan (-).

o Auskultasi : bruit (+)

Thoraks :

Jantung : inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

palpasi: iktus kordis teraba 2 jari lateral linea midclavicularis


sinistra

perkusi: batas jantung kiri 2 jari lateral linea midclavicularis


sinistra

Auskultasi : bunyi jantung normal, HR 112 x/menit, regular, bising (-)

Paru : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+), edema (-)

a) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada kasus?

KETERANGAN PADA KASUS NILAI INTERPRETASI


NORMAL
Kesadaran Kompos Mentis Kompos Mentis Normal
Td 130/80 mmHg 120/80 mmHg Pre Hipertensi

22
BB DAN TB BB 48 kg (BB 1 IMT: 18,5-22,9 IMT sekarang = 18,3
bulan lalu 58 kg), ( BB kurang )
TB 162 cm
IMT dulu = 22,1 (
BB normal )
Nadi 112x/menit, 60-100 x/mnt Takikardia
regular

Pernapasan 22 x/menit 16-24 x/mnt Normal

Temp 37,0OC 36,5-37,5 oC Normal

Exopthalmus (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

lid retraction (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

lid lag (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

stelwag sign (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

rosenbach sign (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

mobius sign (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

von grave sign (+) (-) Abnormal (Gejala


penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

23
joffroy sign (+) (-) Abnormal (Gejala
penyakit autoimun:
Grave’s Disease)

Leher JVP 5-2 mmH2O JVP 5-2 Normal


mmH2O

LEHER tampak benjolan Tidak ada Struma difusa toksik


leher sebelah benjolan
kanan dan kiri,
Inspeksi bulat seperti telur
ayam, rata, ikut
bergerak saat
menelan, kulit
dalam batas
normal (tidak ada
tanda-tanda
radang)

Palpasi : massa kenyal Tidak ada Struma difusa toksik


padat ukuran 4 x benjolan
5 cm, fluktuasi (-
), isthmus tidak
teraba, mobile,
tidak teraba
panas, nyeri tekan
(-).

Auskultasi bruit (+) (-) Abnormal

Thoraks Inspeksi : iktus Iktus kordis Normal


kordis tidak tidak terlihat
Jantung : terlihat
Iktus kordis
palpasi: iktus tidak teraba normal
kordis teraba 2
jari lateral linea
midclavicularis
sinistra Dalam batas Normal
normal
perkusi: batas
jantung kiri 2 jari
lateral linea

24
midclavicularis Takikardia
sinistra
HR: 60-100
auskultasi: bunyi x/menit
jantung normal,
HR 112 x/menit,
regular, bising (-)

Paru Dalam batas Dalam batas Normal


normal normal

Abdomen Dalam batas Dalam batas Normal


normal normal

Ekstremitas kulit terlihat (-) Abnormal


basah, teraba
lembab,

tremor (+), (-) Abnormal

edema (-) (-) Normal

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawaban :

c) Bagaimana cara pemeriksaan dari pemeriksaan kepala pada kasus


(mencakup semua)?

Jawaban :

T– TSI (tiroid

25
- tibody yang menyebabkan APC

T–

peningkatan aktivasi sel-

-
menganggap kelenjar tiroid se
sel T –

(+).

-
mengangg
T–

T – helper

-
s otot jantung

T – helper

26
-
otot jantung

terlihat basah dan lembap.

-
menganggap kelenja
T–

- atnya T3 &

1. Melakukan pemeriksaan eksoftalmos dengan cara mengukur jarak dari


puncak kornea ke tepian orbita. Normalnya berkisar dari 12 sampai 20mm,
dan ukuran kedua matanya biasanya berselisih tidak lebih dari 2 mm. Jarak
yang lebih besar terdapat pada eksoftalmus, bisa uni atau bilateral.

2. Melakukan pemeriksaan tanda mata lainnya :

1. Stelwag Sign : Jarang berkedip

2. Von Graefe Sign : Bila melirik ke bawah kelopak mata atas tertinggal
karena palpebra superior tidak mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke
bawah

3. Morbus Sign : Ketidakmampuan mata untuk berkonvergensi pada sebuah


objek yang diletakkan di depan hidung (bisa menggunakan jari telunjuk
pemeriksa yang diletakkan di depan hidung)

4. Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi pada waktu melirik ke atas

5. Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup.

6. Lid retraction : Kelopak mata yang tertarik ke arah sebaliknya.

7. Lid lag : Keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata


(Sakti, 2016).

27
4. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?

Jawaban :

Anamnesis:

1. Keluhan utama: tangan sering gemetar.

2. Keluhan tambahan: dada yang berdebar-debar, mudah lelah bila banyak


beraktivitas, keringat berlebihan, mudah merasa cemas, dan mudah tersinggung.
Tidak tahan pada cuaca panas, nafsu makannya meningkat namun tidak disertai
peningkatan berat badan. Terkadang merasa ada yang mengganjal saat menelan
karena terdapat benjolan pada leher bagian tengah agak ke bawah yang makin
lama makin membesar sejak 1 bulan yang lalu.

Pemeriksaan fisik:

1. Berat badan: underweight

2. Pre-hipertensi = TD 130/80 mmHg

3. Takikardi = nadi 112x/menit

4. Kepala : exopthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+), stelwag sign (+),
rosenbach sign (+), mobius sign (+), von grave sign (+), joffroy sign (+)

5. Inspeksi: tampak benjolan leher sebelah kanan dan kiri, bulat seperti telur
ayam, rata, ikut bergerak saat menelan.

6. Palpasi: massa padat, kenyal ukuran 4 x 5 cm.

7. Auskultasi: bruit (+)

8. Ekstremitas: kulit teraba basah, teraba lembab, tremor (+)

5. Bagaimana pemeriksaan penunnjang pada kasus?

Jawaban :

T3 = 200 ng/dl, T4 = 20 µg/dl, TSH = 0,001 µU/mL

a. apa interpretasi dari pemeriksaan penunjang?

Jawaban:

28
T3 = meningkat

T4 = meningkat

TSH = menurun

1. Pengukuran Hormon Tiroid

Hanya sekitar 1% hormon tiroid berada dalam keadaan bebas dan aktif
secara metabolik karena baik T4 maupun T3 terikat kuat dengan protein
transport dalam plasma. Assay T3 atau T4 „total‟ terutama mengukur hormon
yang terikat protein. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang
mempengaruhi konsentrasi protein. Oleh karena itu, lonjakan tunggi T4 total
akan terjadi pada kehamilan dan pada wanita yang mengkonsumsi pil
kontrasepsi oral karena estrogen mengikat sintesis globulin pengikat tiroksin
(Thyroxine Binding Globulin, TBG). Hasil pengukuran yang sangat rendah
dapat terjadi pada individu dengan defisiensi TBG kongenital atau gangguan
hati berat. Assay hormon tiroid „bebas‟ saat ini tersedia luas dan secara umum
tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi protein pengikat dalam plasma
(pemeriksaan FT4).

2. Pengukuran Hormon Penstimulasi Tiroid (TSH)

Pengukuran TSH merupakan tes fungsi tiroid yang paling banyak


digunakan. Pengukuran ini relatif tidak terganggu oleh interferensi assay dan
dapat dipercaya dalam memprediksi fungsi tiroid sesuai dengan prinsip umpan
balik negatif. Oleh karena itu, pada hipertiroidisme primer, konsentrasi TSH
tidak dapat dideteksi. Pada hipotiroidisme primer, konsentrasi TSH meningkat
dan pada hipotiroidisme sekunder, rendahnya kadar T4 bebas disertai dengan
rendahnya konsentrasi TSH. Pemeriksaan biokimiawi lain untuk fungsi tiroid
seperti pemeriksaan TRH jarang digunakan karena assay TSH yang sangat
sensitif.

3. Pencitraan Tiroid

Pemeriksaan biokimiawi untuk fungsi tiroid dapat disertai dengan teknik


pencitraan untuk memeriksa struktur dan fungsi tiroid.

29
a. Ultrasonografi tiroid akan memperlihatkan adanya nodul dan kista tunggal
atau multiple. Aspirasi jarum untuk sitologi atau drainase kista dan biopsi tiroid
dapat dilakukan dengan panduan ultrasonografi.

b. Skintigrafi tiroid atau pencitraan radionuklida berguna dalam mendiagnosis


tiroiditis, ketika ambilan isotop sangat berkurang dan kebalikan dengan
peningkatan yang merata pada tiroksikosis. Nodul soliter yang terlihat secara
klinis dapat diperlihatkan sebagai nodul dingin pada pencitraan dan
membutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan
keganasan. Gambaran laboratorium khas pada struma endemik (struma non-
toksik) adalah peningkatan uptake radioiodine pada kelenjar tiroid (RAIU),
kadar T4 total dan T4 bebas normal atau rendah, kadar T3 normal atau
meningkat, kadar TSH normal atau meningkat dan berkurangnya ekskresi
iodium urin. Skintigrafi tiroid dengan radioiodida atau TcO4 menunjukkan
gambaran isotop bercak-bercak. ( Ziaurrahman,M. 2014 )

6. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?

Jawaban :

1. Tirotoksikosis ec hipertiroidisme ec grave deases

2. Tirotoksikosis ec hipertiroidisme ec ec toksis adenoma

3. Tirotoksikosis ec hipertiroidisme ec Ca tiroid

7. Bagaimana working diagnosis?

Jawaban :

Tirotoksikosis ec hipertiroidisme ec grave deases

8. Bagaimana komplikasi pada kasus?

Jawaban :

a. penyakit jantung hipertiroid

Gangguan pada jantung terjadi akibat dari rangsangan berlebihan pada


jantung oleh hormone tiroid dan menyebabkan kontraktilitas jantung
meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat.

