Anda di halaman 1dari 6

SISTEM SARAF PUSAT

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang berfungsi
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan di respon oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkan mahluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah
mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
Sistem saraf terbagi dua yaitu:
1. Sistem saraf pusat :
a. Otak (Ensefalon) : sebagai pengatur dari segala kegiatan manusia, otak
terletak di dalam rongga tengkorak. Otak terdiri dari :
 Otak besar (serebrum) : merupakan pusat pengendalian kegiatan
tubuh yang disadari, yaitu berbicara, berpikir, melihat, bergerak,
mengingat, dan mendengar. Otak besar belahan kiri mengatur dan
mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan, otak besar belahan
kanan mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah kiri.
 Otak Tengah (Mesensefalon) : merupakan penghubung antara otak
depan dan otak belakang, bagian otak tengah yang berkembang
adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil mata,
pengatur gerak bola mata dan refleksi akomodasi mata.
 Otak kecil (Cerebellum) : terletak di belakang otak besar, tepatnya di
bawah otak besar. Otak kecil terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar
berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil di bagi
menjadi dua bagian yaitu belahan kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai pengatur
keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika
seseorang akan melakukan kegiatan. Otak kecil dibagi tiga :

1
1. Otak depan :
a. Hipotalamus : pusat pengatur suhu, selera makan,
keseimbangan cairan tubuh, haus, tingkah laku, kegiatan
reproduksi, meregulasi pituitari.
b. Talamus : pusat pengatur sensori, menerima semua rangsang
yang berasal dari sensorik cerebrum.
c. Kelenjar pituitary : sebagai sekresi hormon
2. Otak tengah : bagian atas merupakan lobus optikus yang
merupakan pusat refleks mata.
3. Otak belakang
a. Sumsum lanjutan (medula oblongata) berfungsi mengatur
refleks fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung,
suhu tubuh, tekanan darah dan kegiatan lain yang tidak
disadari.
b. Sumsum tulang belakang (medula spinalis) :
Terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai
dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua
lapis, yaitu lapisan luar berwarna putih dan lapisan dalam
berwarna kelabu. lapisan luar mengandung serabut saraf dan
lapisan dalam mengandung badan saraf. Didalam sum-sum
tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf
penghubung. Fungsinya sebagai penghantar impuls dari otak
dan keotak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
2. Sistem Saraf Tepi : somatis dan otonom.
B. ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM SARAF PUSAT
I. Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis). Infeksi ini dapat terjadi karena bakteri seperti
pneumococcus, meningoecoccus, stapilococccus, streptococcus, salmonella
dan lain-lain, virus seperti hemofilus influenza dan herpes simplex atau oleh
karena luka/ pembedahan atau injury pada sistem persyarafan.

2
II. Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen/langsung
menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) jantung
( endokarditis). Selain itu juga di peradangan organ/jaringan di dekat selaput
otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosit, sinus
kavernous. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi, dalam waktu singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian berbentuk eksudat.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi
obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocehpalus dan peningkatan intrakranial.
Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrai,
prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang
terjadi hiperemi meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
III. Tanda dan Gejala
- Nyeri kepala : menyebar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi
kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk. Bila hebat terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi.
- Terjadi panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu
makan berkurang kontipasi, diare, biasanya disertai septicemia dan
pneumonitis.
- Gangguan kesadaran : kesadaran menurun, apatis, letargi, renjatan,
koma.
- Kelemahan umum.
- Nyeri otot.
IV. Pemeriksaan Diagnostik (Pemeriksaan Penunjang)
1. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, LED
(Lanjut Endap Darah), GDP, ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa
didapatkan peningkatan leukosit saja, pada meningitis Tubercolosis
didapatkan juga peningkatan LED.

3
2. Pemeriksaan cairan otak (Lumbal pungsi)
Pada meningitis serosa diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal
yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi,
pada meningitis purulent diperoleh pemeriksaan cairan serebrospinal yang
keruh karena mengandung pus, nanah merupakan campuran leukosit
yang hidup dan mati, jaringan mati dan bakteri. Selain itu juga terdapat
hasil pada cairan otak : sel polimorfonukleus meningkat, protein
meningkat, glukosa menurun, None (+), Pandi (+).
3. Pemeriksaan Radiologi : Foto thorax, Foto kepala dan CT-Scan.
4. EEG.
V. Penatalaksanaan Medis -
Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil pemeriksaan, antara lain :
Ampicillin, Chlorampenicol, Ceftriaxone, Gentamicin, Ceftazidime. Pemberian
antibiotik bisa dalam bentuk tunggal, tetapi sebaiknya dikombinasi. Lama
pengobatan 10-14 hari. Pada meningitis TB diberikan pengobatan OAT dan
kortikosteroid (Prednison pada anak) atau dexametasone untuk menghambat
edema cerebri dan timbulnya perlengketan-perlengketan antara araknoid dn
otak. Pada meningitis viral yang penyebabnya herpes dapat diberikan
Aksiklovir 10-14 hari.
VI. Pengkajian Keperawatan
Tn. S mengatakan saudaranya atas nama Nn. PR sejak 1 minggu ini panas
tinggi sudah berobat ke klinik tetapi tidak ada perubahan, keluarga
mengatakan saudaranya sering mengalami sakit kepala hebat, gelisah dan
suka menangis, malas makan, mual dan setiap selesai makan Nn. PR
muntah, hari ini Nn. PR menjadi apatis dan tiba-tiba sore ini mengalami
kejang di rumah.
Data Objektif :
- Skala nyeri : 4
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien tampak menangis
- Pasien tampak gelisah
- Badan/dahi teraba panas

4
- Tampak mual
- Tampak muntah
- Pasien tampak apatis
- GCS = 14 (E4V5M5)
- TTV : TD : 150/100mmHg, N: 100x/menit, S: 39 0C, P: 30x/menit.
- Pasien tampak mengalami kelemahan
Data Subjektif :
- Keluarga mengatakan saudaranya sering mengeluh sakit kepala
- Keluarga mengatakan jika sakit kepala timbul pasien tampak menangis
- Keluarga mengatakan pasien sering mual
- Keluarga mengatakan pasien muntah saat makan
- Keluarga mengatakan pasien sudah beberapa hari ini malas makan
- Keluarga mengatakan pasien gelisah
- Keluarga mengatakan tiba-tiba sore ini dirumah pasien kejang 1 kali
VII. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema
cerebral/penyumbatan aliran darah ke otak, ditandai dengan :
- Pasien tampak bicara tidak jelas
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak lemah
- Kesadaran apatis
- TD = 140/100
N = 100
- GCS = 14, E4VS MS
- Keluarga mengatakan pasien kejang 1 x dirumah
- Keluarga mengatakan pasien dirumah bicara tidak jelas dan hanya
terbaring ditempat tidur
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perubahan perfusi jaringan teratasi
dengan leriksa :
- kesadaran ca
- TTU dalam batas normal
Intervensi :

5
1. Kaji tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan cerebral. Rasional :
untuk mengetahui waktu kesadaran dan keadaan umum pasien
2. Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tekanan
darah dan peningkatan suhu tubuh akibat edema cerebral.
3. Monitor in take dan output
Rasional : hipertemi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar,
mual dan menurunkan in take per oral.
4. Berikan posisi tidur bedrest dengan posisi telentang tanpa bantal
Rasional : mengurangi tekanan pada inralemmial sehingga menghindari
resiko terjadinya hermiasi otak.

Anda mungkin juga menyukai