Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kejang demam adalah bangkitan kejang terkait dengan demam dan umur serta
tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam apabila suhu
tubuh rektal di atas 38°C atau suhu tubuh aksila 37.8°C. Biasanya kejang demam terjadi
pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, dan terbanyak pada 1.2 umur 14-18 bulan. Kejang
demam merupakan kelainan tersering pada anak dimana 2%-5% anak berumur di bawah
5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam.
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% pada anak
umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi
dan sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di
Jepang angka kejadian kejang demam adalah sebesar 9%-10% 1,3Prognosis kejang
demam baik, tetapi 25%-50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam
berulang dan 4% penderita kejang demam dapat mengalami gangguan tingkah laku dan
penurunan tingkat intelegensi. Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara 2%-
5% dan meningkat hingga 9%-13% bila terdapat faktor risiko berupa riwayat keluarga
dengan epilepsi, perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama, atau
mengalami kejang demam kompleks. Selain itu, bangkitan kejang demam berulang dapat
menimbulkan kekhawatiran orangtua penderita. Kepustakaan menyebutkan bahwa 47% -
77% orangtua penderita kejang demam sangat mengkhawatirkan anaknya dan
beranggapan bahwa penyakit anaknya berat dan berakhir dengan kematian.
Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu umur,
faktor risiko saat kehamilan maupun persalinan yang menyebabkan trauma otak, suhu
badan, faktor genetik, infeksi berulang dan ketidakseimbangan neurotransmitter inhibitor
dan eksitator.Seng (Zn) merupakan antagonis N metil-D-aspartat (NMDA) sehingga
kadar seng rendah diduga dapat mengaktivasi reseptor NMDA dan berperan dalam
pengaturan eksitabilitas jalur sistem saraf pusat. Penelitian oleh Burhanoglu (1996)
mendapatkan adanya penurunan kadar seng serum dan cairan serebrospinal pada
penderita kejang demam. Sebaliknya, konsentrasi tembaga, magnesium, dan protein tidak
mengalami penurunan. Sedangkan penelitian Ganesh dan Janakiraman di India tahun
1
2005-2006 mendapatkan adanya hubungan antara kadar seng serum dengan kejang
demam dengan OR 1.5.
Data dari International Conference of Zine and Human Health tahun 2000
menyimpulkan bahwa diperkirakan 48% populasi dunia mempunyai risiko terjadi
defisiensi seng, penelitian di Jakarta tahun 1988 pada 156 responden anak dan dewasa
didapatkan 87.2% mengalami defisiensi seng. Penelitian belah lintang di Teheran (1997)
pada 881 pelajar dengan usia rata-rata 13.2 tahun didapatkan 31.1% mengalami defisiensi
seng." Di Mexico (2001) insiden defisiensi seng sebesar 40% di daerah perkampungan
sedangkan 18% di daerah perkotaan.
Penelitian oleh Huwae FJ tahun 2006 pada 111 anak usia 6 tahun-8 tahun di
Grobogan Jawa Tengah didapatkan 40% anak mengalami defisiensi seng." Penelitian
tentang hubungan kadar seng serum dengan bangkitan kejang demam belum banyak
dilakukan dan belum diketahui besarnya peranan kadar seng serum terhadap terjadinya
bangkitan kejang demam.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dasar medis dan askep tentang Kejang
Demam
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan :
a. Anatomi dan fisiologi otak
b. Konsep dasar medis
c. Konsep dasar askep kejang demam

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

1. Otak besar (Cerebrum)

Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.


Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analisa, logika, bahasa,
perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Otak besar/Cerebrum
terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol
disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.

a. Lobus Frontal

Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, control
perasaan, control perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

b. Lobus Parietal

Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,


sentuhan dan rasa sakit.

3
c. Lobus Temporal

Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,


pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk suara.

d. Lobus Occipital

Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang


memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhada pobjek yang
ditangkap oleh retina mata.

2. Otak Kecil ( Cerebellum)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:

a. Mengatur sikap atau posisi tubuh

b. Mengontrol keseimbangan

c. Koordinasi otot dan gerakan tubuh

Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis


yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat
mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi
tidak terkoordinasi.

3. Batang otak (Brainstem)

Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yaitu fight or flight ( menghadapi atau menghindar) saat datangnya ancaman.
Batang Otak terdiri dari 2 bagian, yaitu:

4
a. Mesencephallon

Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang
menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakanmata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.

b. Diencephallon

Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon. Terdiri dari :

1) Thalamus

Yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengah yang berfungsi
untuk menyampaikan impuls / sinyal motorik menuju korteks otak besar dan
medulla spinalis.

