Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK XX

KELOMPOK 3
Dosen Pembimbing: dr Ni Made Elva Mayasari, Sp. Jp
1. Heni Nurdita (702018001)
2. Mellyana Cahyadi (702018010)
3. Meta Ilma Nur Amalia (702018013)
4. Radicha Maurisha (702018027)
5. Dhia Luthafiyyah Utami (702018052)
6. Putra Pratama Adi Candra (702018054)
7. Suci Dwi Cahya (702018056)
8. Rahmi Nurba Driya Ningsih (702018062)
9. Wahyu Akbar Irsandy (702018077)
10. Dewi Fortuna Agustia (702018082)
11. Isina Gustri (702018099)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan ridho-
Nya kami dapat membuat Laporan Tutorial untuk memenuhi tugas Blok XVI
Shalawat dan salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Ni Made Mayasari, Sp. JP,
selaku tutor dan fasilitator tutorial. Dan kami juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses pembuatan laporan
ini.
Laporan ini bertujuan untuk membantu dan memahami maksud dan tujuan
kegiatan proses pembelajaran tutorial, karena proses pembelajaran tutorial sangat
diperlukan dalam sistem pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Dalam pelaksanaan kegiatan Tutorial Blok XX ini, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi materi
maupun penyusunan kata-kata. Maka dari itu, penulis memohon maaf, saran dan
kritik bagi seluruh pembaca dalam upaya untuk memperbaiki laporan ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Palembang, Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................1


DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................3
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Data Tutorial ..................................................................................................4
2.2 Skenario Kasus ..............................................................................................5
2.3 Klarifikasi Istilah ...........................................................................................6
2.4 Identifikasi Masalah ......................................................................................5
2.5 Prioritas Masalah ................................................................................................. 9
2.6 Analisis Masalah ................................................................................................... 9
2.7 Kesimpulan .......................................................................................................... 59
2.8 Kerangka Konsep ............................................................................................... 60

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik adalah Blok 20 pada


Semester VII dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan


pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada kesempatan
yang akan datang. Laporan scenario A ini memaparkan kasus mengenai Ucok,
mudik ke kampung halaman dengan menggunakan travel dan duduk di bagian
tengah. Mobil travel yang ditumpanginya mengalami kecelakaan tunggal yang
menewaskan sopirnya yang membahas kasus tentang traumatologi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari si


2. stem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
3. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
4. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor :dr. Ni Made Elva Mayasari, Sp. JP


Moderator : Putra Pratama Adi Candra
Sekretaris meja : Radicha Maurisa
Sekretaris papan : Rahmi Nurbadriyah N

Peraturan tutorial :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat dan pertanyaan
yang relevan.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap tenang serta tidak
ribut.

4
2.2 Skenario Kasus
Ucok, 34 tahun, mudik ke kampung halaman dengan menggunakan travel
dan duduk di bagian tengah. Mobil travel yang ditumpanginya mengalami
kecelakaan tunggal yang menewaskan sopirnya. Pada saat kecelakaan,
kepala Ucok membentur blower AC dan kakinya terjepit bagian besi dari
kursi penumpang. Saat mengevakuasi Ucok dari dalam mobil, ucok dalam
keadaan tidak sadar dan petugas polisi harus memotong plat-plat besi yang
menjepit kaki kanan Ucok. Ucok sempat sadar pada saat dibawa mobil
Ambulance dan mengeluh nyeri pada kaki kanan. Namun, Ucok kelihatan
tertidur saat sampai di UGD Puskesmas rawat inap Indralaya.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: tidak sadar, namun bangun bila dipanggil.
Primary Survey:
- Airway: bangun bila dipanggil, mengeluarkan suara jelas namun menjerit
kesakitan dan suara tambahan tidak ada. Dokter memasangkan oksigen
dengan NRM (Nonrebreathing Oxygen Face Mask), 10 liter/menit.
- Breathing: dalam batas normal
- Circulation: denyut nadi 102x/menit. Tekanan darah 130/70 mmHg.
Terdapat fraktur terbuka di daerah 1/3 distal cruris dextra tidak ada tanda-
tanda perdarahan aktif. Dokter melakukan penatalaksanaan terhadap
sirkulasi dengan memasang IVFD dua jalur.
- Disability: Ucok terlihat tertidur, membuka mata bila dipanggil dengan
lantang, menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan kronologis
kejadiannya dengan benar. Ucok mampu menggerakan kedua tangan dan
kaki kiri sesuai perintah. Reflek cahaya: pupil kanan sedikit lebih lambat
dari pupil kiri. Dokter melihat ada masalah pada disability dan
merencanakan pemeriksaan tambahan untuk Ucok.
- Exposure: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah parietal
dextra. Tampak multiple fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra (Crush
injury)
Secondary Survey:

5
- Kepala: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah parietal
dextra.
- Leher: trakea di tengah, JVP tidak distensi
- Thoraks: dalam batas normal
- Abdomen: dalam batas normal
- Ekstremitas: lengan dan tungkai kiri dalam batas normal, tungkai kanan:
fraktur terbuka multipel pada 1/3 distal cruris dextra, tampak pecahan
tulang kecil-kecil dan otot yang terkoyak pada beberapa bagian, terlihat
bengkak dan pucat, pasien mengeluh nyeri seperti tertindih benda berat,
terasa kesemutan, nadi dorsalis pedis tidak teraba.
Dokter merencanakan untuk merujuk ucok ke rumah sakit BARI
Palembang. Dokter melakukan serangkaian prosedur agar proses evakuasi
berlangsung sesuai dengan standar.

2.3 Klarifikasi Istilah:


No. Klarifikasi istilah Arti
1. Tidak Sadar Kondisi ketika seseorang kurang atau tidak
dapat memberi respon terhadap rangsangan
apapun
2. Airway jalur tempat udara masuk dan keluar paru-
paru (Dorland)
3. Breathing pernapasan dengan cara penelanan udara
menggunakan lidah dan otot-otot laring
kedalam paru-paru tanpa melibatkan otot
bantu napas primer
4. Hematom pengumpulan darah setempat umumnya
menggumpal dalam organ, rongga atau
jaringan akibat pecahnya dinding
pembuluh darah (Dorland)
5. Exposure kondisi yang mungkin menjadi subjek suatu
yang berbahaya seperti agen infeksius
(Dorland, 2018)

6
6. Primary Survey Langkah pertama yang dilakukan sejak
detik pertama pasien masuk Instalasi Gawat
Darurat dengan pemeriksaan secara cepat
dan efisien (Atls, 2012)
7. Nyeri : suatu kondisi dimana seseorang merasakan
perasaan yang tidak nyaman yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan yang
telah rusak atau yang berpotensi akan rusak
(KBBI, 2017)
8. Krepitasi : suara berderak seperti kita menggesekan
ujun-ujung tulang yang patah
9. Fraktur Terbuka suatu jenis kondisi patah tulang dengan
adanya luka pada daerah yang patah
sehingga bagian tulang berhubungan
dengan udara luar.
10. Secondary Survey : Mencari perubahan-perubahan yang dapat
berkembang menjadi keadaan yang gawat
apabila tidak segera diatasi (Atls, 2012)
11. Disability ketidakmampuan atau ketidaksanggupan
untuk berfungsi secara normal baik secara
fisik maupun mental
12. JVP :

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ucok, 34 tahun, mudik ke kampung halaman dengan menggunakan
travel dan duduk di bagian tengah. Mobil travel yang ditumpanginya
mengalami kecelakaan tunggal yang menewaskan sopirnya. Pada saat
kecelakaan, kepala Ucok membentur blower AC dan kakinya terjepit
bagian besi dari kursi penumpang. Saat mengevakuasi Ucok dari dalam
mobil, ucok dalam keadaan tidak sadar dan petugas polisi harus
memotong plat-plat besi yang menjepit kaki kanan Ucok. Ucok sempat
sadar pada saat dibawa mobil Ambulance dan mengeluh nyeri pada kaki

7
kanan. Namun, Ucok kelihatan tertidur saat sampai di UGD Puskesmas
rawat inap Indralaya.
2. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: tidak sadar, namun bangun bila dipanggil.
Primary Survey:
- Airway: bangun bila dipanggil, mengeluarkan suara jelas namun
menjerit kesakitan dan suara tambahan tidak ada. Dokter memasangkan
oksigen dengan NRM (Nonrebreathing Oxygen Face Mask), 10
liter/menit.
- Breathing: dalam batas normal
- Circulation: denyut nadi 102x/menit. Tekanan darah 130/70 mmHg.
Terdapat fraktur terbuka di daerah 1/3 distal cruris dextra tidak ada
tanda-tanda perdarahan aktif. Dokter melakukan penatalaksanaan
terhadap sirkulasi dengan memasang IVFD dua jalur.
- Disability: Ucok terlihat tertidur, membuka mata bila dipanggil
dengan lantang, menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan
kronologis kejadiannya dengan benar. Ucok mampu menggerakan kedua
tangan dan kaki kiri sesuai perintah. Reflek cahaya: pupil kanan sedikit
lebih lambat dari pupil kiri. Dokter melihat ada masalah pada disability
dan merencanakan pemeriksaan tambahan untuk Ucok.
- Exposure: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra. Tampak multiple fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra
(Crush injury)

3. Secondary Survey:
- Kepala: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra.
- Leher: trakea di tengah, JVP tidak distensi
- Thoraks: dalam batas normal
- Abdomen: dalam batas normal
- Ekstremitas: lengan dan tungkai kiri dalam batas normal, tungkai
kanan: fraktur terbuka multipel pada 1/3 distal cruris dextra, tampak
pecahan tulang kecil-kecil dan otot yang terkoyak pada beberapa bagian,

8
terlihat bengkak dan pucat, pasien mengeluh nyeri seperti tertindih benda
berat, terasa kesemutan, nadi dorsalis pedis tidak teraba.

4. Dokter merencanakan untuk merujuk ucok ke rumah sakit BARI


Palembang. Dokter melakukan serangkaian prosedur agar proses
evakuasi berlangsung sesuai dengan standar.

2.5 Prioritas Masalah


Identifikasi masalah nomor 1 alasan, karena terdapat adanya indikasi trauma
apabila tidak segera ditatalaksana akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.

2.6 Analisis Masalah


1. Ucok, 34 tahun, mudik ke kampung halaman dengan menggunakan
travel dan duduk di bagian tengah. Mobil travel yang ditumpanginya
mengalami kecelakaan tunggal yang menewaskan sopirnya. Pada saat
kecelakaan, kepala Ucok membentur blower AC dan kakinya terjepit
bagian besi dari kursi penumpang. Saat mengevakuasi Ucok dari dalam
mobil, ucok dalam keadaan tidak sadar dan petugas polisi harus
memotong plat-plat besi yang menjepit kaki kanan Ucok. Ucok sempat
sadar pada saat dibawa mobil Ambulance dan mengeluh nyeri pada kaki
kanan. Namun, Ucok kelihatan tertidur saat sampai di UGD Puskesmas
rawat inap Indralaya.
a. Bagaimana anatomi yang terlibat pada kasus ?
Jawab :
Anatomi Kepala :
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada
dalam kepala. Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang.
Adapun pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan
ini yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri dari
duramater, araknoid, piamater.
1. Tengkorak

9
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi
dua bagian kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal,
frontal, temporal, etmoid dan kerangka wajah terdiri dari tulang
hidung, palatum, lakrimal, zigotikum, vomer, turbinatum,
maksila, mandibula.

2. Otak
Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling
penting karena merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak
terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh
selaput otak (meningen) yang kuat.
a) Cerebrum
otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari
otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu
kanan dan kiri dan tiap hemisperium dibagi menajdi empat
lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis dan
oksipitalis. Dan bagian tersebut mengisi penuh bagian depan
atas rongga tengkorak.
Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang
dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek vegetatif dari batang
otak.Lobus parietal merupakan area sensorik primer otak
untuk sensasi raba dan pendengaran.Lobus oksipitalis
merupakan pusat asosiasi visual utama yang diterima dari

10
retina mata, Lobus Temporalis Lobus temporalis merupakan
asosiasi primer untuk audiotorik dan bau.
b) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari
otak belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior
dan diatapi tentorium cerebri yang merupakan lipatan
duramater yang memisahkan dari lobus oksipitalis serebri
c) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli
dan medula oblongata. Otak tengah merupakan merupakan
bagian atas batang otak akuaduktus cerebri yang
menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi
melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung pusat-pusat
yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan
bola mata. (Snell, 2017)
3. Anatomi ekstremitas inferior :
Regio Cruris dextra (Tungkai kanan bawah) terdiri 2 tulang yaitu
os.fibula dan os.Tibia. Musculus di regio cruris dibagi 3 :
anterior, lateral dan posterior.
1. Vena pada regio cruris yakni
a. v. saphena magna
b. v.saphena parva.
2. Pada regio cruris di vaskularisasi oleh
a. Poplitea
b. tibialis anterior
c. tibialis posterior yang bercabang a.fibularis
3. Articulation regio cruris dan ligamen yang terkait
a. Art. Tibiofibularis dan Art. Talocruralis
4. Saraf-saraf dikulit
a. N.cutaneus surae lateralis cabang n.peraneus communis
b. N.peroneus superficialis cabang n.cutaneus communis
c. N. Saphenus cabang n.femoralis

11
5. Anatomi Os.Tibia dan Os. Fibula tampak anterior
a. Otot- otot
Musculus di regio cruris dibagi 3 : anterior, lateral dan
posterior
Otot ventral anterior, diinervasi oleh N. fibularis
profundus (N. Ischiadicus)
1) M. Tibialis anterior
2) M. Extensor hallucis longus
3) M. Extensor digitorum longus
4) M. fibularis (peroneus) tertius (otot yang tidak selalu
ada)
b. Otot Lateral diinervasi oleh N. Fibularis superficialis (N.
Ischiadicus)
1) M. Fibularis longus (superfisial)
2) M. Fibularis brevis (distal)
c. Otot Dorsal Superfisialis, diinervasi oleh N. Tibialis
(N.Ischiadicus)
1) M. Tricep Sura
d. Otot Posterior diinervasi oleh N. Tibialis (N. Ischiadicus)
1) M. Popliteus
2) M. Tibialis Posterior
3) M. Flexor Digitorum Longus
4) M. Flexor Hallucis Longus
(Snell, 2017)

b. Apa makna Ucok, 34 tahun, mudik ke kampung halaman dengan


menggunakan travel dan duduk di bagian tengah. Mobil travel yang
ditumpanginya mengalami kecelakaan tunggal yang menewaskan
sopirnya. Pada saat kecelakaan, kepala Ucok membentur blower AC
dan kakinya terjepit bagian besi dari kursi penumpang. Saat
mengevakuasi Ucok dari dalam mobil, ucok dalam keadaan tidak
sadar dan petugas polisi harus memotong plat-plat besi yang

12
menjepit kaki kanan Ucok. Ucok sempat sadar pada saat dibawa
mobil Ambulance dan mengeluh nyeri pada kaki kanan. Namun,
Ucok kelihatan tertidur saat sampai di UGD Puskesmas rawat inap
Indralaya?
Jawab : Maknanya mengalami deselerasi dan lucid interval, dimana
adanya periode sadar diantara periode tidak sadar. Dan merupakan
salah satu manifestasi dari epidural hematoma (Padila, 2012).

c. Bagaimana etiologi pada kasus ?


Jawab : Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma
langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma
langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu
titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat
menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau
underlying deases atau fraktur patologis. Pada kasus, Pada saat
kecelakaan, kepala Ucok membentur blower AC dan kakinya terjepit
bagian besi dari kursi penumpang, (besi adalah benda keras) yang
terbentur dan terjepit langsung dengan tulang. (Anggraini, 2015)

d. Bagaimana Klasifikasi dari cedera kepala?


Jawab : Cedera Otak dibagi menjadi :
a) Komosio serebral Komosio serebral adalah gangguan fungsi otak
tanpa adanya kerusakan struktur anatomi jaringan otak akibat
dari cedera kepala (Padila, 2012). Sedangkan secara klinis
didapatkan penderita pernah ataupun tidak sadar selama kurang
dari 15 menit disertai sakit kepala, pusing, mualmuntah adanya
amnesi retrograde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan
radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Padila,
2012).

13
b) Kontusio serebral Kontusio serebral merupakan cedera kepala
berat dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan
adanya daerah hemoragi. Gejala yang muncul pada kontusio akan
lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Pasien dapat
diusahakan untuk bangun tetapi akan segera masuk kembali ke
dalam keadaan tidak sadar.
c) Hemoragi intra cranial Hematoma (pengumpulan darah) yang
terjadi di dalam kubah intra kranial adalah akibat paling serius
dari cedera kepala. Efek utama ini adalah seringkali lambat
sampai hematoma tersebut yang akan menyebabkan distorsi dan
herniasi otak serta peningkatan TIK.
d) Epidural hematoma (EDH) Epidural hematoma adalah
pengumpulan darah di dalam ruang epidural, terletak diantara
tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan oleh
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri maningeal
tengah putus atau rusak (laserasi).
e) Subdural hematoma (SDH) Subdural hematoma yaitu
pengumpulan darah diantara durameter dan dasar otak dan
merupakan akibat terjadi putusnya pembuluh darah kecil (vena)
yang menjembatani pada ruang subdural. Disamping itu, menurut
Patricia, (2013) menjelaskan bahwa jika pasien hematoma
subdural akut dapat memperlihatkan gejala dalam24-48 jam
setelah cedera karena adanya akumulasi dara dari vena lebih
lambat. Gejala meliputi sakit kepala yang memburuk, defisit
neurologis fokal, abnormalitas pupil unilateral dan penurunan
tingkat kesadaran, sedangkan hematoma subdural kronis dapat
mengalami perdarahan minor awal yang tidak menimbulkan
gejala.
f) Perdarahan subdural kronik (SDH kronik) Subdural hematoma
kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari

14
SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang
subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan
terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat temponade. Dalam
beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan
membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut
akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi
fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi
bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang
dilapisi membran semi permeabel. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (Transient
Ischemic Attack) dan dapat terjadi defisit neorologi yang
berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
g) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intracerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen
dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi
dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kortikal dan subkortikal.

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, dapat diklasifikasi


penilaiannya berdasarkan skor Glasgow Coma Scale(GCS) dan
dikelompokkan menjadi (Permana, 2013), yaitu :

a) Minimal = simple head injury Nilai GCS, yaitu 15 (normal),


dengan kesadaran baik, tidak adanya tanda amnesia, pemeriksaan
radiologi sebagai dasar indikasi sehingga hanya perawatan luka
dan tidak perlu adanya mondok. Pesan dari anggota keluarga
adalah hanya melihat atau observasi kesadaran seseorang yang
mengalami cedera kepala.
b) Cedera Kepala Ringan (CKR) Nilai GCS yaitu 14, pasien
terkesan disorientasi atau tidak mematuhi perintah. Sedangkan

15
nilai GCS 15 menunjukkan adanya amnesia pasca cedera selama
kurang dari 24 jam dan dapat terjadi kehilangan kesadaran
selama < 10 menit, disertai adanya gejala klinik seperti mual,
muntah, sakit kepala atau vertigo. Vital sign dalam batas normal,
tidak adanya defisit neurologi pada pemeriksaan radiologis
seperti foto schedel, head CT scan. Hal ini pasien mondok untuk
observasi akan adanya lucid interval, dimana kesadarannya
semakin menurun atau dapat ditemukan lateralisasi dengan
diikuti GCS selama setiap 30 menit, pupil, defisit neurologi.
c) Cedera Kepala Sedang(CKS) Nilai GCS yaitu 9-13, terjadi
kehilangan kesadaran selama > 10 menit tetapi < 8, terjadi
kehilangan kesadaran > 6 jam atau terjadi amnesia pasca cedera
selama >7 hari jam, dan ditemukan defisit neurologis disertai
cedera multipel selama adanya gangguan cerebral diikuti oleh
gangguan sistemik yang mempunyai survey primer dan riwayat
SAMPLE. HCTS adalah 40℅ massa intrakranial (hematom),
midline shift > 5 mm atau hematom > 25 cc dan tindakan operasi
segera 60℅ massa intrakranial (hematom), midline shift < 5 mm
atau hematom < 25 cc terapi konvensional. (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2018).

e. Apa saja klasifikasi trauma musculo skletal ?


Jawab :
1) Trauma ekstremitas dengan potensi ancaman nyawa
a) Perdarahan arteri besar
b) Crush syndrome (Rabdominalis Traumatik
2) Trauma mengancam ekstremitas
a) Patah tulang terbuka dan trauma sendi
b) Cedera vaskular, termasuk amputasi
c) Traumatik sindrom kompartemen
d) Cedera syaraf akibat fraktur dislokasi
3) Trauma ekstremitas lain

16
a) Kontusio dan laserasi
b) Trauma sendi
c) Fraktur (American College of Surgeon Committee on Trauma,
2012 : 250)

f. Apa saja tanda dan gejala trauma musculo skletal ?


Jawab : Gangguan muskuloskeletal yang paling sering terjadi akibat
suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi dan subluksasi
(Nyoman et al., 2015)

g. Apa saja klasifikasi trauma?


Jawab :
Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ
yang Terkena
1) Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit.
a) Luka Lecet (Abrasion)
Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki
permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan
epidermis hilang.
b) Luka Memar (Contusion)
Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah
(kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak,
berwarna merah kebiruan.
c) Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)
Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah
kulit yang mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di
bawahnya dan biasanya pada penyembuhan meninggalkan
jaringan parut
2) Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala
a) Fraktur Calvaria
b) Fracture Linear

17
c) Fracture Compositum
d) Fracture Berbentuk (depressed Fracture )
e) Ring Fracture
f) Fraktur Basis Cranii
Gejala :
• Keluar darah dari hidung, mulut, telinga
• Brill Haematoma Sifat Basis Cranii :
• Posisi kurang lebih mendatar
• Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama
• Tulangnya tipis dan mudah patah
• Berlubang-lubang
g) Contusio Cerebri
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai
daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai
daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau
daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.
Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah
menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat
terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,
edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin
kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan
kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut
yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi. Yang harus
dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang
berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini
bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan
kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada
kulit kepala, kranium, dan otak.
h) Laceratio Cerebri (Robek Otak)

18
Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater)
disertai robeknya Arachnoid.
i) Oedema Cerebri
Tanda-tandanya :
• Permukaan gyri menjadi lebih rata
• Sulci menjadi lebih dangkal
• Otak bertambah berat
• Ventrikel-ventrikel mengecil
• Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan
‘Foramen Magnum’ pada Cerebellum bagian bawah
• Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri
cellular, dan peri vascular
j) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa
dapat ditentukan kelainan anatomisnya pada otak. Gegar otak
merupakan pengertian klinis dengan gejala :
1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit
2. Muntah
3. Amnesia
4. Pusing kepala
5. Tidak ada kelainan neurologi
k) Perdarahan Epidural (Hematoma)
Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak.
Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek Pembuluh
Darah di luar duramate
l) Perdarahan Subdural (Hematoma)
Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.
Mekanisme terjadinya :
1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid
2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan
3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama

19
4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek
duramater dan meningica media
5. Jumlah perdarahan yang mematikan ± 60 gram
3) Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher
Berakibat :
• Patah tulang leher
• Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
• Kerusakan syaraf
4) Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada
Berakibat :
• Patah os costae, sternum, scapula, clavicula
• Robek organ jantung, paru, pericardium
5) Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut
Berakibat :
• Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro
iliaca
• Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung,
usus, kandung seni
6) Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra
Dapat berakibat :
• Fraktura, dislokasi os vertebrae, dapat karena :
1. Trauma langsung
2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan
f. Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak
Berakibat :
• Patah tulang, dislokasi sendi
• Robek otot, P.darah, kerusakan saraf
(Apuranto H, 2010)

h. Apa saja klasifikasi dari fraktur?


Jawab :
1) Klasifikasi fraktur berdasarkan penyebab

20
a) Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar sehingga tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut dan menyebabkan tulang tersebut
fraktur.
b) Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Penyebab yang paling
sering dari fraktur patologis ini yakni karena tumor, baik
primer maupun metastasis.
c) Fraktur stress
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu
tempat tertentu.
2) Fraktur berdasarkan klasifikasi klinis
a) Fraktur tertutup (close fracture)
yakni kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga
lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
dari dalam (from within) atau dari luar (fromwithout)
c) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur yang disertai komplikasi misalnya mal-union,
delayed union, non-union (tidak terjadi tautan) , serta infeksi
tulang.
3) Fraktur berdasarkan penilaian radiologis
Yakni penilaian lokalisasi/letak fraktur, meliputi: diafisial,
metafisial, intraartikular, dan fraktur dengan dislokalisasi.
Klasifikasi radiologis berdasarkan sudut patah yakni:
a) Fraktur transversal: fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Segmen-segmen tulang yang

21
patah direposisi atau direduksi kembali ketempatnya semula,
maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b) Fraktur kominutif: (tulang pecah menjadi beberapa fragmen )
serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana
terdapat lebih dari dua fragmen tulang
c) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan susah untuk
diperbaiki.
d) Fragtur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darahnya.
e) Fraktur impaksi/fraktur kompresi (brust fracture): (sebagian
fragmen tulang masuk ke dalam tulang lainnya) terjadi ketika
dua tulang menumbuk tulang yang berada diantaranya. Misal
pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fraktur pada
korpus vertebrae ini dapat didiagnosis dengan radiogram.
f) Fraktur spiral: timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur
ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. (Helmi,
2016).

i. Bagaimana mekanisme trauma?


Jawab : Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
tumpul, kompresi , ledakan dan tembus
1) Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu
lintas. Pada suatu kecelakaan lalulintas, misalnya tabrakan mobil,
maka penderita yang berada didalam mobil akan mengalami
beberapa benturan (collision) berturut-turut sebagai berikut :
a) Primary Collision
Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih
berada pada posisi masing- masing. Tabrakan dapat terjadi

22
dengan cara :Tabrakan depan (frontal),Tabrakan samping (T-
Bone), Tabrakan dari belakang, Terbalik (roll over)
b) Secondary Collision
Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam
mobil (atau sabuk pengaman). Perlukaan yang mungkin
timbul akibat benturan akan sangat tergantung dari arah
tabrakan.
c) Tertiary Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang
berada dalam rongga tubuh akan melaju kearah depan dan
mungkin akan mengalami perlukaan langsung ataupun
terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh
tersebut
d) Subsidary Collision
Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang mobil
yang mengalami tabrakan terpental kedepan atau keluar dari
mobil. Selain itu barang-barang yang berada dalam mobil
turut terpental dan menambah cedera pada penderita.
2) Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti
bergerak, sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan.
Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding
torak oabdominal dan kulumnavetrebralis, dan didepan oleh
struktur yang terjepit. Pada organ yang berongga dapat terjadi
apa yang trauma. Mekanisme trauma yang terjadi pada
pengendara sepeda motor dan sepeda meliputi :
a) Benturan frontal
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti
mendadak maka kendaraan akan berputar kedepan,dengan
momentum mengarah kesumbu depan. Momentum kedepan
akan tetap, sampai pengendara dan kendaraannya dihentikan
oleh tanah

23
atau benda lain. Pada saat gerakan kedepan ini kepala, dada
atau perut pengendara mungkin membentur stang kemudi.
Bila pengendara terlempar keatas melewati stang kemudi,
maka tungkainya mungkin yang akan membentur stang
kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
b) Benturan lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka
atau tertutup tungkai bawah. Kalau sepeda / motor tertabrak
oleh kendaraan yang bergerak maka akan rawan untuk
menglami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil
yang mengalami tabrakan samping. Pada tabrakan samping
pengendara juga akan terpental karena kehilangan
keseimbangan sehingga akan menimbulkan cedera tambahan.
3) Trauma ledakan (Blast Injury)
Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari
suatu bahan dengan volume yang relatif kecil, baik padat, cairan
atau gas, menjadi produk-produk gas. Produk gas ini yang secara
cepat berkembang dan menempati suatu volume yang jauh lebih
besar dari pada volume bahan aslinya. Bilamana tidak ada
rintangan, pengembangan gas yang cepat ini akan menghasilkan
suatu gelombang tekanan (shock wave). Trauma ledakan dapat
diklasifikasikan dalam 3 mekanisme kejadian trauma yaitu
primer, sekunder dan tersier.

4) Trauma Tembus (Penetrating Injury)


a) Senjata dengan energi rendah (Low Energy)
Contoh senjata dengan energi rendah adalahpisau dan alat
pemecah es. Alat ini menyebabkan kerusakan hanya karena
ujung tajamnya. Karena energi rendah, biasanya hanya sedikit
menyebabkan cidera sekunder. Cedera pada penderita dapat
diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh. Pada
luka tusuk, wanita mempunyai kebiasaan menusuk kebawah,
sedangkan pria menusuk keatas karena kebiasaan

24
mengepal.Saat menilai penderita dengan luka tusuk, jangan
diabaikan kemungkinan luka tusuk multipel. Inspeksi dapat
dilakukan dilokasi, dalam perjalanan ke rumah sakit atai saat
tiba di rumah sakit, tergantung pada keadaan disekitar lokasi
dan kondisi pasien.
b) Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high
energy)
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol,
sedangkan senjata dengan energi tinggi seperti senjata militer
dan senjata untuk berburu. Semakin banyak jumlah mesiu,
maka akan semakin meningkat kecepatan peluru dan energi
kinetiknya. Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang
dilalui peluru tetapi juga pada daerah disekitar alurnya akibat
tekanan dan regangan jaringan yang dilalui peluru. Peluru
akibat senjata energi tinggi. (Nyoman et al., 2015)

j. Bagaimana patofisiologi trauma pada kasus?


Jawab :
Kecelakaan mobil → Kepala terbentur blower AC → trauma
langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat menhan kekuatan dari
luar → fraktur → terdapat krepitasi dan kerusakan bagain lunak →
Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal → Darah memenuhi
epidural → Hematoma berdiameter 4 cm parietal dextra.

Kecelakaan mobil → Kaki terjepit kursi penumpang Kecelakaan


mobil → trauma langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat
menahan kekuatan dari luar → fraktur → kerusakan kontinuitas
tulang → kelemahan/ ketidaknormalan mobilitas dan krepitasià
fraktur terbuka cruris dextra (Sjamsuhidajat, 2017).

25
k. Bagaimana patofisiologi kehilangan kesadaran pada kasus ?
Jawab : Trauma kepala ekstrakranial →terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan vaskular→ heamtoma → perubahan sirkulasi
cairan serebrospinal→ peningkatan tekanan intrakranial → gyrus
medialis lobus temporal tergeser → herniasi unkus → mesenfalon
tertekan → gangguan kesadaran (Mayer, 2011)

l. Bagaimana klasifikasi kesadaran?


Jawab : Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi
kompos mentis, apatis, somnolen, stupor,dan koma.
1) Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat
menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
2) Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan
segan berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
3) Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan
cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan
dan mampu memberikan jawaban secara verbal, namun mudah
tertidur kembali.
4) Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan
mata tertutup. Pasiendalamkeadaantiduryangdalam atau tidak
memberikan respon dengan pergerakan spontan yang sedikit atau
tidak ada dan hanya bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat
yang berulang (rangsang nyeri).
5) Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi
walaupun dengan semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri)
dari luar. Pasien dalam keadaan
tidaksadaryangdalam,yangtidakdapat dibangunkan akibat
disfungsi ARAS di batang otak atau kedua hemisfer serebri.
Karakteristik koma adalah tidak adanya arousal dan awareness
terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Singhal, 2014)

26
m. Apakah dampak terjadi cedera kepala?
Jawab :
1) Dampak cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera
kepala berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik
(disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental
(gangguan kognitif, perubahan kepribadian).
2) Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga
subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat
fraktur basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka
hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi
kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3) Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang
mengalami kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera),
amnesia pascatrauma yang lama, fraktur depresi kranium dan
hematom intrakranial.
4) Hematom subdural kronik.
5) Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan
konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan.
Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin)
(Hoffman, 2011)

n. Bagaimana cara melakukan initial assesment pada pasien trauma ?


Jawab : Initial assessment adalah suatu bentuk penilaian dan
pengelolaan awal kondisi korban/pasien yang dilakukan secara cepat
dan tepat. Tahapan initial assessment adalah sebagai berikut:
1) Primary survey
Primary survey yaitu melakukan penanganan airway, breathing,
circulation, disaabiliy, exposure dan resusitasi. Pada saat
melakukan primary survey yang dicari adalah keadaan yang
mengancam nyawa, dan apabila menemukan maka harus
dilakukan resusitasi.

27
a) Airway maintenance: mengecek jalan napas dengan tujuan
menjaga jalan napas disertai dengancervical spone protectin
(kontrol servikal)
b) Breathing dan oxygenation: mengecek pernapasan dengan
tujuan mengelola pernapasan agar oksigenasi adekuat
c) Circulation: mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol
perdarahan
d) Disability: pemeriksaan neurologis singkat
e) Exposure: environmental control (dengan kontrol lingkungan),
buka baju penderita tapi cegah hipotermia.
2) Secondary survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap dan
teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki dan
dari depan hingga belakang. Secondary survey dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok
atau tanda-tanda syok mulai membaik. Tahapan secondary
survey adalah sebagai berikut:
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan fisik, yang terdiri Head to Toe dan Revie of
sistem. Teknik pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi
c) Tambahan terhadap secondary survey: pemeriksaan
tambahan seperti foto thoraks, CT-scan, USG, EKG,
endoskopi dan lain-lain
d) Re-evaluasi penderita
e) Transfer ke pelayanan defenitif (Nusdin, 2020).
o. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala ?
Jawab : Menurut Reisner (2009), gejala klinis cedera kepala yang
dapat membantu mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau
ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), hemotipanum
(perdarahan di daerah membran timpani telinga), periorbital
ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung), rhinorrhoe

28
(cairan serebrospinal keluar dari hidung), otorrhoe (cairan
serebrospinal keluar dari telinga). Tanda–tanda atau gejala klinis
untuk yang cedera kepala ringan adalah pasien tertidur atau
kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh,
sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau
muntah, gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan
kepribadian diri, letargik. Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang
cedera kepala berat adalah perubahan ukuran pupil (anisocoria), trias
Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan)
apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstremitas (Reisner, 2009).

2. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: tidak sadar, namun bangun bila dipanggil.
Primary Survey:
- Airway: bangun bila dipanggil, mengeluarkan suara jelas namun
menjerit kesakitan dan suara tambahan tidak ada. Dokter memasangkan
oksigen dengan NRM (Nonrebreathing Oxygen Face Mask), 10
liter/menit.
- Breathing: dalam batas normal
- Circulation: denyut nadi 102x/menit. Tekanan darah 130/70 mmHg.
Terdapat fraktur terbuka di daerah 1/3 distal cruris dextra tidak ada
tanda-tanda perdarahan aktif. Dokter melakukan penatalaksanaan
terhadap sirkulasi dengan memasang IVFD dua jalur.
- Disability: Ucok terlihat tertidur, membuka mata bila dipanggil
dengan lantang, menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan
kronologis kejadiannya dengan benar. Ucok mampu menggerakan kedua
tangan dan kaki kiri sesuai perintah. Reflek cahaya: pupil kanan sedikit
lebih lambat dari pupil kiri. Dokter melihat ada masalah pada disability
dan merencanakan pemeriksaan tambahan untuk Ucok.

29
- Exposure: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra. Tampak multiple fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra
(Crush injury)
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik pada kasus ?
Jawab :
No. Pemeriksaan Interpretasi

1. Bangun bila dipanggil GCS (E) 3

2. Mengeluarkan suara jelas namun menjerit GCS (V) 5

3. Suara tambahan tidak ada Tidak ada obstruksi


jalan napas

Pada kasus :
1) Eye : 3 ( Ucok tertidur, membuka mata bila dipanggil dengan
lantang)
2) Verbal : 2 (Menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan
kronologis kejadiannya dengan benar )
3) Motoric : 6 ( ucok mampu menggerakkan kedua tangan dan kaki
sesuai perintah) (American College of Surgeons Advance trauma
life support, 2018).

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada kasus nilai GCS adalah


adalah 11 interpretasi berupa tingkat kesadaran Somnolen

b. Bagaimana interpretasi dari primary survey?


Jawab :
1. Airway
Bangun bila dipanggil : Eye (3)

Eye (respon membuka mata) :

30
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa
dirangsang.

(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh pasien


untuk membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,


misalnya menekan kuku jari).

(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.

Mengeluarkan suara jelas namun menjerit kesakitan : Verbal


(3)

Verbal (respon verbal atau ucapan) :

(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.

(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang), disorientasi


tempat dan waktu.

(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Suara tambahan tidak ada: Tidak ada obstruksi jalan nafas.

2. Breathing (dalam batas normal)


3. Circulation
- TD 130/70 (Hipertensi),
- Nadi 102/menit (Takikardi)
- Terdapat fraktur terbuka didaerah cruris dan tidak ada
perdarahan aktif maknanya terjadi trauma ekstremitas yang
tidak menyebabkan syok. Dokter melakukan penatalaksanaan
terhadap sirkulsi dengan memasang IVFD satu jalur
maknanya yaitu adanya gangguan sirkulasi
4. Disability

31
Kasus Keadaan Interpretasi
Normal
Ucok terlihat tertidur, membuka mata GCS = 15 E=3
bila dipanggil dengan lantang à E = 3 V=3
M=6
menjerit kesakitan dan tidak bisa GCS = 12
menceritakan kronologis kejadiannya Penurunan
dengan benar àV = 3 kesadaran
sedang
Menggerakkan kedua tangan dan (apatis)
kaki kiri sesuai perintah
àM=6

Reflek cahaya: pupil kanan sedikit Pupil tidak Anisokor


lebih lambat dari pupil kiri melebar,
reflex cahaya
tidak lambat

5. Exposure
- Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra, (fraktur parietal dextra disertai perdarahan
epidural)
- Tampak multiple fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra
(Crush injury) (Fraktur pada bagian cruris dextra)

c. Bagaimana mekanisme abnormal dari keadaan umum dan primary


survey?
Jawab :
Keadaaan umum:
Kepala membentur blowe AC → trauma kapitisàterjadi perdarahan
pada intracranial (EDH) → volume intracranial meningkat →

32
peningkatan tekanan intracranial → Peerfusi otak menurun → tidak
sadar, namun bangun bila dipanggil.

Primary survey:
Ekstravasasi darah ke scalp → Terjadi benturan/trauma di kepala
(coup-contrecoup) → Trauma kapitis → Terjadi perdarahan
intracranial (EDH) → Vol intracranial ↑ → Peningkatan tekanan
intracranial → Penekanan pada N.II → Pupil anisokor

Hematoma dan GCS menurun


Kecelakaan mobil → Kepala terbentur blower AC → trauma
langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat menhan kekuatan dari
luar → fraktur → terdapat krepitasi dan kerusakan bagain lunak
àRusaknya pembuluh darah arteri meningeal → Darah memenuhi
epidural → Hematoma berdiameter 4 cm parietal dextra → edema
otak → perubahan sirkulasi CSS → penekanan N. Batang otak →
penurunan kesadaran → GCS menurun → tidak sadar, bangun bila
dipanggil, tertidur, membuka mata bila dipanggil dengan lantang,
menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan kronologis
kejadiannya dengan benar.

Takikardi dan Tekanan Darah meningkat


Kecelakaan mobil → Kepala terbentur blower AC → trauma langsung
→ jaringan tidak kuat/ tidak dapat menhan kekuatan dari luar →
fraktur à→ terdapat krepitasi dan kerusakan bagain lunak àRusaknya
pembuluh darah arteri meningeal → darah keluar dari vaskular →
syok hipovolemik à hipoksia otak v iskemik → perfusi jaringan →
Aktivasi sistem saraf simpatik sebagai kompensasi → Takikardi dan
Peningkatan Tekanan Darah.

33
Fraktur
Kecelakaan mobil → Kaki terjepit kursi penumpang Kecelakaan
mobil → trauma langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat
menahan kekuatan dari luar → fraktur → kerusakan kontinuitas
tulang → kelemahan/ ketidaknormalan mobilitas dan krepitasià
fraktur terbuka cruris dextra (Sjamsuhidajat, 2017).

d. Bagaimana cara mengevaluasi primary survey airway?


Jawab : Prinsip penangan Airway pada dasarnya adalah untuk
membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap bebas.
Jika ada obstruksi maka lakukan :
1) Chin-lift dan Jaw trust manuver untuk mengangkat lidah yang
jatuh (apabila terdengar suara nafas tambahan berupa snooring)
2) Suction cairan atau darah apabila terdapat perdarahan dan
terdengar suara tambahan berupa grugling.
3) Orophringeal aiway (OPA), Membantu ventilasi dengan
menahan lidah yang jatuh kebelakang, menutup jalan nafas.
4) Epiglotis dan supraglotis device
5) Devinitive airway
a) Intubasi Endotrakea
b) Crichotyroidectomy
c) Trakeostomi (American College Of Surgeons Commitee On
Trauma, 2008)
e. Bagaimana cara mengevaluasi primary survey breathing?
Jawab : Lakukan penilaian dan periksa dengan cepat: Look-Listen-
Feel (LLF).
1) Look
a) Adakah luka terbuka, memar.
b) Periksa frekuensi pernapasan
c) Apakah simetris kanan kiri?
d) Gerakan kedua hemithoraks: apakah ada yang tertinggal?
2) Listen
a) Auskultasi: bandingkan kedua hemithoraks.

34
b) Vesikuler menurun/hilang : apakah hemotoraks atau
pneumotoraks?
3) Feel
a) Palpasi: emfisema subkutan, nyeri, fraktur sternum.
b) Perkusi: sonor, hipersonor, redup, atau pekak. (ATLS, 2018)

1) Laju nafas → tidak ada lagi hambatan saluran pernafasan, Atau


pun sesak dll.
2) ABG (Arterial Blood Gases)
3) Pulse oxymetry → suatu sensor yang diletakan pada ujung jari
atau cuping telinga dan kemudian mengukur saturasi oksigen
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2018).

f. Bagaimana cara mengevaluasi primary survey circulation?


Jawab :
1. Tingkat kesadaran.
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang
akan mengakibatkan penurunan kesadaran
2. Warna kulit.
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan
ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya,
wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat
merupakan tanda hipovolemia
3. Nadi.
Periksalah pada nadi yang besar seperti a. femoralis atau a. carotis
sinistra-dextra untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi
yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda
normo-volemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain.
Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan bahwa normo-

35
volemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda
gangguan jantung.
4. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
5. Mengetahui sumber perdarahan internal
6. Tekanan darah
(American College of Surgeon. 2018).

g. Bagaimana cara mengevaluasi primary survey Disability ?


Jawab :
1) Reevaluasi ukuran dan reaksi pupil serta tingkat kesadaran. Jika
terjadi penurunan tingkat kesadaran dapat menunjukan
penurunan oksigenasi otak dan /perfusi atau bahkan cedera otak
langsung, sehingga perlu evaluasi oksigenasi, ventilasi, dan
status perfusi.
2) Tentukan kembali skor gcs
3) Evaluasi motoric dan sensorik dari keempat ekstremitas
4) Tentukan adanya tanda lateralisasi dan tingkat (level) cidera
spinal (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2018)

h. Bagaimana cara mengevaluasi primary survey Exposure?


Jawab :
1) Mencari kelainan yang mengancam nyawa yang mungkin
terlewat
2) Membuka semua pakaian, dan menjaga suhu pasien jangan
sampai hiportemi
3) Selimuti pasien (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2018).

i. Bagaimana prinsip penanganan pada primary survey airway?


Jawab : Prinsip penangan Airway pada dasarnya adalah untuk
membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap bebas.
Jika ada obstruksi maka lakukan :

36
1) Chin-lift dan Jaw trust manuver untuk mengangkat lidah yang
jatuh (apabila terdengar suara nafas tambahan berupa snooring)
2) Suction cairan atau darah apabila terdapat perdarahan dan
terdengar suara tambahan berupa grugling.
3) Orophringeal aiway (OPA), Membantu ventilasi dengan
menahan lidah yang jatuh kebelakang, menutup jalan nafas.
4) Epiglotis dan supraglotis device
5) Devinitive airway
a) Intubasi Endotrakea
b) Crichotyroidectomy
c) Trakeostomi (American College Of Surgeons Commitee On
Trauma, 2008)

j. Bagaimana prinsip penanganan pada primary survey breathing?


Jawab :
1) Oksigenasi (10-12 L/mnt)
Pakai masker
2) Ggn gerak dinding dada karena nyeri (kontusio/fraktur)
Analgesik
3) Pneumotoraks, hemotoraks
Chest-tube + Water Shield Drainase (WSD)
4) Khusus Tension Pneumotoraks
d) Neddle decompressi → chest-tube + WSD (American
College Of Surgeons Commitee On Trauma, 2008)

k. Bagaimana prinsip penanganan pada primary survey circulation?


Jawab :
1) Apabila dijumpai perdarahan eksternal maka hentikan perdarahan
dengan balut tekan
2) Pada fraktur lakukan imobilisasi fraktur
3) Resusitasi Cairan dengan Ringer laktat atau (Nacl 0,9 %) dengan
suhu 39ºC atau sesuai suhu tubuh

37
4) Transfusi darah.
5) Perikardiosintesis
6) Pada syok neurogenik berikan vasokonstriktor (ATLS, 2015)

l. Bagaimana prinsip penanganan pada primary survey Disability ?


Jawab : Evaluasi neurologis yang cepat menetapkan tingkat
kesadaran dan ukuran dan reaksi pupil; mengidentifikasi tanda- tanda
lateralisasi; dan menentukan tingkat cedera sumsum tulang belakang,
jika ada. GCS adalah metode yang cepat, sederhana, dan objektif
menentukan tingkat kesadaran. Motor skor GCS berkorelasi dengan
hasil. Penurunan dalam tingkat kesadaran pasien dapat menunjukkan
penurunan oksigenasi otak dan / atau perfusi, atau mungkin
disebabkan oleh cedera otak langsung. Sebuah tingkat kesadaran
yang berubah menunjukkan perlunya segera mengevaluasi kembali
oksigenasi pasien, ventilasi, dan status perfusi. Hipoglikemia,
alkohol, narkotika, dan obat-obatan lain juga dapat berubah tingkat
kesadaran pasien. Sampai terbukti tidak, selalu menganggap bahwa
perubahan tingkat kesadaran adalah hasil dari cedera sistem saraf
pusat. (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2018).

m. Bagaimana prinsip penanganan pada primary survey Exposure?


Jawab :
1) Melakukan evaluasi Airway, breathing, dan circulation Kembali
2) Mencari keluhan ataupun kelainan yang dapat mengancan nyawa
pasien Kembali (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2018)
n. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pada pemasangan alat bantu
oksigen?
Jawab : Indikasi Menurut Standar Keperawatan ICU KEMENKES
RI (2010), indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal

38
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

o. Apa saja klasifikasi alat bantu pernapasan?


Jawab :
1) Melalui inkubator
2) Head box
3) Nasal kanul ( low flow atau high flow)
4) Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
5) Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
6) Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube).
(Ahmad,2014)

p. Bagaimana prosedur pemasangan NRM (Nonrebreathing Oxygen


Face Mask)?
Jawab :
1) Cuci tangan dan menggunakan handscoon
2) Informed consent
3) Hubungkan selang oksigen ke humidifier, atur konsentrasi yang
diinginkan
4) Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup korektor antara
kantong dengan sungkup
5) Pasang sungkup menutup rapat hidung dan mulut pasien bila perlu
letakkan kasa dibswah tali pengikat pada daerah yang tertekan
6) Atur tali pengikat sungkup
7) Evaluasi respon pasien
8) Membuka handscoon dan cuci tangan
9) Catat atau dokumentasikan ke rekam medis (Setiati, 2014)

39
q. Bagaimana prosedur pemasangan IVFD dua jalur?
Jawab :
1) Tempatkan penderita dengan posisi terlentang. Pilih extremitas
inferior yang tidak cedera, taruh lapisan (padding) secukupnya di
bawah lutut untuk mendapatkan bengkokan lutus sekitar 30˚ dan
biarkan tumit penderita terletak dengan santai di atas usungan.
2) Cuci tangan dan pasang sarung tangan.
3) Tentukan tempat pungsi (permukaan anteromedial dan proksimal
tulang betis), sekitar 1-3 cm dibawah tuberositas tibia.
4) Bersihkan kulit di sekeliling daerah pungsi dengan baik dan
pasang kain steril di sekelilingnya.
5) Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal di tempat punksi.
6) Pada permulaan dengan posisi jarum 90˚, masukkan jarum
aspirasi sumsum tulang kaliber besar ke dalam kulit dan
periosteum dengan sudut jarum diarahkan ke kaki dan menjauh
lapisan epiphysis.
7) Setelah memperoleh tempat masuk di tulang, arahkan jarum 45˚
sampai 60˚ menjauh dari lapisan epiphysis.
8) Keluarkan stilet dan sambungkan dengan spuit 10ml yang berisi
cairan saline 5-6 ml. Aspirasi sumsum tulang ke dalam semprit
berarti telah masuk ke dalam rongga medulla.
9) Suntikkan cairan saline ke dalam jarum untuk mengeluarkan
bekuan yang mungkin menyumbat jarum. Bila cairan saline
disuntikkan dengan mudah dan tidak ada bukti pembengkakan,
berarti jarumnya berada di tempat yang benar. Bila sumsum
tulang tidak diaspirasi seperti diuraikan pada poin 7, tetapi cairan
saline yang diinjeksi mengalir dengan mudah tanpa bukti
pembengkakan, jarumnya berada di tempat yang benar. Sebagai
tambahan, penempatan jarum yang benar tertanda bila jarum
tetap tegak lurus tanpa bantuan dan larutan intravena mengalir
bebas tanpa bukti inftiltrasi di bawah kulit.

40
10) Hubungkan jarum dengan selang infus dan mulailah infus cairan.
Jarumnya kemudian diputar masuk lebih jauh ke dalam cavum
medulla sampai pusat jarum berada di kulit penderita. Bila
digunakan jarum licin, jarum itu harus distabilkan dengan sudut
45˚ sampai 60˚ dengan permukaan anteromedial dari kaki anak.
11) Berikanlah salep antibiotik dan perban steril ukuran 3x3. Fiksasi
IV kateter dan selang infus dengan plester.
12) Secara rutin lakukan evaluasi ulang mengenai tempat jarum
intraosseous, dengan memastikan bahwa jarumnya tetap di dalam
korteks tulang dan di saluran medulla. Ingat, infus intraosseous
harus dibatasi pada resusitasi darurat anak dan dihentikan segera
begitu terdapat akses vena lain (Pratiwi, 2016).

r. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pada pemasangan IVFD dua


jalur?
Jawab :
1) Indikasi
a) Menggantikan kehilangan volume cairan ekstraseluler
b) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c) Memperbaiki gangguan elektrolit atau asam-basa yang ada
d) Menyediakan sumber glukosa
2) Kontraindikasi
a) Metabolisme hiperkloremik
b) asidosis, hipertensi yang memburuk
c) Hyponatremia
d) Hypernatremi
e) Kelebihan cairan (Hoorn, 2017).

s. Apa saja jenis resusitasi cairan?


Jawab : Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua,
yaitu cairan kristaloid dan koloid.
1) Cairan Kristaloid

41
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium,
klorida). Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan
karena itu tidak terbatas dalam ruang intravascular dengan waktu
paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit. Ada 3 jenis
tonisitas kritaloid, diantaranya.
a) Isotonis
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit
plasma, ia memiliki konsentrasi yang sama dan disebut
sebagai“isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi). Ketika
memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan
yang signifikan antara cairan di dalam intravascular dan sel.
Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal
Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.2,3
b) Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu
lebih terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper,
tinggi, tonik, konsentrasi). Administrasi dari kristaloid
hipertonik menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan
dari sel ke ruang intravascular
c) Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari
plasma dan kurang terkonsentrasi, disebut sebagai
“hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan
hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari
intravascular ke sel.
2) Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada
pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok
hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah,

42
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan
protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar).
a) Koloid Alami
b) Koloid Sintetik (Siregar, 2009)

t. Bagaimana derajat perdarahan?


Jawab :
Parameter Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Approximate <15% 15-30% 31-40% >40%
blood loss
Heart Rate - -/
Blood Pressure - - -/¯ ¯
Pulse Pressure - ¯ ¯ ¯
Respiration rate - - -/
Urine Output - - ¯ ¯¯
Glassgow - - ¯ ¯
Coma Scale
Base Deficit 0 to -2 -2 to -6 -6 to -10 -10 mEq/L
mEq/L mEq/L mEq/L or Less
Need for blood Monitor Possible Yes Massive
products transfusion
protocol
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2018).

u. Bagaimana cara pemeriksaan GCS?


Jawab :

43
1) Nilai GCS (15-14) : Composmentis
2) Nilai GCS (13-12) : Apatis
3) Nilai GCS (11-10) : Delirium
4) Nilai GCS (9-7) : Somnolen
5) Nilai GCS (6-5) : Sopor

v. Bagaimana prosedur pemeriksaan reflek cahaya?


Jawab :
1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan
2. Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
3. Berikan objek yang bisa dilihat dan dikenali (gambar atau
benda)
4. Observasi general pupil: bentuk, ukuran, lokasi, warna iris,
kelainan bawaan, dan kelainan lain
5. Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik
6. Dokumentasikan Tindakan yang telah dilakukan
7.
Keterangan:
a) Refleks pupil langsung

44
b) Reflek pupil tidak langsung
c) Isokor
d) Anisokor (Setiati, 2014)

w. Apa saja gangguan yang terjadi pada disability


Jawab :
1) Traumatic Brain Injury
Traumatic Brain Injury(TBI) adalah cedera otak akut akibat
energimekanik terhadap kepala dari kekuatan eksternal.
Identifikasi klinis TBI meliputi satu atau lebih kriteria berikut:
bingung atau disorientasi, kehilangan kesadaran,amnesia pasca
trauma, atau abnormalitas neurologi lain (tanda fokal
neurologis,kejang, lesi intrakranial). berdasarkanderajat
keparahannya dapat dibagi menjadi :RingandenganGCS 13-
15,durasi amnesia pasca trauma <24 jam;Sedangdengan GCS 9-
12,durasi amnesia pasca trauma 1-6 hari; danBeratdenganGCS 3-
8,durasi amnesiapasca trauma 7 hari atau lebih(Young dan
Mcnaught, 2011).
2) Spinal Cord Injury
Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan sebagai lesitraumatik akut
elemen saraf dari kanal tulang belakang, termasuksumsum tulang
belakang dancauda equina, yang menghasilkandefisit sensorik,
motorik, atau disfungsi kandung kemih sementara atau permanen
(Oteir et al, 2014). SCI adalah keadaan yangdiakibatkan oleh
trauma ataupun nontraumatik yang menyebabkan adanya
keterbatasan dalam perawatan diri, bergerakdanberaktivitas
sehari-hari (Sayılır, Erso ̈z and Yalc ̧ın, 2013)
x. Pemeriksaan tambahan apa yang akan dilakukan dokter pada Ucok?
Jawab : CT-scan (cedera kepala) dan Foto polos (cedera cruris)
(Helmi, 2017)

45
3. Secondary Survey:
- Kepala: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra.
- Leher: trakea di tengah, JVP tidak distensi
- Thoraks: dalam batas normal
- Abdomen: dalam batas normal
- Ekstremitas: lengan dan tungkai kiri dalam batas normal, tungkai
kanan: fraktur terbuka multipel pada 1/3 distal cruris dextra, tampak
pecahan tulang kecil-kecil dan otot yang terkoyak pada beberapa bagian,
terlihat bengkak dan pucat, pasien mengeluh nyeri seperti tertindih
benda berat, terasa kesemutan, nadi dorsalis pedis tidak teraba.
a. Bagaimana interpretasi Secondary Survey?
Jawab :
Kasus Interpretasi

Kepala : Ada hematom berdiameter 4 cm dan Fraktur cranium –


krepitasi di daerah parietaldextra cedera kepala sedang

Leher : Trakea di tengah, JVP tidak distensi Normal

Thoraks: dalam batas normal Normal

Abdomen: Dalam batas normal Normal

Ekstremitas: Sindrom
kompertemen et
Lengan dan tungkai dalam batas normal, tungkai
causa fraktur
kanan: fraktur terbuka multiple pada1/3 distal cruris
terbuka1/3 distal
dextra, tampak pecahan tulang kecil-kecil dan otot
cruris dextra derajat
yang terkoyak pada beberapa bagian, terlihat
IIIC
bengkak dan pucat, pasien mengeluh nyeri seperti
tertindih benda berat, terasa kesemutan, nadi
dorsalis pedis tidak teraba.

(Dian dkk, 2018)

46
b. Bagaimana mekasime abnormal dari Secondary Survey?
Jawab :
Kepala
Kecelakaan mobil → Kepala terbentur blower AC → trauma
langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat menhan kekuatan dari
luar → fraktur → terdapat krepitasi dan kerusakan bagain lunak →
Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal → Darah memenuhi
epidural → Hematoma berdiameter 4 cm parietal dextra.

Ekstremitas
Kecelakaan mobil → Kaki terjepit kursi penumpang Kecelakaan
mobil → trauma langsung → jaringan tidak kuat/ tidak dapat
menahan kekuatan dari luar → fraktur → kerusakan kontinuitas
tulang → kelemahan/ ketidaknormalan mobilitas dan krepitasià
fraktur terbuka cruris dextra → kerusakan otot sekitar →
merangsang pelepasan mediator inflamasi → mensensitisasi
nociceptor otot → spasme otot → tekanan kapiler meningkat →
pelepasan histamin bradikinin → protein plasma menghilang →
edema → terjadi terus menerus → terbentuk jaringan parut yang
menjebak otot, tulang, saraf dan pembuluh darah → pengembangan
tekanan kompartemen → darah tidak bisa beredar ke otot dan saraf
untuk memasok oksigen dan nutrisi → nyeri, kesemutan, nadi
dorsalis pedis tidak teraba, pucat → Sindrom Kompartemen
(Sjamsuhidajat, 2017).

c. Bagaimana cara melakukan secondary survey?


