Anda di halaman 1dari 39

BAB I

SKENARIO 4
KEJANG DAN DEMAM
Seorang anak usia 1 tahun dibawa ibunya pada anda di IRD dengan
keluhan kejang. Kejang terjadi pagi sebelum ke IRD hanya sekali. Bentuk kejang
kelojotan tangan dan kaki kanan-kiri. Lama kejang berkisar 5 menit dan
setelahnya berhenti sendiri. Keluhan lain adalah demam tinggi sejak 1 hari
sebelum kejang dan disertai dengan mencret cair sejak 1 hari juga. Riwayat kejang
sebelumnya terjadi pada usia 7 bulan dengan bentuk yang sama. Riwayat kejang
dalam keluarga, ayah pernah kejang pada saat kecil tetapi usia kejang tidak ingat.
Riwayat kehamilan, kelahiran dalam batas normal, trauma kepala tidak
didapatkan. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu 39o C, tampak menangis kencang,
bising usus meningkat, meterorismus (+).
1. Anamnesa
Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Nama ibu
Usia
Pekerjaan
Nama bapak
Usia
Pekerjaan

: An. Inem
1 tahun
: Dukuh Kupang Surabaya
: Ny Duni
: 27 tahun
: ibu rumah tangga
: Tn. Bambang
: 38 tahun
: supir

2. Keluhan Utama
Kejang
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Kejang sejak 1 hari sebelum ke IRD, sekitar 5 menit.
b. Kejang tidak berulang.
c. Kejang umum
d. Panas 1 hari tinggi, naik turun.
e. Mencret 1 hari cair, sehari 5 kali @ 3 sendok makan.
f. Masih mau makan dan minum sedikit-sedikit.

g. BAK masih cukup, anak masih mau bermain.


Riwayat penyakit dahulu
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kejang sebelumnya pada usia 7 bulan.


Trauma kepala (-)
OMP (-)
Riwayat kejang dalam keluarga + : Bapak
Riwayat pengobatan : paracetamol dan oralit
Riwayat kehamilan normal, lahir cukup bulan, langsung menangis,

ditolong bidan.
4. Pemeriksaan Fisik
a.
Kesadaran : Kompos mentis
b.
Vital sign : 98x/m, RR 28x/m, suhu 39oC, tekanan darah 110/70
c.
Berat badan : 11 kg
d.
Keadaan umum
: Anemia (-), icterus (-), cyanosis (-),
e.
f.

dypsnea (-)
Kepala leher : UUB datar, mata cowong
Thorax :Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-, suara

g.
h.
i.

jantung S1/S2 tunggal, murmur (-).


Abdomen : BU meningkat, turgor kulit cukup, meteorismus(+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Status neurologis: Dalam batas normal

5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb 10,6 g/dl, Leukosit 4900/mm3, Limfositosis
b. FI/UL dalam batas normal
c. Radiologi tidak dilakukan

BAB II
KATA KUNCI
Dari hasil diskusi kelompok kami dalam scenario 4 kami menemukan kata
kunci, yakni sebagai berikut :

Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur
6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang
dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38C atau lebih,
tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui. Anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali


tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Demam
Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal,
yaitu suhu tubuh di atas 38 Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera,
hati, otak, yang dapat diukur lewat oral, rektal, telinga, dahi, dan
aksila. Cara pengukuran suhu menentukan tinggi rendahnya suhu
tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan mengambil
suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang
sudah kooperatif), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun
bisa lebih rendah bila frekuensi napas cepat

BAB III
PROBLEM

Apa yang menyebabkan pasien kejang?


Apakah ada keterkaitan antara masing-masing problem
Pathofifologi apa yang mendasari timbulnya problem tersebut

diatas?
Informasi apa yang anda perlukan untuk menegakkan diagnosis
Dapatkah anda membuat rencana pemeriksaan penunjang yang

diperlukan untuk menegakkan diagnosis kasus bayi tersebut?


Komplikasi apa saja yang mungkin timbul pada kasus diatas?
Keadaan darurat apa yang dapat timbul sehubungan dengan kasus

diatas
Bagaimana penatalaksanaan dasar kasus diatas?
Bagaimana melakukan edukasi pada keluarga pasien sehubungan
dengan masalah yang terjadi?

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Batasan
Batasan penyakit yang diambil dari skenario ini adalah kejang demam,
meningitis dan ensefalitis.
4.2 Anatomi / Fisiologi / Etiologi / Patofisiologi / Patomekanisme
1. Anatomi Fisiologi
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf
terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari
cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla
spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous
system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua
cabang dari medulla spinalis, system saraf otonom (autonomic nervous
system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan
parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan
dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk
melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau
guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan
piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari:

a.

Cerebrum (otak besar)


Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan
superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis
anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu: Corteks cerebri dan medulla
cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat
sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat
pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia
alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di
dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang
disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah:
1)

Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls

pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus


terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga
merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2)

Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus

terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan


fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk
mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital,
tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan
sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi
perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus
berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur
keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik
ekstrakranium.
3)

Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak

(superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex

cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi /


rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.
b.

Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa
cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung
keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus
cranialis ada 12 pasang :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)

N. I
N. II
N. III
N. IV
N. V
N. VI
N. VII
N. VIII
N. IX
N. X
N. XI
N. XII

: Nervus Olfaktorius
: Nervus Optikus
: Nervus Okulamotorius
: Nervus Troklearis
: Nervus Trigeminus
: Nervus Abducen
: Nervus Fasialis
: Nervus Vestibulocochlear
: Nervus Glossofaringeus
: Nervus Vagus
: Nervus Accesorius
: Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistem saraf


pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf
aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2
di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu
system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1)
2)

Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya


Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus

3)

symphatis
Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion
kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :

1)
2)

Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak


Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

2) Etiologi Kejang Demam


Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis, tonsilitis,
dan infeksi saluran kemih (Staff Pengajar IKA FKUI, 2005).
Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan
perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab
tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanakkanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih
jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor
otak, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal
(Soetomenggolo, 2004).
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, epilepsi idiopatik
yang pertama kali muncul sebagai penyebab penting pada anak usia
tiga tahun menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa
bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat
trauma, infeksi, dan tumor otak.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat
memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah
imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah
imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan
morbili (campak) (Soetomenggolo, 2004).
3) Patofisiologi Kejang Demam
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan
fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun
anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai
potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara
intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan
ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara

30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel
tidak mendapatkan rangsangan.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa NaK, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia.
Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan
terjadi hipoksemia.
2. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
3. Perubahan relatif

neurotransmiter

yang

bersifat

eksitasi

dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan


depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara
GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi
kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih
cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan
hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga
Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan
potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di
otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam
akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak
makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan
sistemik berupa
aktifitas

motorik

hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat


dan

hiperglikemia.

Semua

hal

ini

akan

mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.


Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai
berikut:
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam
laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.

10

4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta


meningkatkan

kebutuhan

oksigen

dan

glukosa,

sehingga

menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam


2. Patomekanisme Kejang Demam
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian
retrospektif dan melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul
diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya
terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan hiperaktivitas
walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang
demam sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada
42 pasien kejang demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara
kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih rendah

11

ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan


mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih
besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda
tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi.
Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3
kali lebih banyak dibandingkan populasi umum dan pada pasien
kejang demam berulang kemungkinan terjadinya epilepsi adalah 2 kali
lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami
berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologis atau perkembangan.
2. Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua
atau saudara kandung.
3. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi
adalah 2-3, sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas,
kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang terjadi
setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering
adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang
lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks.
A. Jenis-Jenis Penyakit Yang Berhubungan Dengan Kejang Demam
Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial),
yang disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain:

1. Bakteri
a. Tractus Respiratorius (pharingitis, tonsilitis, otitis media, laryngitis,
bronchitis, pneumonia)
b. Gastro Intestinal Tract (disenteri baciller, shigellosis, sepsis)
c. Tractus Urogenitalis (pyelitis, cystitis, pyelonephritis)
2. Virus, terutama yang disertai exanthema (varicella, morbili, dengue)

12

B. Gejala Klinis Kejang Demam


Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria
untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal
ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut,
menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya
kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya.
Prichard dan Mc Greal membagi klasifikasi kejang demam menjadi 2
golongan, yaitu :
1.
Kejang demam sederhana
a.

Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan

tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan


b. Usia penderita antara 6 bulan- 4 tahun
c.
Suhu 1000 F ( 37,780C) atau lebih
d. Lamanya kejang berlangsung selama kurang dari 30 menit
e.
Keadaan neurologi ( fungsi saraf ) normal dan setelah kejang
f.

juga tetap normal


EEG (electro encephalography-rekam otak) yang dibuat setelah
tidak demam adalah normal.

2.

Kejang demam tidak khas.


Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan
sebagai kejang demam tidak khas.

Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria


Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana ialah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh

kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi

13

oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.
Berdasarkan klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama, kejang demam
dibedakan menjadi 2 golongan :
1. Kejang demam sederhana, harus memenuhi semua kriteria berikut,
yaitu:
a. Tidak ada riwayat keluarga menderita epilepsi
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan
d.
e.
f.
g.

6 tahun
Lamanya kejang demam berlangsung tidak lebih dari 20 menit
Kejang demam tidak bersifat fokal
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau

abnormalitas perkembangan
h. Kejang demam tidak berulang dalam waktu yang singkat.
2. Kejang demam kompleks, bila kejang demam tidak memenuhi kriteria
tersebut diatas.
C. Anamnesis Kejang Demam
Pada anamnesis yang perlu dilakukan saat mendapatkan pasien dengan
keluhan kejang dan demam:
1.

Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan


setelah kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,
interval antara 2 serangan kejang, penyebab demam di luar susunan
saraf pusat.

2.

Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau


perlahan, menetap atau naik turun).

3.

Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak


disertai demam atau epilepsi).

4.

Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

5.

Riwayat trauma kepala.

6.

Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

7.

Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,


OMA, dan lain-lain).

14

8.

Singkirkan penyebab kejang lainnya.

D. Pemeriksaan Fisik Kejang Demam


Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa kejang
demam antara lain:
3.
4.
5.

Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran


Suhu tubuh: apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I

6.

dan II, Kernique, Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial


Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun

7.

besar (UUB) membonjol, papil edema


Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi
saluran pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan

8.

lain sebagainya yang merupakan penyebab demam


Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik,

reflex

fisiologis, reflex patologis


E. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk
dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika terdapat
komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan
elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal.
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam
diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat ada tidaknya infeksi saluran
kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari pemeriksaan fisik.
Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor, magnesium dan glukosa
yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam juga kurang memberikan
arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam sederhana.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG
(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral. Perlambatan
ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan
pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari setelah serangan kejang.
Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai nilai prognostik dan kejadian
kejang berulang dikemudian hari atau perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini

15

sudah tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang
demam sederhana karena hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan pada bayi berumur
12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur >18 tahun jika tidak
disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke meningitis.
Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi
kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang
demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance
imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di
otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab kejang masih belum diketahui.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang baik


berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang
demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai
dengan demam seperi meningitis.

16

F. Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan
yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang
dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003). Meningitis adalah
infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal
dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat
berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang
menghirup udara tersebut. (Israr,2008).
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi
seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang
belakang (erathenurse, 2007).
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1.

Neonatus: Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria

2.

monositogenes
Anak di bawah 4 tahun: Hemofilus influenzae, Meningococcus,

3.

Pneumococcus
Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa: Meningococcus,
Pneumococcus. (Japardi,Iskandar., 2002).
Diagnosa pasti dari meningitis meningococcus hanya dengan isolasi

organisme dari CSF. Diagnosa relatif dapat ditegakkan sebelum terdapat


hasil isolasi pada pasien dengan nyeri kepala,muntah, febris, kaku kuduk
dan rash kulit petechial, terlebih bila terdapat epidemik dari meningitis
meningococcus atau adanya kontak dengan kasus meningococcus yang
jelas. Untuk menegakkan diagnose meningitis meningococcus, perlu
dilakukan kultur dari lesi kulit, sekret nafosaring, darah dan CSF.
G. Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak. Dari
perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari
meningitis, meskipun pada evaluasi klinis, keduanya mempunyai tanda

17

dan gejala inflamasi meningeal, seperti photophobia, sakit kepala, atau


leher kaku.
Cerebritis menunjukkan tahap pembentukan abses dan infeksi bakteri
yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut umumnya
infeksi virus dengan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai
dengan sangat berat.
Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus.
Beberapa contoh yang virus yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah
herpes virus, arbovirus, dan virus rabies. Infeksi bakteri dan parasit seperti
toksoplasmosis dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak
dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi
virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis yaitu demam, kejang dan
kesadaran menurun. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul
gejala-gejala infeksi umum dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luasnya abses.
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan
atau memperburuk gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental.
Disebut ensefalitis lethargica, yang membentuk berbagai gejala penyakit
Parkinson seperti parkinsonianism postencephalitik. Dalam beberapa kasus
ensefalitis menyebabkan kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai
sedini mungkin untuk menghindari dampak serius dan efek seumur hidup.
Terapi tergantung pada penyebab peradangan, mungkin termasuk
antibiotik, obat anti-virus, dan obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil
kerusakan otak dari ensefalitis, terapi (seperti terapi fisik atau terapi
restorasi kognitif) dapat membantu pasien setelah kehilangan fungsi.

18

4.3 Jenis-jenis penyakit yang berhubungan


Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurut Lumban
Tobing (2005) :
1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3.

Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.


5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.

4.4 Manifestasi Klinis Kejang Demam Sederhana


Menurut ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia
1993: kejang demam sederhana manifestasi klinisnya berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
(IDAI, 2006).
4.5 Pemeriksaan Fisik Penyakit
Identifikasi demam
Status neurologis : pada kejang demam dalam batas normal, perlu dicari
hal yang sebaliknya untuk menyingkirkan diagnosis banding penyebab
intracranial (UUB, reflex fisiologis, reflex patologis, spastisitas, gangguan
kesadaran)

19

4.6 Pemeriksaan penunjang penyakit


Darah lengkap
Analisis CSS dan kultur CSS : terutama jika pasien<1 tahun karena tanda

klinis meningitis bakteri tidak khas.


EEG : terutama untuk kejang demam kompleks untuk menyingkirkan
kemungkinan epilepsy dan dikerjakan segera setelah kejang.

BAB V
HIPOTESIS AWAL
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf
pusat. Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu
dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana
atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam
yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat
diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis
sehingga menyerupai kejang demam. Dalam skenario ini diagnosis banding yang
paling memungkinkan adalah:
1.
2.
3.

Kejang demam
Meningitis
Ensefalitis

20

BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis, yang akan lebih
mudah bila serangan terjadi di hadapan kita. Sangatlah penting untuk
membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang
menyerupai kejang.
Tabel 1 Perbedaan Serangan Kejang dan Menyerupai Kejang
Keadaan
Kejang
Menyerupai kejang
Onset
Tiba-tiba
Mungkin gradual
Lama serangan

Detik/menit

Beberapa menit

Kesadaran

Sering

Jarang terganggu

Sianosis

terganggu

Jarang

Gerakan ekstremitas

Sering

Asinkron

Stereotipik serangan

Sinkron

Jarang

Lidah tergigit atau luka lain

Selalu

Sangat jarang

Gerakan abnormal bola mata

Sering

Jarang

Fleksi pasif ekstremitas

Selalu

Gerakan hilang

Dapat di profokasi

Gerakan

Hampir selalu

Tahanan terhadap gerakan

Tetap ada

Selalu

Bingung pasca serangan

Jarang

Tidak pernah

Iktal EEG abnormal

Jarang

Hampir tidak pernah

Pasca iktal EEG abnormal

Hampir selalu

Jarang

pasif

21

Setelah memastikan serangan yang terjadi benar-benar merupakan


serangan kejang maka dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dapat mengarahkan menuju diagnosis banding.

Tabel 2 Perbedaan Kejang Demam, Meningitis, dan Ensefalitis


No.

Sub

Kejang Demam

Meningitis

Ensefalitis

Definisi

Radang pada selaput


otak (meningen)

Radang pada jaringan


otak

Etiologi

Bangkitan kejang
yang
terjadi
karena kenaikan
suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38C)
yang disebabkan
oleh suatu proses
ekstrakranium
Belum diketahui
secara pasti

Patofisiologi

Kenaikan suhu
metabolisme
basal

22

Bakteri
(Mycobacterium
tuberculosa,
Neisseria
meningitis,
Staphylococcus
aureus,
Haemophilus
influenzae)
Virus
Faktor maternal :
ruptur membran
fetal, infeksi
maternal pada
minggu terakhir
kehamilan
Faktor imunologi :
defisiensi
mekanisme imun,
defisiensi
imunoglobulin
Kelainan sistem
saraf pusat,
pembedahan atau
injury SSP
-Virus/bakteri

hematogen
selaput otak, misalnya

Bakteri
Virus (sering)
Parasit
Fungus
Riketsia

Virus masuk kulit,


saluran nafas, dan
saluran pencernaan

perubahan
keseimbangan
dari membran sel
neuron difusi
ion K dan ion Na
melalui membran
sel

lepas
muatan listrik
meluas melalui
neurotransmitter
kejang

Manifestasi
Klinis

Kejang demam
sederhana
1.Berlangsung
kurang dari 15

23

pada
penyakit
Faringitis, Tonsilitis,
Pneumonia,
Bronchopneumonia
dan Endokarditis
-Penyebaran
bakteri/virus
dapat
pula
secara
perkontinuitatum dari
peradangan
organ
atau jaringan yang
ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses
otak, Otitis Media,
Mastoiditis,
Trombosis
sinus
kavernosus
dan
Sinusitis.
-Penyebaran kuman
bisa
juga
terjadi
akibat trauma kepala
dengan fraktur
terbuka
atau
komplikasi
bedah
otak.
-Invasi kuman-kuman
ruang
subaraknoid

radang pada pia dan


araknoid,
CSS
(Cairan
Serebrospinal)
&
sistem ventrikulus

Prodromal:
Sakit
kepala dan demam,
Perubahan
pada
tingkat
kesadaran

menyebar:
1. Setempat : virus
hanya
menginfeksi
selaput
lendir,
permukaan/organ
tertentu
2.
Penyebaran
hematogen
primer:
virus masuk ke dalam
darah
kemudian
menyebar ke berbagai
organ dan berkembang
biak
pada
organ
tersebut.
3.
Penyebaran
hematogen sekunder :
virus berkembang biak
di daerah pertama kali
ia masuk (permukaan
selaput
lendir)
kemudian menyebar ke
organ lain.
4. Penyebaran melalui
syaraf
:
virus
berkembang biak di
permukaan
selaput
lendir dan menyebar
melalui sistem syaraf.
Kelainan pada pasien
ensefalitis disebabkan
oleh:
1. Invasi dan perusakan
langsung pada jaringan
otak oleh virus yang
sedang
berkembang
biak
2. Reaksi jaringan saraf
pasien terhadap antigen
virus
yang
akan
berakibat
kerusakan
vaskular
sedangkan
virusnya sendiri sudah
tidak
ada
dalam
jaringan otak
3. Reaksi aktivasi virus
neurotropik
yang
bersifat laten
Masa prodromal
berlangsung 1-14 hari,
ditandai dengan:
-demam

menit
dan
umumnya akan
berhenti sendiri
2.Tidak terulang
dalam waktu 24
jam

dapat terjadi letargik,


tidak responsif, dan
koma

Iritasi
meningen
Tanda:
3.Kejang umum 1. Rigiditas nukal
(kaku
leher).Upaya
tonik dan/atau
untuk
fleksi
kepala
klonik
mengalami kesukaran
Kejang demam karena adanya spasme
otot-otot leher.
kompleks
1.Berlangsung
>15 menit
2.Fokal/ multipel
(kejang >1 dalam
24 jam)

24

2. Tanda kernik positif


3.Tanda
brudzinki
positif
4.Foto
fobia
5. Kejang akibat area
fokal kortikal yang
peka dan peningkatan
TIK akibat eksudat
purulen dan edema
serebral
dengan
perubahan
karakteristik
tandatanda
vital
(melebarnya tekanan
pulse dan bradikardi),
pernafasan
tidak
teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan
tingkat
kesadaran
6.Adanya
ruam
(Meningitis
meningococal)
7. Infeksi fulminating
dengan
tanda-tanda
septikimia:
demam
tinggi
tiba-tiba
muncul, lesi purpura
yang menyebar, syok
dan tanda koagulopati
intravaskuler
diseminata

-sakit kepala
-mual-muntah
-nyeri tenggorokan
-malaise
-nyeri ekstremitas
-pucat
Tanda
ensefalitis
(tergantung
pada
distribusi dan luas lesi
pada neuron)
Gejalanya:
-gelisah
-irritable
-screaming attack
-perubahan perilaku
-gangguan
kesadaran
-kejang
-Terkadang
disertai
juga dengan tanda
neurologis
fokal
berupa
afasia,
hemifaresis,
hemiplegia,
ataksia,
dan paralysis saraf
otak.

Tabel 3 Tabel Perbedaan Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan


Penunjang
Klinis/Lab

Ensefalitis
Herpes
Simpleks
Akut
< 7 hari

Meningitis
Bacterial/
Purulenta
Akut
< 7 hari

Meningitis
Tuberkulosa

Meningitis
Virus

Kejang
Demam

Kronik
>7 hari

Akut
< 7 hari

Akut
< 7 hari

Tipe kejang
Singkat/lama

Fokal/umum
Singkat

Umum
Singkat

Umum
Singkat

Umum
Lama>15
menit

Umum/fokal

Kesadaran

Sopor-koma

Apatis-somnolen

Somnolen-sopor

Sadar-apatis

Somnolen

Pemulihan
kesadaran

Lama

Cepat

Lama

Cepat

Cepat

Tanda
rangsang
meningeal

++/-

++/-

+/-

Tekanan
intrakranial

Sangat
meningkat

Meningkat

Sangat
meningkat

Normal

Normal

Paresis

+++/-

+/-

+++

Pungsi
lumbal

Jernih

Keruh/opalesen

Jernih/xanto

Jernih

Jernih

Etiologi

Normal/limf
o
Virus HS
Antivirus

Segmenter/limf
Bakteri
Antibiotik

Limfo/segmen
M.Tuberculosis
Anti TBC

Normal
Virus
Simtomatik

Normal
Di luar SSP
Penyakit dasar

Awitan
Demam

Terapi

25

Setelah dipastikan penyakit yang diderita oleh pasien adalah kejang demam
selanjutnya ditentukan apakah kejang demam tersebut termasuk kejang demam
sederhana atau kejang demam kompleks.

Tabel 3. Perbedaan Kejang Demam Sederhana dan Kejang Demam Kompleks

26

BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
Berdasarkan hasil analisa dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosa pasien tersebut
mengarah pada kejang demam sederhana et causa infeksi traktus gastrointestinal.

BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran,
lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang,
penyebab demam di luar susunan saraf pusat. Riwayat perkembangan anak,
riwayat kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga. Pertanyaan juga
harus menyingkirkan penyebab kejang lainnya, misalnya meningitis.
Anamnesis demam harus menghasilkan simpulan deskripsi demam:

27

1. Hari ke berapa
2. Pola demam (remiten, intermiten, kontinyu)
3. Data anamnesis yang mengarahkan pada kecurigaan penyebab, antara lain:
a.
Adakah nyeri, bengkak atau luka penyebab fokal
b.
Adakah gejala penyerta lain, umum (malaise, penurunan
c.
d.
e.

nafsu makan), maupun spesifik (batuk, pilek, dan rash)


Kontak dengan penyakit infeksi
Baru mendapat imunisasi
Masalah BAB, BAK, dan asupan cairan anak

Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan: Fase iktal: gigi mengatup, sianosis,


pernafasan cepat/ menurun, peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi,
sedangkan post iktal dapat ditemukan apnea. Akibat kejang dapat terjadi fraktur,
kerusakan jaringan lunak/gigi cedera selama kejang. Pada aktivitas dan kekuatan
otot terjadi keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus otot/ kekuatan otot.
Mual, muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Di intergumen
ditemukan akral hangat, kulit kemerahan, demam.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab
kejang demam, di antaranya:
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses
2. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan,
dianjurkan pada anak usia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas
18 bulan yang dicurigai menderita meningitis. Pemeriksaan ini pada KDS
masih kontroversial karena masih belum ditemukan keefektifannya.
3. CT Scan atau MRI diindikasikan pada keadaan riwayat atau tanda klinis
trauma, kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik), dan adanya
9.

tanda peningkatan tekanan intrakranial.


EEG dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

Alogaritma Mekanisme Diagnosa


Keadaan umum:
Baik
GCS: 4-5-6
(Composmentis)

Keluhan Utama:
Kejang

28

Kejang
Demam

Vital sign :
Nadi : 90x/mnt
RR : 28x/mnt
Suhu : 39C
Tensi : 110/70
mmHg
BB : 11Kg

Pemeriksaan Fisik :
Kepala dan leher
a/i/c/d : (-/-/-/-)
UUB Datar
Mata cowong (-/-)
Thorax
Suara nafas vesikuler (+/+)
Ronki (-/-)
Wheezing (-/-)
Suara jantung S1/S2
tunggal, murmur (-)

Pemeriksaan
penunjang :
Laboratorium
Hb : 10,6 g/dl
Leukosit
4.900/mm3
Limfositosis
FL/UL : DBN

Abdomen
BU meningkat
Turgor kulit cukup
Meteorismus (+)
Ekstremitas
Akral hangat
Edema (-)
BAB VI
Status neurologi : DBN
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
A. Prinsip Tindakan Medis Kejang Demam
Tatalaksana Kejang Demam Kecenderungan sifat kejang demam
adalah singkat dan kejang biasanya telah berhenti saat sampai diruang
UGD. Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup tiga hal yaitu:
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau
fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan
obat pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat.
Jika tidak ada diazepam, dapat digunakan luminal suntikan
intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam intranasal. Jika

29

kejang masih terlihat maka penanganan dengan intra vena diazepam


dan lorazepam adalah mutlak.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan
pungsi lumbal pada saat pertama kali terjadinya kejang demam.
Pungsi lumbal dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena
gejala neurologis sulit ditemukan.
3. Pengobatan profilaksis
a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien
demam (suhu rektal lebih dari 38C) dengan menggunakan
diazepam oral atau rektal, klonazepam atau kloralhidrat
supositoria.
b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam
valproat tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam
B. Penatalaksanaan Kejang Demam
Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang
harus dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien
dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus
bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur,
diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi.
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang
digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali
sehari.
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi
dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam
diberikan secara intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan

30

secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan


perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di
rumah dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis:
1. 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg
2. 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg
Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan
lebih efektif daripada diazepam per rektal pada anak.
Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam

Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak


pada bagan berikut ini:

31

Gambar 2. Tatalaksana kejang demam


Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena
sering berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2
cara profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan
profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada
waktu pasien demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan
cepat masuk ke jaringan otak. Diazepam intermiten memberikan hasil
lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam pada kenaikan suhu mencapai 38,5 oC atau lebih yaitu
dengan dosis:
1. mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg
2. 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg
Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital
4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16g/ml menunjukkan
hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping
fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan
menurunkan dosis fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang
demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara dan menetap

32

4. Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam

C. Edukasi dan Komunikasi


Orang tua sering panik menghadapi kejang karena merupakan
peristiwa yang menakutkan dan mereka beranggapan anaknya meninggal.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain:
1.

Menyakinkan

2.

prognosis baik.
Di rumah disediakan alat-alat kesehatan minimal termometer dan

3.

obat penurun panas


Jangan lupa untuk secara teratur minum obat setaip harinya, sesuai

4.

anjuran dokter
Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien

bahwa

kejang

demam

umumnya

mempunyai

berada di rumah, tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi


5.

kejang.
Pemberian imunisasi dan vaksinasi harus diberikan agar terhindar

6.

dari penyakit yang menyebabkan kejang demam.


Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
Memberikan informasi kepada orang tua, jika anak kejang lakukan

hal berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Tetap tenang dan tidak panik.


Kendorkan pakaian yang ketat, terutama disekitar leher.
Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir dimulut dan/atau hidung.
Walaupun ada resiko lidah tergigit, jika rahang sudah terkunci
selama kejang jangan masukkan apapun ke dalam mulut. Jika rahang
belum terkunci/sebelum kejang terjadi dapat diberikan pembatas
yang lunak misalnya handuk atau kain untuk menghindari resiko

tergigit.
6. Ukur suhu tubuh, catat lama dan sifat kejang.

33

7. Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat


kejang, berusahalah untuk tetap tenang.
8. Tetap bersama anak selama kejang
9. Memberikan diazepam melalui anus. Jangan diberikan jika kejang
sudah berhenti.
10. Bawa kedokter atau rumah sakit jika terjadi kejang lagi dan
berlangsung 5 menit.

34

BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
A. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing
mendapat angka kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada,
frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila
terjadi demam lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang
meningkat apabila onsetnya kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang
dalam keluarga positif, terdapat kelainan neurologis ( meskipun minimal),
kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti lebih dari 30 menit
atau berulang karena penyakit yang sama.
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam
sederhana hanya 2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi
yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko
yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka
dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar
13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut
diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja (Consensus
Statement on Febrile Seizure, 1981).

35

B. Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien/ Keluarga Pasien


Memberitahukan pada pasien dan keluarganya tentang penyakit,
penyebab dan penanganan kejang demam serta memberikan nasihat untuk
membantu dalam penyembuhan penyakit tersebut.
C. Tanda Untuk Merujuk Pasien
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada
keadaan berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Kejang demam kompleks


Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama
Dijumpai kelainan neurologis

D. Komplikasi
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50
%. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi
3. Kelainan motoric
4. Gangguan mental dan belajar
5. Kemungkinan mengalami kematian sebesar 0,46% dan 0,74%.
Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya
kejang demam berulang. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih
tinggi jika:
1. Pada kejang demam pertama, anak hanya mengalami demam yang
tidak terlalu tinggi
2. Jarak waktu antara mulainya demam kejang yang sempit.
3. Ada faktor keturunan dari orang tua
Namun, faktor terbesar adanya kejang berulang ialah usia. Semakin muda
usia anak saat mengalami kejang demam, akan semain besar kemungkinan
mengalami kejang berulang.

36

E. Peran Pasien / keluarga Untuk Penyembuhan


1. Peran Pasien
a.

Mengikuti nasehat maupun arahan serta tindakan yang


dilakukan dokter

b.

Melaksanakan terapi dan pengobatan yang telah yang


diberikan oleh dokter secara baik dan teratur

2. Peran Keluarga
a.

Memotivasi pasien agar melakukan anjuran dokter


dengan baik dan teratur

b.

Memantau kondisi pasien

F. Pencegahan
Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat
dicegah. Beberapa dokter merekomendasikan mengurangi pemberian obat aspirin
bebas untuk membuat anak lebih nyaman. Obat-obatan, seperti acetaminophen
dan ibuprofen dapat menurunkan demam pada anak-anak. Namun, obat ini belum
memperlihatkan hasil untuk mencegah kejang demam. Untuk menghindari
tersedak, anak-anak tidak boleh diberikan obat atau apa pun melalui mulut selama
kejang.

BAB VII

37

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)


Berdasarkan analisi yang telah dilakukan terhadap segala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis atau
hipotesis akhir dari scenario ini adalah Kejang Demam Sederhana.

38

DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak, (Tesis),
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Fukuyama Y, dkk. 1996. Practical guidelaines for physician in the management
of febrile seizure. Brain and Development: Tokyo
Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999
Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan
Bangkitan Kejang Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Diponegoro,
Semarang, Jawa Tengah.
Khempal Yuliana, Made Ayu. 2010. Asuhan keperawatan klien an. LN dengan
kejang demam.
Purwanti, Okti Sri. 2008. Kegawatdaruratan Kejang Demam Pada Anak. Diakses
pada 24 November 2014. Pukul 16.04 WIB.
Pusponegoro, Hardiono D, dkk. 2006. Konsesus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI : Jakarta
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian
IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.
S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua.
BP. IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.(2012).
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
IDAI. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, hal.2.

39

Anda mungkin juga menyukai