2) Hipotalamus

Adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan berbagai
fungsi yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu.
Hipotalamus merupakan pusat control autonom. Salah satu fungsi yang penting
adalah karena terhubung dengan sistem syaraf dan kelenjar hipofisis yang
merupakan salah satu homeostasis sistem endokrin yaitu fungsi neuron
endokrin yang berpengaruh terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat
menjaga homeostasis tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku
konsumsi dan emosi.

Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system


limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai bagian otak menuju
kortek sotak besar. Akson dari berbagai system indera berakhir pada
hipotalamus (kecuali sistem olfaction) sebelum informasi tersebut diteruskan
menuju korteks otak besar.

Hipotalamus berfungsi juga mengirim sinyal menuju kelenjar adrenal


yaitu epinephrine dan norepinephrine yang mensekresikan Anti diuretic
Hormon (ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormon.
5
4. Medulla Oblongata

Adalah titik awal syaraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian
kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari
medulla spinalis menuju otak.

Medulla Oblongata mempengaruhi reflek fisiologi seperti detak jantung, tekanan


darah, volume dan kecepata nrespirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur
gerak reflex lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

5. Pons

Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian otak
yang berupa serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil (kiri dan
kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak dan medula..

Pons disebut juga Pons Varoli/ Jembatan Varol. Sebagai bagian dari batang otak,
pons juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh salah satunya
mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan.

B. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Kejang demam adalah ganguan neurologis yang paling sering ditemukan pada
anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Berbagai kesimpulan
telah dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia,
tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor
hereditas juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan
dengan anak normal (Sodikin, 2012).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38°C). (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Kejang demam adalah kejang pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang
disebabkan karena anak mengalami demam lebih dari 102°F atau 39°C. Tetapi kejang

6
tidak harus terjadi ketika suhu lebih dari 39°C karena pada pada demam yang
temperaturnya lebih rendah dari 39°C pun juga dapat terjadi kejang (Marmi, 2011).

Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kejang yang diakibatkan karena
gangguan syaraf otak pada anak-anak. Gangguan syaraf otak tersebut terjadi karena
disebabkan kenaikan suhu (suhu rektal di atas 38C).

2. Etiologi

(Suryanti, 2011), penyebab kejang demam yaitu:

a. Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih.

b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme.

c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus)

3. Tanda dan Gejala

(Djamaludin, 2010), tanda dan gejala anak yang mengalami kejang. demam adalah
sebagai berikut :

a. Demam

b. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti


beberapa saat.

c. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul
gerakan kejut yang kuat.

d. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke atas.

e. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah.

f. Nafas dapat berhenti beberapa saat.

g. Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil


7
4. Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis, otitis. media
akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan


menaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu tubuh dibagian yang lain. seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain. akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium
dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat
menaikan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. (Sujono &
Sukarmin, 2009).

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:

a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam atau


kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap. gula darah, elektrolit,
urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.

b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakan atau


kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk
menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya
tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi
lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada:

8
1) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan

2) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan

3) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan

c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan ini


dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas. misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, kejang demam fokal.

d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi:

1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi


struktural di otak

2) Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang,


ubun-ubun menonjol, edema pupil). (Pudjiaji, 2010).

6. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Pemeriksaan neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi dengan


dilakukam adanya kelainan pada neurologis seperti kejang. gemeteran, gerakan
halus yang konstan, gerakan spasmodik yang berlangsung singkat seperti otot
lelah, gerakan involumer kasar tanpa tujuan, kelumpuhan pada anggota gerak.

b. Pemeriksaan refleks, pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah:

1) Refleks supervisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat


goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.

2) Refleks tendon, dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon, biseps,


trisep, pattela, achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku),
trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patella (terjadi ekstensi sendi lutut), achiles
(terjadi fleksi plantar kaki), apabila hiper refleks berarti ada kelainan pada
upper motor neuron dan apabila hiporefleks maka ada kelainan pada lower
motor RWOKER neuron.

9
3) Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
mengompreskan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif
apabila terjadi ekstensi ibu jari.

c. Pemeriksaan tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien diatur
posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tekanan dagu dan tidak
menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk.

d. Pemeriksaan keempat adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan


menilai pada bagian ekstremitas, dengan cara memberi tahanan atau menggerakan
bagian otot yang akan dinilai. (Hidayat, 2009).

7. Komplikasi

(Betz & Sowden, 2002), komplikasi kejang demam yaitu :

a. Pneumonia

b. Asfiksia

c. Retardasi mental

d. Cedera fisik, khususnya laterasi dahi dan dagu.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG

1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

1) Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata


orangtua perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.

