KELOMPOK 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Kasus Skenario B Blok XVI” sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Rury Tiara Oktariza, M.Si. selaku Tutor kelompok 4.
2. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................................... i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Peraturan Tutorial:
1. Saling menghormati antar sesame peserta tutorial.
2. Menggunakan komunikasi yang baik dan tepat.
3. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat.
4. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses tutorial berlangsung.
5. Tepat waktu.
2.2 Skenario
”Cairan Kental dari Telinga”
Sejak 6 bulan yang lalu, Jono pernah mengalami keluhan yang sama,
namun keluhan hilang timbul. Jonojuga memiliki riwayat sering batuk, pilek dan
hanya membeli obat warung untuk mengurangi keluhannya.
2
Pemeriksaan Fisik:
Tanda Vital: Nadi: 105 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 38,5oC, TD : 120/80
mmHg
Telinga:
- Sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak perforasi di tengah
membrana timpani dan sekret mukopurulen, belakang telinga tampak bengkak
dan nyeri tekan (+)
- Dextra: liang telinga lapang, membrana timpani utuh, reflek cahaya (+)
Hidung : Sekret (+/+) serous, mukosa hiperemis (+/+), konka normal
3
tenggorokan dan bagian dari sistem limfatik (Dorland,2015).
Sekret serous Adalah sekret hidung yang bersifat encer (Dorland, 2015).
Hiperemis Pembengkakan, ekses darah pada bagian tubuh tertentu
(Dorland, 2015).
Bengkak Pengumpulan cairan secara abnormal diruang intraseluler
tubuh (Dorland, 2015).
Nyeri Perasaan tidak nyaman, menderita, atau nyeri, disebabkan
oleh rangsangan pada ujung-ujung saraf tertentu (Dorland,
2015).
4
2.5 Prioritas Masalah
Identifikasi masalah No. 1 : Jono, 32 tahun datang ke Puskesmas mengeluh
keluar cairan berwarna putih kekuningan dari telinga kiri serta bengkak dan
nyeri dibelakang telinga kirinyasejak 7 hari yang lalu. Jono juga menderita
demam naik turun, sakit kepala sebelah kiri dan penurunan pendengaran pada
telinga kiri.
Alasan: Karena merupakan keluhan utama jika tidak ditatalaksana dengan
baik dan segera dapat mengganggu aktivitas serta menyebabkan komplikasi.
Telinga terdiri atas telinga luar, telingah tengah atau cavum tympani, dan
telinga dalam atau labyrint. Telinga dalam berisi organ pendengaran dan
keseimbangan (Laksmi & Wardhani, 2016).
5
Telinga Luar
Telinga Tengah
Terdapat membrana timpani membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Terletak miring, menghadap ke bawah, depan dan lateral. Pada dasar
cekungannya terdapat lekungan kecil, yaitu umbo yang terbentuk oleh ujung
manubrium mallei. Bila membrana timpani terkena cahaya otoskop, bagian
cekung ini menghasilkan “kerucut cahaya” yang memancar ke anterior dan
inferior umbo. Membrana timpani berbentuk bulat dengan diameter ± 1 cm.
Di bagian atasnya berbentuk incisura berjalan dua plica (plica malearis
anterior dan posterior) menuju ke proc. Lateralis mallei. Membrana timpani
sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n.
auriculotemporalis dan ramus auricularis n.vagus.Terdapat Ossicula Auditus
“tulang-tulang pendengaran” Terdiri dari tiga tulang, yaitu malleus, incus dan
stapes.Malleus melepat pada membrana timpani, yang merupakan tulang
pendengaran terbesar terdiri dari caput yang bersendi di posterior dengan
incus, collum, proc.anterior dan proc.lateralis, manubrium yang berjalan ke
bawah dan belakang serta melekat erat pada permukaan medial membrana
timpani.Incus terdiri dari corpus yang berbentuk bulat dan bersendi di
6
anterior dengan caput mallei, serta terdapat crus longum yang bersendi
dengan caput stapedis dan crus breve yang melekat pada dinding posterior
cavum timpani.Stapes melekat pada ovale window yang terdiri atas caput
yang bersendi dengan crus longum incudes, collum, kedua lengan serta basis
yg dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa
“ligamentum annulare” (Laksmi & Wardhani, 2016).
Terdapat Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dan nasofaring.Tuba eustachius terdiri dari 1/3 osseus (tulang)
di bagian posterior dan 2/3 kartilago di bagian anterior. Pada anak, tuba
eustachius lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal daripada tuba
eustachius orang dewasa sehingga lebih rentan terjadi penyebaran infeksi.
Dengan perkembangan anak, tuba eustachius bertambah panjang dan sempit
serta mengarah ke bawah di sebelah medial (Laksmi & Wardhani, 2016).
Telinga Dalam
Labyrinthus terletak di dalam pars petrosa osis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas labyrinthus osseus, tersusun dari sejumlah
rongga di dalam tulang dan labyrinthus membranaceus, tersusun dari
sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus
(Laksmi & Wardhani, 2016).
7
timpanum. Kontraksi otot ini terjadi saat menelan, mengunyah atau menguap.
Pada keadaan ini membran pars kartilagineus di tarik ke lateral oleh m. tensor
veli paltini sehingga lumen tuba Eustachius terbuka. Otot ini diinervasi oleh
cabang mandibula saraf trigeminus (Laksmi & Wardhani, 2016).
Histologi
Mukosa yang melapisi lumen dari tuba eustachius terdiri dari dari epitel torak
bersilia yang sama dengan traktus respiratorius bagian atas yang
bermodifikasi, hanya ujung faringeal saja yang betul-betul merupakan saluran
nafas atas. Sel Goblet dan sel bersilia banyak terdapat di mukosa pars
kartilagineus, sedangkan pada pars osseus sel Goblet dan bersilia hanya
terdapat pada mukosa di dasar lumennya saja. Kelenjar mukus dan sel Goblet
ini meghasilkan sekresi yang akan membentuk suatu mucous blanket yang
bersama sel bersilia membentuk suatu mucociliary transportation system
(Laksmi & Wardhani, 2016).
Telah diketahui ada 3 fungsi dari tuba Eustachius dalam memelihara fungsi
telinga tengah yaitu fungsi ventilasi, fungsi drainase dan fungsi proteksi
(Laksmi & Wardhani, 2016).
Fungsi Ventilasi
8
jika tekanan didalam kavum timpani lebih tinggi dari pada tekanan atmosfir
(Laksmi & Wardhani, 2016).
Fungsi Drainase
Mukosa kavum timpani dan tuba Eustachius memiliki sel-sel yang yang
menghasilakn sekret. Tuba Eustachius mengalirkan secret ini dari kavum
timpani kearah nasofaring dengan suatu transpor mukosiliar. Fungsi drainase
secret oleh tuba Eustachius dipengaruhi oleh aktifitas sel-sel bersilia,
grafitasi, gradasi tekanan udara sepanjang tuba Eustachius dan viskositas
secret itu sendiri (Laksmi & Wardhani, 2016).
Fungsi Proteksi
Pada keadaan normal tuba eustachius selalu dalam keadaan tertutup sewaktu
istirahat.1,4,9 Dengan demikian dapat menghalangi sekret dan kuman dari
nasofaring masuk kedalam kavum timpani (Laksmi & Wardhani, 2016).
9
c. Apa hubungan jenis kelamin & usia pada kasus?
Jawab :
(OMSK) Jenis Kelamin :
Berdasarkan jenis kelamin, terbanyak adalah laki-laki dengan perbandingan
penderita laki-laki dan perempuan 1,17 : 1 (Chong et al., 2018).
(OMSK) Usia:
OMSK diperkirakan memiliki insiden global 31 juta episode per tahun, atau
4,8 episode baru per 1000 orang (semua usia), dengan 22% kasus terjadi pada
anak di bawah usia lima tahun. (Chong et al., 2018).
Otitis Media Akut :
Berbagai penelitian retrospektif menunjukkan 19%-62% anak-anak
mengalami sedikitnya satu episode OMA pada usia 1 tahun, dan 50%-84 %
pada usia 3 tahun. Otitis media dapat terjadi pada usia remaja dan dewasa,
walaupun insidensinya lebih rendah. Sekitar 3%-15% pasien OM yang
berobat ke dokter THT adalah usia dewasa (Nazarudin, 2020).
10
kekuningan → Tidak ada penanganan lebih lanjut → Akibat perforasi, sekret
keluar terus – menerus / hilang timbul → Kembali terpajan dengan ISPA →
Mikroorganisme makin bereplikasi → Mikroorganisme masuk ke os
mastoideum → Menginfeksi membran mukosa → Proses inflamasi →
Mengeluarkan sekret → sekret dari os mastoid dan telinga tengah bergabung
→ Sekret berwarna putih kekuningan (Schilder et al, 2016).
11
keluar dari telinga tengah ke telinga luar → Cairan berwarna putih
kekuningan → Tidak ada penanganan lebih lanjut → Akibat perforasi, sekret
keluar terus – menerus / hilang timbul → Kembali terpajan dengan ISPA →
Mikroorganisme makin bereplikasi → Mikroorganisme masuk ke os
mastoideum → Menginfeksi membran mukosa → Proses inflamasi →
merangsang nyeri pada rongga mastoid diperantai nervus trigeminus cabang
sinistra → nyeri dibelakang telinga kiri (Schilder et al, 2016).
e. Apa makna Jono juga menderita demam naik turun, sakit kepala sebelah kiri
dan penurunan pendengaran pada telinga kiri?
Jawab :
Maknanya adalah telah terjadi manifestasi klinis otitis media supuratif kronik
yang disebakan dengan ada riwayatnya ISPA berulang. Contoh gejala utama
ISPA adalah nyeri pada tenggorokan, batuk, pilek, dan gejala lain yaitu
demam, mukosa faring eritem, sekret mukopurulen pada hidung, sakit kepala,
malaise, dll. Sedangkan makna penurunan pendengaran selain merupakan
gejala dari OMSK bisa juga bermakna bahwa ia mengalami gangguan
pendengaran berupa tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran.
Kemungkinan, pada kasus ini mengalam tuli konduktif karena adanya cairan
yang mengobstruksi membran timpani sehingga menganggu penghantar
gelombang suara. (Allabasi, 2010).
12
(Schilder et al., 2016)
Oleh karena itu, mengurangi beban otitis media memerlukan perhatian lebih
dari satu faktor risiko. Mengingat jalur kausal yang kompleks untuk otitis
media, intervensi kesehatan masyarakat mungkin perlu diprioritaskan secara
berbeda untuk berbagai populasi berisiko dan wilayah geografis. URTI,
infeksi saluran pernapasan atas (Schilder et al., 2016).
13
eksudat purulen di cavum thympani + perforasi membran timpani
(peningkatan tekanan membran timpani yang semakin meningkat) →
pergerakan osikula (maleus,inkus,stapes) terganggu → hantaran suara
terganggu → gangguan pendengaran (Schilder et al, 2016).
Demam
FR (ISPA, Sistem imun ↓, infeksi virus pada epitel tuba nasofaring dan
Eustachius) → Fungsi Tuba eusthacii terganggu (Proteksi) → Pencegahan
invasi mikoorganisme ke dalam telinga tengah terganggu → Sekret yang
disertai mikoorganisme ke telinga tengah melalui tuba eusthacii → Retraksi
membran thympani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah → Pemb.
darah di membran thympani melebar → Hiperemis → Edema hebat pada
14
mucosa telinga (Inflamasi)→ Hancurnya sel epitel superficial → Terbentuk
eksudat purulen di cavum thympani → Membran thympani menonjol
(Bulging) → Tekanan nanah tidak berkurang → Iskemia → Nekrosis pada
membran thympani →Terjadi ruptur pada membran thympani → Nanah
keluar dari telinga tengah ke telinga luar → Cairan berwarna putih
kekuningan → Tidak ada penanganan lebih lanjut → Akibat perforasi, sekret
keluar terus – menerus / hilang timbul → Kembali terpajan dengan ISPA →
Mikroorganisme makin bereplikasi → Mikroorganisme masuk ke os
mastoideum → Menginfeksi membran mukosa → Proses inflamasi →
pelepasan sitokin (IL-1, IL-6, TNα) → pelepasan asam arakidonat →
merangsang hipotalamus → produksi PGE2 dibantu COX2 →
meningkatkan set poin termoregulator → demam (Schilder et al, 2016).
15
pinna atau keduanya, atau edema difusa pada kanalis aurikularis eksterna,
eritem atau keduanya dengan atau tanpa otore, regional limfadenitis, eritem
membran timpani, atau selulitis pada pinna dan kulit disekitarnya.12Pada
pasien ini, pasien hanya mengeluh keluar cairan dari telinga kiri tanpa disertai
dengan keluhan yang lain sebagaimana disebutkan di atas (Mittal et al, 2015).
3) Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik lokalis. Otitis media supuratif kronis ditandai dengan keluarnya cairan
dari telinga yang bersifat persisten lebih dari 2-6 minggu akibat ada
perforasinya membran timpani. 11 Temuan khas lainnya yaitu berupa
penebalan granular mukosa telinga tengah, polip mukosa dan kolesteatoma
dalam telinga tengah. 11Otitis media supuratif kronis dibedakan dari otitis
media kronis dengan otitis media efusi, dimana otitis media efusi membran
timpani tampak utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi tidak ada infeksi
aktif. 3 Pada pasien ini ditemukan keluhan cairan pada telinga kiri sejak ±3
bulan yang lalu. Cairan lengket berwarna kekuningan, tidak disertai darah dan
tidak berbau. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kanalis auditoris eksterna
sinistra tampak sempit, mukosa hiperemis danterlihat dischargemukopurulen.
Membran timpani sinistra tampak perforasi di tengah dengan tepi rata. Hal-
hal tersebut memenuhi tanda dan gejala dari otitis media supuratif kronis
(Mittal et al, 2015).
16
tymphani mengalami rupture sehingga fungsingya untuk meningkatkan
getaran dan menghantarkan getaran suara dari telinga luar terganggu
sehingga terjadinya keluhan gangguan pendengaran (Soepardi et al, 2012).
Beberapa jenis antibiotika topikal (tetes telinga) yang dapat digunakan pada
penderita OMSK meliputi :
2) Neomisin yaitu obat bakterisid pada kuman Gram positif dan negatif,
misalnya: Staphylococcus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob
seperti Pseudomonas, juga bersifat toksik terhadap ginjal dan ototoksik.
Penggunaannya disarankan tidak lebih dari 1 minggu (Munilson & Edward,
2017).
17
3) Chloramphenicol 1% yaitu obat ini bersifat bakterisid terhadap:
Staphylococcus coagulase (positif 99%), Staphylococcus group A (100%),
Proteus (60%), Proteus mirabilis (90%), Klebsiella (92%), Enterobacter
(93%), Pseudomonas (5%). Chloramphenicol 1% akhir-akhir ini tidak
direkomendasikan dan jarang digunakan pada OMSK, karena memiliki efek
samping yang dapat menyebabkan terjadinya anemia aplastik yang fatal,
depresi sumsum tulang, glositis, enterokolitis dan sindrom Gray. Efek toksik
yang sering terjadi adalah gangguan pendengaran karena Chloramphenicol
1% yang diteteskan pada penderita OMSK bersifat ototoksik pada telinga
bagian dalam (Munilson & Edward, 2017).
3. Sejak 6 bulan yang lalu, Jono pernah mengalami keluhan yang sama, namun
keluhan hilang timbul. Jono juga memiliki riwayat sering batuk, pilek dan
hanya membeli obat warung untuk mengurangi keluhannya.
a. Apa makna sejak 6 bulan yang lalu, Jono pernah mengalami keluhan yang
sama, namun keluhan hilang timbul?
Jawab :
Maknanya ini merupakan faktor predisposisi terjadinya keluhan pada telinga.
Riwayat yang sama mengindikasikan telah mengalami OMA stadium
perforasi, seiring dengan berjalannya waktu seharusnya terjadi resolusi
terhadap peforasi untuk menutup lubang membrane tymphani. Namun, akibat
infeksi berulang, berkembang menjadi Otitis Media Supuratif Kronis (> 2
bulan)
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan menjadi OMSK :
1. Terlambat terapi
2. Terapi tidak adekuat
3. Virulensi kuman tinggi
4. Daya tahan tubuh lemah
5. Hygiene yang buruk
(Soepardi et al, 2012).
18
b. Apa makna Jono juga memiliki riwayat sering batuk, pilek dan hanya
membeli obat warung untuk mengurangi keluhannya ?
Jawab :
Maknanya adalah batuk pilek atau infeksi saluran nafas atas yang berulang
merupakan faktor pencetus terjadinya Otitis media akut dari infeksi saluran
nafas atas seperti batuk pilek. Semakin sering terserang infeksi saluran nafas,
semakin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut. Makna membeli
obat warung, yaitu obat yang dikonsumsi hanya mengatasi symptom saja
tanpa mengatasi causa dari keluhan batuk pilek sehingga menyebabkan
infeksi yang terus berulang dan menjadi faktor pencetus dari komplikasi
selanjutnya yaitu otitis media (Schilder et al, 2016).
19
Farmakodinamik :
Obat golongan antihistamin H1 (antagonis reseptor H1) generasi kedua
merupakan inverse agonist yang bekerja dengan cara berikatan secara
reversibel dengan reseptor histamin kemudian menstabilkan dan
mempertahankannya dalam bentuk yang tidak aktif.6,7 Antihistamin H1
generasi kedua kurang lipofilik dibandingkan generasi pertama dan
berikatan secara selektif pada reseptor H1 perifer sehingga lebih sedikit
menimbulkan efek sedasi terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut
terdisosiasi secara perlahan sehingga durasi kerja lebih panjang
dibandingkan dengan generasi pertama. Antihistamin H1 mengurangi
produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi sel, dan kemotaksis
sel eosinofil dan sel lainnya. Antihistamin H1 juga dapat mengurangi
pelepasan mediator sel mast dan basofil melalui penghambatan saluran ion
kalsium (Widyastutiet al., 2020).
Mukolitik
Farmakokinetik :
Aktivitas mukolitik terbesar pada pH 7-9. Setelah inhalasi sputum menjadi
encer dalam waktu 1 menit dan efek maksimal dicapai dalam waktu 5-10
menit (Gunawan et al., 2016).
Farmakodinamik :
Obat yang dapat mengencerkan secret saluran napas dengan jalan
memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida sari sputum
(Gunawan et al., 2016).
20
mikroorganisme terus masuk ke bronkus → mengaktifkan stimulasi
reseptor iritan → menimbulkan reflex batuk (Adams, 2011).
f. Apa hubungan riwayat batuk, pilek dan hanya membeli obat warung untuk
mengurangi keluhannya dengan keluhan utama?
Jawab :
Hubungannya ialah suatu etiologi dan faktor resiko dikarenakan OMSK
merupakan penyakit multifaktoral. Keluhan yang sama sejak 6 bulan yang
lalu mengindikasikan bahwa dulu penderita telah mengalami otitis media
akut seiring berjalannya waktu seharusnya terjadi resolusi terhadap
perforasi tersebut untuk menutup lubang yang terbentuk pada membran
timpani, namun akibat dari infeksi yang berulang akibatnya berkembang
menjadi otitis media kronis seperti keluhan yang dirasakannya sekarang.
Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media
kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan (Schilder et al, 2016).
g. Apa kemungkinan dampak yang akan timbul apabila batuk dan pilek tidak
segera ditatalaksana?
Jawab :
Batuk dan pilek apabila tidak segera ditatalaksa tidak akan menimbulkan
kecuali diikuti beberapa faktor seperti impairment immune, dikarenakan
hal tersebut terjadilah penyakit yang berhubungan dengan nasofaring
(tonsilofaringitis, faringitis, OMS, dll) (Schilder et al., 2016; Soepardi et
al., 2020).
4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Tanda Vital: Nadi: 105 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 38,5 oC, TD :
120/80 mmHg
Telinga:
21
- Sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak perforasi di tengah
membrana timpani dan sekret mukopurulen, belakang telinga tampak
bengkak dan nyeri tekan (+)
- Dextra: liang telinga lapang, membrana timpani utuh, reflek cahaya (+)
Hidung : Sekret (+/+) serous, mukosa hiperemis (+/+), konka normal
Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil: T1/T1 tenang
a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik ?
Jawab :
Pemeriksaan Normal Kasus Interpretasi
Keadaan Compos mentis/ sadar sadar dan Normal
umum koomperatif
Nadi : 60-100 x/menit Nadi : 105x/ menit Takikardi
RR : 16-24x/menit RR : 24 x/menit Normal
Suhu : 360 C - 37,50 C Suhu 38, 5o C Febris
TD : TD 120/80 mmHg Normal
• Sistolik : 120 mmHg
Vital sign • Diastolik : 80 mmHg
Nyeri tragus (-) Nyeri tragus (-) Normal
Tidak tampak perforasi tampak perforasi Abnormal
membrane timpani membrane
Telinga timpani
sinistra Secret (-) Sekret Abnormal
mukopurulen
Belakang telinga tidak Belakang telinga Abnormal
tampak bengkak dan tampak bengkak
nyeri dan nyeri
Telinga liang telinga lapang, liang telinga lapang, Normal
dextra membrane timpani utuh, membrane timpani
reflex cahay (+) utuh, reflex cahay
(+)
22
Hidung sekret (-/-), mukosa Sekret (+/+) serous, Abnormal
hiperemis (-/-), konka mukosa hiperemis
normal (+/+), konka
normal
Tenggorokan Hiperemis (-), Tonsil: T1/T1 Hiperemis (-), Normal
Tonsil: T1/T1
23
pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah terganggu → kuman
masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi cavum timpani → otitis
media akut + penatalaksanaan inadekuat → berlanjut sampai stadium
perforasi membran timpani → otitis media supuratif kronik → menyebar
kerongga mastoid melalui aditus ad antrum → mastoiditis → peradangan
pada rongga mastoid → respon inflamasi FR : ISPA berulang yang tidak
di tatalaksana dengan tepat→ MO menginfeksi saluran nafas atas (faring
dan nasofaring) → reaksi inflamasi local non spesifik → pelepasan
mediator proinflamasi + bradykinin → peningkatan permeabilitas kapiler
→ kongesti (sumbatan pada hidung dan nasofaring) → penurunan fungsi
tuba estachius → pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah
terganggu → kuman masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi
cavum timpani → otitis media akut + penatalaksanaan inadekuat →
berlanjut sampai stadium perforasi membran timpani → otitis media
supuratif kronik → menyebar kerongga mastoid melalui aditus ad antrum
→ mastoiditis → peradangan pada rongga mastoid → pelepasan mediator
pro inflamasi (IL-1, IL-6, IL-12, TNF α, IFN ) → merangsang pelepasan
asam arakidonat → oleh COX-1 dan COX-2 diubah menjadi
prostaglandin → ↑ thermostat di pusat termoregulasi hipotalamus
→demam (Satrianawaty et al, 2019).
Otoskopi tampak perforasi di tengah membrana timpani dan sekret
mukopurulen sinistra :
FR : ISPA berulang yang tidak di tatalaksana dengan tepat→ MO
menginfeksi saluran nafas atas (faring dan nasofaring) → reaksi
inflamasi local non spesifik → pelepasan mediator proinflamasi +
bradykinin → peningkatan permeabilitas kapiler → kongesti (sumbatan
pada hidung dan nasofaring) → penurunan fungsi tuba estachius →
pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah terganggu → kuman
masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi cavum timpani → otitis
media akut + penatalaksanaan inadekuat → berlanjut sampai stadium
perforasi membran timpani → otitis media supuratif kronik → otoskopi
24
tampak perforasi di tengah membrana timpani dan sekret mukopurulen
sinistra (Satrianawaty et al, 2019).
Bengkak pada belakang telinga sinistra :
FR : ISPA berulang yang tidak di tatalaksana dengan tepat→ MO
menginfeksi saluran nafas atas (faring dan nasofaring) → reaksi
inflamasi local non spesifik → pelepasan mediator proinflamasi +
bradykinin → peningkatan permeabilitas kapiler → kongesti (sumbatan
pada hidung dan nasofaring) → penurunan fungsi tuba estachius →
pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah terganggu → kuman
masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi cavum timpani → otitis
media akut + penatalaksanaan inadekuat → berlanjut sampai stadium
perforasi membran timpani → otitis media supuratif kronik → menyebar
kerongga mastoid melalui aditus ad antrum → mastoiditis → peradangan
pada rongga mastoid → respon inflamasi FR : ISPA berulang yang tidak
di tatalaksana dengan tepat→ MO menginfeksi saluran nafas atas (faring
dan nasofaring) → reaksi inflamasi local non spesifik → pelepasan
mediator proinflamasi + bradykinin → peningkatan permeabilitas kapiler
→ kongesti (sumbatan pada hidung dan nasofaring) → penurunan fungsi
tuba estachius → pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah
terganggu → kuman masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi
cavum timpani → otitis media akut + penatalaksanaan inadekuat →
berlanjut sampai stadium perforasi membran timpani → otitis media
supuratif kronik → menyebar kerongga mastoid melalui aditus ad antrum
→ mastoiditis → peradangan pada rongga mastoid → pelepasan mediator
pro inflamasi + bradykinin → peningkatan permeabilitas
kapiler→bengkak (Satrianawaty et al, 2019).
Nyeri tekan (+) pada belakang telinga sinistra :
FR : ISPA berulang yang tidak di tatalaksana dengan tepat → MO
menginfeksi saluran nafas atas (faring dan nasofaring) → reaksi
inflamasi local non spesifik → pelepasan mediator proinflamasi +
bradykinin → peningkatan permeabilitas kapiler → kongesti (sumbatan
25
pada hidung dan nasofaring) → penurunan fungsi tuba estachius →
pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah terganggu → kuman
masuk kedalam telinga tengah → menginfeksi cavum timpani → otitis
media akut + penatalaksanaan inadekuat → berlanjut sampai stadium
perforasi membran timpani → otitis media supuratif kronik → menyebar
kerongga mastoid melalui aditus ad antrum → mastoiditis → peradangan
pada rongga mastoid → merangsang reseptor nyeri sekitar → nyeri
belakang telinga → nyeri tekan (+) (Satrianawaty et al, 2019).
Sekret hidung (+/+) serous :
FR : ISPA berulang yang tidak di tatalaksana dengan tepat → MO
menginfeksi saluran nafas atas (faring dan nasofaring) → reaksi
inflamasi local non spesifik → merangsang sel goblet dari mukosa
hidung → pilek → secret (+/+) serous (Satrianawaty et al, 2019).
Mukosa hidung hiperemis (+/+) :
FR : ISPA berulang yang tidak di tatalaksana dengan tepat → MO
menginfeksi saluran nafas atas (faring dan nasofaring) → reaksi
inflamasi local non spesifik → pelepasan mediator proinflamasi +
histamine → vasodilatasi PD → mukosa hidung hiperemis (+/+)
(Satrianawaty et al, 2019).
26
5. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?
Jawab :
1. Anamnesis
a. Keluhanutama: keluar cairan berwarna putih kekuningan dari telinga
kiri serta bengkak dan nyeri dibelakang telinga kirinyasejak 7 hari yang
lalu.
b. Keluhan tambahan: demam naik turun, sakit kepalasebelah kiridan
penurunan pendengaran pada telinga kiri
c. RiwayatPengobatan: Jono pernah berobat ke Mantri dan diberikan obat
tetes telinga
d. Riwayatpenyakit :6 bulan yang lalu, Jono pernah mengalami keluhan
yang sama, namun keluhan hilang timbul. Jono juga memiliki riwayat
sering batuk, pilek dan hanya membeli obat warung untuk mengurangi
keluhannya.
2. PemeriksaanFisik
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Tanda Vital: Nadi: 105 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 38,5 oC, TD :
120/80 mmHg
Telinga:
- Sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak
perforasi di tengah membrana timpani dan sekret
mukopurulen, belakang telinga tampak bengkak dan nyeri
tekan (+)
- Dextra: liang telinga lapang, membrana timpani utuh,
reflek cahaya (+)
Hidung : Sekret (+/+) serous, mukosa hiperemis (+/+), konka normal
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil: T1/T1 tenang.
27
6. Apa diagnosis banding pada kasus?
Jawab :
Gejala dan tanda Otitis Media Supuratif Otitis Media Otitis Eksterna
Kronis + Mastoiditis Akut
Nyeri telinga - + +
Bengkak pada + - -
belakang telinga
Demam +/- + +
Pendengaran + + +
berkurang
Edema + + +
Hiperemis + + +
Nyeri tekan - - +
tragus
Riwayat ISPA +/- + -
28
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara di
telinga tengah.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis nilai diagnostiknya terbatas di bandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri.
3. Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret
yang kronis berbeda dengan yang di temukan pada otitis media
supuratif akut. Bakteri yang sering di jumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus.
Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokuspneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lainyang dijumpai pada
OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah
Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan
berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam
hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau
hemofilius influenza, tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda
karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering
berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi (Dhingra,
2010).
29
a. Definisi?
Jawab :
Otitis media (OM) atau radang telinga tengah adalah spectrum
penyakit, termasuk otitis media akut (AOM), otitis media dengan
efusi (OME; ‘glue ear’) dan otitis media supuratif kronis (OMSK)
(Schilder et al., 2016).
Otitis media (OM) adalah radang telinga tengah yang
berhubungan dengan infeksi. Meskipun terapi yang tepat, OM akut
(OMA) dapat berkembang menjadi OM supuratif kronis (OMSK)
yang berhubungan dengan perforasi gendang telinga dan cairan
bernanah. Efusi mencegah ossicles telinga tengah menyampaikan
getaran suara dengan benar dari gendang telinga kejendela oval
telinga bagian dalam, yang menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif (Mittal et al., 2015).
b. Epidemiologi?
Jawab :
Untuk OMSK, angka kejadian global rata-rata diperkirakan 4,8
episode baru per 1.000 orang (semua usia) per tahun (Gambar ..).
Jumlah total kejadian OMSK tahunan diperkirakan mencapai 31
juta, dengan 22% terjadi pada anak-anak <5 tahun. Angka kejadian
OMSK global tertinggi pada tahun pertama kehidupan (15,4 kasus
baru per 1.000 anak per tahun) (Schilder et al., 2016).
c. Etiologi?
Jawab :
Berdasarkan mikroorganisme penyebab :
1. Bakteri aerobic (%)
a. Pseudomonas aeruginosa (22–44)
b. Staphylococcus aureus (17-37)
c. Klebsiella pneumonia (4-7)
30
d. Proteus mirabilis (3-20)
e. Proteus vulgaris (0,9–3)
f. Escherichia coli (1–21)
g. Streptococcus pneumonia (1-3)
h. Acinetobacter baumanii (1–3)
i. Enterobacter aerogenes (0,9–4)
2. Bakteri anaerob (%)
a. Bacteroides spp. (4–8)
b. Clostridium spp. (3–6)
c. Prevotella spp. (1–3)
d. Fuso bacterium nucleatum (3–4)
3. Jamur (%)
a. Aspergillusniger (3–15)
b. Aspergillusflavus (3-20)
c. Candida albicans (0,9–23)
d. Candida krusei (2–3)
(Mittal et al., 2015)
d. Klasifikasi?
Jawab :
1. OMSK tife aman atau banigna adalah proses peradangan pada
OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral .
2. OMSK tipe bahaya ata maligna adalah OMSK tipe tulang dimana
perforasi pada OMSK tipe maligna ini letaknya marginal atau atik
(Shenoi, 2015).
31
- antibiotic oral → amoxicillin 3 x 500 mg
- antipiretik & analgetik → paracetamol 3 x 500 mg
- observasi 2 bulan → bila masih ada perforasi , idealnya dilakukan
Miringoplasti / Timpanoplasti (Farida et al., 2016)
2. Non farmakologi
Edukasi : jaga telinga tetap kering agar pengobatan optimal dan
mencegah infeksi berulang (Farida et al., 2016).
32
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindak lanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
(KKI, 2012)
Artinya :
2.7 Kesimpulan
Jono, 32 tahun mengeluh keluar cairan berwarna putih kekuningan dari
telinga kiri (otorrhea sinistra) serta bengkak dan nyeri dibelakang telinga
kirinya karena mengalami Otitis Media Supuratif Kronik tipe Benigna
perforasi tipe central Auricula Sinistra disertai Mastoiditis Auricula
Sinistra ec ISPA.
33
2.8 Kerangka Konsep
34
Daftar Pustaka
Adams, L, G. 2011. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Allabasi, A.M., Alsaimary, I. E., &Najim, J. M.,. 2010. Prevalence and Patterns
of Chronic Suppurative Otitis Media and Hearing Impairment in Basrah
City. Journal of Medicine and Medical Sciences. 1(4): 129-133.
Chong, LY et al. 2018. Systemic Antibiotics for Chronic Suppurative Otitis
Media. Cochrane Library. 1(6): 1-23.
Dhingra PL, 2010. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media, in
Disease of Ear, Nose, and Throat.5rd ed. Elsevier. New Delhi. 2(6) : 75-
82.
Farida, Y., Sapto, H., Oktaria, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Tht, B., Sakit, R.,
& Lampung, A. M. 2016. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif
Kronis (OMSK). Medula Unila. Vol.6 : 2-145.
Gunawan, GS et al. 2016. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta : KKI.
Laksmi K, Wardhani, K. W. 2016. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher. Jurnal Aliran Limfatik Daerah Kepala Dan
Leher Serta Aspek Klinisnya. Vol.6 : 33–51.
Mittal R, Lisi CV, Gerring R, Mittal J, Mathee K, Narasimhan G, et al. 2015.
Current Concepts in the Pathogenesis and Treatment of Chronic
Suppurative Otitis Media. Jurnal Med Microbio. Vol.64: 1103-16.
Munilson, J., & Edward, Y. 2017. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Jurnal
Med Microbio. Vol.6: 1–9.
Nazarudin, N. 2020. Otitis Media Akut Dengan Komplikasi Mastoiditis Akut Dan
Labirintitis Akut Pada Dewasa. Medika Kartika Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. Vol.4(1): 23–34.
Sari, J. T. Y., Edward, Y., & Rosalinda, R. 2018. Otitis Media Supuratif Kronis
35
Tipe Kolesteatom dengan Komplikasi Meningitis dan Paresis Nervus
Fasialis Perifer. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol.8: 4-88.
Satrianawaty, L. D., Sumarno, T. M., & Prabowo, S. 2019. Hang tuah medical.
Hang Tuah Medical Journal. 17(1): 35-46.
Schilder, A. G. M., Chonmaitree, T., Cripps, A. W., Rosenfeld, R. M.,
Casselbrant, M. L., Haggard, M. P., & Venekamp, R. P. 2016. Otitis
media. Nature Reviews Disease Primers.Vol.2: 1–19.
Shenoi PM. 2015. Mengement Of Cronic Suppurative OtitiS Media. Scoot-
Brown’s Otolaringology, Butterworth Internasional Edition. Vol.2: 215-
232.
Soepardi, E., Iskandar, N. & Bashiruddin, J., et al. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Soepardi, EA et al. 2020. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Widyastuti, R et al. 2020. Terapi Farmakologis. Jurnal Kesehatan. 47(1): 51-57.
36