Jawab : Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dengan keadaan stabil
dan dipastikan airway, breathing dan sirkulasidapat membaik.
Prinsip survey sekunder adalah memeriksa ke seluruh tubuh yang
lebih teliti dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki ( head to
toe) baik pada tubuh dari bagian depan maupun belakang serta
evaluasi ulang terhadap pemeriksaan tanda vital penderita. Dimulai

47
dengan anamnesa yang singkat meliputi AMPLE (allergi,
medication, past illness, last meal dan event of injury). Pemeriksaan
penunjang ini dapat dilakukan pada fase meliputi foto thoraks
(Reisner, 2009)

d. Apa saja jenis trauma kepala?


Jawab :
Cedera Otak dibagi menjadi :
1) Komosio serebral Komosio serebral adalah gangguan fungsi otak
tanpa adanya kerusakan struktur anatomi jaringan otak akibat
dari cedera kepala (Padila, 2012). Sedangkan secara klinis
didapatkan penderita pernah ataupun tidak sadar selama kurang
dari 15 menit disertai sakit kepala, pusing, mualmuntah adanya
amnesi retrograde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan
radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Padila,
2012).
2) Kontusio serebral Kontusio serebral merupakan cedera kepala
berat dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan
adanya daerah hemoragi. Gejala yang muncul pada kontusio akan
lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Pasien dapat
diusahakan untuk bangun tetapi akan segera masuk kembali ke
dalam keadaan tidak sadar.
3) Hemoragi intra cranial Hematoma (pengumpulan darah) yang
terjadi di dalam kubah intra kranial adalah akibat paling serius
dari cedera kepala. Efek utama ini adalah seringkali lambat
sampai hematoma tersebut yang akan menyebabkan distorsi dan
herniasi otak serta peningkatan TIK.
4) Epidural hematoma (EDH) Epidural hematoma adalah
pengumpulan darah di dalam ruang epidural, terletak diantara
tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan oleh

48
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri maningeal
tengah putus atau rusak (laserasi).
5) Subdural hematoma (SDH) Subdural hematoma yaitu
pengumpulan darah diantara durameter dan dasar otak dan
merupakan akibat terjadi putusnya pembuluh darah kecil (vena)
yang menjembatani pada ruang subdural. Disamping itu, menurut
Patricia, (2013) menjelaskan bahwa jika pasien hematoma
subdural akut dapat memperlihatkan gejala dalam24-48 jam
setelah cedera karena adanya akumulasi dara dari vena lebih
lambat. Gejala meliputi sakit kepala yang memburuk, defisit
neurologis fokal, abnormalitas pupil unilateral dan penurunan
tingkat kesadaran, sedangkan hematoma subdural kronis dapat
mengalami perdarahan minor awal yang tidak menimbulkan
gejala.
6) Perdarahan subdural kronik (SDH kronik) Subdural hematoma
kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari
SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang
subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan
terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat temponade. Dalam
beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan
membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut
akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi
fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi
bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang
dilapisi membran semi permeabel. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (Transient
Ischemic Attack) dan dapat terjadi defisit neorologi yang
berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.

49
7) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intracerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen
dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi
dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kortikal dan subkortikal.

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, dapat diklasifikasi


penilaiannya berdasarkan skor Glasgow Coma Scale(GCS) dan
dikelompokkan menjadi (Permana, 2013), yaitu :

1) Minimal = simple head injury Nilai GCS, yaitu 15 (normal),


dengan kesadaran baik, tidak adanya tanda amnesia, pemeriksaan
radiologi sebagai dasar indikasi sehingga hanya perawatan luka
dan tidak perlu adanya mondok. Pesan dari anggota keluarga
adalah hanya melihat atau observasi kesadaran seseorang yang
mengalami cedera kepala.
2) Cedera Kepala Ringan (CKR) Nilai GCS yaitu 14, pasien
terkesan disorientasi atau tidak mematuhi perintah. Sedangkan
nilai GCS 15 menunjukkan adanya amnesia pasca cedera selama
kurang dari 24 jam dan dapat terjadi kehilangan kesadaran
selama < 10 menit, disertai adanya gejala klinik seperti mual,
muntah, sakit kepala atau vertigo. Vital sign dalam batas normal,
tidak adanya defisit neurologi pada pemeriksaan radiologis
seperti foto schedel, head CT scan. Hal ini pasien mondok untuk
observasi akan adanya lucid interval, dimana kesadarannya
semakin menurun atau dapat ditemukan lateralisasi dengan
diikuti GCS selama setiap 30 menit, pupil, defisit neurologi.
3) Cedera Kepala Sedang(CKS) Nilai GCS yaitu 9-13, terjadi
kehilangan kesadaran selama > 10 menit tetapi < 8, terjadi
kehilangan kesadaran > 6 jam atau terjadi amnesia pasca cedera
selama >7 hari jam, dan ditemukan defisit neurologis disertai
cedera multipel selama adanya gangguan cerebral diikuti oleh

50
gangguan sistemik yang mempunyai survey primer dan riwayat
SAMPLE. HCTS adalah 40℅ massa intrakranial (hematom),
midline shift > 5 mm atau hematom > 25 cc dan tindakan operasi
segera 60℅ massa intrakranial (hematom), midline shift < 5 mm
atau hematom < 25 cc terapi konvensional. (American College of
Surgeons Committee on Trauma, 2018).

e. Bagaimana manifestasi klinis dari trauma kepala ?


Jawab :
Menurut Reisner (2009), gejala klinis cedera kepala yang dapat
membantu mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau
ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), hemotipanum
(perdarahan di daerah membran timpani telinga), periorbital
ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung), rhinorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari hidung), otorrhoe (cairan
serebrospinal keluar dari telinga). Tanda–tanda atau gejala klinis
untuk yang cedera kepala ringan adalah pasien tertidur atau
kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh,
sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau
muntah, gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan
kepribadian diri, letargik. Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang
cedera kepala berat adalah perubahan ukuran pupil (anisocoria), trias
Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan)
apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstremitas (Reisner, 2009).

f. Apa saja gejala dari sindrom kompartemen?


Jawab : Pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti
terbakar. Rasa nyeri terasa di bagian dalam otot tungkai bawah dan
akan terasa lebih nyeri saat digerakkan. Nyeri harus dibedakan dari
nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala lain yang sering adalah
rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat terjepitnya
saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari

51
pertama dan jari kedua kaki. Gejala klasik 5P (pain, pallor,
parasthesia, pulselessness, poikilothermia) tidak selalu dikenali.
Gejala klasik ini sering muncul terlambat saat periode emas
penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati. Harus
diperhatikan tanda khusus, yaitu massa jaringan lunak pada sepertiga
bawah tungkai akibat herniasi dan pergeseran otot dan jaringan
lemak saat tekanan meningkat. (Aida, 2016)

4. Dokter merencanakan untuk merujuk ucok ke rumah sakit BARI


Palembang. Dokter melakukan serangkaian prosedur agar proses
evakuasi berlangsung sesuai dengan standar.
a. Bagaimana prosedur untuk melakukan rujukan?
Jawab :
prosedur klinis
1) Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medik untuk menentukan diagnosa utama dan
diagnosa banding.
2) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan
Standar Prosedur Operasional (SPO)
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
4) untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis /
paramedis yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui
kondisi pasien
5) apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di
IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat
pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

Prosedur Administratif
1) dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2) membuat catatan rekam medis pasien
3) memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan)

52
4) membuat surat rujukan pasien rangkap 2 (form R/1/a terlampir)
lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang
bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.Mencatat
identitas pasien pada buku regist rujukan pasien.
5) menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat rujukan.
6) pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan
administrasi yang bersangkutan

b. Apa saja indikasi melakukan rujukan?


Jawab :
1) Fasilitas pelayanan kesehatan bersangkutan mengalami
keterbatasan sumber daya (sarana, prasarana, alat, tenaga,
anggaran/uang) dan kompetensi serta kewenangan untuk
mengatasi suatu kondisi, baik yang sifatnya sementara ataupun
menetap.
2) Pasien tertentu membutuhkan pelayanan Kesehatan
spesialistik/sub spesialistik, tambahan pelayanan atau pelayanan
yang berbeda yang tidak dapat diberikan di fasyankes
perseorangan bersangkutan, termasuk diantaranya kasus dengan
kondisi emergensi.
3) Pasien membutuhkan pelayanan rawat inap dan penatalaksanaan
selanjutnya, sementara di fasyankes semula tidak tersedia.
4) Pada pelayanan pasien yang memiliki penyakit tertentu,
dibutuhkan peralatan diagnostik atau terapetik, sementara di
fasyankes yang bersangkutan tidak tersedia.

c. Bagaimana standar prosedur untuk melakukan proses evakuasi ?


Jawab :
1) Panggil semua korban yang dapat berjalan, dan perintahkan pergi
kesuatu tempat.
a) Semua korban ditempat ini dapat kartu Hijau

53
b) korban yang tidak dapat berjalan, tahap berikut

2) korban yang tidak dapat berjalan, nilai respirasi (R)


a) Tidak bernafas buka airway
Tetap tidak bernafas : Hitam
Bila kembali bernafas : Merah
b) bernafas spontan
> 30 x / menit : Merah
< 30 x / menit : tahap berikut

3) Korban nafas spontan < 30 x / menit , nilai perfusi (P)


periksa nadi radialis
a) Tidak teraba → Kontrol perdarahan : Merah
b) Teraba : Tahap berikut
Atau periksa Capillary refill
a) 2 detik → Kontrol perdarahan : Merah
b) < 2 detik : Tahap berikut

4) Periksa status mental (M) / Kesadaran


a) Tidak dapat mengikuti perintah : Merah
b) Dapat mengikuti perintah : Kuning
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera),
Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor.

5. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab :

Anamnesis:
Ucok, 34 tahun, menggunakan travel dan duduk di bagian tengah.
Mobil travel yang ditumpanginya mengalami kecelakaan tunggal
yang menewaskan sopirnya. Pada saat kecelakaan, kepala Ucok
membentur blower AC dan kakinya terjepit bagian besi dari kursi
penumpang. Ucok mengalami lucid interval dimana sadar diantara
dua fase tidak sadar.

54
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: tidak sadar, namun bangun bila dipanggil.
Primary Survey:

- Airway: bangun bila dipanggil, mengeluarkan suara jelas namun


menjerit kesakitan dan suara tambahan tidak ada. Dokter
memasangkan oksigen dengan NRM (Nonrebreathing Oxygen
Face Mask), 10 liter/menit.
- Breathing: dalam batas normal
- Circulation: denyut nadi 102x/menit. Tekanan darah 130/70
mmHg. Terdapat fraktur terbuka di daerah 1/3 distal cruris dextra
tidak ada tanda-tanda perdarahan aktif. Dokter melakukan
penatalaksanaan terhadap sirkulasi dengan memasang IVFD dua
jalur.
- Disability: Ucok terlihat tertidur, membuka mata bila dipanggil
dengan lantang, menjerit kesakitan dan tidak bisa menceritakan
kronologis kejadiannya dengan benar. Ucok mampu menggerakan
kedua tangan dan kaki kiri sesuai perintah. Reflek cahaya: pupil
kanan sedikit lebih lambat dari pupil kiri. Dokter melihat ada
masalah pada disability dan merencanakan pemeriksaan tambahan
untuk Ucok.
- Exposure: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra. Tampak multiple fraktur terbuka 1/3 distal cruris
dextra (Crush injury)
Secondary Survey:
- Kepala: Ada hematom berdiameter 4 cm dan krepitasi di daerah
parietal dextra.
- Leher: trakea di tengah, JVP tidak distensi
- Thoraks: dalam batas normal
- Abdomen: dalam batas normal
- Ekstremitas: lengan dan tungkai kiri dalam batas normal, tungkai
kanan: fraktur terbuka multipel pada 1/3 distal cruris dextra,

55
tampak pecahan tulang kecil-kecil dan otot yang terkoyak pada
beberapa bagian, terlihat bengkak dan pucat, pasien mengeluh
nyeri seperti tertindih benda berat, terasa kesemutan, nadi dorsalis
pedis tidak teraba.

6. Apa diagnosis banding pada kasus?


Jawab :
1) Cedera Kepala sedang (fraktur parietal dextra) dengan EDH +
Sindroma kompartemen ec fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra
-Cedera kepala sedang (fraktur parietal dextra) dengan SDH +
Sindroma kompartemen ec fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra
2) Cedera Kepala ringan (fraktur parietal dextra) dengan EDH +
Sindroma kompartemen ec fraktur terbuka 1/3 distal cruris
dextraCedera kepala sedang dengan perdarahan subdural dan fraktur
1/3 distal cruris dextra

7. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab:
1) CT Scan kepala untuk melihat apakah terdapat perdarahan
2) Radiologi foto ap dan lateral cruris, untuk konfirmasi adanya
fraktur. Sejauh mana pergerakan, adanya benda asing atau tidak,
luasnya fraktur. (Singhal, 2014).

8. Apa working diagnosis pada kasus?


Jawab : Hematoma epidural derajat sedang ec. Trauma tumpul dan
fraktur terbuka 1/3 distal cruris dextra disertai sindrom kompartemen.

9. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawab :
a) Cedera kepala sedang (GCS: 9-12)

56
Algoritma untuk tatalaksana cedera kepala sedang
Diperlukan evaluasi bedah saraf
1. Penatalaksanaan awal
a. Survei primer dan resusitasi
b. Siapkan dirujuk ke fasilitas bedah saraf untuk evaluasi
diagnosa dan manajemen
c. Pemeriksaan neurologis terfokus
d. Survei sekunder dan riwayat AMPLE
2. Diagnostik
a. Ct scan semua kasus evaluasi dengan seksama adanya cedera
lain
b. Pemeriksaan laboratorium preoperasi lengkap dan sinar X
3. MGMT Sekunder
a. Lakukan pemeriksaan serial
b. Pertimbangkan pemeriksaan Ct scan 12-18 jam berikutnya
4. Disposisi
a. Ulangi Ct scan secepatnya bila ada perburukan dan tatalaksana
sebagai cedera otak berat (10%)

57
b. Boleh pulang dengan pengaturan waktu kontrol dan evaluasi
neuropsikologis jika GCS sudah stabil 15 (90%)
b) Cedera Cruris 1/3 distal cruris dextra
1. Profilaksis antibiotik (Amoxcicilin 3x500 mg)
2. Debridemen dan fasiotomi
3. Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi
eksterna
4. Penundaan penutupan
5. Penundaan rehabilitasi
c) Sindrom Kompartemen
Intervensi bedah
(American College of Surgeon Committee on Trauma, 2012 : 250)

10. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab :
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
11. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Jawab :
a) Cedera kepala:
1) Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera
kepala berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik
(disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental
(gangguan kognitif, perubahan kepribadian). Sejumlah kecil
pasien akan tetap dalam status vegetatif.
2) Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga
subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat
fraktur basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka
hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila
terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.

58
3) Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang
mengalami kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera),
amnesia pascatrauma yang lama, fraktur depresi kranium dan
hematom intrakranial.
4) Hematom subdural kronik.
5) Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan
konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan.
Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi
labirintin) (Sjamsuhidajat, 2017)
b) Komplikasi Fraktur :
1) Syok, terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang menyebabkan menurunnya
oksigenasi.
2) Kerusakan arteri karena trauma yang ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT yang menurun, sianosis bagian distal,
hematoma yang besar, serta dingin pada ekstremitas
3) Sindrom kompartemen
4) Sepsis
5) Crush Syndrome
6) Kematian apabila tidak segera ditatalaksana dengan baik dan
tepat (American College of Surgeon Committee on Trauma,
2012 : 250)

12. Bagaimana Standar Kompetensi Dokter Umum pada kasus?


Jawab : 3B Gawat Darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan dalam keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindak
lanjuti sesudah kembali dari rujukan. (Konsil Kedokteran Indonesia,
2012)

59
13. Bagaimana nilai-nilai islam pada kasus?
Jawab : Qs. Al-Baqarah: 153

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Qs. At-taghabun 11

Artinya :
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan
izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia
akan memberi pentuk pada hatinya. Dan Allah maha mengetahui segala
sesuatu.

2.7 Kesimpulan
Ucok, 34 tahun dibawa ke UGD puskemas Indralaya karena mengalami
cedera kepala sedang et causa hematoma epidural dengan disertai fraktur
parietal dextra, fraktur terbuka derajat III B pada 1/3 distal cruris dextra dan
sindrom kompartemen.

60
2.8 Kerangka Konsep
.
Kecelakaan mobil

Terjepit kaki
Membentur blower penumpang
ac

Fraktur terbuka 1/3


Cedera kepala
distal cruris dextra
sedang

Rusak PD
Fraktur edema
aerteri
cranium
meningeal

-Nyeri
-Kesemutan
Krepitasi di daerah
Darah
parietal -Pucat
memenuhi
epidural -Nadi dorsal pedis
tidak teraba

hematoma
Sindrom
kompartemen

Pupil GCS turun Perfusi


anisokor otak
menurun

61
DAFTAR PUSTAKA

Advanced Trauma Life Support (ATLS) for Doctors. 2015. 9th Edition. Jakarta:
IKABI

Ahmad. I. 2014. Terapi Oksigen dalam Asuhan Keperawatan. Sumatra: USU

Anggraini, Fenti. S . 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Fraktur Tibia


Plateau Dextra Di Rsud Sragen . Karya Tulis Ilmiah . Surakarta : Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammdiyah Surakarta

American College of Surgeons Committee on Trauma. 2012. Advanced Trauma Life


Support. Edisi 9. Chicago : Saint Clair Street. Hal : 102-130

Appley, G. A. 2005. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya
Medika.

Aprianto, P. 2017. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran. 44(6): 401-404. [Jurnal].

Astuti E. 2016. Kebijakan Standar Layanan dan Fasilitas IGD. Pelatihan Triase

Committee, American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support


untukDokter, Ed. 7, Chicago: 633 N. Saint Clair St. 44-47, 112-125.

Dian, Ariningrum dkk. 2018. Buku pedoman keterampilan klinis pemasangan infus.
Fakultas kedokteran universitas sebelas maret Surakarta

Fulde. 2009. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba
Medika.

Hardianto W. 2005. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta:


EGC
Helmi NZ. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Hoffman, J.M., Lucas, S., Dikmen, S., et al., (2011). Natural History of Headache
after Traumatic Brain Injury. Journal of Neurotrauma, XXVIII, 1719-1725

Hoorn, J.E. 2017. Intravenous Fuids: Balancing Solution. Diakses pada 06 juni 2021.
[Jurnal].

Irawan, mangunatmadja., Setyo Handryastuti dan Msy Rita Dewi. 2016.


Rekomendasi penatalaksanaan trauma kepala. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Iskandar J. 2010. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. USU digital library

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


KKI.

Mayer., Welsh dan Kowalak, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Nusdin. 2020. Keperawatan Gawat Darurat. Surabaya. Cv. Jakad Media Publishing.

Nyoman Sucipta & Suriasih Ketut. 2015. Biomechanical Trauma. Jurnal proceeding.
Universitas Udayana: Volume 1 Nomor 1.

Padila. 2012. Buku Ajar :Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :Nuha Medika

Permana, A. 2013. The Disease : Diagnosis dan Terapi. Pustaka. Cendekia Press:
Yogyakarta: Cendekia Press

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson.2012. Patofisiologi Konsep Klinis proses-


proses Penyakit Volume 1.Jakarta : EGC.
Reisner A., 2009. Understanding Traumatic Brain Injuries. Medical Director of
Neuro Trauma Program. Available: http://www.choa.org/Menus/
Documents/Our Services/Traumaticbrainiinjury2009.pdf

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014

Siregar P. 2009. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-5, Interna publishing, Jakarta

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan
Tindak Bedahnya. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017

Snell, R. 2017. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC

Wilson LM, Hartwig MS. 2006. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Price SA.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EG. p1006-1042

Anda mungkin juga menyukai