2) Keluhan utama

Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan
yang dialami pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat
panas diatas> 37,5-39,5 °C.
10
3) Riwayat penyakit sekarang

a).Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah


betulada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui
kejang yang dialami oleh anak.

b).Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka


diketahui apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting dalam
terjadinya bangkitan kejang pada anak

c).Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan


waktu berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui
respon terhadap prognosa dan pengobatan.

d).Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap


mengenaipola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik.
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

e). Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur


berapa kejang terjadi untuk pertama kali dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila timbul kejang pertama kali pada
umur ?

f). Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura atau rangsangantertentu yang dapat menimbulkan
kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan menjalamya. Sesuda jangan perlu ditanyak apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise. menangis
dan sebagainya.

4). Riwayat penyakit dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita


pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang teljadi untuk
pertama kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA
dan lain-lain.

11
5). Riwayat penyakit keluarga

Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam sepertti pasien (25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang
mendedta penyakit seperti ISPA, diare atau Penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.

6). Pola Gordon

a) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan denga kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,


pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis.
Bagaimana pandangan tehadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.

b) Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana


kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa
saja yang disukai dan yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali
minum, jenis dan jumlahnya per hari.

c) Pola eliminasi

BAK ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan


bagaimana warna, bau khas, dan terdapat darah, serta tanyakan apakah disertai
nyeri saat anak kencing.

BAB ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak, bagaimana


konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir.

d) Pola aktivitas dan latihan.

Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya,


berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.

12
e) Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa,
kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.

7). Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital tingkat kesadaran, tekanan darah,
respirasi, nadi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedang kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.

b) Head to toe

Adalah pemeriksaan secara menyeluruh dari ujung kepala hingga ujung kaki
untuk mendapatkan data objektif tentang kondisi pasien (Perry, 2005).

(a) Kepala

Tanda-tanda mikro atau makro seperti, adakah dispersi bentuk kepala,


apakah tanda tanda kenaikan tekanan intrakranial, yajtu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.

(b) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien


dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.

(c) Muka/Wajah

Paralisis fasialis menyebabkan simetris wajah; sisi yang paresis tertinggal


bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus, apakah ada gangguan
nervus cranial.

13
(d) Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva. Mata
biasanya terbelalak.

(e) Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.

(f) Hidung

Apakah ada pernafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas,
apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.

(g) Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah


stomatitis, berapa jumlah gigi yang tumbuh, apakah ada carries gigi.
Biasanya lidahnya tertelan (tongue swallowing), gigi biasanya
gemertakan.

(h) Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tanda tanda infeksi faring.

(i) Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembasaran kelenjar tyroid, adakah


pembesaran vena jugularis.

(j) Thorax

Pada infeksi amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan,


frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi dada. Pada auskultasi
adakah suara nafas tambahan.

(k) Jantung

14
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah bunyi
tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.

(l) Abdomen

Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana


turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah
pembesaran hepar.

(m)Integument

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah


terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit. Biasanya
pasien tampak pucat.

(n) Ekstremitas

Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun warnahnya, apakah terdapat


edema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.\

(o) Genetalia

Adakah kelainan bentuk edema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.

b. klasifikasi data

Data Subjek Data Objektif

1. pasien anak biasanya mengeluh 1. suhu tubuh biasanya 37,5-39,5


demam derajat celcius

2. pasien anak biasanya mengalami 2. pasien anak biasanya lidah tertelan


kejang (tongue swallowing)

3. biasanya keluarga pasien atau orang 3. seluruh tubuh gemetar


tua mengeluh cemas karena kondisi
4. mata terbelalak
pasien
5. keluarga pasien atau orang tua tampak gelisah

15
6. gigi gemertakan

7. pasien tampak pucat

8. jatuh secara tiba-tiba

9. otot tubuh tergerak tidak terkendali

c. analisa data

Data Fokus Etiologi Masalah

Ds : pasien anak Infeksi mikroogranisme, Hipotermi


biasanya mengeluh infeksi bakteri
demam
Toksin mikroorganisme
Do: menyebar secara hematogen
dan limfogen
1. suhu tubuh biasanya
37,5-39,5 derajat Kenaikan suhu tubuh di
celcius hipotalamus dan jaringan lain

Hipertermi

Ds: pasien anak biasanya Hipertermi Resiko Cedera


mengalami kejang
Pelepasan mediator kimia
Do: oleh neuron seperti
prostlaglandin, epinefrin
1. pasien anak biasanya
lidah tertelan (tongue Peningkatan potensial
swallowing) membrane

2. seluruh tubuh
gemetar
Peningkatan masukan ion

16
3. mata terbelalak natrium, ion kalium kedalam
sel neuro dengan cepat
4. gigi gemertakan
kejang
5. jatuh secara tiba-tiba
fase depolarisasi neuron dan
6. otot tubuh tergerak
otot dengan cepat
tidak terkendali
penurunana respon
7. pasien tampak pucat
rangsangan dari luar