30
Pada pasien yang berumur diatas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat
komplikasi payah jantung.

b. Ovtalmopati graves

Ovtalmopati graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan


diplopa, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan foto fobia dapat
mengganggu kualitas hidup pasien sehingga akan aktifitas rutin pasien
terganggu.

c. Dermopati Graves

Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit dibagian atas
tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan glikosaminoglikans.
Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit. (Brunne,2013)

9. Bagaimana tatalaksana?

Jawaban :

Untuk menurunkan gejala palpitasi dan jantung berdebar dengan cara


memblok reseptor b1 adrenergik menggunakan obat b bloker. Sehingga
kontraktilitas jantung berkurang.

a. Obat anti tiroid

• PTU (Propylthiouracil) → dosis awal 300-600mg/hari, 3-4x sehari


sediaan tablet

• Metimazol

1) Hipertiroid ringan : 10 mg/hari


31
2) Hipertiroid sedang : 30-40 mg/hari

3) Hipertiroid berat : 60 mg/hari

b. Karbimazol dosis 20-60 mg/hari, 3x sehari

c. Beta blocker → mengatasi gejala SSP pada pasda pasien

d. Iodium radioaktif

e. Pembedahan (tiroidektomi)

10. Bagaimana prognosis?

Jawaban :

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam -> lihat respon terhadap terapi obat
obatan, jika dioperasi maka malam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam -> karena penyakit autoimun maka

11. Bagaimana SKDU?

3A -> Rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam

12. Bagaimana NNI?

a. Al-Baqarah ayat 112

Artinya:

Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia


berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

b. Al-Ahqaf ayat 13

32
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami
ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.

Interpretasi:

Dalam ayat ini , ketika mendapatkan musibah , kita tetap istiqamah ,


maka tidak ada kekhawatiran atas mereka terhadap keburukan yang ada
dihadapan mereka dan tidak pula mereka bersedih hati .

2.7 Kesimpulan
Ny B 31 thn mengeluh tangan tremor, yang disertai palpitasi, mudah lelah, cemas dan
tersinggung, keringat berlebih, tidak tahan panas, dan struma difusa toksik karena mengalami
tirotoksitosis dengan hipertiroidisme ec grave disease.

33
2.8 Kerangka Konsep Faktor resiko (usia, jenis
kelamin)

Stimulasi abnormal kelenjar


tiroid Peningkatan
ukuran kelenjar
tiroid
Hiperaktivitas kelenjar tiorid
Merangsang
kelenjar tiroid pada
Hipertiroid folikel secara
berlebihan
Benjolan di leher
Tirotoksikosis (struma)

T3 dan T4 meningkat dan masuk ke sirkulasi Sulit menelan

Respon kotakolamin meningkat Kebutuhan O2 meningkat Reaksi kimia tubuh meningkat

Respon epinefrin dan non- Vasodilatasi Metabolisme


epinefrin meningkat pembuluh darah meningkat

Alirah darah Simpanan cadangan


Saraf simpatis meningkat
meningkat makanan tidak
terbentuk

Kerja jantung Ke SSP Rangsangan Eksresi cairan oleh


meningkat terhadap ganglion kelenjar keringat Simpanan
basal meningkat meningkat cadangan energi
Peningkatan tidak terbentuk
Takikardi Ekef sinaps
kewaspadaan
tonus otot
mental Intoleransi
meningkat Keringat Mudah lelah
berlebih terhadap
Berdebar- panas
Cemas dan
debar tremor
mudah
tersinggung

34
DAFTAR PUSTAKA

Can AS, Rehman A. Goiter. 2021 Aug 30. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan–. PMID: 32965832.

Harfana, dkk., 2021, Tsh Dan Ft4 Dengan Indeks Massa Tubuh (Imt) Pada Pasien
Dewasa: Studi Cross-Sectional Di Klinik Litbangkes Magelang, Jurnal Media
Gizi Mikro Indonesia, Vol. 13, No. 1.

Guyton, A. C., Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 12. Jakarta:
EGC

Mutalazimah, dkk, 2017. PATOFISIOLOGIS GEJALA KLINIS DAN PSIKOSOSIAL


SEBAGAI DAMPAK GANGGUAN FUNGSI TIROID. Jurnal Kesehatan,
ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 1-14

Permana, Agung Yudistira, dkk. 2020. Graves Disease dengan Gangguan Irama
Jantung. Medula. Vol. 10 No. 2

Price, S.A., Wilson, L.M. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC

Sakti, S. 2016. Oftalmopati Pada Penyakit Graves. Jurnal Kedokteran 2016, 5(3): 27-
30

Salaeh, Edwyn. 2016. Neoplasma. Jurnal Departemen Bedah Mulut. Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

Sherwood, L. Z. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 8. Jakarta:


EGC

Snell, R. S. 2017. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.

Tallane, S., Monoarfa, A. and Wowiling, P.A.V., 2016. Profil struma non toksik pada
pasien di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado

Tarwoto, Dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: Trans Info Medikal.

Tumewah R. 2015. ‘Penatalaksanaan Tremor’. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7,


Nomor 2, Juli 2015, hlm.107-116

35
Ziaurrahman,M. 2014. FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP
PENYAKIT STRUMA

36

Anda mungkin juga menyukai