Resiko Cedera

Ds: biasanya keluarga Hipertermi Ansietas


pasien atau orang tua
Proses penyakit
mengeluh cemas karena
kondisi pasien Kurangnya informasi

Do:

1. keluarga pasien Ansietas


atau orang tua
tampak gelisah

2. Pasien anak
tampak lemas

3. Suhu tubuh pasien


tidak mengalami
penurunan

17
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

(Sujono & Sukarmin, 2009)

Berdasarkan perjalanan patofisologi penyakit dan manisfestasi klinis yang muncul maka
keperawatan yang muncul pada pasien dengan kejang demam adalah:

a) Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada


hipotalamus

b) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang
penyakit

c) Risiko cedera ( terjatuh, terkena benda tajam ) berhubungan dengan aktivitas kejang

3. INTERVENSI

N DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL

O KEPERAWATAN

1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu minimal 1. Mengetahui suhu


berhubungan tindakan keperawatan tiap 2 jam tubuh pasien secara
intensif
dengan efek diharapkan masalah
2. Monitor warna dan 2. Mengetahui perubahan
langsung dari hipertermi dapat teratasi, warna dan suhu klien
suhu kulit
sirkulasi dengan Kriteria Hasil : 3. Memberikan
pengobatan secara
endotoksin pada 3. Monitor tanda-tanda
1. Suhu tubuh dalam cepat apabila terjadi
hipotalamus hipertermi dan hipotermi dan
rentang normal
hipotermi hipetermi
4. Menurunkan suhu
2. Nadi dan respirasi
4. Kompres air hangat tubuh
dalam rentang 5. Mencegah kekurangan
normal 5. Tingkatkan intake volume cairan
cairan dan nutrisi 6. Mencegah pasien agar
3. Tidak ada perubahan tidak kedinginan
warna kulit dan tidak 6. Selimuti pasien untuk

18
pusing mencegah hilangnya 7. Untuk mempercepat
kehangatan tubuh penyembuhan pasien

7. Kolaborasi pemberian
antibiotik dan
antipiretik

2. Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Mengetahui informasi


berhubungan tindakan keperawatan kognitif atau psikis tentang faktor kognitif
atau psikis dari pasien
dengan aktivitas diharapkan masalah resiko dari pasien yang
kejang cedera dapat teratasi, dapat menjadikan
dengan Kriteria Hasil: potensial jatuh
dalam setiap
1. Pengetahuan tentang 2. Untuk mengenal
keadaan keadaan lingkungan
resiko
sekitar
2. Identifikasi
2. Monitor lingkungan
karakteristik dari
yang dapat menjadi
lingkungan yang
resiko
dapat menjadikan
3. Kembangkan potensi jatuh
strategi efektif
pengendalian resiko

4. Penggunaan sumber
daya masyarakat
untuk pengendalian
resiko

3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Tenangkan pasien 1. Keluarga pasien


berhubungan keperawatan diharapkan dan keluarga merasa tenang
2. Informasi ini dapat
dengan kurang masalah ansietas dapat
2. Berikan informasi membantu mengurangi
pengetahuan teratasi, dengan kriteria kecemasan
pada pasien dan
orang tua atau hasil:
keluarga tentang
informasi tentang
1. Monitor intensitas diagnosa,
penyakit 3. Meningkatkan rasa
prognosis dan
19
cemas tindakan nyaman pasien

2. Menyingkirkan 3. Temani pasien


tanda kecemasan untuk mendukung
keamanan dan
3. Monitor kecemasan
menurunkan rasa
personal
takut
4. Mencari informasi
untuk mengurangi
kecemasan

5. Menggunakan
teknik relaksasi
untuk menurunkan
kecemasan

4. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan tahap ini muncul
jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan
mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat pada perencanaan.

5. EVALUASI

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi seluruhnya hanya
sebagian atau belum teratasi semuanya.

BAB III

20
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kejang demam adalah ganguan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal
ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Berbagai kesimpulan telah dibuat oleh
para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia, tingkatan suhu tubuh serta
kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor hereditas juga berperan terhadap
bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan dengan anak normal

Kejang demam adalah kejang pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang
disebabkan karena anak mengalami demam lebih dari 102°F atau 39°C. Tetapi kejang tidak
harus terjadi ketika suhu lebih dari 39°C karena pada pada demam yang temperaturnya lebih
rendah dari 39°C pun juga dapat terjadi kejang (Marmi, 2011).

Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kejang yang diakibatkan karena gangguan
syaraf otak pada anak-anak. Gangguan syaraf otak tersebut terjadi karena disebabkan
kenaikan suhu (suhu rektal di atas 38C).

B. SARAN

Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan sebagai acuan
dalam Asuhan Keperawatan Anak tentang kejang demam. Kami menyadari bahwa asuhan
keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi kesempurnaan dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
21
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Pudjiadi S. 2010. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai